Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH DIARE PADA BALITA

Disusun Oleh :
Leni Aulia Safitri 32101900068
Nining Alkomah 32101900047
Refi Mulyasih 32101900051
Shinta Safitri 32101900055
Sutinah 32101900057

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG


FAKULTAS KEDOKTERAN PRODI KEBIDANAN
2020/2021
LATAR BELAKANG

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan konsistensi tinja (menjadi cair)
disertai peningkatan frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/ hari) disertai perubahan,
dengan atau tanpa darah dan atau lendir. Diare dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu diare
akut dan diare kronik ( Suraatmaja, 2007 ). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan
UNICEF tahun 2012, di seluruh dunia terdapat kurang lebih dua miliar kasus penyakit diare
setiap tahunnya. 1,9 juta penderitanya adalah anak – anak yang berusia kurang dari 5 tahun, jika
tidak ditangani bisa berujung pada kematian, utamanya di negara berkembang. Jumlah ini 18%
dari semua kematian anak di bawah usia lima tahun dan berarti bahwa lebih dari 5000 anak-anak
mati setiap hari sebagai akibat dari penyakit diare (WGO, 2012)
Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia tahun 2010 jumlah kasus diare yang
ditemukan di Indonesia sekitar 246.835 penderita dengan jumlah kematian 1.289, sebagian besar
(70-80%) terjadi pada anak-anak dengan usia dibawah lima tahun. Penemuan kasus diare di Jawa
Tengah ada sekitar 25,22 % per 1000 penduduk (Profil kesehatan Indonesia, 2010) Dari hasil
Riset Kesehatan Dasar (2007) dalam profil kesehatan, (2012), menunjukkan bahwa penyakit
diare merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi (31,4%) dan pada balita (25,2%),
sedangkan pada golongan semua umur merupakan penyebab kematian yang ke empat (13,2%).
Menurut Schwartz (2005) salah satu penyebab penyakit diare adalah infeksi, infeksi dapat
disebabkan oleh bakteri, parasit dan virus. Bakteri dapat masuk ketubuh manusia melalui mulut
(orofekal) dengan sarana alat alat seperti botol susu, dot, termometer ataupun melalui alat makan
yang tercemar feses. Orang tua yang sibuk sering memberikan minuman ataupun susu kepada
bayi dengan menggunakan botol susu karena dianggap mudah dan praktis. Botol susu merupakan
sarana tempat berkembang biaknya kuman maupun bakteri karena botol susu sulit dibersihkan.
Pengetahuan merupakan fakor penting dalam pencegahan penyakit. Semakin tinggi
pengetahuan ibu akan semakin tinggi kemampuan dalam melakukan peranan ibu dalam tindakan
pencegahan penyakit, khususnya adalah pencegahan penyakit diare. Perilaku ibu dalam
penggunaan botol yang tidak bersih atau sudah dipakai selama berjam-jam dibiarkan
dilingkungan terbuka, sering menyebabkan infeksi karena botol dapat tercemar oleh kuman-
kuman/bakteri penyebab diare. Sehingga balita beresiko mengalami diare apabila perilaku
perawatan botol susu yang dilakukan ibu kurang tepat.
Puskesmas Gatak merupakan salah satu instansi pelayanan kesehatan di kabupaten
Sukoharjo yang memiliki angka kejadian diare pada batita yang cukup tinggi. Berdasarkan data
yang diperoleh dari puskesmas Gatak dari bulan Januari sampai Desember sebanyak 518 batita
penderita penyakit diare pada tahun 2013 tercatat 3296 batita. Angka tersebut termasuk angka
kesakitan yang tinggi jika dibandingkan dengan puskesmas Kartasura yang memiliki angka
kesakitan diare 453 batita yang menderita diare dari 8324 batita pada tahun 2013. (Dinas
Kesehatan Sukoharjo, 2013)
Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan dengan cara wawancara kepada ibu-ibu
yang memiliki balita hanya ada 5 dari 14 ibu mengatakan mencuci botol susu dengan sabun,
kemudian botol direbus dalam waktu kurang lebih 10 menit, setelah direbus disimpan di tempat
tertutup jika tidak digunakan, dari 5 ibu yang diwawancarai ada 1 anak yang pernah mengalami
diare, 8-9 ibu melakukan perawatan botol hanya dengan mencuci botol susu mereka
menggunakan sabun, tidak disikat, tidak dilakukan perebusan setiap akan digunakan. Kemudian
jika tidak dipakai hanya digeletakan di rak piring dan tidak dimasukan ke tempat khusus yang
tertutup, sehingga mermungkinkan kuman ataupun bakteri kembali menempel pada botol
tersebut yang mengakibatkan terjadinya diare. Dari 9 ibu yang diwawancarai ada 6 anak yang
pernah mengalami diare.
BAB II

PEMBAHASAN
1. Pengertian

Menurut Kemenkes RI (2014) Diare merupakan suatu penyakit dengan tanda-


tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi pada tinja, yang melembek atau mencair
dan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari biasanya. Diare ini biasanya
buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih
banyak dari biasanya, neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah
lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi yang berumur lebih dari satu bulan dan anak bila
frekuensinya lebih dari 3 kali. (1)

2. Factor-faktor

a. Lingkungan Sekitar
Kondisi lingkungan yang buruk adalah salah satu faktor meningkatnya penyakit
diare karena mencakup pembuangan tinja, serta ketersediaan sarana dan prasarana air
bersih. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan lingkungan yang besar karena
dapat menyebabkan mewabahnya penyakit diare dan mempengaruhi kondisi
kesehatan masyarakat (Fiesta, dkk. 2012). Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas
responden RW VI, Kelurahan Rangkah, Kecamatan Tambaksari yang terkena diare
adalah warga dengan sikap membersihkan lingkungan yang baik sebanyak 33
responden (16%). Perhitungan statistik pada penelitian ini menggunakan SPSS. Hasil
penelitian pada 211 responden warga RW VI tentang hubungan antara membersihkan
lingkungan responden dengan kejadian diare diperoleh nilai expected count
memenuhi syarat untuk uji chi-square, sehingga didapatkan hasil p = 0,001. Hal ini
dapat diartikan bahwa ada hubungan antara membersihkan lingkungan responden
dengan kejadian diare dalam 3 bulan terakhir. (2)
b. Membuat dan Mengonsumsi Oralit Ketika Diare
Menurut KBBI oralit adalah obat berupa bubuk garam untuk dicairkan sebagai
pengganti mineral dan cairan yang keluar akibat penyakit muntah ataupun berak.
Larutan oralit mempunyai komposisi campuran garam, gula serta natrium bikarbonat.
Kejadian kematian anak dengan diare dikarenakan komplikasi dehidrasi yang
ditimbulkan dan penanganan yang kurang tepat. WHO dan UNICEF telah
mengeluarkan formula baru dengan osmolaritas lebih rendah yaitu 245 mOsm/L yang
memberikan efek lebih aman terhadap semua jenis diare non kolera dengan dehidrasi.
Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa kebanyakan responden RW VI, Kelurahan
Rangkah, Kecamatan Tambaksari yang terkena diare adalah mayoritas warga dengan
sikap mengonsumsi oralit yang kurang baik yaitu sebanyak 55 responden (26%). (3)
c. Perilaku Mencuci Tangan Menggunakan Sabun
Kebiasaan membersihkan tangan menggunakan sabun sebaiknya dibiasakan sejak
dini. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan, yaitu keluarga. Keluarga juga
dapat menumbuhkan sikap perilaku cuci tangan. Data Riset Kesehatan Dasar RI
menjelaskan bahwa 100.000 anak meninggal dunia karena diare tiap tahunnya.(4)
d. Mencuci tangan dengan sabun dapat menghilangkan kuman penyebab diare. Kuman
diare tersebut biasanya menyebar melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi serta kontak langsung dengan orang yang terinfeksi. Hasil penelitian
terhadap responden didapatkan bahwa kesadaran perilaku untuk melakukan cuci
tangan pakai sabun sebelum makan masih tergolong rendah.Hal ini dibuktikan
dengan sebanyak 77% responden tidak mencuci tangannya dengan sabun sebelum
makan. Perilaku masyarakat yang tidak melakukan cuci tangan pakai sabun dapat
memicu timbulnya diare. Cuci tangan pakai sabun dengan benar dapat menurunkan
angka kejadian diare hingga 45%, karena apabila cuci tangan pakai sabun dengan
benar dapat membunuh kuman di tangan sehingga ketika makan kuman tersebut tidak
masuk ke dalam tubuh bersama makanan yang dimakan. (2)
e. Perilaku Cuci Tangan dengan Sabun Setelah Buang Air Besar
Dengan Kejadian Diare Penyakit diare dapat berupa infeksi yang disebabkan oleh
virus, bakteri dan lain sebagainya. . Kuman tersebut tidak akan masuk ke tubuh jika
mencuci tangan pakai sabun dengan benar.Hasil penelitian yang dilakukan terhadap
211 responden didapatkan hasil yang cukup baik, yaitu sebanyak 196 responden
(92%) telah melakukan membersihkan tangan dengan sabun setelahbuang air besar, .
Perilaku membersihkan tangan menggunakan sabun sesudah buang air besar
termasuk dalam 5 waktu yang dianjurkan untuk melakukan cuci tangan selain setelah
memegang hewan peliharaan, sebelum menyiapkan makanan, setelah membersihkan
anak bayi, dan sebelum makan. Perilaku masyarakat yang membersihkan tangan
dengan sabun setelah buang air besar dapat menurunkan kasus kematian akibat diare.
(4)
f. Perilaku Komsumsi Jajanan.
Pada Pedagang Kaki Lima Anak-anak lebih menyukai jajan karena makanan
jajanan anak sekolah yang murah, mudah didapat, menarik, bervariasi dan harganya
terjangkau. Selain itu anak lebih menyukai membeli makanan jajananpada pedagang
kaki lima daripada membeli dikantin maupun membawa bekal dari rumah Makanan
jajanan sekolah merupakan salah satu masalah yang perludiperhatikan karena
makanan jajanan sekolah sangat beresiko terhadap pencemaran biologi maupun
kimiawi yang merupakan sebab terjadinya gangguan kesehatan. Pemilihan bahan
makanan yangdigunakan pada pambuatan jajan oleh produsen biasanya kurang
terjamin mutunya selain itu cara penyimpananmakanan tidak dilakukan dengan
benarsehingga mengakibatkan adanyA kontaminasi dari bakteri dan virus panyebab
berbagai macam penyakit.Jajanan yang diperjualbelikan biasanyatidak mengindahkan
pedoman kesehatan. Kurangnya penutupan dan keterbukaan makanan terhadap lalat,
serangga dan hama tidak hanya akan menyebabkan penyakit tetapi juga pertimbangan
nilai-nilai estetika. (5)
3. Patofisiologi

Dalam keadaan normal, dinding intestinal memiliki fungsi absorbsi dan sekresi
yang dikontrol oleh regulatorregulator sehingga didominasi oleh fungsi absorbsi yang
akan menghasilkan tinja normal. Kedua mekanisme tersebut memerlukan pemecahan
nutrisi yang baik dalam membentuk molekul-molekul yang diperlukan untuk membentuk
ikatan dengan air dan elektrolit saat proses absorbsi (misalnya, glukosa, galaktosa dan
asam amino) dan mencegah terdapatnya substansi aktif yang tidak dapat diabsorbsi
secara aktif melalui proses osmotikdi dalam lumen usus.
Selain itu, proses absorpsi dan sekresi juga ditunjang oleh kerja enzim Na+-K+-
ATP-ase pada membrane basolateral dan dua antiport di brush border. Saat diare
keseimbangan transport elektrolit dan air terganggu, terjadi penurunan fungsi absorbsi
dan dominasi fungsi sekresi elektrolit dan nutrien (sekresi aktif anion terutama di sel
kriptus), sehingga terjadi pengeluaran airyang berlebihan kelumen usus. Duamekanisme
utama yaitu diare osmotik dan sekretorik, kedua mekanisme tersebut kadang terjadi
secara bersamaan. (6)

4. Manifestasi Klinis

Gejala gastrointestinal berupa diare, kram perut dan muntah. Penderita diare cair
mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida dan bikarbonat.
Kehilangan air dan elektrolit bertambah dengan adanya muntah dan meningkat bila ada
panas. Hal ini menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia. Pada
anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : berapa kali bab cair dalam 1 hari,
lama diare, konsistensi, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah, panas, mual dan muntah
dan nyeri perut. Kesadaran : anak masih aktif atau lemas cenderung tidur. Adakah
penyakit lain seperti demam, batuk, pilek, otitis media dan campak.1Sebagai contoh,
pada diare oleh infeksi rotavirus, keluhan awal pasien biasanya (80-90%) muntah, diikuti
dengan demam ringan (low-grade) dan diare cair dalam waktu 24 jam.
Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan berat badan turun atau tidak, suhu
tubuh, frekuensi denyut jantung, pernapasan cepat dan dangkal atau tidak, tekanan darah,
kesadaran, ubun – ubun besar cekung atau tidak, mata cekung, ada/tidak air mata, bibir
mukosa mulut, capillary. (6)

5. Etiologi

Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar yaitu
infeksi (disebabkan oleh bakteri, virus, atau infestasi parasit), malabsorbsi, alergi,
keracunan, imunodefisiensi, dan sebab- sebab lainnya. Penyebab yang sering ditemukan
di lapangan ataupun secara klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan
Menurut Nelwan, penyebab diare diantaranya terjadi karena infeksi bakteri, virus,
dan parasit. Contoh bakteri yaitu shigella, salmonella, E. Coli, Gol.Vibrio, Bacillus
cereus, Clostridium perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromona. Virus
yaitu Rotavirus, Adenovirus, Cytomegalovirus. Parasit yaitu diantaranya seperti Protozoa
(Giardia, Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, Cryptosporidium huminis,
Strongyloides stercoralis, Isospora Belii). Cacing ( Strongyloides strercoralis,
Schistosomal). Non infeksi : Malabropsi ( intolerasi laktosa ), keracunan makanan, alergi
( susu sapi, dan protein kedelai ), efek obat- obatan dan sebab lain.
Penyebab diare terbanyak pada anak di bawah 5 tahun pada negara berkembang
adalah rotavirus (grup A), astrovirus, adenovirus, serotype 40 dan 41. Bakteri penyebab
diare terbanyak yaitu Enteropathogenic Escherichia coli dan Enterotoxigenic, Escherichia
coli yang menyebabkan acute watery diarrhea. Shigella sp., dan Entamoeba histolytica
merupakan penyebab terbanyak dari acute bloody diarrhea (disentri), Campylobacter sp.,
invasive Escherichia coli, Salmonella dan Yersinia sp, juga dapat menyebabkan diare
disertai darah (disentri).(7)

6. Pencegahan

Berdasarkan Kemenkes RI (2011), kegiatan pencegahan diare yang benar dan efektif
adalah sebagai berikut:
a. Pemberian ASI Eksklusif
ASI (Air Susu Ibu ) adalah makanan yang paling baik untuk bayi. ASI saja sudah
cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan. ASI bersifat steril, berbeda
dengan sumber susu lain seperti susu formula atau cairan lain yang disiapkan dengan
air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi dalam botol yang kotor. ASI mempunyai
khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang
dikandungnya.
b. Makanan pendamping ASI
Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap
kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan. Saran untuk
meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI yaitu:
1) Perkenalkan makanan lunak ketika anak berumur 6 bulan dan dapat diteruskan
pengetahuan ASI.
2) Tambahkan minyak, lemak, dan gula kedalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk
energi. Tambahkan hasil olahan kacang-kacangan, susu, telur, ikan, daging, buah-
buahan, dan sayuran.
c. Menggunakan air bersih yang cukup.
d. Mencuci tangan dengan sabun, terutama setelah buang air besar, setelah membuang
tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, dan sebelum menyuapi makan anak
membuang tinja bayi dengan benar. (1)

7. Gejala klinis

a. Gejala Umum
1) Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare.
2) Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut.
3) Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare.
4) Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis, bahkan
gelisah.
b. Gejala Spesifik
1) Vibrio cholera: diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis.
2) Disenteriform: tinja berlendir dan berdarah. (8)
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan RI. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare. Departemen


Kesehatan RI; 2013.
2. Samiyati M, Dharminto S; Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah Dengan Kejadian
Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Karanganyar Kabupaten Pekalongan. J
Kesehat Masy. 2019;7(1):388–95.
3. Prawati DD. Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Diare Di Tambak Sari, Kota Surabaya.
J PROMKES. 2019;7(1):34.
4. M. Luthfi Almanfaluthi1 MHB, 1Program. Hubungan Antara Konsumsi Jajanan Kaki
Lima Terhadap Penyakit Pada Anak Sekolah Dasar. J Chem Inf Model. 2017;53(9):1689–
99.
5. Rosidi A, Handarsari E, Mahmudah M. Rebound increase in serum thyrotropin,
anti‐‘microsomal’ antibodies and thyroglobulin after discontinuation of L‐thyroxine. J
Intern Med. 1990;228(5):497–501.
6. Nurhayati. Ayo Cegah Diare [Internet]. Pangkal Pinang: Panca Terra Firma; Available
from: https://books.google.com/books?id=sYT-
DwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=inauthor:%22Nurhayati
%22&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjnw9vEoOf0AhXp3jgGHbQfDtoQ6AF6BAgJEAM
7. Asria M. Karakteristik Diare Pada Balita Di Puskesmas Sudiang Kecamatan Biringkanaya
Periode Januari - Desember 2018. Vol. 2507. Universitas Hasanuddin Makassar; 2020.
8. Kemenkes RI. Lintas Diare. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jendral Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011. 1–40 p.

Anda mungkin juga menyukai