NAMA :
RIDHO TIANGGARA ( 851419029)
SHINTABELLA MIRZYA CINTYA (851419031)
JEANE KIRANIA TANGAHU (851419012)
SITTY RAHMATHIA ACHMAD (851419006)
AFIQ RAMADHAN (851419015)
MUHAMMAD RAFIQ SUPRIADI (851419016)
SAFERA ARIYANTI (851419040)
MEYLANDANI JERISA PUTRI (851419017)
B. KATA KUNCI
- Berak encer sedikit-sedikit
- Diare
- Muntah
- Gatal daerah anus
- Kurang nafsu makan
- Sakit perut sekitar pusar
- Tidur tidak nyenyak
- Laki-laki 7 tahun
- BB 13 kg
- Suhu 36 ˚C
C. PERTANYAAN
1. Kondisi lingkungan seperti apa yang menyebabkan diare dan bagaimana
pencegahannya?
2. Apa saja klasifikasi diare ?
3. Apa etiologi dan patofisiologi dari diare ?
4. Apa hubungan diare dengan sakit sekitar pusar ?
5. Apa hubungan diare dengan kurang nafsu makan dan muntah ?
6. Apa yang membuat berak encer dan keluar sedikit-sedikit ?
7. Apa hubungan diare dengan tidur tidak nyenyak dan gatal di daerah anus?
8. Mengapa anak-anak lebih rentan terkena diare Apakah berat badan 13 kg normal
untuk usia 7 tahun ?
9. Bagaimana pencegahan terjadinya diare ?
D. JAWAB
1. Faktor lingkungan seperti apa yang menyebabkan diare dan bagaimana
pencegahannya?
a. Kebersihan lingkungan
Kebersihan lingkungan merupakan kondisi lingkungan yang optimum sehingga
dapat memberikan pengaruh positif terhadap status kesehatan yang baik.
Ruang lingkup kebersihan lingkungan diantaranya adalah perumahan,
pembuangan kotoran manusia, penyediaan air bersih, pembuangansampah, dan
pembuangan air kotor (limbah).
Sumber : Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Diare pada Anak , Nurul Utami
(Bagian Histologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung) , Nabila Luthfiana
(Mahasiswa, FakultasKedokteran, Universitas Lampung)
Berdasarkan penyakit infektif dan non infektif , diare dapat diklasifikasikan menjadi
(1) Diare infektif adalah diare yang disebabkan oleh infeksi. Agen infeksi dalam hal ini
bisa diakibatkan oleh bakteri, virus, parasit, jamur, maupun infeksi oleh organ lain
seperti radang tonsil,
bronchitis, dan radang tenggorokan.
(2) Diare non-infektif adalah diare yang tidak ditemukan agen infeksi sebagai
penyebabnya. Dalam hal ini diare tersebut kemungkinan disebabkan oleh faktor
malabsorbsi, faktor makanan, maupun faktor psikologis.
Sumber : Simadibrata, M., 2009.Diare Akut dalam Aru W. Sudoyo (Editor) Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Interna publishing.
Sumber : Mukaddas,alwiyah dkk. 2014. Evaluasi penggunaan zink dan probiotik pada
penanganan pasien diare anak di inastalasi rawat inap RSUD UNDATA PALU Tahun 2013.
Online jurnal of natural science 3 (1) : 59-60
Sumber : Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Diare pada Anak , Nurul Utami
(Bagian Histologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung) , Nabila Luthfiana
(Mahasiswa, FakultasKedokteran, Universitas Lampung)
7. Apa hubungan diare dengan tidur tidak nyenyak dan gatal di daerah anus?
Tidur tidak nyenyak disebabkan karena rasa gatal disekitar anus . Cacing betina
dewasa yang mengandung telur berpindah dari kolon ke anus pada malam hari
dan mengeluarkan telur di daerah sekitar anus. Hal ini menyebabkan rasa gatal
yang membuat penderita menggaruk hebat dan tidak tenang .
Gatal di daerah anus disebabkan oleh migrasi cacing betina ke perianal untuk
meletakkan telur-telurnya, karena telur hanya akan menetas jika ada oksigen.
Gatal pada anus terjadi saat malam hari , karena migrasi cacing betina terjadi
saat malam hari.
8. Mengapa anak-anak lebih rentan terkena diare dan apakah berat badan 13 kg normal
untuk usia 7 tahun ?
Anak-anak atau bayi lebih rentan terkena diare disebabkan oleh bebrapa
penyebab yaitu sebagai berikut :
a. Kurang menjaga kebersihan badan
Anak kecil cenderung lebih rentan mengalami mencret karena mereka belum cukup
terlatih untuk menjaga kebersihan tubuh sendiri, masih belum begitu paham betul
mengenai pentingnya hal tersebut. Kemungkinan kuman yang ada di permukaan tangan
atau benda tersebut dapat berpindah ke dalam tubuh, sebab tak mengherankan lagi
anak kecil cenderung aktif menggunakan tangannya untuk beraktivitas; mengisap
jempol, menggigiti kuku, meraih dan menggenggam mainan, bermain di tanah,
mengambil makanan, hingga merangkak dan merayap di lantai, refleks anak yang suka
memegang popok kotor,dudukan toilet saat di kamar mandi.
Tangan itu sendiri menjadi rumah bagi ratusan hingga ribuan kuman penyebab penyakit,
termasuk diare. Risiko anak kecil terinfeksi kuman penyebab diare umumnya lebih tinggi
karena daya tahan tubuhnya belum sekuat orang dewasa. Kuman penyebab diare akan
lebih mudah menginfeksi jika sistem imun lemah.
b. Usus anak lebih sensitive dibandingkan orang dewasa
Saluran cerna adalah pelindung pertama dari dunia luar sebelum masuk dalam aliran
darah. Jika saluran cerna terinfeksi, mukosa (membran tipis yang melindungi usus)
hilang dan sel epitel meregang, bakteri bisa masuk, makanan tidak tercerna sempurna,
bayi lebih gampang sakit. organ pencernaan anak belum matang, jadi ia sangat sensitif.
Ada gangguan sedikit saja bisa jadi masalah. ini disebut juga keluhan saluran cerna
fungsional (functional gastro system).
normalnya sel-sel epitel di permukaan usus yang matang saling terikat satu sama
lainnya. Pada bayi, sel-sel tersebut masih renggang, sehingga memudahkan kuman atau
makanan yang sensitivitasnya tinggi menyusup di antara celah tersebut, atau tidak
tercerna
c. Keracunan makanan
Beberapa kasus diare pada anak-anak dapat disebabkan oleh keracunan makanan. Diare
sangat mudah menyerang anak lewat makanan atau minuman yang telah
terkontaminasi oleh kuman. Kuman juga dapat masuk ke dalam tubuh jika anak
mengonsumsi makanan yang tidak matang sempurna,
Perpindahan kuman penyebab diare pada bayi dan anak bisa saja terjadi pada proses
produksi, mengolah, bahkan ketika disajikan. Risiko masuknya kuman penyebab diare
juga mungkin terjadi saat ibu atau pengasuh menyuapi si kecil dengan tangan, tapi tidak
cuci tangan dulu.Diare yang diakibatkan keracunan makanan biasanya dapat mereda
sendiri dalam waktu kurang dari 24 jam.
4. Alergi Makanan
Adapun beberapa kasus pada anak-anak yang memiliki alergi terhadap makanan
tertentu dapat mengalami diare dan muntah-muntah jika mengonsumsinya. Ada banyak
jenis makanan yang berisiko menyebabkan alergi. Namun, makanan berikut adalah yang
paling sering menyebabkan reaksi alergi pada anak seperti produk susu (susu,keju,
butter, eskrim, krim susu), telur, kedelai, dan kacang-kacangan.
Namun, pada anak bayi yang masih menyusu, ia dapat mengalami alergi dari makanan
yang ibunya konsumsi. Protein dari makanan yang ibu makan akan terserap ke dalam ASI
dan masuk ke dalam tubuh bayi.
Sumber : https://www.medcom.id/rona/kesehatan/3NOnmnmK-kenapa-bayi-rentan-
terkena-diare
Sumber : Kliegman , Robert M.,etc. 2007.Nelson Text Book of Pediatrics 18'th edition.
United State of America : Elsevier.
Sumber : Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Diare pada Anak , Nurul Utami
(Bagian Histologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung) , Nabila Luthfiana
(Mahasiswa, FakultasKedokteran, Universitas Lampung)
1. ANATOMI, FISIOLOGI, BIOKIMIA, dan HISTOLOGI
1.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI
1.1.1. MULUT
Lambung berawal dari esophagus dan berakhir pada duodenum usus halus.
Terdiri dari 3 bagian yaitu:
Pankreas
Dari lambung kimus dilanjutkan ke usus halus untuk dicerna lebih lanjut.
Sekret yang membantu pencernaan tidak hanya berasal dari usus halus sendiri,
tetapi juga dari pancreas, hati, dan kandung empedu.
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi
utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting
seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat
dengan duodenum (usus dua belas jari). Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar
yaitu :
a. Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan
b. Pulau pankreas, menghasilkan hormone
Cara Kerja Pankreas
Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan
melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan
mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke
dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk
inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan.
Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi
melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung.
Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan
memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.
Hati terletak di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi 2 lobus utama yaitu
lobus kanan dan lobus kiri. Hati dihubungkan oleh rangkaian duktus. Bermula
dari duktus hepatikus kanan dan kiri, lalu bergabung menjadi satu pada duktus
hepatikus utama. Duktus hepatikus utama bergabung dengan duktus kistikus dari
kandung empedu, keduanya membentuk duktus empedu. Duktus empedu menuju
duodenum dan bermuara di ampula hepatopankreatikus bersama-sama dengan
duktus pankreatikus.
Hati menampilkan 7 fungsi pokok yaitu:
1) Menghasilkan garam empedu, yang digunakan oleh usus halus untuk
mengemulsikan dan menyerap lipid
2) Menghasilkan antikoagulan heparin dan protein plasma seperti protrombin,
fibrinogen, dan albumin
3) Sel-sel retikuloendotelial hati, memfagosit (memangsa) sel-sel darah yang
telah rusak, juga bakteri
4) Menghasilkan enzim yang memecah racun atau mengubahnya menjadi
struktur yang tak berbahaya. Sebagai contoh, ketika asam amino hasil pemecahan
protein dipecah lagi menjadi energy, dihasilkan sampah-sampah nitrogen beracun
(misalnya ammonia) yang akan diubah menjadi urea. Selanjutnya urea dibuang
melalui ginjal dan kelenjar keringat.
5) Nutrient yang baru diserap akan dikumpulkan di hati. Tergantung kebutuhan
tubuh, kelebihan glukosa akan diubah menjadi glikogen atau lipid untuk disimpan.
Sebaliknya hati juga dapat mengubah glikogen dan lipid menjadi glukosa kembali
jika dibutuhkan.
6) Hati menyimpan glikogen, tembaga, besi, vitamin A, B12, D, E, dan K. Juga
menyimpan racun yang tak dapat dipecah dan dibuang (misalnya DDT)
7) Hati dan ginjal berperan dalam aktivasi vitamin D.
Kandung empedu
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding
usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu
melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga
melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus terdiri atas : lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot
melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan
serosa ( Sebelah Luar )
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum),
usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot
usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat
dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner.
Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya
sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus
penyerapan secara makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam
bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Latin, jejunus, yang
berarti “kosong”.
3. Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak
setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki
pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12
dan garam-garam empedu.
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu
dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah
anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian
kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan
beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar,
sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau
seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
Rektum
Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih
tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk
ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum
akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan
defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke
usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak
terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi
bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot
yang penting untuk menunda buang air besar.
Anus
Sumber :
https://www.academia.edu/12790060/ANATOMI_FISIOLOGI_SISTEM_PENCE
RNAAN
1.2 BIOKIMIA
1.2.1 Mulut
Adanya saliva untuk mengubah makanan menjadi gula secara kimiawi
1.2.2 Esofagus
Pada usus dua belas jari bermuara saluran getah pankreas dan saluran empedu.
Pankreas menghasilkan getah pankreas yang mengandung enzim-enzim sebagai
berikut :
1. Amilopsin (amilase pankreas)
Yaitu enzim yang mengubah zat tepung (amilum) menjadi gula lebih sederhana
(maltosa).
2. Steapsin (lipase pankreas)
Yaitu enzim yang mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
3. Tripsinogen
Jika belum aktif, maka akan diaktifkan menjadi tripsin, yaitu enzim yang
mengubah protein dan pepton menjadi dipeptida dan asam amino yang siap
diserap oleh usus halus.
Empedu dihasilkan oleh hati dan ditampung di dalam kantung empedu.
Selanjutnya, empedu dialirkan melalui saluran empedu ke usus dua belas jari.
Empedu mengandung garam-garam empedu dan zat warna empedu (bilirubin).
Garam empedu berfungsi mengemulsikan lemak. Zat warna empedu berwarna
kecoklatan, dan dihasilkan dengan cara merombak sel darah merah yang telah tua
di hati. Zat warna empedu memberikan ciri warna cokelat pada fe. ses
Selain enzim dari pankreas, dinding usus halus juga menghasilkan getah usus
halus yang mengandung enzim-enzim sebagai berikut :
Pada dinding usus penyerap terdapat jonjot-jonjot usus yang disebut vili. Vili
berfungsi memperluas daerah penyerapan usus halus sehingga sari-sari makanan
dapat terserap lebih banyak dan cepat. Dinding vili banyak mengandung kapiler
darah dan kapiler limfe (pembuluh getah bening usus). Agar dapat mencapai
darah, sari-sari makanan harus menembus sel dinding usus halus yang selanjutnya
masuk pembuluh darah atau pembuluh limfe. Glukosa, asam amino, vitamin, dan
mineral setelah diserap oleh usus halus, melalui kapiler darah akan dibawa oleh
darah melalui pembuluh vena porta hepar ke hati. Selanjutnya, dari hati ke jantung
kemudian diedarkan ke seluruh tubuh.
Asam lemak dan gliserol bersama empedu membentuk suatu larutan yang disebut
misel. Pada saat bersentuhan dengan sel vili usus halus, gliserol dan asam lemak
akan terserap. Selanjutnya asam lemak dan gliserol dibawa oleh pembuluh getah
bening usus (pembuluh kil), dan akhirnya masuk ke dalam peredaran darah.
Sedangkan garam empedu yang telah masuk ke darah menuju ke hati untuk dibuat
empedu kembali. Vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K)
diserap oleh usus halus dan diangkat melalui pembuluh getah bening. Selanjutnya,
vitamin-vitamin tersebut masuk ke sistem peredaran darah.
Umumnya sari makanan diserap saat mencapai akhir usus halus. Sisa makanan
yang tidak diserap, secara perlahan-lahan bergerak menuju usus besar.
Makanan yang tidak dicerna di usus halus, misalnya selulosa, bersama dengan
lendir akan menuju ke usus besar menjadi feses. Di dalam usus besar terdapat
bakteri Escherichia coli. Bakteri ini membantu dalam proses pembusukan sisa
makanan menjadi feses. Selain membusukkan sisa makanan, bakteri E. coli juga
menghasilkan vitamin K. Vitamin K berperan penting dalam proses pembekuan
darah.
Sisa makanan dalam usus besar masuk banyak mengandung air. Karena tubuh
memerlukan air, maka sebagian besar air diserap kembali ke usus besar.
Penyerapan kembali air merupakan fungsi penting dari usus besar.
Usus besar terdiri dari bagian yang naik, yaitu mulai dari usus buntu (apendiks),
bagian mendatar, bagian menurun, dan berakhir pada anus.
Perjalanan makanan sampai di usus besar dapat mencapai antara empat sampai
lima jam. Namun, di usus besar makanan dapat disimpan sampai 24 jam. Di
dalam usus besar, feses di dorong secara teratur dan lambat oleh gerakan
peristalsis menuju ke rektum (poros usus). Gerakan peristalsis ini dikendalikan
oleh otot polos (otot tak sadar).
1.3. HISTOLOGI
Dilapisi epitel squamosa kompleks non keratin sebagai pelindung yang juga
melapisi permukaan dalam bibir.
a) Bibir
1) Pars Cutanea (Kulit bibir) dilapisi:
Letak bagian atas penampang bibir yang saling berhadapan (bibir atas
dan bawah)
b) Lidah
1.3.2. Esofagus
a. Cardia
Foveolae lebar dan dalam
Kelenjar berbentuk tubular simpleks bercabang
Mensekresi mukus
Kelenjar pendek-pendek dan agak bergelung.
1. Duodenum
Tunika Mukosa
Epitel kolumner simpleks dengan mikrovili, terdapat vili intestinalis dan sel
goblet. Pada lamina propia terdapat kelenjar intestinal lieberkuhn.
Tunika Submukosa
Jaringan ikat longgar. Terdapat kelenjar duodenal Brunner (ciri utama pada
duodenum yang menghasilkan mucus dan ion bikarbonat). Trdapat plak payeri
(nodulus lymphaticus agregatia/ gundukan sel limfosit)
Tunika Muskularis
Terdiri atas otot sirkular (bagian dalam) dan otot longitudinal (bagian luar).
Diantaranya dipisah oleh pleksus mienterikus auerbach.
Tunika Serosa
3. Ileum
Banyak limfonoduli agregatii didalam lamina propria (Peyer’s patches,
plaques Peyeri )
Folikel limf berbentuk buah pir bulat, kubah menonjol kearah lumen
Terdapat sel khusus yang berfungsi untuk transport antigen dari lumen
usus ke folikel limfoid, disebut sel M .
1.3.5. Usus Besar
1. Appendix
Lamina propria dan mukosa bagian atas di infiltrasi secara luas oleh
limfosit
Terdapat massa jaringan limfoid pada mukosa dan sub mukosa .
Lumen biasanya terlihat hampir segitiga .
2. Kolon
Tidak terdapat lipatan mukosa, Tidak terdapat vili .
Kriptus panjang, didominasi oleh sel goblet dan sel absorbtif dengan
mikovili yang pendek .
Fungsi utama kolon: penyerapan air, pembentukan massa feses dan
produksi mukus .
Lamina propria mempunyai banyak jaringan limfoid yang termasuk
kedalam gut-asociated limphoid tissue (GALTs).
3. Rectum – Anus
Epitel tiba-tiba berubah menjadi epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk
Sub mukosa terdapat kelenjar sirkum analis
Muskularis membentuk sfingter ani, internus dan externus .
Sumber : :Luiz Carlos Junqueira dan jose carneiro, Histologi Dasar edisi 10,(Hal.
288,295 & 305)
Infeksi bakteri E.coli rentan dialami oleh orang-orang dengan sistem kekebalan
tubuh yang lemah seperti ibu hamil, anak-anak, dan orang lanjut usia. Penggunaan
obat untuk menurunkan asam lambung juga dapat meningkatkan risiko infeksi
bakteri E.coli.
Sumber : https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1009005102-3-BAB%20II
%20upload%20skripsi.pdfhttp://digilib.unila.ac.id/9828/15/II.%20TINJAUAN
%20PUSTAKA.pdf
Sumber : https://www.kemkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/buletin/buletin-diare.pdf
2. Trichuris trichiura
Etiologi
Trichuris trichiura dapat ditemukan baik di negara maju maupun negara berkembang.
Diperkirakan Trichuris trichiura merupakan prevalensi terbesar ketiga infeksi oleh cacing
usus dan merupakan penyebab terbanyak diare karena infeksi cacing. Prevalensi sangat
tergantung dari pola sanitasi, higiene perorangan, dan juga status nutrisi seseorang.
Cacing ini terutama ditemukan di daerah panas dan lembab, seperti Indonesia. Di
beberapa daerah di Indonesia, prevalensi masih tinggi seperti yang dilaporkan oleh
Departemen Kesehatan pada tahun 1990/1991; 53% 200 Sari Pediatri, Vol. 4, No. 4,
Maret 2003 pada masyarakat Bali, 36,2% di perkebunan di Sumatra Selatan, 51,6% pada
sejumlah sekolah di Jakarta. Panjang badan cacing betina kira-kira 5 cm, sedangkan
cacing jantan 4 cm. Cacing dewasa ini hidup di kolon asendens dan sekum dengan bagian
anterior yang menyerupai cambuk masuk ke dalam mukosa usus. Seekor cacing betina
diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara 3000-10000 butir.
Patofisiologi
Telur yang dibuahi dikeluarkan dari pejamu bersama tinja. Telur menjadi matang dalam
waktu 3 sampai 6 minggu dalam lingkungan tanah yang lembab dan tempat yang teduh.
Telur matang yang berisi larva merupakan bentuk infektif. Infeksi langsung terjadi bila
pejamu menelan telur matang. Larva keluar melalui telur dan masuk ke dalam usus halus.
Sesudah dewasa, cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama
sekum. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina
meletakkan telur kira-kira 30-90 hari. Cacing trichuris terutama hidup di sekum, akan
tetapi dapat juga ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat, cacing trichuris
tersebar di seluruh kolon dan rektum. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam
mukosa usus sehingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa
usus. Pada tempat perlekatannya dapat terjadi perdarahan. Selain itu cacing ini menghisap
darah pejamu sehingga dapat menimbulkan anemia.
3. Strongyloides stercoralis
Etiologi
Larva filariform dalam jumlah besar menembus kulit sehingga timbul kelainan kulit yang
dinamakan creeping eruption yang sering disertai dengan rasa gatal yang hebat.
Patosifiologi
Infeksi ringan Stronglioides pada umumnya terjadi tanpa diketahui pejamunya karena
tidak menimbulkan gejala. Infeksi sedang dapat menyebabkan rasa sakit seperti tertusuk-
tusuk di daerah epigastrium dan tidak menjalar.
Dapat disertai muntah, mual, diare dan konstipasi saling bergantian.
Immunologi
a. Saturasi sel mast
Imunoglobulin E berperan pada manifestasi reaksi alergi dan infeksi cacing. Pada
infeksi cacing terjadi pembentukan IgE poliklonal. IgE poliklonal ini bersifat
tidak spesifik akan menempel pada reseptor Fcε sel mast sehingga penempelan
IgE spesifik alergen pada sel mast terhambat dan tidak terjadi degranulasi
histamin. Induksi IgE poliklonal ini juga dapat melindungi cacing dari serangan
imunitas host sehingga memungkinkan cacing dapat hidup lama dan berkembang
biak dengan aman dalam tubuh host tanpa menimbulkan gejala dan tanpa
membahayakan cacing itu sendiri.3,17
b. Penghambatan oleh IgG4 (blocking IgG4)
Infeksi cacing akan memodulasi produksi IgG4. Antibodi IgG4 ini akan
menghambat degranulasi sel efektor sehingga menekan reaksi alergi. Antibodi ini
mampu menghambat IgE untuk berikatan dengan alergen dengan cara
menetralkan molekul alergen
sebelum alergen tersebut berinteraksi dengan IgE yang terikat pada reseptor sel
mast danm basofil.3,18
c. Modified Th2
Pada infeksi cacing kronis cacing usus, terjadi respon ”modified Th2” yang
melibatkan peranan Treg (Tregulator). Sel Treg ini akan mengekspresikan
interleukin 10 (IL-10) dan transforming growth factor β (TGF-β). Kedua sitokin
ini dapat menghambat imunitas seluler dan inflamasi alergi.18
Sumber : Agung, herbowo. 2003. Diare akibat parasit. Sari pediatri. 4(4): 198-201
7. DIARE NON INFEKSI
Penyebab dari diare non infeksi sangat bervariasi dan multifaktorial, namun secara
umum dapat dihubungkan dengan adanya oversekresi pada saluran pencernaan akibat
adanya tumor yang memicu sekresi berlebihan (pada kasus diare sekretorik) serta adanya
intake makanan yang mengandung senyawasenyawa yang sukar diabsorbsi oleh usus
halus sehingga menyebabkan perubahan tekanan osmotik di saluran pencernaan
(membuat saluran pencernaan menjadi hiperosmotik) dan mengakibatkan sekresi cairan
ke dalam lumen saluran pencernaan untuk mengimbangi tekanan osmotik tersebut (pada
kasus diare osmotik). Salah satu diare non infeksi adalah faktor malobsorbsi yaitu
Malabsorbsi karbohidrat :
Etiologi :
Disakarida (intoleransi laktosa ,maltosa, sukrosa) , monosakarida
(intolernsi glukosa , fruktosa , galaktosa ). Melalui berbagai reaksi kimia dan
enzimatik di saluran pencernaan, karbohidrat yang kompleks dihidrolisis menjadi
struktur yang mudah diabsorpsi. Disakarida, dalam hal ini laktosa, oleh enzim
laktase dihidrolisis menjadi glukosa dan galaktosa yang selanjutnya akan
diabsorpsi secara cepat ke dalam pembuluh darah porta. Enzim laktase adalah
enzim yang terdapat dalam usus halus, tepatnya di brush border dari vili usus.
Aktivitas enzim ini maksimal terjadi di proksimal hingga pertengahan yeyunum
Patofisiologi :
Pada bayi yang sehat, laktosa dihidrolisis dan diabsorpsi seluruhnya di
usus halus sehingga tidak ada laktosa yang mencapai usus besar. Bila seorang
anak mengkonsumsi laktosa yang berlebihan atau enzim laktase tidak dijumpai /
berkurang, maka laktosa dapat selanjutnya diabsorpsi. Jika fungsi ini terganggu
maka dapat timbul kelainan yang disebut dengan malabsorpsi laktosa. tidak
seluruhnya dihidrolisis dan diabsorpsi. Hal ini menyebabkan osmolaritas di
dalam lumen usus meningkat yang berakibat air tertarik ke dalam lumen dan
merangsang meningkatnya peristaltik. laktosa yang tidak dihidrolisis dan
diabsorpsi akan mencapai usus besar. Laktosa akan difermentasi oleh bakteri di
usus besar dan hasilnya berupa asam lemak rantai pendek, pH yang rendah, dan
gas yang mana salah satunya adalah hidrogen. Lebih kurang 14 - 21 % gas
hidrogen tersebut akan dieksresi melalui udara nafas, sedangkan sisanya dieksresi
melalui rektum. Pada intoleransi laktosa dapat dijumpai gejala klinis berupa diare
yang sangat frekuen, cair, bulky, dan berbau asam, meteorismus, flatulens dan
kolik abdomen. Akibat gejala tersebut, pertumbuhan anak akan terlambat bahkan
tidak jarang dapat terjadi malnutrisi.
https://univmed.org/wp-content/uploads/2011/02/Vol.18_no.3_4.pdf
imunologi :
Intoleransi makanan merupakan reaksi yang merugikan terhadap
makanan yang disebabkan oleh mekanisme non imunologi atau non-IgE tidak
melibatkan sistem kekebalan dan terjadi karena adanya cara tubuh dalam
memproses makanan atau komponen dalam makanan. Ini mungkin disebabkan
oleh racun, farmakologis, metabolisme, reaksi pencernaan, psikologis,
idiosinkrasi, atau idiopatik terhadap suatu makanan atau zat kimia dalam
makanan itu. Misalnya, seorang individu bisa tidak toleran terhadap susu bukan
karena alergi terhadap protein susu, tetapi karena ketidakmampuan untuk
mencerna laktosa.
JNH (Journal of Nutrition and Health) Vol.7 No.1 2019 46 INTOLERANSI
MAKANAN Food Intolernce Nurizah Program Studi S1 Gizi Universitas
Muhammadiyah Semarang
KESIMPULAN
Menurut kami , pada kasus skenario 3 berdasarkan gejala-gejala yang terlihat kami
menyimpulkan bahwa diare tersebut berasal dari cacing , dan faktor lain yaitu Gizi
Kurang pada anak tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian kesehatan republik indonesia (2011). situasi diare di indonesia.
NHS choice UK (2016). Health A-Z. diarrhea.
Mukaddas,alwiyah dkk. 2014. Evaluasi penggunaan zink dan probiotik pada penanganan
pasien diare anak di inastalasi rawat inap RSUD UNDATA PALU Tahun 2013. Online
jurnal of natural science 3 (1) : 59-60
Situasi Diare di Indonesia. Kementrian kesehatan republik indonesia (2011)
http://jurnal.fk.umm.ac.id 6
Simadibrata, M., 2009.Diare Akut dalam Aru W. Sudoyo (Editor) Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Interna publishing.
Kliegman , Robert M.,etc. 2007.Nelson Text Book of Pediatrics 18'th edition. United
State of America : Elsevier
https://www.medcom.id/rona/kesehatan/3NOnmnmK-kenapa-bayi-rentan-terkena-diare
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Diare pada Anak , Nurul Utami (Bagian
Histologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung) , Nabila Luthfiana (Mahasiswa,
FakultasKedokteran, Universitas Lampung)
https://www.academia.edu/12790060/ANATOMI_FISIOLOGI_SISTEM_PENCERNAA
N
Guyton, Arthur C, Hall,John E.2007.Fisiologi Kedokteran edisi 11.Jakarta : EGC
Luiz Carlos Junqueira dan jose carneiro, Histologi Dasar edisi 10,(Hal. 288,295 & 305)
https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1009005102-3-BAB%20II%20upload
%20skripsi.pdfhttp://digilib.unila.ac.id/9828/15/II.%20TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf
https://www.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/buletin-
diare.pdf
Forbes D. Faecal candida and diarrhoea. Arch Dis Child
2001; 84:328-31.
Levine J. Candida-associated diarrhea: a syndrome in
search of credibility. Clin Infect Dis 1995; 21:881-6.
Laboratorium Mikrobinlogi Me&, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Ujung
PandanDIARE AKIBAT CACING
Artikel penelitian, jurnal fk unand
http://jurnal.fk.unand.ac.id 325
Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)
Agung, herbowo. 2003. Diare akibat parasit. Sari pediatri. 4(4): 198-201
https://univmed.org/wp-content/uploads/2011/02/Vol.18_no.3_4.pdf
JNH (Journal of Nutrition and Health) Vol.7 No.1 2019 46 INTOLERANSI MAKANAN
Food Intolernce Nurizah Program Studi S1 Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang.