Anda di halaman 1dari 4

PENDAHULUAN

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya
lebih dari 200gram atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi,
yaitu buang air besar encer lebi dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut
dapat/tanpa disertai lendir dan darah. (setiati, 2014). Apabila pada diare
pengeluaran cairan melebihi pemasukan maka akan terjadi defisit cairan tubuh,
maka akan terjadi dehidrasi.

Epidimologi penyakit diare dapat ditemukan pada seluruh daerah geografis


baik negara yang telah maju ataupun di negara berkembang seperti di Indonesia.
Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan sosial ekonomi
yang tinggi tetapi insiden penyakit diare tetap tinggi dan masih menjadi masalah
kesehatan. Tingginya insidensi (angka kesakitan) diare di negara maju disebabkan
karena foodborne infection dan waterborn infection yang disebabkan karena
bakteri Shigella sp, Campylobacter jejuni, Staphylococcus aureus, Basillus cereus,
Clostridium prefingens, Enterohemorrhagic Eschersia colli (EHEC).

Diare dapat disebabkan oleh berbagai hal diantaranya infeksi (bakteri,


parasit dan virus), keracunan makanan, efek obat-obatan dan lain-lain. Menurut
World Gastroenterology Organisation global guidelines 2005, etiologi diare akut
dibagi atas empat penyebab: bakteri,virus, parasit dan non-infeksi. Penyakit diare
merupakan penyakit yang berbasis lingkungan. Beberapa faktor yang berkaitan
dengan kejadian diare yaitut tidak memadainya penyediaan air bersih, air tercemar
oleh tinja, kekurangan sarana kebersihan, kebersihan perorangan dan lingkungan
yang jelek, penyiapan makanan yang kurang matang dan penyimpanan makanan
masak pada suhu kamar semestinya.

Diare terjadi dalam kurun waktu kurang atau sama dengan 15 hari disertai
dengan demam, nyeri abdomen dan muntah. Jika diare berat dapat disertai
dehidrasi. Muntah-muntah hampir selalu disertai diare akut, baik yang disebabkan
bakteri atau virus V. Cholerae. E. Coli patogen dan virus biasanya menyebabkan
watery diarrhea sedangkan campylobacter dan amoeba menyebabkan bloody
diarrhea.

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara


berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang
masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen
Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik.
Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan penyebab
kematian peringkat ke-13 dengan proporsi 3,5%. Sedangkan berdasarkan penyakit
menular, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-3 setelah TB dan
Pneumo-nia. Juga didapatkan bahwa penyebab kematian bayi (usia 29 hari-11
bulan) yang terbanyak adalah diare (31,4%) dan pneumonia (23,8%). Demikian
pula penyebab kematian anak balita (usia 12-59 bulan), terbanyak adalah diare
(25,2%) dan pnemonia (15,5%).

Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik
menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan
tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga
masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB
di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR
2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756
orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi
KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73
orang (CFR 1,74 %).

Salah satu langkah dalam pencapaian target MDG’s (Goal ke-4) adalah
menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada
2015. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan
Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi
penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat
diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana
kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang
cepat dan tepat.

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2006,


menunjukkan bahwa berbagai intervensi perilaku melalui modifikasi lingkungan
dapat mengurangi angka kejadian diare sampai dengan 94% melalui pengolahan
air yang aman dan pengimpanan di tingkat rumah tangga dapat mengurangi angka
kejadian diare sebesar 32%, meningkatkan penyediaan air bersih dapat
menurunkan angka kejadian diare sebesar 25% dan melakukan praktek memcuci
tangan dapat menurunkan kejadian diare sebesar 45%.
Setiawan B, Diare akut karena infeksi, Dalam: Sudoyo A, Setyohadi B, Alwi I dkk. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi IV. Jakarta. Departemen IPD FK UI Juni 2006.

setiati, s., 2014. ilmu penyakit dalam. VI ed. jakarta: InternaPublishing.

Anda mungkin juga menyukai