Anda di halaman 1dari 9

DAMPAK PENCEMARAN LINGKUNGAN

TERHADAP KEJADIAN DIARE

KELOMPOK 4

PUTU PUTRI SUDIANTINI (2281211003)

IDA AYU KHARISMA DYAH INTAN MAHARANI (2281211005)

MADE MAHA WIDYARTHA (2281211015)


PENDAHULUAN

 Di Indonesia, diare merupakan penyakit endemis dan penyakit potensial kejadian luar biasa yang sering berhubungan dengan
kematian. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) ada 2 milyar kasus diare pada orang dewasa di seluruh dunia
setiap tahun. Secara global pada tahun 2016, air minum yang tidak sehat, sanitasi buruk, dan lingkungan kurang bersih menjadi
faktor utama terhadap kematian 0,9 juta jiwa termasuk lebih dari 470.000 kematian bayi yang diebabkan oleh diare.
 Pada tahun 2016, penderita diare semua umur yang dilayani di fasilitas kesehatan berjumlah 3.176.079 jiwa dan pada tahun
2017 meningkat menjadi 4.274.790 jiwa. Di tahun tersebut telah terjadi 21 kali KLB yang tersebar di 12 provinsi, 17
kabupaten/kota. Di tahun 2017, cakupan pelayanan penderita diare balita di Indonesia sebesar 40,07% dengan tertinggi Nusa
Tenggara Barat (96,94%)
 Berdasarkan data WHO tahun 2019, diare menjadi penyebab menurunkan usia harapan hidup sebesar 1,97 tahun pada
penderitanya, di bawah penyakit infeksi saluran pernapasan bawah (2,09 tahun).
 Faktor dominan penyebab diare yaitu sarana air bersih dan tempat pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi
bersama dengan perilaku manusia, faktor lingkungan yang tidak sehat karena tercampur kuman diare berakumulasi dengan
perilaku manusia yang tidak sehat akan menimbulkan penyakit diare. Persediaan air bersih yang terbatas akan memudahkan
timbulnya penyakit di masyarakat. Kepemilikan jamban sehat dengan sistem pembuangan septic tank masih sangat terbatas.
Cakupan air bersih yang masih dibawah target menyebabkan masyarakat mendapatkan air yang tidak memenuhi syarat air
bersih. Sumur gali dangkal yang sangat berpotensi tercemar terutama berasal dari feces yang dibuang sembarangan menjadi Sumber: AKAFARMA, 2020
penyebab air sumur gali tercemar oleh bakteri yang berasal dari feces. Beberapa sebab tersebut menjadi faktor yang sangat
mempengaruhi terjadinya kejadian diare (Setiyono, 2019).
DEFINISI DIARE

 Menurut WHO, diare adalah buang air besar dengan konsistensi cair (mencret)
sebanyak 3 kali atau lebih dalam satu hari (24 jam) (Sari, 2016)
 Diare atau mencret didefinisikan sebagai buang air besar dengan feses tidak
berbentuk (unformed stools) atau cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam 24
jam. Bila diare berlangsung kurang dari 2 minggu, disebut sebagai diare akut.
Apabila diare berlangsung 2 minggu atau lebih, digolongkan pada diare kronik.
Feses dapat dengan atau tanpa lendir, darah, atau pus. Gejala penyerta dapat berupa
mual, muntah, nyeri abdominal, mulas, demam, dan tanda-tanda dehidrasi
(Zulkifli, 2015)
 Diare umumnya berlangsung kurang dari 14 hari (diare akut). Namun, pada
sebagian kasus, diare dapat berlanjut hingga lebih dari 14 hari (diare kronis).
Umumnya, diare dapat sembuh dengan sendirinya. Namun, diare yang memburuk
dapat menyebabkan komplikasi yang fatal, jika tidak ditangani dengan tepat Sumber: Cermin-dunia, 2020
(Kemenkes, 2022)
GEJALA DAN PENYEBAB DIARE

 Gejala diare bervariasi. Namun, gejala yang paling sering dialami oleh penderita diare
adalah (Kemenkes, 2022) :
 ·     Perut mulas
 ·     Buang air besar cair (tinja encer) atau bahkan berdarah
 ·     Sulit menahan buang air besar
 ·     Pusing, lemas, dan kulit terasa kering
Sumber: infotangerang.co.id

 Sebagian besar diare disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri di usus besar yang berasal dari makanan atau minuman yang dikonsumsi. Namun,
diare yang berlangsung lama dapat terjadi akibat peradangan di saluran pencernaan.
 Virus :Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70-80%). Beberapa jenis virus penyebab diare akut antara lain Rotavirus serotype 1,
2, 8, dan 9 pada manusia, Norwalk virus, Astrovirus, Adenovirus (tipe 40, 41), Small bowel structured virus, Cytomegalovirus.
 Bakteri : Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Enteropathogenic E. coli (EPEC), Enteroaggregative E. coli (EAggEC), Enteroinvasive E. coli (EIEC),
Enterohemorrhagic E. coli (EHEC), Shigella spp., Campylobacter jejuni (Helicobacter jejuni), Vibrio cholerae 01, dan V. choleare 0139, Salmonella
(non-thypoid).
 Protozoa : Giardia lamblia, Entamoeba histolytica, Cryptosporidium, Microsporidium spp., Isospora belli, Cyclospora cayatanensis.
 Helminths :Strongyloides stercoralis, Schistosoma spp., Capilaria philippinensis, Trichuris trichuria.
FAKTOR PENYEBAB KEJADIAN DIARE

1. Sarana Air Bersih

Sarana air bersih meliputi sarana yang digunakan, persyaratan konstruksi, dan jarak minimal dengan sumber pencemar. Seperti sumber air
bersih yang berasal dari sumur gali, harus mempunyai dinding dan bibir sumur, mempunyai saluran pembuangan air limbah, terletak lebih
dari 10 meter dari tempat sampah dan kandang ternak. Penyakit yang ditularkan dan menyebar melalui air secara langsung maupun tidak
disebut water borne disease atau water relate disease. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi risiko sarana air bersih pada
rumah balita akan berbanding lurus dengan tingginya kejadian diare pada balita (Iryanto, Joko, dan Raharjo, 2021)

2. Sarana Jamban dan Pengelolaan Tinja

Masalah pembungan kotoran manusia (feses) merupakan masalah utama karena kotoran tersebut sumber penyakit yang akan terkontaminasi
melalui air, serangga, dan tanah. Penelitian yang dilakukan oleh Santoso, dkk (2013) menunjukkan bahwa kualitas jamban yang memenuhi
syarat pada rumah balita akan berbanding lurus dengan rendahnya kejadian diare pada balita.

Menurut Kepmenkes RI Nomor 852/MENKES/SK/IX/2008 tentang strategi nasional sanitasi total berbasis masyarakat, jamban sehat adalah
fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit. Keluarga harus membuat serta menggunakan jamban
sesuai dengan fungsinya. Syarat jamban yang sehat adalah tidak mencemari air minum, tidak berbau tinja dan tidak bebas dijamah oleh
serangga maupun tikus, air seni, air bersih dan air pengelontor tidak mencemari tanah sekitar, lantai sedikitnya berukuran 1 x 1 meter dan
dibuat cukup landau, miring ke bawah lobang jorok, mudah dibersihkan, dan aman penggunaannya, dilengkapi dengan dinding dan penutup,
cukup penerangan dan sirkulasi udara, luas ruangan yang cukup dan tersedia air dan alat pembersih. Salah satu cara untuk mencegah
penyakit diare, masyarakat bisa bergotong royong untuk membangun jamban umum yang saniter dan tidak melakukan Buang Air Besar
(BAB) di sungai dan sembarangan lagi.
FAKTOR PENYEBAB KEJADIAN DIARE

3. Sarana Tempat Pembuangan Sampah


Pengelolaan sampah berisiko besar kemungkinan terjadinya diare dibandingkan dengan pengelolaan sampah
yang tidak berisiko. Hal ini disebabkan karena dengan pengelolaan sampah yang berisiko maka akan
menjadi media perkembangbiakan binatang dan serangga (vektor) sebagai pemindah/penyebab penyakit
yang berisiko terhadap terjadinya diare.
4. Pengelolaan Air Limbah
Suatu rumah harus memiliki minimal satu septic tank atau sumur serapan sebagai metode pengelolaan air
limbah rumah tangga. Pengelolaan air limbah yang tidak baik, akan mengganggu kesehatan masyarakat dan
lingkungan hidup diantaranya menjadi media penyebaran penyakit (kolera, tifus abdomilis, disentri bailer),
media berkembang biaknya mikroorganisme pathogen, menimbulkan bau tidak sedap, serta pandangan yang
tidak enak, sumber pencemaran air permukaan tanah dan lingkungan hidup lainnya, dan mengurangi
produktivitas manusia karena tidak nyaman, dan sebagainya.
5. Personal Hygiene
Personal Hygiene adalah upaya seseorang dalam memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya untuk
memperoleh kesejahteraan fisik dan psikologis. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah
menyebar dan menularnya diare ialah dengan menjaga kebersihan perorangan karena faktor kebersihan
menjadi faktor yang penting untuk menghindarkan anak dari penyakit diare (Fida dan Maya, 2015). Seperti
dalam pengolahan makanan untuk menghindari makanan supaya tidak terkontaminasi yang dapat dicapai
dengan mencuci tangan, pentingnya menjaga kesehatan dan kebersihan diri karena pada dasarnya yang
dimaksud hygiene adalah mengembangkan kebiasaan yang baik untuk menjaga kesehatan.
PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN DIARE

Pengobatan utama diare adalah  mencegah dehidrasi. Dehidrasi adalah kondisi ketika cairan tubuh yang hilang lebih
banyak daripada yang dikonsumsi. Kondisi ini dapat menyebabkan tubuh tidak berfungsi secara normal. Untuk
pencegahannya penderita dapat meminum cairan elektrolit, untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat diare.
Selain itu, konsumsi makanan lunak, suplemen probiotik, dan obat anti diare bisa didapatkan di apotek atau toko obat,
juga disarankan untuk mempercepat pemulihan diare.
Pada kondisi yang lebih serius, dokter akan memberikan obat-obatan, seperti :
 ·     Obat antibiotik
 ·     Obat pereda nyeri
 ·     Obat yang dapat memperlambat gerakan usus

Untuk mencegah diare, dianjurkan untuk selalu menjaga kebersihan diri dan makanan, misalnya dengan mencuci
buah dan sayur sebelum dimakan, tidak mengonsumsi makanan atau minum air yang belum dimasak sampai matang,
dan rajin mencuci tangan.
DAFTAR PUSTAKA

 
 Devita, M. (2013) ‘Personal Hygiene Ibu yang Kurang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Ruang
Anak’, Jurnal Stikes, 6(1), pp. 119–128.
 Fida dan Maya, 2015. Personal Hygien dan Sanitasi Lingkungan. EGC, Jakarta
 Iryanto, A.A., Joko, T. and Raharjo, M. (2021) ‘Literature Review : Faktor Risiko Kejadian Diare Pada Balita Di
Indonesia’, Jurnal Kesehatan Lingkungan, 11(1), pp. 1–7. Available at: https://doi.org/10.47718/jkl.v11i1.1337.
 Sari, D.M. (2016) ‘Hubungan Sumber Air Minum terhadap Kejadian Diare pada Keluarga’, TRIK: Tunas-tunas Riset
Kesehatan, 6(4), pp. 194–198.
 Setiyono, A. (2019) ‘Faktor Risiko Kejadian Diare Pada Masyarakat Kota Tasikmalaya’, Jurnal Kesehatan Komunitas
Indonesia, 15(2), pp. 49–59.
 Zulkifli, A.L. (2015) ‘Tatalaksana Diare Akut’, Cdk-230, 42(7), pp. 504–508.

Anda mungkin juga menyukai