NAMA :
RIDHO TIANGGARA ( 851419029)
SHINTABELLA MIRZYA CINTYA (851419031)
JEANE KIRANIA TANGAHU (851419012)
SITTY RAHMATHIA ACHMAD (851419006)
AFIQ RAMADHAN (851419015)
MUHAMMAD RAFIQ SUPRIADI (851419016)
SAFERA ARIYANTI (851419040)
MEYLANDANI JERISA PUTRI (851419017)
B. KATA KUNCI
- Berak encer sedikit-sedikit
- Diare
- Muntah
- Gatal daerah anus
- Kurang nafsu makan
- Sakit perut sekitar pusar
- Tidur tidak nyenyak
- Laki-laki 7 tahun
- BB 13 kg
- Suhu 36 ˚C
C. PERTANYAAN
1. Kondisi lingkungan seperti apa yang menyebabkan diare dan bagaimana pencegahannya?
2. Apa yang membuat berak encer dan keluar sedikit-sedikit ?
3. Apa hubungan diare dengan gatal di daerah anus dan tidur tidak nyenyak ?
4. Mengapa anak-anak lebih rentan terkena diare ?
5. Apakah berat badan 13 kg normal untuk usia 7 tahun ?
6. Apa saja klasifikasi diare ?
7. Apa hubungan diare dengan kurang nafsu makan dan muntah ?
8. Apakah sakit sekitar pusar merupakan tanda diare ?
D. JAWAB
1. Faktor lingkungan seperti apa yang menyebabkan diare dan bagaimana pencegahannya?
a. Kebersihan lingkungan
Kebersihan lingkungan merupakan kondisi lingkungan yang optimum sehingga dapat
memberikan pengaruh positif terhadap status kesehatan yang baik. Ruang lingkup
kebersihan lingkungan diantaranya adalah perumahan, pembuangan kotoran manusia,
penyediaan air bersih, pembuangansampah, dan pembuangan air kotor (limbah).
b. Pembuangan tinja dan sumber air minum
Karena buruknya saluran pembuangan air limbah (SPAL) memudahkan penularan diare,
terutama yang ditularkan oleh cacing dan parasit.
Membuang sampah sembarangan akan menjadif aktorrisiko timbulnya berbagai vektor bibit
penyakit sehingga ada hubungan yang signifikan antara pembuangan sampah dengan
kejadian diare pada anak.
Pencegehan:
Mengambil air dari sumber air yang bersih
Merebus air yang ingin dikonsumsi
Membuang sampah pada tempatnya
Tidak membuang air limbah rumah di sungai
Membuang tinja dijamban
Mensemen atau memasang ubin pada lantai rumah
Mencuci tangan
Sumber : Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Diare pada Anak , Nurul Utami (Bagian
Histologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung) , Nabila Luthfiana (Mahasiswa,
FakultasKedokteran, Universitas Lampung)
Sumber : Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Diare pada Anak , Nurul Utami (Bagian
Histologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung) , Nabila Luthfiana (Mahasiswa,
FakultasKedokteran, Universitas Lampung)
3. Apa hubungan diare dengan tidur tidak nyenyak dan gatal di daerah anus?
Tidur tidak nyenyak disebabkan karena rasa gatal disekitar anus . Cacing betina dewasa yang
mengandung telur berpindah dari kolon ke anus pada malam hari dan mengeluarkan telur di
daerah sekitar anus. Hal ini menyebabkan rasa gatal yang membuat penderita menggaruk
hebat dan tidak tenang .
Gatal di daerah anus disebabkan oleh migrasi cacing betina ke perianal untuk meletakkan
telur-telurnya, karena telur hanya akan menetas jika ada oksigen. Gatal pada anus terjadi
saat malam hari , karena migrasi cacing betina terjadi saat malam hari.
Sumber : kementerian kesehatan republik indonesia (2011). situasi diare di indonesia
NHS choice UK (2016). Health A-Z. diarrhea.
4. Mengapa anak-anak lebih rentan terkena diare ?
Anak-anak atau bayi lebih rentan terkena diare disebabkan oleh bebrapa penyebab yaitu sebagai
berikut :
a. Kurang menjaga kebersihan badan
Anak kecil cenderung lebih rentan mengalami mencret karena mereka belum cukup terlatih untuk
menjaga kebersihan tubuh sendiri, masih belum begitu paham betul mengenai pentingnya hal
tersebut. Kemungkinan kuman yang ada di permukaan tangan atau benda tersebut dapat berpindah
ke dalam tubuh, sebab tak mengherankan lagi anak kecil cenderung aktif menggunakan tangannya
untuk beraktivitas; mengisap jempol, menggigiti kuku, meraih dan menggenggam mainan, bermain
di tanah, mengambil makanan, hingga merangkak dan merayap di lantai, refleks anak yang suka
memegang popok kotor,dudukan toilet saat di kamar mandi.
Tangan itu sendiri menjadi rumah bagi ratusan hingga ribuan kuman penyebab penyakit, termasuk
diare. Risiko anak kecil terinfeksi kuman penyebab diare umumnya lebih tinggi karena daya tahan
tubuhnya belum sekuat orang dewasa. Kuman penyebab diare akan lebih mudah menginfeksi jika
sistem imun lemah.
c. Keracunan makanan
Beberapa kasus diare pada anak-anak dapat disebabkan oleh keracunan makanan. Diare sangat
mudah menyerang anak lewat makanan atau minuman yang telah terkontaminasi oleh kuman.
Kuman juga dapat masuk ke dalam tubuh jika anak mengonsumsi makanan yang tidak matang
sempurna,
Perpindahan kuman penyebab diare pada bayi dan anak bisa saja terjadi pada proses produksi,
mengolah, bahkan ketika disajikan. Risiko masuknya kuman penyebab diare juga mungkin terjadi
saat ibu atau pengasuh menyuapi si kecil dengan tangan, tapi tidak cuci tangan dulu.Diare yang
diakibatkan keracunan makanan biasanya dapat mereda sendiri dalam waktu kurang dari 24 jam.
4. Alergi Makanan
Adapun beberapa kasus pada anak-anak yang memiliki alergi terhadap makanan tertentu dapat
mengalami diare dan muntah-muntah jika mengonsumsinya. Ada banyak jenis makanan yang
berisiko menyebabkan alergi. Namun, makanan berikut adalah yang paling sering menyebabkan
reaksi alergi pada anak seperti produk susu (susu,keju, butter, eskrim, krim susu), telur, kedelai, dan
kacang-kacangan.
Namun, pada anak bayi yang masih menyusu, ia dapat mengalami alergi dari makanan yang ibunya
konsumsi. Protein dari makanan yang ibu makan akan terserap ke dalam ASI dan masuk ke dalam
tubuh bayi.
Sumber : https://www.medcom.id/rona/kesehatan/3NOnmnmK-kenapa-bayi-rentan-terkena-diare
Berdasarkan penyakit infektif dan non infektif , diare dapat diklasifikasikan menjadi
(1) Diare infektif adalah diare yang disebabkan oleh infeksi. Agen infeksi dalam hal ini bisa
diakibatkan oleh bakteri, virus, parasit, jamur, maupun infeksi oleh organ lain seperti radang tonsil,
bronchitis, dan radang tenggorokan.
(2) Diare non-infektif adalah diare yang tidak ditemukan agen infeksi sebagai penyebabnya. Dalam
hal ini diare tersebut kemungkinan disebabkan oleh faktor malabsorbsi, faktor makanan, maupun
faktor psikologis.
Berdasarkan mekanisme patofisiologik yang mendasari terjadinya diare, diare dapat diklasifikasikan
menjadi
(1) Diare Sekretorik, diare tipe ini desebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit
dari usus serta menurunnya absorbsi. Secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja banyak
sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan dan minum.
Penyebab diare tipe ini antara lain karena enterotoksin pada infeksi Vibrio cholerae atau Escherichia
coli, penyakit yang mengahasilkan hormon (VIPoma), reseksi ileum (gangguan absorbsi garam
empedu) dan efek obat laksatif.
(2) diare osmotik, diare
tipe ini disebabkan oleh meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang disebabkan
obat-obat atau zat kimia yang hiperosmotik, malabsorbsi umum, dan defek dalam absorbsi mukosa
usus, misal pada defisiensi disakaridase, malabsorbsi glukosa atau galaktosa.
Sumber : Simadibrata, M., 2009.Diare Akut dalam Aru W. Sudoyo (Editor) Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Interna publishing.
Sementara nafsu makan yang berkurang membuat seseorang lebih jarang merasa lapar, makan lebih
sedikit dari biasanya, atau merasa kenyang meskipun baru makan sedikit. Sejumlah hal dapat
menjadi penyebabnya, mulai dari faktor psikologis, efek samping obat-obatan, hingga penyakit
tertentu.
Nafsu makan berkurang umumnya disebabkan oleh faktor psikologis, seperti stres atau depresi.
Saat stres, tubuh memberi sinyal seakan sedang dalam bahaya. Otak kemudian melepaskan hormon
adrenalin yang membuat jantung berdetak lebih cepat dan pencernaan melambat. Hal inilah yang
membuat nafsu makan berkurang.
Pasien yang masuk masih tergolong dalam diare yang ringan namun perlu mendapatkan penanganan
yang tepat. Dehidrasi dapat terjadi pada penderita diare karena usus bekerja tidak sempurna
sehingga sebagian besar air dan zat-zat yang terlarut di dalamnya dibuang bersama tinja sampai
akhirnya tubuh kekurangan cairan. Pengobatan awal untuk mencegah dan mengatasi keadaan
dehidrasi sangat penting pada anak dengan diare. Pemberian cairan yang tepat dengan jumlah yang
memadai merupakan modal yang utama mencegah dehidrasi. Cairan harus diberikan sedikit demi
sedikit dengan frekuensi sesering mungkin. Penyakit diare dapat mengakibatkan kematian bila
dehidrasi tidak diatasi.
Sumber :
Mukaddas,alwiyah dkk. 2014. Evaluasi penggunaan zink dan probiotik pada penanganan pasien diare
anak di inastalasi rawat inap RSUD UNDATA PALU Tahun 2013. Online jurnal of natural science 3 (1) :
59-60
A. MULUT
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut
dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di
permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit.
Kelenjar Ludah
Kelenjar Ludah merupakan kelenjar yang mempunyai duktus yang bernama duktus
(saluran) wartoni dan stensoni . Kelenjar ludah ada 2 yaitu kelenjar submaksilaris (kelenjar
ludah bawah rahang) yang terdapat di bawah tulang rahang atas pada bagian tengah dan
kelenjar sublingualis (Kelenjar ludah bawah lidah) yang terdapat di bagian depan dibawah
lidah. Kelenjar ludah dihasilkan didalam rongga mulut. Disekitar rongga mulut terdapat 3
buah kelenjar ludah yaitu:
- Kelenjar parotis terdapat di bawah depan telinga diantara prosesus mastoid kiri
dan kanan os mandibular,duktus stensoni. Duktus ini keluar dari glandula parotis
menuju ke rongga mulut melalui pipi (muskulus buksinator)
- Kelenjar submaksilaris terletak di bawah rongga mulut bagian belakang,duktus
wartoni, bermuara di rongga mulut dekat dengan frenulum lingua.
- Kelenjar sublingualis terletak di bawah selaput lendir dasar rongga mulut.
Lidah
Lidah dibagi menjadi 3 bagian yaitu radiks lingua (pangkal lidah), dorsum lingua
(punggung lidah), apeks lingua (ujung lidah). Pada pangkal lidah belakang terdapat epiglottis
yang berfungsi untuk menutup jalannya napas pada waktu menelan makanan. Di punggung
lidah terdapat puting-puting pengecap atau ujung saraf pengecap. Frenulum lingua
merupakan selaput lendir yang terdapat pada bagian kira-kira di tengah,jika lidah digerakkan
ke atas makan akan terlihat selaput lendir.Pada pertengahan flika sublingual terdapat saluran
dari glandula parotis, submaksilaris dan glandula sublingualis.
Fungsi Lidah:
a. Untuk membersihkan gigi serta rongga mulut antara pipi dan gigi
b. Mencampur makanan dengan ludah
c. Untuk menolak makanan dan minuman kebelakang
d. Untuk berbicara
e. Untuk mengecap manis, asin dan pahit
f. Untuk merasakan dingin dan panas.
B. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui
kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari
bahasa Yunani: oeso – “membawa”, dan phagus – “memakan”)
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi.
o Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap
kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada
terbentuknya tukak lambung.
o Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin
guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai
penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
o Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
Pankreas
Dari lambung kimus dilanjutkan ke usus halus untuk dicerna lebih lanjut. Sekret yang
membantu pencernaan tidak hanya berasal dari usus halus sendiri, tetapi juga dari pancreas,
hati, dan kandung empedu.
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama yaitu
menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas
terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas
jari). Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :
a. Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan
b. Pulau pankreas, menghasilkan hormone
Cara Kerja Pankreas
Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon
ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat
dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh
tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai
saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang
berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung.
Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan memiliki
berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.
Hati terletak di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi 2 lobus utama yaitu lobus
kanan dan lobus kiri. Hati dihubungkan oleh rangkaian duktus. Bermula dari duktus
hepatikus kanan dan kiri, lalu bergabung menjadi satu pada duktus hepatikus utama. Duktus
hepatikus utama bergabung dengan duktus kistikus dari kandung empedu, keduanya
membentuk duktus empedu. Duktus empedu menuju duodenum dan bermuara di ampula
hepatopankreatikus bersama-sama dengan duktus pankreatikus.
Hati menampilkan 7 fungsi pokok yaitu:
1) Menghasilkan garam empedu, yang digunakan oleh usus halus untuk mengemulsikan dan
menyerap lipid
2) Menghasilkan antikoagulan heparin dan protein plasma seperti protrombin, fibrinogen,
dan albumin
3) Sel-sel retikuloendotelial hati, memfagosit (memangsa) sel-sel darah yang telah rusak,
juga bakteri
4) Menghasilkan enzim yang memecah racun atau mengubahnya menjadi struktur yang tak
berbahaya. Sebagai contoh, ketika asam amino hasil pemecahan protein dipecah lagi menjadi
energy, dihasilkan sampah-sampah nitrogen beracun (misalnya ammonia) yang akan diubah
menjadi urea. Selanjutnya urea dibuang melalui ginjal dan kelenjar keringat.
5) Nutrient yang baru diserap akan dikumpulkan di hati. Tergantung kebutuhan tubuh,
kelebihan glukosa akan diubah menjadi glikogen atau lipid untuk disimpan. Sebaliknya hati
juga dapat mengubah glikogen dan lipid menjadi glukosa kembali jika dibutuhkan.
6) Hati menyimpan glikogen, tembaga, besi, vitamin A, B12, D, E, dan K. Juga menyimpan
racun yang tak dapat dipecah dan dibuang (misalnya DDT)
7) Hati dan ginjal berperan dalam aktivasi vitamin D.
Kandung empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris : gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir
yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses
pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna
hijau gelap – bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang
dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran
empedu.
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut
zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang
melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang
dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula
dan lemak. Lapisan usus halus terdiri atas : lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot
melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa
( Sebelah Luar )
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong
(jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus
seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat
sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan
kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang
berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang
merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui
sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan
megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa Inggris
modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Latin, jejunus, yang berarti “kosong”.
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform
appendix (atau hanya appendix) adalah ujung buntu tabung yang menyambung dengan
caecum.
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai
cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi
apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di
pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Rektum
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang
berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini
berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses.
Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu
pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka
timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena
penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan
keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan
dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi
tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan
anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk
menunda buang air besar.
Anus
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar
dari tubuh. Anus terletak di dasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh 3 sfingter.
Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagiannya lagi dari
usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh
melalui proses defekasi (buang air besar) , yang merupakan fungsi utama anus.
Sumber :
https://www.academia.edu/12790060/ANATOMI_FISIOLOGI_SISTEM_PENCERNAAN
Infeksi bakteri E.coli rentan dialami oleh orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang
lemah seperti ibu hamil, anak-anak, dan orang lanjut usia. Penggunaan obat untuk
menurunkan asam lambung juga dapat meningkatkan risiko infeksi bakteri E.coli.
Sumber : https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1009005102-3-BAB%20II%20upload
%20skripsi.pdfhttp://digilib.unila.ac.id/9828/15/II.%20TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf
Sumber : https://www.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/buletin-diare.pdf
Jenis parasite cacing yang dapat menyebabkan diare pada anak adalah strongyloides stercoralis,
trichostrongylus stercoralis, trichuris trichiura.
1. Trichinella spiralis
Karakteristik agens Cacing usus berwarna putih, dapat dilihat dengan mata telanjang. Bentuk yang
dapat ditularkan dari parasit ini adalah kista yang mengandung larva dengan ukuran 0,4 mm x 0,25
mm yang biasanya terkandung dalam daging babi. Pada fase awal trikinelosis, larva yang tertelan
bersama daging akan berkembang dengan cepat menjadi bentuk dewasa di dalam epitelium usus.
Cacing betina menghasilkan larva yang akan menembus pembuluh limfe atau pembuluh vena dan
menyebar ke seluruh tubuh melalui darah. Larva kemudian akan berbentuk kapsul di dalam otot
rangka. Masa inkubasi Fase awal: beberapa hari. Gejala sistemik: 8—21 hari.
Patofisiologi
Gejala Gejala berkisar dari infeksi yang tidak tampak sampai ke tingkat yang lebih berat dan
berakibat fatal, bergantung pada jumlah larva yang tertelan. Gejala selama invasi awal antara lain
mual, muntah, diare, dan demam. Selama fase penyebaran parasit ke dalam jaringan, mungkin akan
terjadi manifestasi reumatik, sakit dan nyeri otot disertai edema kelopak atas mata, terkadang diikuti
dengan hemoragi subkonjungtival, hemoragi subungual, dan retinal, nyeri dan fotofobia. Rasa haus,
keringat banyak, badan menggigil, lemah, letih, kadar eosinofilia yang meningkat dengan cepat
mungkin terjadi begitu muncul gejala penglihatan.
Reservoir/sumber : Babi, anjing, kucing, tikus, kuda dan mamalia lain di lingkungan sekitar rumah.
Penularan dengan : Menelan daging mentah atau kurang matang yang mengandung larva berkista.
Contoh makanan yang terlibat antara lain daging babi, kuda, binatang buruan (mis., babi liar,
beruang).
2. Trichuris trichiura
Etiologi
Trichuris trichiura dapat ditemukan baik di negara maju maupun negara berkembang. Diperkirakan
Trichuris trichiura merupakan prevalensi terbesar ketiga infeksi oleh cacing usus dan merupakan
penyebab terbanyak diare karena infeksi cacing. Prevalensi sangat tergantung dari pola sanitasi,
higiene perorangan, dan juga status nutrisi seseorang. Cacing ini terutama ditemukan di daerah panas
dan lembab, seperti Indonesia. Di beberapa daerah di Indonesia, prevalensi masih tinggi seperti yang
dilaporkan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1990/1991; 53% 200 Sari Pediatri, Vol. 4, No. 4,
Maret 2003 pada masyarakat Bali, 36,2% di perkebunan di Sumatra Selatan, 51,6% pada sejumlah
sekolah di Jakarta. Panjang badan cacing betina kira-kira 5 cm, sedangkan cacing jantan 4 cm. Cacing
dewasa ini hidup di kolon asendens dan sekum dengan bagian anterior yang menyerupai cambuk
masuk ke dalam mukosa usus. Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara
3000-10000 butir.
Patofisiologi
Telur yang dibuahi dikeluarkan dari pejamu bersama tinja. Telur menjadi matang dalam waktu 3
sampai 6 minggu dalam lingkungan tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Telur matang yang
berisi larva merupakan bentuk infektif. Infeksi langsung terjadi bila pejamu menelan telur matang.
Larva keluar melalui telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah dewasa, cacing turun ke usus
bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang
tertelan sampai cacing dewasa betina meletakkan telur kira-kira 30-90 hari. Cacing trichuris terutama
hidup di sekum, akan tetapi dapat juga ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat, cacing
trichuris tersebar di seluruh kolon dan rektum. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa
usus sehingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat
perlekatannya dapat terjadi perdarahan. Selain itu cacing ini menghisap darah pejamu sehingga dapat
menimbulkan anemia.
3. Strongyloides stercoralis
Etiologi
Larva filariform dalam jumlah besar menembus kulit sehingga timbul kelainan kulit yang dinamakan
creeping eruption yang sering disertai dengan rasa gatal yang hebat.
Patosifiologi
Infeksi ringan Stronglioides pada umumnya terjadi tanpa diketahui pejamunya karena tidak
menimbulkan gejala. Infeksi sedang dapat menyebabkan rasa sakit seperti tertusuk-tusuk di daerah
epigastrium dan tidak menjalar.
Dapat disertai muntah, mual, diare dan konstipasi saling bergantian.
Immunologi
a. Saturasi sel mast
Imunoglobulin E berperan pada manifestasi reaksi alergi dan infeksi cacing. Pada infeksi
cacing terjadi pembentukan IgE poliklonal. IgE poliklonal ini bersifat tidak spesifik akan
menempel pada reseptor Fcε sel mast sehingga penempelan IgE spesifik alergen pada sel mast
terhambat dan tidak terjadi degranulasi histamin. Induksi IgE poliklonal ini juga dapat
melindungi cacing dari serangan imunitas host sehingga memungkinkan cacing dapat hidup
lama dan berkembang biak dengan aman dalam tubuh host tanpa menimbulkan gejala dan
tanpa membahayakan cacing itu sendiri.3,17
b. Penghambatan oleh IgG4 (blocking IgG4)
Infeksi cacing akan memodulasi produksi IgG4. Antibodi IgG4 ini akan menghambat
degranulasi sel efektor sehingga menekan reaksi alergi. Antibodi ini mampu menghambat IgE
untuk berikatan dengan alergen dengan cara menetralkan molekul alergen
sebelum alergen tersebut berinteraksi dengan IgE yang terikat pada reseptor sel mast danm
basofil.3,18
c. Modified Th2
Pada infeksi cacing kronis cacing usus, terjadi respon ”modified Th2” yang melibatkan
peranan Treg (Tregulator). Sel Treg ini akan mengekspresikan interleukin 10 (IL-10) dan
transforming growth factor β (TGF-β). Kedua sitokin ini dapat menghambat imunitas seluler
dan inflamasi alergi.18
B. Entamoeba histolytica
Etiologi
E.histolytica ditemukan hampir di seluruh dunia, tetapi prevalensi tertinggi didapatkan di
negara-negara berkembang terutama di daerah endemik seperti Durban, Ibadan dan Kampala di
Afrika mencapai 50%. Angka mortalitas diperkirakan 75.000 per tahun. Infeksi E.histolytica dapat
melalui makanan dan air serta melalui kontak manusia ke manusia.
Patofisiologi
Dalam daur hidupnya Entamoeba histolytica mempunyai 3 stadium yaitu bentuk histolitika,
minuta dan kista. Bentuk histolitika dan minuta adalah bentuk trofozoit. Perbedaan antara kedua
bentuk trofozoit tersebut adalah bentuk histolitika bersifat patogen dan mempunyai ukuran yang lebih
besar dari bentuk minuta. Bentuk histolitika bersifat patogen dan dapat hidup di jaringan hati, paru,
usus besar, kulit, otak, dan vagina. Bentuk ini berkembang biak secara belah pasang di jaringan dan
dapat merusak jaringan tersebut. Minuta adalah bentuk pokok dan tanpa bentuk minuta daur hidup tak
dapat berlangsung. Kista dibentuk di rongga usus besar dan dalam tinja, berinti 1 atau 4 dan tidak
patogen, tetapi dapat merupakan bentuk infektif. Dengan adanya dinding kista, bentuk kista dapat
bertahan hidup terhadap pengaruh buruk di luar badan manusia.
Kista matang yang tertelan mencapai lambung masih dalam keadaan utuh karena kista tahan
terhadap asam lambung. Di rongga usus halus terjadi ekskistasi dan keluarlah bentuk-bentuk minuta
yang masuk ke dalam rongga usus besar. Bentuk minuta ini berubah menjadi bentuk histolitika yang
patogen dan hidup di mukosa usus besar serta menimbulkan gejala. Bentuk histolitika memasuki
mukosa usus besar yang utuh dan mengeluarkan enzim sisstein proteinase yang dapat menghancurkan
jaringan yang disebut histolisin. Kemudian bentuk histolitika memasuki submukosa dengan
menembus lapisan muskularis mukosa, bersarang di submukosa dan membuat kerusakan yang lebih
luas daripada di mukosa usus sehingga terjadi luka yang disebut ulkus amuba. Lesi ini biasanya
merupakan ulkus-ulkus kecil yang letaknya tersebar di mukosa usus, bentuk rongga ulkus seperti
botol dengan lubang sempit dan dasar yang lebar, dengan tepi yang tidak teratur agak meninggi.
Proses yang terjadi terutama nekrosis dengan lisis sel jaringan. Bila terdapat infeksi sekunder,
terjadilah proses peradangan yang dapat meluas di submukosa dan melebar ke lateral sepanjang
sumbu usus. Kerusakan dapat menjadi luas sekali sehingga ulkus-ulkus saling berhubungan dan
terbentuk sinus- sinus dibawah mukosa.Dengan peristalsis usus, bentuk histolitika dikeluarkan
bersama isi ulkus ke rongga usus kemudian menyerang lagi mukosa usus yang sehat atau dikeluarkan
bersama tinja.
Sumber : Agung, herbowo. 2003. Diare akibat parasit. Sari pediatri. 4(4): 198-201