Anda di halaman 1dari 9

Labibah Fara Anindya (3B) 0620015881

DIARE PADA ANAK DAN BALITA

Penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan yang cukup besar hampir di seluruh
negara berkembang, termasuk Indonesia. Penyakit menular juga masih menjadi masalah
kesehatan global karena menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang relatif tinggi dalam
kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular dapat ditularkan secara langsung maupun
tidak langsung. Penularan tidak langsung dapat melalui-media penularan, salah satunya adalah
melalui media air (water borne disease).
Water borne disease adalah penyakit yang ditularkan ke manusia secara langsung melalui
air minum, di mana air minum tersebut mengandung kuman patogen sehingga menyebabkan
yang bersangkutan menjadi sakit. Kontaminasi pada manusia dapat terjadi ketika minum, mandi,
mencucuci, proses menyiapkan makanan, ataupun memakan makanan yang telah terkontaminasi
saat proses penyiapan makanan (Triyono, 2014). Dilansir dari data WHO (2014) menunjukkan
bahwa water borne disease merupakan penyebab 4,1% dari total penyebab kematian atau sekitar
1,8 juta jiwa pertahunnya. Terdapat beberapa jenis penyakit yang termasuk ke dalam kategori
water borne disease, salah satunya adalah diare yang merupakan penyakit yang banyak
menyerang anak-anak dan balita.

Contoh Kasus Penyakit Water Borne Disease

Terdapat beberapa jenis penyakit yang termasuk ke dalam kategori water borne disease,
salah satunya adalah diare yang merupakan penyakit yang banyak menyerang anak-anak dan
balita. Diare adalah sebuah penyakit menular di mana penderitanya mengalami buang air besar
yang sering dan fesesnya memiliki kandungan air yang berlebih. Sedangkan menurut WHO diare
adalah buang air besar dengan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair (mencret) dan
bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari biasa yaitu sebanyak 3 kali atau lebih dalam
satu hari (24 jam) yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah.

Kriteria penting diare adalah buang air besar (BAB) dengan konsentrasi tinja lebih cair
dan frekuensi buang air besar mengalami peningkatan (3 kali atau lebih dalam sehari). Jika
frekunsi buang air besar 3 kali atau lebih dalam sehari tetapi fesesnya tidak cair, maka tidak bisa
disebut diare. Begitu juga apabila buang air besar dengan feses cair tetapi tidak sampai tiga kali
atau lebih dalam sehari, maka itu juga tidak bisa disebut diare (WHO, 2014).

Diare dapat mengakibatkan demam, sakit perut, penurunan nafsu makan, rasa lelah dan
penurunan berat badan. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan lendir ataupun
darah. Warna tinja lama-kelamaan bisa berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur
dengan empedu. Selain itu, diare jika tidak dikenali dan ditangani secara dini maka dapat
menyebabkan dehidrasi yang apabila dibiarkan, lama-kelamaan akan jatuh dalam keadaan berat
hingga menyebabkan kematian.

Ada ribuan jenis organisme yang dapat menginfeksi saluran pencernaan dan menjadi
penyebab diare. Pada umumnya penyebab diare pada anak atau balita berbeda dengan penyebab

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pekalongan


Labibah Fara Anindya (3B) 0620015881

diare pada orang dewasa. Diare pada anak atau balita umumnya disebabkan oleh virus, yaitu
rotovirus. Sedangkan pada orang dewasa disebabkan oleh bakteri. Terdapat empat jenis bakteri
yang menjadi penyebab diare, yaitu campylobacter, salmonella, shigella, dan E.Coli.

Berdasarkan lama waktu terjadinya penyakit, diare dapat diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu diare akut dan diare kronik. Diare akut adalah diare yang berlangsung singkat yaitu dalam
beberapa jam sampai tujuh atau 14 hari, sedangkan diare kronik adalah diare yang berlangsung
lebih dari tiga minggu, ketentuan ini berlaku pada orang dewasa, sedangkan pada balita dan anak
ditetapkan batas waktu dua minggu.

Cara Penularan Diare

Menurut Bambang dan Nurtjahyo (2011), cara penularan diare pada umumnya melalui
cara fekal-oral yaitu melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh enteropatogen,
atau kontak langsung dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita
atau tidak langsung melalui lalat (melalui 4f= finger, files, fluid, field). Bakteri penyebab diare
(Escherichia coli) biasanya akan menyebar melalui fekal-oral atau orofekal. Air merupakan
media penularan utama diare yang dapat terjadi apabila seseorang menggunakan air minum yang
terkontaminasi kuman bakteri, baik terkontaminasi dari sumbernya, terkontaminasi selama
perjalanan sampai ke rumah-rumah atau terkontaminasi saat disimpan di rumah. Pencemaran di
rumah terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan yang tercemar
menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan (Notoatmodjo, 2007).

Faktor Risiko Diare

Faktor risiko diare dibagi menjadi 3 yaitu faktor karakteristik individu, faktor perilaku
pencegahan, dan faktor lingkungan. Faktor karakteristik individu meliputi umur balita < 24
bulan, status gizi balita, umur pengasuh balita, tingkat pendidikan pengasuh balita. Faktor
perilaku pencegahan meliputi perilaku mencuci tangan sebelum makan, mencuci peralatan
makan sebelum digunakan, mencuci bahan makanan, mencuci tangan dengan sabun setelah
BAB, merebus air minum dan kebiasaan memberi makan anak diluar rumah. Faktor lingkungan
meliputi kepadatan perumahan, ketesediaan Sarana Air Bersih (SAB), pemanfaatan SAB,
kualitas air bersih (Murniwaty,2005)

Distribusi dan Frekuensi Kasus Diare di Indonesia

Dilansir dari Riskesdas tahun 2007, prevalensi diare klinis di Indonesia adalah 9,0%
(rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi NAD (18,9%) dan terendah di DI Yogyakarta
(4,2%). Beberapa provinsi mempunyai prevalensi diare klinis >9% (NAD, Sumatera Barat,
Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan
Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua) yang dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pekalongan


Labibah Fara Anindya (3B) 0620015881

Salah satu masalah kesehatan masyarakat yang masih utama di Indonesia adalah diare.
Setiap tahunnya terdapat sekitar 2 milyar kasus diare di dunia dan 1,9 juta anak usia di bawah 5
tahun meninggal karena diare. Kasus diare banyak terjadi di negara-negara berkembang, seperti
Indonesia. Angka kejadian diare di Indonesia masih cukup tinggi, diperkirakan lebih dari 1,3
miliar serangan dan 3,2 juta kematian per tahun pada balita disebabkan oleh diare.

Berikut adalah distribusi dan frekuensi kasus diare di Indonesia berdasarkan SDKI
tahun 2007.

Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa prevalensi diare tertinggi adalah pada
anak umur 12-23 bulan, diikuti umur 6-11 bulan dan umur 23-45 bulan. Dengan demikian seperti
yang diprediksi, diare banyak diderita oleh kelompok umur 6-35 bulan karena anak mulai aktif
bermain dan berisiko terkena infeksi.

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pekalongan


Labibah Fara Anindya (3B) 0620015881

Berdasarkan grafik di atas, dapat kita ketahui bahwa terdapat hubungan negatif antara
kejadian diare dengan tingkat pendidikan ibu dan indeks kekayaan kuantil. Semakin pendidikan
ibu meningkat dan semakin tinggi indeks kekayaan kuantil rumah tangga, semakin rendah
prevalensi diare.

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pekalongan


Labibah Fara Anindya (3B) 0620015881

Dari grafik tersebut dapat kita ketahui bahwa tidak ada pola yang khas antara prevalensi
diare dan sumber air minum serta fasilitas kakus. Terlihat bahwa persentase diare lebih rendah
pada anak yang tinggal di rumah dengan fasilitas kakus sendiri. Seperti yang diprediksi
prevalensi diare paling tinggi terjadi pada anak yang tinggal di rumah tanpa akses air bersih,
yaitu yang memakai fasilitas kakus di sungai/kolam/danau (18,4%).

Upaya Pengendalian Kasus Diare

Upaya pencegahan diare dapat dilakukan melalui : penyehatan lingkungan dan


penyuluhan kesehatan.

1) Penyehatan lingkungan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kamaruddin (2004) menunjukkan bahwa faktor
lingkungan, yaitu ketersediaan jamban, sumber air bersih, tempat pembuangan sampah dan
hygiene perorangan ada hubungan dengan kejadian diare. Berikut adalah upaya penyehatan
lingkungan yang dapat dilakukan, di antaranya.
a) Penyediaan air bersih
Untuk mencegah terjadinya penyakit menular, diperlukan suatu upaya penyediaan air
bersih baik secara kuantitas dan kualitas untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari
termasuk untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Oleh karena itu, penyediaan
air bersih yang cukup di setiap rumah tangga harus tersedia. Di samping itu, perilaku
hidup bersih juga harus tetap dilaksanakan.
b) Penggunaan air bersih yang cukup
Masyarakat yang dapat menjangkau air bersih mempunyai risiko terinfeksi diare lebih
kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih. Masyarakat
dapat mengurangi risiko infeksi diare dengan menggunakan air yang bersih dan
melindungi air tersebut dari kontaminasi, mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di
rumah.
c) Pengelolaan sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor penyakit
seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa, dsb. Oleh karena itu pengelolaan sampah sangat

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pekalongan


Labibah Fara Anindya (3B) 0620015881

penting, untuk mencegah penularan penyakit tersebut. Tempat sampah harus disediakan,
sampah harus dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan sementara.
Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir,
maka dapat dilakukan pemusnahan sampah dengan cara ditimbun atau dibakar.
d) Penggunaan jamban sehat
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban
mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare.
Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga harus
buang air besar di jamban.
e) Membuang tinja bayi dengan benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi tidak berbahaya. Hal ini tidak benar karena
tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. Tinja bayi
harus dibuang secara benar agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Orang tua
dapat membuang tinja bayi ke jamban. Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk
membuang tinja seperti di dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun. Setelah
membuang tinja bayi, sebaiknya langsung mencuci tangan dengan sabun dan air
mengalir.
f) Mencuci tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam
penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama
sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan,
sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam
kejadian diare (dapat menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%).

2) Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan adalah ilmu sosial yang mempelajari sistem dan proses perubahan
individu serta masyarakat agar dapat terwujud perubahan yang lebih baik sesuai dengan
yang diinginkan (Setiana. L. 2005). Pemberian informasi tentang diare dan penanganan
terjadinya diare dilakukan melalui penyuluhan yang bertujuan untuk memberdayakan
masyarakat sehingga mampu untuk mengatasi masalah kesehatannya sendiri. Kegiatan
penyuluhan dapat dilakukan di posyandu dan sekolah.
Penyuluhan dapat dilakukan melalui media-media penyuluhan, seperti poster,
leaflet, dan lembar balik. Dalam melakukan penyuluhan diare sebaiknya menggunakan
media yang lengkap dan organisasi masyarakat juga terlibat dalam program penyuluhan.
Kader diharapkan dapat berperan sebagai pemberi informasi kesehatan kepada
masyarakat, penggerak masyarakat untuk melaksanakan pesan-pesan kesehatan seperti
mendatangi posyandu dan melaksanakan hidup bersih dan sehat. Disamping itu kader juga
dapat berperan sebagai orang yang pertama kali menemukan jika ada masalah kesehatan di
daerahnya dan segera melaporkan ke tenaga kesehatan setempat. Kader merupakan
penghubung antara masyarakat dengan tenaga kesehatan karena kader selalu berada di
tengah-tengah masyarakat (Kemenkes RI, 2010).

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pekalongan


Labibah Fara Anindya (3B) 0620015881

Kebijakan Nasional Terkait Program Pengendalian Diare

Kebijakan pengendalian penyakit diare di Indonesia bertujuan untuk menurunkan angka


kesakitan dan angka kematian karena diare bersama lintas program dan lintas sektor terkait.
Kebijakan yang ditetapkan pemerintah dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian karena
diare adalah sebagai berikut :

1) Melaksanakan tata laksana penderita diare yang sesuai standar, baik di sarana kesehatan
maupun di rumah tangga
2) Melaksanakan surveilans epidemiologi & Penanggulan Kejadian Luar Biasa
3) Mengembangkan Pedoman Pengendalian Penyakit Diare
4) Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas dalam pengelolaan program yang
meliputi aspek manejerial dan teknis medis.
5) Mengembangkan jejaring lintas sektor dan lintas program
6) Pembinaan teknis dan monitoring pelaksanaan pengendalian penyakit diare.
7) Melaksanakan evaluasi sabagai dasar perencanaan selanjutnya.

Strategi pengendalian penyakit diare yang dilaksanakan pemerintah adalah :

1) Melaksanakan tatalaksana penderita diare yang standar di sarana kesehatan melalui lima
langkah tuntaskan diare ( LINTAS Diare)

2) Meningkatkan tata laksana penderita diare di rumah tangga yang tepat dan benar.
3) Meningkatkan SKD dan penanggulangan KLB diare.
4) Melaksanakan upaya kegiatan pencegahan yang efektif.
5) Melaksanakan monitoring dan evaluasi.

Lima langkah tuntaskan diare (LINTAS Diare) :

a) Pemberian oralit
Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang
hilang.
b) Pemberian obat zinc
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare,
mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan
kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.(Black, 2003). Zinc tetap diberikan
selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
c) Pemberian ASI/Makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita terutama
pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang
masih minum Asi harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga
diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah
mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pekalongan


Labibah Fara Anindya (3B) 0620015881

sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra
diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.
d) Pemberian antibiotika hanya atas Indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada balita
yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan
darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.
e) Pemberian Nasihat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang :
1. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
2. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :

- Diare lebih sering - Timbul demam


- Muntah berulang - Tinja berdarah
- Sangat haus - Tidak membaik dalam 3 hari.
- Makan/minum sedikit

Kebijakan Internasional Terkait Program Pengendalian Diare

World Health Organization (WHO) merekomendasikan lima tatalaksana utama diare yang
disebut lintas penatalaksanaan diare, yang meliputi rehidrasi (pemberian larutan oralit dengan
osmolaritas rendah pada kondisi tanpa dehidrasi), pemberian suplement zinc, nutrisi, antibiotik
selektif, dan edukasi orang tua/pengasuh.

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pekalongan


Labibah Fara Anindya (3B) 0620015881

Sumber :

Arsyura, Y., Rini. E.A & Abdiana. (2017). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang
Penanganan Diare dengan Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Korong Gadang
Kecatan Kuranji Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andales. 6 (2), 452-456.
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/720 (diakses pada tanggal 06
September 2021 pukul 16.30)

Hariani & Ramlah. (2019). Pelaksanaan Program Penanggulangan Diare di Puskesmas Matakali.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. 5 (1), 34-46.
https://journal.lppm-unasman.ac.id/index.php/jikm/article/view/307 (diakses pada tanggal
06 September 2021 pukul 17.13)

Irwan. (2017). Epidemiologi Penyakit Menular. Yogyakarta: CV. Absolute Media Persada.
Tersedia dari Google Books.

Kementerian Kesehatan RI. (2011). Buletin Jendela Data & Informasi Kesehatan “Situasi Diare
di Indonesia”. Triwulan II. (2).
https://pusdatin.kemkes.go.id/article/view/13010200028/diare.html (diakses pada tanggal
06 September 2021 pukul 16.28)

Neni, N & Aisyah. I.S. (2019). Hubungan Perilaku Higienis terhadap Kejadian Penyakit Diare di
Dusun Jagabaya Desa Rajadatu Kecamatan Cineam. Jurnal Kesehatan Komunitas
Indonesia. 15 (2), 105-110.
http://repositori.unsil.ac.id/1597/ (diakses pada tanggal 06 September 2021 pukul 16.42)

Purnama, S.G. (2016). Penyakit Berbasis Lingkungan.

Utami, N & Luthfiana, N. (2016). Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Diare pada Anak.
Majority. 5 (4), 101-106.
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/download/893/801#:~:text=
Terdapat%203%20faktor%20yang%20dapat,orang%20tua%20serta%20umur%20anak.
(diakses pada tanggal 06 September 2021 pukul 16.55)

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pekalongan

Anda mungkin juga menyukai