Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No.

2, Juli 2015 : 1- 78

FAKTOR-FAKTOR PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT YANG


BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FOOD BORNE DISEASE PADA
ANAK DI SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN) INPRES 3 TONDO KOTA PALU

Herman1, Muh. Ryman Napirah2, Sherlina1


1
Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Tadulako
2
Bagian AKK, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Tadulako

ABSTRAK
Latar belakang: Food borne disease adalah penyakit akibat makanan yang terkontaminasi oleh
mikroorganisme atau racun. Kejadian food borne disease seperti diare, typhoid, dan infeksi cacing masih
cukup rentan terhadap anak usia sekolah.
Tujuan: Untuk mengetahui faktor-faktor perilaku hidup bersih dan sehat yang berhubungan dengan
kejadian food borne disease pada anak di SDN Inpres 3 Tondo Kota Palu.
Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah survey analitik dengan menggunakan pendekatan cross
sectional study. Jumlah sampel yaitu 64 responden dengan teknik pengambilan sampel menggunakan
Proportional Stratified Random Sampling. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis
univariat dan bivariat.
Hasil: Penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebersihan diri dengan kejadian food borne
disease (ρ = 0,000), ada hubungan kebersihan makanan dan minuman dengan kejadian food borne disease
(ρ = 0,002), dan ada hubungan kesehatan lingkungan dengan kejadian food borne disease (ρ = 0,000).
Kesimpulan: Pengawasan terhadap anak sekolah dasar oleh guru maupun orang tua sangat penting dalam
menjaga kebersihan diri, kebersihan makanan dan minuman, serta kesehatan lingkungan.

Kata Kunci : Hidup Bersih, Sehat, Food Borne Disease.

ABSTRACT

Background: Food borne disease is a disease caused by food contaminated by microorganisms or toxins.
The incidence of food borne disease such as diarrhea, typhoid and worm infections are still quite
vulnerable to school-age children.
Objective: To determine the factors of living a clean and healthy behaviors related to the incidence of
food borne disease in children of SDN Instruction 3 Tondo Palu.
Methods: This type of research is analytic survey using cross sectional approach. Total sample of 64
respondents with a sampling technique using Proportional Stratified Random Sampling. The analysis used
in this research is the analysis of univariate and bivariate.
Results: There is a relationship between personal hygiene with the incidence of food borne disease
(ρ=0.000), there is a relationship between cleanliness of food and beverages (ρ=0.002), and there is a
relationship environmental health with the incidence of food borne disease (ρ=0.000).
Conclusion: Oversight of primary school children by teachers and parents are very important in
maintaining personal hygiene, cleanliness of food and drinks, as well as environmental health.

Keywords : Clean Living, Healthy, Food Borne Disease.

Healthy Tadulako Journal (Herman, Muh. Ryman, & Sherlina : 1-14) 1


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No. 2, Juli 2015 : 1- 78

PENDAHULUAN
Food borne disease adalah penyakit Berdasarkan data WHO, setiap
akibat makanan yang terkontaminasi tahunnya sekitar 2,2 juta orang di
oleh mikroorganisme atau racun. negara-negara berkembang terutama
Makanan yang telah terkontaminasi anak-anak meninggal dunia akibat
oleh mikroorganisme atau racun masuk berbagai penyakit yang disebabkan oleh
ke dalam tubuh melalui proses kurangnya air minum yang aman,
pencernaan yang dapat menyebabkan sanitasi dan hygiene yang buruk.
penyakit, seperti syndrome Sementara itu, terdapat bukti bahwa
gastrointestinal atau gejala neurologic. pelayanan sanitasi yang memadai,
Setiap tahunnya, di Amerika Serikat persediaan air yang aman, sistem
timbulnya food borne disease ini pembuangan sampah, serta pendidikan
melebihi 80 juta kasus. Frekuensi hygiene dapat meningkatkan angka
penyakit ini memang kurang mewabah, kematian akibat diare sampai 65%, serta
tetapi akan menimbulkan potensi yang penyakit-penyakit lainnya sebanyak
sangat berbahaya bahkan kematian [1]. 26%.[4]

Kejadian food borne disease seperti Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun
diare, typhoid dan infeksi cacing, masih 2013, menunjukkan bahwa insiden dan
cukup rentan terhadap anak usia period prevalen diare di Indonesia
sekolah. Penyebab utamanya karena adalah 3,5% dan 7%. Dari 33 provinsi
kurangnya perilaku menjaga kebersihan di Indonesia terdapat 5 provinsi dengan
dan kesehatan, sehingga agen dengan insiden dan period prevalen diare
mudah masuk ke dalam tubuh melalui tertinggi yaitu Papua (6,3% dan 14,7%),
makanan yang di konsumsi. Salah satu Sulawesi Selatan (5,2% dan 10,2%),
faktor yang mempengaruhi Aceh (5,0% dan 9,3%), Sulawesi Barat
terbentuknya perilaku anak sekolah (4,7% dan 10,1%), dan Sulawesi
dalam menjaga kebersihan dan Tengah (4,4% dan 8,8%).(5)
kesehatan terkait pencegahan food
borne disease adalah faktor sekolah dan Kasus diare menurut Dinas Kesehatan
lingkungannya [2]. Provinsi Sulawesi Tengah pada tahun
2013 sebanyak 59.430 penderita.(12)
Permenkes No. 2269/MENKES/ Pada tahun 2011 sampai 2013 kasus
PER/XI/2011 menetapkan bahwa diare di Kota Palu semakin meningkat,
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dari 6.311 penderita hingga 7.064
(PHBS) adalah sekumpulan perilaku penderita dan terdapat 6 orang yang
yang dipraktikkan atas dasar kesadaran meninggal dunia akibat penyakit diare.
sebagai hasil pembelajaran yang Pada tahun 2013, Kasus diare yang
menjadikan seseorang dapat menolong tertinggi pada golongan usia ≥ 5 tahun
dirinya sendiri di bidang kesehatan dan yaitu sebanyak 3.542 penderita.[6]
berperan aktif dalam mewujudkan
kesehatan masyarakat [3].

Healthy Tadulako Journal (Herman, Muh. Ryman, & Sherlina : 1-14) 2


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No. 2, Juli 2015 : 1- 78

Berdasarkan data rekapitulasi penderita (bukan air mengalir) dan pada penjual
diare menurut golongan umur yang jajanan wadah sosis, nugget, telur
diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota gulung dan saus kacang tidak tertutup
Palu pada bulan Januari sampai bulan sehingga di kerumuni lalat, serta wadah
Oktober 2014 bahwa terdapat 6.116 sirup di simpan dalam plastik es. Hasil
penderita, dimana kasus diare yang observasi peneliti mengenai kesehatan
tertinggi pada golongan usia ≥ 5 tahun lingkungan, bahwa terdapat 5 anak yang
sebanyak 3.169 penderita. Dari 12 bermain tanah dan 12 anak yang makan
puskesmas di Kota Palu, kasus diare jajanan, namun dari 17 anak tersebut
yang tertinggi pada golongan usia ≥ 5 hanya 1 orang yang mencuci tangan,
tahun yaitu wilayah kerja Puskesmas tetapi tidak menggunakan air mengalir,
Talise sebanyak 483 penderita.[7] melainkan menggunakan air tampungan
penjual jajanan. Selain itu, meskipun
Penelitian Chadijah, dkk (2014), terdapat tempat sampah di depan kelas,
menunjukkan bahwa dari 288 sampel, namun kondisi kelas masih terlihat
terdapat 90 sampel yang positif sampah, serta terdapat 1 WC untuk guru
terinfeksi cacing. Jenis cacing paling dan 1 WC untuk siswa/siswi yang
dominan menginfeksi adalah Ascaris mempunyai air keruh dan lantainya
lumbricoides (83,34%). Prevalensi tidak bersih.
kecacingan pada anak SD di Kota Palu
sebesar 31,6% .[8] BAHAN DAN CARA
Jenis penelitian yang digunakan adalah
Data yang diperoleh dari wilayah kerja survey analitik yaitu melakukan analisis
Puskesmas Talise mengenai kasus diare hubungan antar variabel dengan
pada golongan usia 5 - 14 tahun pada pengujian hipotesis menggunakan
tahun 2014 sebanyak 286 penderita dan pendekatan cross sectional study.
yang tertinggi terdapat di wilayah Penelitian cross-sectional merupakan
kelurahan Tondo yaitu sebanyak 128 desain penelitian yang mempelajari
penderita.[3] hubungan penyakit (outcome) dan
pajanan (exposure) dengan cara
Berdasarkan studi pendahuluan peneliti mengamati status pajanan dan penyakit
pada tanggal 13 Desember 2014 di SDN serentak pada populasi tunggal, pada
Inpres 3 Tondo bahwa hasil observasi suatu waktu periode. Penelitian ini
peneliti mengenai kebersihan diri, dilaksanakan di SDN Inpres 3 Tondo
bahwa terdapat 10 anak laki-laki dan 5 Kota Palu pada tanggal 14 – 28 Maret
anak perempuan yang bermain tanah, 2015 dengan populasi 176 orang. Untuk
serta dari 12 anak-anak yang makan menentukan ukuran sampel, peneliti
jajanan sekolah hanya 1 orang yang menggunakan rumus Slovin yang
mencuci tangan. Hasil observasi peneliti berjumlah 64 responden. Teknik
mengenai kebersihan makanan dan pengambilan sampel pada penelitian ini
minuman, bahwa wadah makanan di menggunakan teknik pengambilan
kantin hanya dicuci oleh air tampungan sampel secara Proportional Stratified

Healthy Tadulako Journal (Herman, Muh. Ryman, & Sherlina : 1-14) 3


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No. 2, Juli 2015 : 1- 78

Random Sampling. Teknik b. Hubungan Kebersihan Makanan


pengumpulan data dengan dan Minuman dengan Kejadian
mengumpulkan data primer yakni data Food Borne Disease
hasil penelitian yang diperoleh secara Responden menurut kebersihan
langsung dari responden melalui teknik makanan dan minuman responden yang
pengisian kuesioner dan melalui kurang baik terbanyak adalah menderita
pengamatan langsung di lokasi food borne disease sebesar 77,8%
penelitian, serta data sekunder yakni dibanding yang tidak menderita food
data yang diperoleh dari SDN Inpres 3 borne disease sebesar 22,3%,
Tondo, Dinas Kesehatan Provinsi, sedangkan kebersihan makanan dan
Dinas Kesehatan Kota, dan Puskesmas minuman responden yang baik
Talise Kota Palu. terbanyak adalah tidak menderita food
borne disease sebanyak sebesar 64,3%
HASIL PENELITIAN dibanding yang menderita food borne
a. Hubungan Kebersihan Diri disease sebesar 35,7%.
dengan Kejadian Food Borne
Disease Hasil analisis menggunakan uji Chi
Responden menurut kebersihan diri Square yang dilakukan terhadap
responden yang kurang baik kebersihan makanan dan minuman
terbanyak adalah menderita food dengan kejadian food borne disease,
borne disease sebesar 79,5% didapatkan hasil nilai ρ = 0,002 ≤ 0,05
dibanding yang tidak menderita atau nilai X2 hitung = 9,874 > X2 tabel
food borne disease sebesar 20,5%, = 3,841 maka H0 pada penelitian ini
sedangkan kebersihan diri ditolak, artinya bahwa ada hubungan
responden yang baik terbanyak antara kebersihan makanan dan
adalah tidak menderita food borne minuman dengan kejadian food borne
disease sebesar 85% dibanding disease pada anak di SDN Inpres 3
yang menderita food borne disease Tondo Kota Palu.
sebesar 15%.
c. Hubungan Kesehatan
Hasil uji Chi Square yang Lingkungan dengan Kejadian
dilakukan terhadap kebersihan diri Food Borne Disease
dengan kejadian food borne Responden menurut kesehatan
disease, didapatkan hasil nilai ρ = lingkungan yang kurang baik
0,000 ≤ 0,05 atau nilai X2 hitung = terbanyak adalah menderita food
21,270 > X2 tabel = 3,841 maka H0 borne disease sebesar 77,5%
pada penelitian ini ditolak, artinya dibanding yang tidak menderita
bahwa ada hubungan antara food borne disease sebesar 22,5%,
kebersihan diri dengan kejadian sedangkan kesehatan lingkungan
food borne disease pada anak di responden yang baik, terbanyak
SDN Inpres 3 Tondo Kota Palu. adalah tidak menderita food borne
disease sebesar 70,8% dibanding

Healthy Tadulako Journal (Herman, Muh. Ryman, & Sherlina : 1-14) 4


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No. 2, Juli 2015 : 1- 78

yang menderita food borne disease hitung = 11,693 > X2 tabel = 3,841
sebesar 29,2%. maka H0 pada penelitian ini
ditolak, artinya bahwa ada
Hasil uji Chi Square yang hubungan antara kesehatan
dilakukan terhadap kesehatan lingkungan dengan kejadian food
lingkungan dengan kejadian food borne disease pada anak di SDN
borne disease, didapatkan hasil Inpres 3 Tondo Kota Palu.
nilai ρ = 0,000 ≤ 0,05 atau nilai X2

Tabel 1. Hubungan Kebersihan Diri, Kebersihan Makanan dan Minuman serta


Kesehatan Lingkungan dengan Kejadian Food Borne Disease pada Anak
di SDN Inpres 3 Tondo Kota Palu
Kejadian Food Borne
Disease
Jumlah X2
Variabel Independen Tidak
Menderita (ρ)
Menderita
n % n % n %
Kebersihan Diri
Kurang Baik 35 79,5 9 20,5 44 100 21,270
Baik 3 15 17 85 20 100 (0,000)
Total 38 59,4 26 40,6 64 100
Kebersihan Makanan dan
Minuman
Kurang Baik 28 77,8 8 22,3 36 100
9,874
Baik 10 35,7 18 64,3 28 100
(0,002)
Total 38 59,4 26 40,6 64 100
Kesehatan Lingkungan
Kurang Baik 31 77,5 9 22,5 40 100
11,693
Baik 7 29,2 17 70,8 24 100
(0,000)
Total 38 59,4 26 40,6 64 100

PEMBAHASAN penyakit, seperti diare, tifus


1. Hubungan Kebersihan Diri maupun infeksi cacing.[2]
dengan Kejadian Food Borne
Disease Hasil penelitian ini menunjukkan
Kebersihan diri meliputi kebiasaan bahwa kebersihan diri responden
mencuci tangan dan menjaga yang kurang baik, lebih banyak
kebersihan kuku yang akan menderita food borne disease
menghindari seseorang dari sebesar 79,5%. Hal ini disebabkan
penularan atau penyebaran karena kebiasaan responden untuk

Healthy Tadulako Journal (Herman, Muh. Ryman, & Sherlina : 1-14) 5


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No. 2, Juli 2015 : 1- 78

mencuci tangan sebelum makan, Hasil analisis bivariat pada


sesudah bermain bahkan setelah penelitian ini menunjukkan bahwa
buang air besar yang kurang baik, ada hubungan antara kebersihan
serta kuku responden yang diri dengan kejadian food borne
panjang dan kotor, sehingga akan disease dengan nilai  = 0,000
memudahkan masuknya penyakit atau nilai  ≤ 0,05. Hal ini
ke dalam tubuh yang menunjukan bahwa kebiasaan
mengakibatkan terjadinya food siswa/siswi di SDN Inpres 3
borne disease pada responden. Tondo dalam kebersihan diri
Hasil penelitian ini juga (mencuci tangan pakai sabun dan
menunjukan bahwa kebersihan diri menjaga kuku) akan
responden yang kurang baik dan mempengaruhi terjadinya food
tidak menderita food borne borne disease.
disease sebesar 20,5%. Ini
disebabkan oleh faktor lain, seperti Berdasarkan hasil observasi
kekebalan tubuh responden yang selama proses penelitian, bahwa
rentan terhadap penyakit, sehingga responden telah diberikan
tubuh responden masih sanggup pengetahuan oleh mahasiswa
melawan bakteri yang masuk ke kuliah kerja nyata melalui
dalam tubuh. penyuluhan untuk melakukan cuci
tangan pakai sabun dengan benar,
Adapun responden yang namun sebagian besar siswa/siswi
kebersihan dirinya dalam kategori tidak memiliki kebiasaan
baik, lebih banyak yang tidak membersihkan diri, hal ini
menderita food borne disease disebabkan karena tidak ada sabun
sebesar 85%, karena sebagian yang tersedia di sekolah dan
responden yang memiliki belum adanya kebijakan dari
kebiasaan mencuci tangan dan kepala sekolah untuk mewajibkan
membersihkan kuku, sehingga siswa/siswinya dalam mencuci
terhindar dari food borne disease. tangan pakai sabun setelah
Hasil penelitian ini juga beraktivitas khususnya pada saat
menunjukkan bahwa kebersihan kerja bakti, tidak ada pengawasan
responden yang baik dan kepada siswa/siswi sehingga
menderita food borne disease setelah melakukan kerja bakti, ada
sebesar 15%. Menurut peneliti, yang mencuci tangan tetapi tidak
kejadian ini terjadi karena faktor pakai sabun dan adapun yang
lain dari kebersihan diri seperti mencuci tangan dengan
kebersihan makanan dan minuman mencelupkan tangan di ember
yang kurang baik, sehingga berisi air kemudian langsung
bakteri masuk ke dalam tubuh makan. Terkait mengenai
melalui makanan dan minuman. kebersihan kuku, sekolah ini
mewajibkan siswa/siswinya untuk

Healthy Tadulako Journal (Herman, Muh. Ryman, & Sherlina : 1-14) 6


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No. 2, Juli 2015 : 1- 78

memotong kuku, setiap hari senin 0,000). Kejadian tersebut terjadi


diperiksa kukunya, tetapi ada juga karena responden tidak
yang kukunya masih panjang dan memperhatikan waktu-waktu
kotor. Jadi, apabila makan- mencuci tangan pakai sabun [10].
makanan yang terkena tangan dan Penelitian ini juga sejalan oleh
kotoran dari kuku akan hasil penelitian yang dilakukan
menularkan food borne disease oleh Tan, dkk (2013)
pada siswa/siswi. menunjukkan bahwa responden
memiliki pengetahuan tentang
Hasil penelitian ini sesuai dengan praktek kebersihan pribadi yaitu
teori yang dikemukakan oleh mencuci tangan sebesar 30,7 %
Widoyono (2011), bahwa salah dan responden yang mampu
satu faktor yang meningkatkan menggambarkan prosedur yang
risiko diare adalah tidak mencuci benar untuk mencuci tangan hanya
tangan pada saat makan atau sebesar 12%.[11] Namun, berbeda
sesudah buang air besar (BAB) dengan hasil penelitian yang
yang akan memungkinkan dilakukan oleh Sholikhah dan
terjadinya kontaminasi langsung.[9] Sustini (2013), bahwa sebagian
Suririnah (2007) dalam Sholikhah besar responden mencuci tangan
(2013), juga mengatakan bahwa dan menjaga kuku dalam kategori
semakin besar persentase perilaku baik, dan menjaga kebersihan
tidak mencuci tangan, maka akan kuku sebesar 57,1%. Perbedaan ini
semakin besar kemungkinan terjadi karena sebagian besar
terjadinya diare, yang salah respondennya memiliki kebiasaan
satunya disebabkan oleh kuman mencuci tangan pada saat istirahat
bakteri Escherichia coli. Tangan maupun di luar jam pelajaran
yang kotor dapat menjadi salah sekolah, serta kuku respondennya
satu media masuknya penyakit ke nampak pendek dan bersih karena
dalam tubuh, di antaranya : cacing frekuensi memotong kuku
dan bakteri Escherichia coli, dilakukan minimal 1 kal dalam
kemudian kondisi kuku yang seminggu.
panjang dan kurang bersih akan
mengakibatkan risiko kotoran di Penelitian ini juga berbeda dengan
tangan dapat ikut masuk ke dalam hasil penelitian yang dilakukan
tubuh sewaktu anak-anak makan Chadijah (2014), bahwa tidak ada
jajanan[2]. bukti yang cukup menunjukkan
hubungan antara pengetahuan, dan
Penelitian ini sejalan dengan hasil perilaku dengan angka kecacingan
penelitian yang dilakukan Pertiwi, pada anak SD di Kota Palu (ρ-
dkk (2013), bahwa ada hubungan value > 0,05 ; ρ = 0,466, ρ =
antara praktik hygiene perorangan 0,382), karena perilaku dari
dengan kejadian kecacingan (ρ = responden berbeda dalam upaya

Healthy Tadulako Journal (Herman, Muh. Ryman, & Sherlina : 1-14) 7


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No. 2, Juli 2015 : 1- 78

mencegah kecacingan, hampir yang mempermudah lalat


sebagian besar murid SD mencuci menghinggapi makanan sehingga
tangan baik sebelum makan dan membawa bakteri dari lingkungan
setelah buang air besar dengan ke makanan, kemudian dalam
menggunakan sabun. proses mencuci piring hanya
menggunakan air tampungan,
2. Hubungan Kebersihan Makanan sehingga bakteri yang keluar dari
dan Minuman dengan Kejadian piring yang satu akan menempel
Food Borne Disease ke piring selanjutnya karena tidak
Menurut Kepmenkes No menggunakan air yang mengalir.
1096/Menkes/ Per/VI/ 2011
standarnya E.coli 0 pergram Hasil penelitian ini juga
sampel makanan.(12) Kantin menunjukan bahwa kebersihan
memiliki peralatan pengolahan makanan dan minuman yang
dan makan yang bersih, tempat kurang baik pada responden tidak
cuci peralatan makan dan minum menderita food borne disease
dengan air bersih yang mengalir, sebesar 22,3%. Ini disebakan
tempat cuci tangan dilengkapi karena sebagian kecil responden
dengan air bersih mengalir, sabun memiliki imunitas yang tinggi
dan lap tangan untuk pengunjung sehingga masih mampu melawan
kantin, tersedia tempat bakteri yang masuk ke dalam
penyimpanan bahan makanan tubuhnya.
terpisah dari makanan jadi/siap
saji dan tempat pajangan makanan Adapun responden yang
jadi/siap yang tertutup. Kantin kebersihan makanan dan
dilengkapi dengan tempat duduk minumannya dalam kategori baik,
dan saluran air limbah yang lebih banyak yang tidak menderita
tertutup. Tersedia tempat untuk food borne disease sebesar 64,3%.
mengolah makanan sederhana Menurut peneliti, bahwa wadah
(memanasi, mengukus dan yang tertutup akan menghindari
[13]
memanggang). terkontaminasinya makanan dan
minuman dari hinggapan lalat,
Hasil penelitian ini menunjukkan serta hal ini juga terjadi karena
bahwa kebersihan makanan dan sebagian kecil responden dalam
minuman responden yang kurang kategori ini membawa bekal dari
baik, lebih banyak menderita food rumah. Hasil penelitian ini juga
borne disease sebesar 77,8% menunjukkan bahwa kebersihan
karena kebiasaan responden yang makanan dan minuman yang baik
makan-makanan jajanan dan tidak dan menderita food borne disease
diketahui kebersihannya pada saat sebesar 35,7%. Kejadian ini
diolah, serta makanan maupun disebabkan karena walaupun
minuman tidak ada penutupnya, wadah makanan telah tertutup,

Healthy Tadulako Journal (Herman, Muh. Ryman, & Sherlina : 1-14) 8


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No. 2, Juli 2015 : 1- 78

namun pengolahan yang tidak yang mengandung bakteri


diketahui mempengaruhi Salmonella typhi, seperti lalat,
kebersihan makanan dan minuman serta kebiasaan makan dapat
yang dikonsumsi dari responden. menyebabkan penularan penyakit
cacing, seperti menyajikan
Berdasarkan hasil dari analisis makanan setengah matang.[14]
bivariat pada penelitian ini Widoyono (2011), juga
menunjukkan bahwa ada mengemukakan bahwa
hubungan antara kebersihan penyimpanan makanan akan
makanan dan minuman dengan mempengaruhi perkembangan
kejadian food borne disease mikroba pada makanan.[9]
dengan nilai  = 0,002 atau nilai 
≤ 0,05. Hal ini menunjukan bahwa Penelitian ini sejalan dengan
kebiasaan siswa/siswi di SDN penelitian yang dilakukan oleh
Inpres 3 Tondo dalam kebersihan Ningsih (2014), menunjukan
makanan dan minuman akan bahwa praktik hygiene sanitasi
mempengaruhi terjadinya food makanan dan minuman pedagang
borne disease. kurang baik sebelum penyuluhan
yaitu sebesar 58,3%. Hasil
Berdasarkan hasil observasi penelitian ini sejalan karena
peneliti mengenai kebersihan sanitasi makanan dan minuman
makanan dan minuman dapat yang kurang baik mempengaruhi
dilihat dengan sebagian besar terjadinya food borne disease
siswa/siswi tidak membawa bekal yaitu kontaminasi dari air yang
dari rumah dan membawa uang berasal dari sambal kacang sisa
dari rumah sehingga, makan- kemarin di campur dengan sambal
makanan jajanan yang sausnya hari ini, sehingga terjadi
dikerumuni oleh lalat dan tidak kontaminasi silang dari makanan
tertutup. Adapun air minum, sisa kemarin dengan yang baru.[12]
sebagian besar mereka membawa Namun, berbeda dengan hasil
air minum yang mempunyai penelitian yang dilakukan oleh
penutup, kemudian dalam proses Sholikhah dan Sustini (2013),
pencucian piring yang digunakan yang menunjukan bahwa perilaku
menggunakan air tampungan. menjaga kebersihan makanan dan
minuman lebih tinggi kategori
Penelitian ini sesuai dengan teori baik (56,3%) dari pada yang
yang dikemukakan oleh Entjang kurang (43,8%). Hasil penelitian
(2003), bahwa kejadian tifus ini berbeda karena sebagian
disebabkan oleh bakteri siswa/siswi tidak jajan
Salmonella typhi, yang tertular sembarangan di lingkungan
melalui makanan dan minuman sekolah yang kurang terjamin
yang berhubungan dengan hewan kebersihannya.

Healthy Tadulako Journal (Herman, Muh. Ryman, & Sherlina : 1-14) 9


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No. 2, Juli 2015 : 1- 78

yang kurang, tetapi sebagian kecil


3. Hubungan Kesehatan Lingkungan responden ada yang mencuci
dengan Kejadian Food Borne tangan dan buang air besar di
Disease rumah.
Aspek kesehatan lingkungan
merupakan salah satu dari 24 Adapun responden yang kesehatan
indikator kesehatan penentu IPKM lingkungannya dalam kategori
(Indeks Pembangunan Kesehatan baik, lebih banyak yang tidak
Masyarakat). Komponen yang menderita food borne disease
dinilai secara umum terkait sebesar 70,8%, karena perilaku
dengan masalah sanitasi dasar dan kesehatan lingkungan yang baik
hygiene perorangan, seperti akses seperti membuang sampah pada
terhadap air bersih dan jamban tempatnya, buang air besar
serta perilaku cuci tangan dengan dirumah dan mencuci tangan pada
benar.[15] Fasilitas sanitasi yang air mengalir sehingga responden
tidak memenuhi syarat dapat terhindar dari food borne disease.
menyebabkan terjadinya tempat Hasil penelitian ini juga
perkembangbiakan vektor menunjukkan bahwa kesehatan
penyakit yang dapat menularkan lingkungan yang baik dan
penyakit melalui makanan.[12] menderita food borne disease
sebesar 29,2%. Kejadian ini
Hasil penelitian ini menunjukkan disebabkan karena faktor dari
bahwa kesehatan lingkungan kesehatan diri maupun kesehatan
responden yang kurang baik, lebih makanan dan minuman yang
banyak menderita food borne merupakan faktor lain terjadinya
disease sebesar 77,5%. Fasilitas food borne disease.
yang kurang, akan mempengaruhi
kebiasaan seseorang, seperti Hasil analisis bivariat pada
ketersediaan sarana kran air hanya penelitian ini menunjukkan bahwa
berjumlah 2 unit, mengakibatkan ada hubungan antara kesehatan
responden malas mencuci tangan lingkungan dengan kejadian food
setelah beraktivitas dan kondisi borne disease dengan nilai  =
WC yang kurang bersih yang 0,000 atau nilai  ≤ 0,05. Hal ini
mengakibatkan risiko terjadinya menunjukan bahwa fasilitas yang
food borne disease. Hasil menunjang kesehatan lingkungan
penelitian ini juga menunjukan bagi siswa/siswi di SDN Inpres 3
bahwa kesehatan lingkungan yang Tondo akan mempengaruhi
kurang baik pada responden tidak terjadinya food borne disease.
menderita food borne disease
sebesar 22,5%. Hal ini dapat Berdasarkan hasil observasi
terjadi karena meski fasilitas peneliti mengenai kesehatan
pendukung kesehatan lingkungan lingkungan bahwa terdapat

Healthy Tadulako Journal (Herman, Muh. Ryman, & Sherlina : 1-14) 10


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No. 2, Juli 2015 : 1- 78

fasilitas yang menunjang hygiene disekitar tempat berda-


kesehatan lingkungan, hanya saja gang makanan jajanan (<α),
pemanfaatan dan pemeliharaan karena fasilitas yang cukup
yang masih kurang, sehingga mempengaruhi kebiasaan
tempat sampah ada, tetapi sampah responden dalam menjaga
[12]
masih tersebar, kemudian WC ada kebersihan diri. Namun,
tetapi lantainya licin, airnya ada penelitian ini berbeda dengan
tetapi keruh dan krannya ada tetapi penelitian Chadijah (2014),
hanya di kamar mandi dan satu menunjukan bahwa tidak ada bukti
lagi terdapat di belakang kelas IV yang cukup menunjukkan
B. Kurangnya faktor pendukung hubungan sanitasi lingkungan
(sarana) untuk melakukan perilaku dengan angka kecacingan pada
hidup bersih dan sehat akan anak SD di Kota Palu (= 0,349).
menyebabkan kejadian food borne Perbedaan hasil penelitian ini
disease. karena lingkungan sekolahnya
yang baik, tetapi masih tingginya
Hasil penelitian ini sesuai dengan prevalensi kecacingan, serta hasil
teori dari Notoatmodjo (2010) penelitian yang dilakukan oleh
dalam Sholikhah dan Sustini Sholikhah dan Sustini (2013),
(2013), yang mengemukakan salah menunjukan bahwa perilaku hidup
satu alasan mengapa seseorang bersih dan sehat tentang
berperilaku hidup bersih dan sehat lingkungan anak sekolah di SDN
karena ketersediaan sumber daya, Babat jerawat I Kecamatan Pakal,
karena ketersediaan kran air dan sebagian besar termasuk dalam
temppat sampah adalah sebagai kategori baik yaitu 62,5%, yang
pendukung yang mampu membedakan adalah fasilitas di
memfasilitasi perilaku siswa. tempat penelitian ini baik fisik
Selain siswa mencuci tangan, maupun informasi sudah cukup
siswa juga mudah mengakses memadai.
tempat sampah, sehingga tidak ada
lagi siswa membuang sampah KESIMPULAN DAN SARAN
sembarangan[2], serta teori dari Berdasarkan hasil penelitian yang
Entjang (2003) yang mengatakan dilakukan di SDN Inpres 3 Tondo,
bahwa apabila air tidak memenuhi didapatkan kesimpulan sebagai
syarat kesehatan akan berikut :
mempengaruhi penularan 1. Terdapat hubungan antara
[14]
terjadinya tifus. kebersihan diri dengan kejadian
food borne disease dengan nilai ρ
Penelitian ini sejalan dengan hasil = 0,000 sehingga ρ < 0,05, artinya
penelitian oleh Ningsih (2014), bahwa orang yang tidak menjaga
mengatakan bahwa ada hubungan kebersihan dirinya lebih berpotensi
fasilitas sanitasi dengan praktik untuk menderita food borne disease

Healthy Tadulako Journal (Herman, Muh. Ryman, & Sherlina : 1-14) 11


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No. 2, Juli 2015 : 1- 78

dibandingkan dengan orang yang dengan sabun, serta mewajibkan


memiliki kebiasaan. kerja bakti setiap minggu untuk
2. Terdapat hubungan antara membersihkan WC di sekolah.
kebersihan makanan dan minuman 4. Bagi Pemerintah Khususnya Dinas
dengan kejadian food borne disease Pendidikan dan Pengajaran Kota
dengan nilai ρ = 0,002 sehingga ρ < Palu untuk menjadikan referensi
0,05, artinya bahwa orang yang dalam perencanaan program
tidak menjaga dan memperhatikan sekolah bersih dan sehat.
kebersihan makanan dan 5. Diharapkan jika ada penelitian
minumannya lebih berpotensi untuk selanjutnya perilaku hidup bersih
menderita food borne disease dan sehat tentang food borne
dibandingkan dengan orang yang disease, untuk menggunakan
memiliki kebiasaan. metode penelitian mix method yaitu
3. Terdapat hubungan antara wawancara secara mendalam orang
kesehatan lingkungan dengan tua dan gurunya dan siswa/siswi di
kejadian food borne disease dengan bagikan kuesioner agar jawaban
nilai ρ = 0,002 sehingga ρ < 0,05, dari responden bervariasi.
artinya bahwa fasilitas dan
kebersihan lingkungan yang kurang
lebih berpotensi untuk menderita DAFTAR PUSTAKA
food borne disease dibandingkan
dengan orang yang memiliki 1. McCue, J., dan Kahan, S., 2007, In
kebiasaan. A Page Infectious Disease,
Penerbit Lippincott Williams &
Wilkins, Amerika.
Adapun saran yang diberikan 2. Sholikhah, H.H., dan Sustini, F.,
berdasarkan hasil penelitian ini adalah 2013, Gambaran Perilaku Hidup
: Bersih dan Sehat tentang Food
1. Bagi guru diharapkan Borne Disease pada Anak Usia
memperhatikan kebersihan diri Sekolah di SDN Babat Jerawat I
siswa/siswinya yaitu dalam Kecamatan Pakal Kota Surabaya,
pemeriksaan kuku dan melatih Jurnal Buletin Sistem Kesehatan –
untuk mencuci tangan Vol. 16 No. 4 Oktober 2013 : 351
menggunakan sabun. – 362, IKM Fakultas Kedokteran
2. Bagi orang tua murid diharapkan Universitas Airlangga, Surabaya.
untuk membawakan anaknya bekal 3. Peraturan Mentri Kesehatan
agar kebersihan makanan dan Rapublik Indonesia NOMOR:
minumannya dapat terjamin. 2269/MENKES/PER/XI/2011,
3. Bagi Kepala Sekolah diharapkan 2011, Pedoman Pembinaan
untuk memfasilitasi sabun di Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
sekolah dan kran agar siswa/siswi (PHBS), Kementrian Kesehatan
dapat lebih mudah mencuci tangan RI, Jakarta.

Healthy Tadulako Journal (Herman, Muh. Ryman, & Sherlina : 1-14) 12


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No. 2, Juli 2015 : 1- 78

4. Astuti, Y., Sumardiyono, Wibowo, Pulau Barang Lompo Kota


H.L.B., dan Hermawan, H 2013, Makassar tahun 2013, Bagian
Komunikasi Informasi Edukasi Kesehatan Lingkungan Fakultas
PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Kesehatan Masyarakat Universitas
Sehat) Semester V, Modul Field Hasanuddin, Makassar.
Lab Edisi Revisi II, Fakultas 11. Tan, S. L., Cheng, P. L., Soon, H.
Kedokteran Universitas Sebelas K., Ghazali, H. danMahyudin, N.
Maret. A., 2013, A qualitative study on
5. Riset Kesehatan Dasar, 2013, personal hygiene knowledge and
Riset Kesehatan Dasar, Badan practices among food handlers at
Penelitian dan pengembangan selected primary schools in Klang
Masyarakat Kementerian valley area, Selangor, Malaysia,
Kesehatan Republik Indonesia, http://www.ifrj.upm.edu.my,
Jakarta. International Food Research
6. Profil Kesehatan Kota Palu, 2013, Journal Vol 20(1): 71-76 (2013),
Kasus Diare, Seksi Pengendalian Centre of Excellence for Food
Penyakit, Dinas Kesehatan Kota Safety Research, and Department
Palu, Palu. of Food Service and Management,
7. Suryati, N., 2014, Kasus Diare Faculty of Food Science and
Januari – September 2014, Bidang Technology, University Putra
PMK Program P2 Diare Dinas Malaysia, 43400 UPM Serdang,
Kesehatan Kota Palu, Palu. Selangor DarulEhsan, Malaysia.
8. Chadijah, S., Sumolang, P.P.F., 12. Ningsih, R., 2014, Penyuluhan
dan Veridiana, N.N., 2014, Hygiene Sanitasi Makanan dan
Hubungan Pengetahuan, Perilaku, Minuman, serta Kualitas Makanan
dan Sanitasi Lingkungan dengan yang diajakan di Lingkungan SDN
Angka Kecacingan pada Anak Kota Samarinda,
Sekolah Dasar di Kota Palu, http://journal.unnes.ac.id/nju/inde
Media Litbangkes Volume 24 No. x.php/kesmas, Jurnal Kesehatan
1, Maret 2014, hlm. 50-56, Balai Masyarakat, Volume 10 No. 1,
Litbang P2b2 Donggala Badan 2014, hlm. 64-72, Departemen
Litbangkes, Donggala. Kesehatan Lingkungan Fakultas
9. Widoyono, 2011, Penyakit Tropis Kesehatan Masyarakat Universitas
(Epidemiologi, Penularan, Mulawarman, Samarinda.
Pencegahan dan 13. Syafrudie, H.A., Suparjinah,
Pemberantasanya, Penerbit EMS, Warjoko, dkk., 2013, Panduan
Jakarta. Pembinaan SD Bersih dan Sehat,
10. Pertiwi, A.C., Ane, R.L., dan Direktor Pembinaan Sekolah
Salemo, M., 2013, Analisis Faktor Dasar Kementerian Pendidikan
Prakik Hygiene Perorangan dan Kebudayaan, Jakarta.
Terhadap Kejadian Kecacingan 14. Entjang, Indan, 2003,
pada Murid Sekolah Dasar di Mikrobiologi dan Parasitologi,

Healthy Tadulako Journal (Herman, Muh. Ryman, & Sherlina : 1-14) 13


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No. 2, Juli 2015 : 1- 78

Penerbit Citra Aditya Bakti, (Panduan Bagi Petugas Kesehatan


Bandung. di Puskesmas), Pusat Promosi
15. Ginting, M., Syadadi, I., Kesehatan, Jakarta.
Rudiayanto, C., dkk, 2011,
Panduan Promosi Kesehatan di
Daerah Bermasalah Kesehatan
.

Healthy Tadulako Journal (Herman, Muh. Ryman, & Sherlina : 1-14) 14

Anda mungkin juga menyukai