Anda di halaman 1dari 6

HUBUNGAN SARANA KETERSEDIAAN AIR BERSIH, PERILAKU IBU,

KEPEMILIKAN JAMBAN DENGAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH


PUSKESMAS TAMIANG LAYANG TAHUN 2020

Fajrul Wahyudi1, Meilya Farika Indah2, Norsita Agustina 2


1,2
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari Banjarmasin
Email: fajrulwahyudi15@gmail.com

ABSTRAK

Diare merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi isu prioritas utama di wilayah pasifik, termasuk
negara Indonesia. Kejadian diare erat kaitannya dengan air bersih dan perilaku hygiene. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui hubungan sarana ketersediaan air bersih, perilaku ibu, kepemilikan jamban dengan
diare pada balita di wilayah Puskesmas Tamiang Layang. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif
dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai balita di
wilayah Puskesmas Tamiang Layang berjumlah 525 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
adalah proportional random sampling. Sampel dalam penelitian ini yang berjumlah 90 orang. Analisis data
menggunakan uji statistik chi square dan fisher’s exact test. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara
sarana ketersediaan air bersih dengan diare pada balita (p-value=0,015), ada hubungan antara perilaku ibu
dengan diare pada balita (p-value=0,000), dan ada hubungan antara kepemilikan jamban dengan diare pada balita
(p-value=0,015). Puskesmas selalu memberikan penyuluhan kesehatan terutama kesehatan lingkungan dan
perilaku hidup bersih dan sehat kepada masyarakat di wilayah Puskesmas Tamiang Layang.

Kata-kata kunci: Sarana, Ketersediaan Air Bersih, Perilaku Ibu, Kepemilikan Jamban, Diare Pada Balita

ABSTRACT

Diarrhea is a disease that is still a top priority issue in the Pacific region, including Indonesia. The
incidence of diarrhea is closely related to clean water and hygiene behavior. The purpose of this study was to
determinethe relationship between the availability of clean water facilities, mother's behavior, and latrine
ownership with diarrhea in toddlers in the area of Tamiang Layang Health Center. This research wass a type of
quantitative research with a cross sectional approach. The population in this study were all mothers who have
toddler in the area of Tamiang Layang Health Center totaling 525 people. The sampling technique in this study
was proportional random sampling. The sample in this study amounted to 90 people. Data analysis used the
statisticalchi square test and fisher's exact test. The results showed that there was a relationship between the
availability of clean water facilities and diarrhea in toddler (p-value = 0,015), there was a relationship between
mother’s behavior and diarrhea intoddler (p-value = 0,000), and there was a relationship between latrine
ownership and diarrhea in toddler (p-value = 0,015). Puskesmas always provide health education, especially
environmental health and clean and healthy living habits to the community in the area Tamiang Layang Health
Center.

Keywords: Facilities, Clean Water Availability, Mother Behavior, Latrine Ownership, Diarrhea in Toddlers.
PENDAHULUAN
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990,
air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi
syarat kesehatan. Air yang digunakan oleh masyarakat untuk keperluan sehari-hari haruslah
memenuhi persyaratan kualitas air. Pemerintah RI telah menetapkan standar air bersih, yang
secara garis besar sebagai syarat fisik yaitu warna, bau, rasa dan kekeruhan dan syarat-syarat
bakteriologis meliputi kuman-kuman parasitik, kuman-kuman pathogen dan bakteri golongan
Coli.
Diare merupakan salah satu penyakit yang dapat ditularkan melalui air. Sumber air
bersih masih menjadi isu prioritas utama di wilayah pasifik, termasuk negara Indonesia
(Sartono, 2011). Kejadian diare erat kaitannya dengan air bersih dan perilaku hygiene.
Rendahnya akses masyarakat terhadap air bersih yang layak dan memenuhi syarat kesehatan
merupakan penyebab masih tingginya penyakit yang ditularkan melalui air, terutama diare.
Akses masyarakat terhadap penyediaan air bersih merupakan hak dasar sehingga menjadi
prioritas dalam tujuan pembangunan millenium (The Millenium Development Goals/ MDGs),
yaitu dengan berupaya menurunkan proporsi penduduk tanpa akses air bersih. Perbaikan air
bersih erat kaitannya dengan pembangunan manusia, khususnya dalam melindungi anak-anak
dari berbagai penyakit, dengan meningkatkan kriteria sumber air bersih yang digunakan yaitu
sumber air PDAM improved dan unimproved (WHO, 2009).
Penanggulangan dan upaya penyakit diare di Indonesia umumnya di kota Tamiang
Layang, yakni pengobatan dan pemberian penyuluhan kepada ibu balita dan masyarakat
yang dilakukan oleh tenaga medis dari Puskesmas Tamiang Layang. Seperti menjaga
kebersihan, menjaga pola makan dan menu seimbang serta pola hidup bersih dan sehat.
Dengan cara ini, kasus diare di wilayah kerja Puskesmas Tamiang Layang dapat
dikendalikan, namun hasilnya masih kurang memuaskan (Dinas Kesehatan Tamiang Layang,
2020).
Permasalahan yang terjadi di Tamiang Layang tentang kejadian diare pada anak balita
di umur dari 1 sampai 5 tahun. Pertama, tidak memadainya penyediaan air bersih, kedua, air
tercemar oleh tinja. Ketiga, kekurangan sarana kebersihan (pembuangan tinja yang tidak
higienis), keempat, kebersihan perorangan, kelima, penyiapan makanan kurang matang dan
penyimpanan makanan masak pada suhu kamar yang tidak semestinya.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Dinas Kesehatan Tamiang Layang dan
Puskesmas Tamiang Layang pada tahun 2018, Puskesmas Tamiang Layang merupakan salah
satu Puskesmas yang menangani jumlah penderita diare sebanyak 132 orang dan tahun 2019
dilaporkan jumlah penderita diare sebanyak 257 orang pasien kemudian peneliti mewancarai
perilaku ibu terhadap penyakit diare dan faktor penyebab diare (Puskesmas Tamiang Layang,
2019). Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
hubungan antara sarana ketersediaan air bersih, perilaku ibu dan kepemilikan jamban
dengan diare pada balita di wilayah Puskesmas Tamiang Layang.

METODE
Penelitian ini memakai jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional.
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Puskesmas Tamiang Layang yang dimulai dari bulan
Mei sampai Juni 2020. Seluruh ibu yang mempunyai balita di wilayah Puskesmas Tamiang
Layang tahun 2020 berjumlah 525 orang dijadikan populasi dalam penelitian ini. Penarikan
sampel menggunakan teknik proportional random sampling sebanyak 90 ibu. Data yang
dikumpulkan menggunakan kuesioner antara lain karakteristik responden (umur balita, umur
ibu, jenis kelamin balita, pendidikan terakhir ibu, pekerjaan ibu, dan sumber informasi tentang
diare), kuesioner sarana ketersediaan air bersih, perilaku ibu, kepemilikan jamban, dan
kejadian diare. Analisis data menggunakan univariat dan bivariat (chi-square dan fisher exact)
dengan derajat kepercayaan 90%.

HASILnDANnPEMBAHASAN
Hasil penelitian meliputi sarana ketersediaan air bersih, perilaku ibu, kepemilikan
jamban dengan diare pada balita di wilayah Puskesmas Tamiang Layang sebagai berikut.

Tabel 1. Tabulasi Silang Sarana Ketersediaan Air Bersih dengan Diare Pada Balita
di wilayah Puskesmas Tamiang Layang
Diare Pada Balita
Total p value
Sarana Ketersediaan Air Bersih Diare Tidak Diare
(OR)
n % n % n %
Tidak tersedia air bersih yang 5 83,3 1 16,7 6 100
memenuhi syarat
Tersedia air bersih yang memenuhi 25 29,8 59 70,1 84 100 0,015
syarat (11,8)
Total 30 33,3 60 66,7 90 100

Berdasarkan tabel 1 hasil uji statistik fisher exact test diperoleh nilai p-value = 0,015
dimana hasil ini lebih kecil dari nilai α (0,1) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara sarana ketersediaan air bersih dengan diare pada balita di wilayah Puskesmas Tamiang
Layang. Hasil Odds Ratio sebesar 11,8 yang artinya tersedianya air bersih yang memenuhi
syarat mempunyai kemungkinan 11,8 kali lebih besar tidak mengalami diare pada balita
dibandingkan dengan tidak tersedia air bersih yang memenuhi syarat. Berdasarkan hasil
pengamatan didapatkan responden menggunakan sarana air bersih dengan jenis sarana sumur
gali dan ada responden yang memanfaatkan/menggunakan MCK umum sebagai sarana
ketersediaan air bersih. Jenis sarana ketersediaan air bersih yang dimiliki oleh responden yaitu
SGL dan PDAM.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mafazah (2013) menunjukkan ada
hubungan antara ketersediaan sarana air bersih dengan kejadian diare, yang memperoleh nilai
p = 0,021. Penyakit diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan, dua faktor yang
dominan yang dapat menyebabkan diare yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua
faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan
tidak sehat karena tercemar kuman diare dan berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat,
seperti makanan dan minuman dapat menimbulkan kejadian diare (Bintoro, 2010).
Sarana ketersediaan air bersih yang tidak memenuhi syarat akan berdampak kurang baik
untuk kesehatan, sedangkan penularan diare dapat terjadi melalui air yang digunakan untuk
keperluan sehari-hari. Menyadari pentingnya air bagi manusia maka penggunaan air yang
tidak memenuhi kriteria standar kualitas sesuai peruntukkannya dapat menimbulkan
gangguan kesehatan (Simatupang, 2004).

Tabel 2. Tabulasi Silang Perilaku Ibu dengan Diare Pada Balita


di wilayah Puskesmas Tamiang Layang
Diare Pada Balita
Total p value
Perilaku Ibu Diare Tidak Diare
(OR)
n % n % n %
Tidak baik 23 57,5 17 42,5 40 100
Baik 7 14 43 86 50 100 0,000
(8,3)
Total 30 33,3 60 66,7 90 100
Berdasarkan tabel 2 hasil uji statistik chi square test diperoleh nilai p-value = 0,000
dimana hasil ini lebih kecil dari nilai α (0,1) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara perilaku ibu dengan diare pada balita di wilayah Puskesmas Tamiang Layang. Hasil
Odds Ratio sebesar 8,3 yang artinya perilaku ibu yang baik mempunyai kemungkinan 8,3 kali
lebih besar tidak mengalami diare pada balita dibandingkan dengan perilaku ibu yang tidak
baik.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Anup (2012) menunjukkan ada hubungan yang
signifikan antara perilaku ibu dengan kejadian diare pada balita dengan nilai p = 0,050.
Perilaku seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, keyakinan, dan lain-lain. Perilaku
adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan
sikap terhadap objek tertentu. Maka perilaku ibu yang buruk terhadap perilaku hidup sehat,
besar kemungkinan akan menyebabkan terjadinya diare. Terbentuknya perilaku dipengaruhi
oleh pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting. Oleh karena itu
untuk meningkatkan perilaku ibu yang baik terhadap PHBS, dapat diharapkan ibu menjadi
sadar dan bersikap positif terhadap perilaku hidup sehat baik itu dalam mencuci tangan
dengan sabun maupun dalam pemeliharaan sarana air bersih dan jamban serta dapat
melakukannya dalam kehidupan sehari-hari (Notoadmodjo, 2013).

Tabel 3. Tabulasi Silang Kepemilikan Jamban dengan Diare Pada Balita


di wilayah Puskesmas Tamiang Layang
Diare Pada Balita
Total p value
Kepemilikan Jamban Diare Tidak Diare
(OR)
n % n % n %
Tidak memiliki jamban yang 12 63,2 7 36,8 19 100
memenuhi syarat
Memiliki jamban yang memenuhi 18 25,4 53 74,6 71 100 0,005
syarat (5,04)
Total 30 33,3 60 66,7 90 100

Berdasarkan tabel 3 hasil uji statistik chi square test diperoleh nilai p-value = 0,005
dimana hasil ini lebih kecil dari nilai α (0,1) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan antara kepemilikan jamban dengan diare pada balita di wilayah Puskesmas
Tamiang Layang. Hasil Odds Ratio sebesar 5,04 yang artinya memiliki jamban yang
memenuhi syarat mempunyai kemungkinan 5,04 kali lebih besar tidak mengalami diare pada
balita dibandingkan dengan tidak memiliki jamban yang memenuhi syarat. Berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa masih terdapat responden yang menggunakan jamban tanpa septic
tank atau jamban cemplung, dan jamban yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan
seperti jarak dengan sumber air bersih <10 meter, lantai jamban tidak keting dan terdapat
serangga sebagai vektor penyakit seperti kecoa dan lalat disekitar jamban.
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Anwar dan Musadad (2009) menunjukkan
ada hubungan antara penyediaan sarana jamban keluarga dengan kejadian diare pada balita,
dengan memperoleh nilai p = 0,000. Menurut Entjang (2000) jamban leher angsa merupakan
jenis jamban yang memenuhi syarat kesehatan. Jamban ini berbentuk leher angsa sehingga
akan selalu terisi air, yang berfungsi sebagai sumbat sehingga bau dari jamban tidak tercium
dan mencegah masuknya lalat ke dalam lubang. Menurut Wibowo (dalam Wulandari, 2009)
menjelaskan bahwa tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan
meningkatkan resiko terjadinya diare pada anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan
dengan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat
sanitasi.
PENUTUP
Hasil penelitian ini menyimpulkan ada hubungan antara sarana ketersediaan air bersih,
perilaku ibu, dan kepemilikan jamban dengan diare pada balita di wilayah Puskesmas
Tamiang Layang. Pihak Puskesmas selalu memberikan penyuluhan kesehatan terutama
kesehatan lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat kepada masyarakat di wilayah
Puskesmas Tamiang Layang.

REFERENSI
Anup, K. C. (2012). A Descriptive Study On Water Sanitation Hygiene And Diarrhoeal
Morbidity Among Under Five Years Children At Community LED Total Sanitation
Elicited Area In Nawalparasi (Skripsi Tidak Terpublikasi). Pokhara Universitas,
Nepal.

Anwar, A. & Musadad, A. (2009). Pengaruh Akses Penyediaan Air Bersih dan Penyediaan
Sarana Jamban Keluarga Terhadap Kejadian Diare Pada Balita. Jurnal Ekologi
Kesehatan, 8 (2).

Bintoro, B. R. (2010). Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Diare Pada
Balita di Kecamatan Jatipuro Kabupaten Karanganyar (Skripsi Tidak Terpublikasi).
Universitas Muhammadiyah, Surakarta.

Dinas Kesehatan Tamiang Layang. (2020). Profil Kesehatan Tamiang Layang. Tamiang
Layang: Dinas Kesehatan Tamiang Layang.

Entjang. (2000). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti 6.

Kementerian Kesehatan RI. (1990). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
416/MENKES/PER/IX/1990 Tentang Syarat-Syarat Dan Pengawasan Kualitas Air.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Mafazah, L. (2013). Ketersediaan Sarana Sanitasi Dasar, Personal Hygiene Ibu, Dan Kejadian
Diare. Jurnal Kesehatan Masyarakat KEMAS, 8 (2), 176-182.
Notoatmodjo, S. (2013). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Puskesmas Tamiang Layang. (2019). Data Kesehatan Penduduk di Wilayah Puskesmas
Tamiang Layang. Tamiang Layang: Puskesmas Tamiang Layang.

Sartono. (2011). Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran, Perilaku


Higiene Sanitasi dengan Kejadian Diare pada Balita Di Desa Kebonharjo Kecamatan
Patebon Kabupaten Kendal (Skripsi Tidak Terpublikasi). Universitas Negeri
Semarang, Semarang.

Simatupang, M. (2004). Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Diare Pada


Balita Di Kota Sibolga Tahun 2003 (Tesis Tidak Terpublikasi). Universitas Sumatera
Utara, Medan.

WHO. (2009). Diarrhoeal Disease. Diakses dari: http://who.int/mediacentre/factsheets/


Wulandari. (2009). Hubungan Antara Faktor Lingkungan dan Faktor Sosiodemografi dengan
Kejadian Diare Pada Balita di Desa Blimbing Kecamatan Sambirejo Kabupaten
Sragen Tahun 2009. (Skripsi Sarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta). Diakses
dari: http://female.store.co.id/.../kesehatan%20masyarakat%20-%20full%20jg.pdf/

Anda mungkin juga menyukai