Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN TUTORIAL DIARE 6 MARET 2020

MEKANISME DASAR PENYAKIT


PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

NAMA :
RIDHO TIANGGARA ( 851419029)
SHINTABELLA MIRZYA CINTYA (851419031)
JEANE KIRANIA TANGAHU (851419012)
SITTY RAHMATHIA ACHMAD (851419006)
AFIQ RAMADHAN (851419015)
MUHAMMAD RAFIQ SUPRIADI (851419016)
SAFERA ARIYANTI (851419040)
MEYLANDANI JERISA PUTRI (851419017)

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
TAHUN 2020
SKENARIO 3
Anak laki-laki 7 tahun dibawa ke Puskesmas Biringkanaya kerena sering mengeluh sakit
perut terutama sekitar pusar , pernah muntah , dan berak encer dan sedikit-sedikit . Penderita tidak
nyenyak tidur , sering gatal daerah anus , kurang nafsu makan . Berat badan 13 kg , suhu 36˚C.
A. KATA ASING
- Berak encer sedikit-sedikit : Keadaan feses cair dan keluar sedkit demi sedikit
- Diare : Kondisi dimana terjadi frekuensi defek abnormal
- Muntah : isi lambung keluar secara paksa
- Gatal daerah anus : Rasa kurang nyaman akibat bakteri , cacing , dan lain-lain.
- Kurang nafsu makan : Perut terasa tidak enak ketikaa terisi makanan , lidah terasa pahit
- Sakit perut sekitar pusar : Inflamasi intestinum
- Tidur tidak nyenyak : Tidur tidak memasuki fase REM

B. KATA KUNCI
- Berak encer sedikit-sedikit
- Diare
- Muntah
- Gatal daerah anus
- Kurang nafsu makan
- Sakit perut sekitar pusar
- Tidur tidak nyenyak
- Laki-laki 7 tahun
- BB 13 kg
- Suhu 36 ˚C

C. PERTANYAAN
1. Kondisi lingkungan seperti apa yang menyebabkan diare dan bagaimana pencegahannya?
2. Apa yang membuat berak encer dan keluar sedikit-sedikit ?
3. Apa hubungan diare dengan gatal di daerah anus dan tidur tidak nyenyak ?
4. Mengapa anak-anak lebih rentan terkena diare ?
5. Apakah berat badan 13 kg normal untuk usia 7 tahun ?
6. Apa saja klasifikasi diare ?
7. Apa hubungan diare dengan kurang nafsu makan dan muntah ?
8. Apakah sakit sekitar pusar merupakan tanda diare ?

D. JAWAB
1. Faktor lingkungan seperti apa yang menyebabkan diare dan bagaimana pencegahannya?
a. Kebersihan lingkungan
Kebersihan lingkungan merupakan kondisi lingkungan yang optimum sehingga dapat
memberikan pengaruh positif terhadap status kesehatan yang baik. Ruang lingkup
kebersihan lingkungan diantaranya adalah perumahan, pembuangan kotoran manusia,
penyediaan air bersih, pembuangansampah, dan pembuangan air kotor (limbah).
b. Pembuangan tinja dan sumber air minum

Pengelolaantinja yang kurang diperhatikan disertai dengan cepatnyapertambahan penduduk


akan mempercepat penyebaran penyakit yang ditularkan melalui tinja seperti diare, yang
merupakan penyakit menular berbasis lingkungan. Pembuangan tinja yang sembarangan
juga akan menyebabkan penyebaran penyakit. Penyebaran penyakit yang bersumber dari
tinja dapat melalui berbagai macam cara, baik melalui air, tangan, maupun tanah yang
terkontaminasi oleh tinja dan ditularkan lewat makanan dan minuman melalui vektor
serangga (lalat dan kecoa)

c. Halaman rumah yang becek (genangan air )

Karena buruknya saluran pembuangan air limbah (SPAL) memudahkan penularan diare,
terutama yang ditularkan oleh cacing dan parasit.

d. Membuang sampah sembarangan

Membuang sampah sembarangan akan menjadif aktorrisiko timbulnya berbagai vektor bibit
penyakit sehingga ada hubungan yang signifikan antara pembuangan sampah dengan
kejadian diare pada anak.

 Pencegehan:
 Mengambil air dari sumber air yang bersih
 Merebus air yang ingin dikonsumsi
 Membuang sampah pada tempatnya
 Tidak membuang air limbah rumah di sungai
 Membuang tinja dijamban
 Mensemen atau memasang ubin pada lantai rumah
 Mencuci tangan
Sumber : Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Diare pada Anak , Nurul Utami (Bagian
Histologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung) , Nabila Luthfiana (Mahasiswa,
FakultasKedokteran, Universitas Lampung)

2. Apa yang membuat berak encer dan keluar sedikit-sedikit ?


Salah satu penyebab diare adalah karena adanya virus atau bakteri yang dapat masuk ke
dalam tubuh bersama makanan dan minuman. Virus atau bakteri tersebut akan sampai ke sel–sel
epitel usus halus dan akan menyebabkan infeksi, sehingga dapat merusak sel-sel epitel tersebut. Sel–
sel epitel yang rusak akan digantikan oleh sel-sel epitel yang belum matang sehingga fungsi sel–sel
ini masih belum optimal. Selanjutnya,vili–vili usus halus mengalami atrofi yang mengakibatkan tidak
terserapnya cairan dan makanan dengan baik. Cairan dan makanan yang tidak terserap akan
terkumpul di usus halus dan tekanan osmotik usus akan meningkat. Hal ini menyebabkan banyak
cairan ditarik ke dalam lumen usus. Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan terdorong
keluar melalui anus dan terjadilah diare yang encer.

Sumber : Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Diare pada Anak , Nurul Utami (Bagian
Histologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung) , Nabila Luthfiana (Mahasiswa,
FakultasKedokteran, Universitas Lampung)
3. Apa hubungan diare dengan tidur tidak nyenyak dan gatal di daerah anus?
 Tidur tidak nyenyak disebabkan karena rasa gatal disekitar anus . Cacing betina dewasa yang
mengandung telur berpindah dari kolon ke anus pada malam hari dan mengeluarkan telur di
daerah sekitar anus. Hal ini menyebabkan rasa gatal yang membuat penderita menggaruk
hebat dan tidak tenang .
 Gatal di daerah anus disebabkan oleh migrasi cacing betina ke perianal untuk meletakkan
telur-telurnya, karena telur hanya akan menetas jika ada oksigen. Gatal pada anus terjadi
saat malam hari , karena migrasi cacing betina terjadi saat malam hari.
Sumber : kementerian kesehatan republik indonesia (2011). situasi diare di indonesia
NHS choice UK (2016). Health A-Z. diarrhea.
4. Mengapa anak-anak lebih rentan terkena diare ?
Anak-anak atau bayi lebih rentan terkena diare disebabkan oleh bebrapa penyebab yaitu sebagai
berikut :
a. Kurang menjaga kebersihan badan
Anak kecil cenderung lebih rentan mengalami mencret karena mereka belum cukup terlatih untuk
menjaga kebersihan tubuh sendiri, masih belum begitu paham betul mengenai pentingnya hal
tersebut. Kemungkinan kuman yang ada di permukaan tangan atau benda tersebut dapat berpindah
ke dalam tubuh, sebab tak mengherankan lagi anak kecil cenderung aktif menggunakan tangannya
untuk beraktivitas; mengisap jempol, menggigiti kuku, meraih dan menggenggam mainan, bermain
di tanah, mengambil makanan, hingga merangkak dan merayap di lantai, refleks anak yang suka
memegang popok kotor,dudukan toilet saat di kamar mandi.
Tangan itu sendiri menjadi rumah bagi ratusan hingga ribuan kuman penyebab penyakit, termasuk
diare. Risiko anak kecil terinfeksi kuman penyebab diare umumnya lebih tinggi karena daya tahan
tubuhnya belum sekuat orang dewasa. Kuman penyebab diare akan lebih mudah menginfeksi jika
sistem imun lemah.

b. Usus anak lebih sensitive dibandingkan orang dewasa


Saluran cerna adalah pelindung pertama dari dunia luar sebelum masuk dalam aliran darah. Jika
saluran cerna terinfeksi, mukosa (membran tipis yang melindungi usus) hilang dan sel epitel
meregang, bakteri bisa masuk, makanan tidak tercerna sempurna, bayi lebih gampang sakit. organ
pencernaan anak belum matang, jadi ia sangat sensitif. Ada gangguan sedikit saja bisa jadi masalah.
ini disebut juga keluhan saluran cerna fungsional (functional gastro system).
normalnya sel-sel epitel di permukaan usus yang matang saling terikat satu sama lainnya. Pada bayi,
sel-sel tersebut masih renggang, sehingga memudahkan kuman atau makanan yang sensitivitasnya
tinggi menyusup di antara celah tersebut, atau tidak tercerna
Sumber :

c. Keracunan makanan
Beberapa kasus diare pada anak-anak dapat disebabkan oleh keracunan makanan. Diare sangat
mudah menyerang anak lewat makanan atau minuman yang telah terkontaminasi oleh kuman.
Kuman juga dapat masuk ke dalam tubuh jika anak mengonsumsi makanan yang tidak matang
sempurna,
Perpindahan kuman penyebab diare pada bayi dan anak bisa saja terjadi pada proses produksi,
mengolah, bahkan ketika disajikan. Risiko masuknya kuman penyebab diare juga mungkin terjadi
saat ibu atau pengasuh menyuapi si kecil dengan tangan, tapi tidak cuci tangan dulu.Diare yang
diakibatkan keracunan makanan biasanya dapat mereda sendiri dalam waktu kurang dari 24 jam.

4. Alergi Makanan
Adapun beberapa kasus pada anak-anak yang memiliki alergi terhadap makanan tertentu dapat
mengalami diare dan muntah-muntah jika mengonsumsinya. Ada banyak jenis makanan yang
berisiko menyebabkan alergi. Namun, makanan berikut adalah yang paling sering menyebabkan
reaksi alergi pada anak seperti produk susu (susu,keju, butter, eskrim, krim susu), telur, kedelai, dan
kacang-kacangan.
Namun, pada anak bayi yang masih menyusu, ia dapat mengalami alergi dari makanan yang ibunya
konsumsi. Protein dari makanan yang ibu makan akan terserap ke dalam ASI dan masuk ke dalam
tubuh bayi.
Sumber : https://www.medcom.id/rona/kesehatan/3NOnmnmK-kenapa-bayi-rentan-terkena-diare

5. Apakah berat badan 13 kg normal untuk usia 7 tahun ?


Tidak, karena menurut tabel dari Kementerian Kesehatan sebagai berikut

6. Apa saja klasifikasi diare ?


 Berdasarkan lama atau durasi waktu diare, penyakit diare dapat dibedakan menjadi :
(1) Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut World
Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005) diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja
yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari.
Diare akut biasanya sembuh sendiri, lamanya sakit kurang dari 14 hari, dan akan mereda tanpa
terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi (Wong, 2009).
(2) Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.
 Berdasarkan penyakit organik dan fungsional, diare dapat diklasifikasikan menjadi
(1) Diare organik, adalah diare yang ditemukan penyebab anatomik, bakteriologik, hormonal
ataupun toksikologi.
(2) Diare fungsional, adalah diare yang tidak dapat ditemukan penyebab organik.

Berdasarkan penyakit infektif dan non infektif , diare dapat diklasifikasikan menjadi
(1) Diare infektif adalah diare yang disebabkan oleh infeksi. Agen infeksi dalam hal ini bisa
diakibatkan oleh bakteri, virus, parasit, jamur, maupun infeksi oleh organ lain seperti radang tonsil,
bronchitis, dan radang tenggorokan.
(2) Diare non-infektif adalah diare yang tidak ditemukan agen infeksi sebagai penyebabnya. Dalam
hal ini diare tersebut kemungkinan disebabkan oleh faktor malabsorbsi, faktor makanan, maupun
faktor psikologis.

Berdasarkan mekanisme patofisiologik yang mendasari terjadinya diare, diare dapat diklasifikasikan
menjadi
(1) Diare Sekretorik, diare tipe ini desebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit
dari usus serta menurunnya absorbsi. Secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja banyak
sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan dan minum.
Penyebab diare tipe ini antara lain karena enterotoksin pada infeksi Vibrio cholerae atau Escherichia
coli, penyakit yang mengahasilkan hormon (VIPoma), reseksi ileum (gangguan absorbsi garam
empedu) dan efek obat laksatif.
(2) diare osmotik, diare
tipe ini disebabkan oleh meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang disebabkan
obat-obat atau zat kimia yang hiperosmotik, malabsorbsi umum, dan defek dalam absorbsi mukosa
usus, misal pada defisiensi disakaridase, malabsorbsi glukosa atau galaktosa.

Sumber : Simadibrata, M., 2009.Diare Akut dalam Aru W. Sudoyo (Editor) Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Interna publishing.

7. Apa hubungan diare dengan kurang nafsu makan dan muntah ?


Gejala umum yang sering terjadi jika anak menderita diare, yaitu mula- mula anak menjadi gelisah,
rewel, muntah, dan kurang nafsu makan atau bahkan tidak ada, dan yang paling berbahaya jika
terjadi dehidrasi berat. Namun dalam kasus ini gejala yang paling dominan adalah muntah diikuti
demam dan kejang. Muntah dianggap sebagai suatu cara perlindungan alamiah dari tubuh terhadap
zat-zat merangsang dan beracun yang ada dalam makanan. Muntah terjadi apabila terdapat kondisi
tertentu yang merangsang pusat muntah. Beberapa kondisi yang dapat merangsang pusat muntah
diantaranya gangguan di saluran cerna baik infeksi termasuk gastroenteritis karena rotavirus dan
noninfeksi seperti adanya toksin (racun) di saluran cerna dan kerusakan pada mukosa lambung-usus.

Sementara nafsu makan yang berkurang membuat seseorang lebih jarang merasa lapar, makan lebih
sedikit dari biasanya, atau merasa kenyang meskipun baru makan sedikit. Sejumlah hal dapat
menjadi penyebabnya, mulai dari faktor psikologis, efek samping obat-obatan, hingga penyakit
tertentu.

Nafsu makan berkurang umumnya disebabkan oleh faktor psikologis, seperti stres atau depresi.
Saat stres, tubuh memberi sinyal seakan sedang dalam bahaya. Otak kemudian melepaskan hormon
adrenalin yang membuat jantung berdetak lebih cepat dan pencernaan melambat. Hal inilah yang
membuat nafsu makan berkurang.

Pasien yang masuk masih tergolong dalam diare yang ringan namun perlu mendapatkan penanganan
yang tepat. Dehidrasi dapat terjadi pada penderita diare karena usus bekerja tidak sempurna
sehingga sebagian besar air dan zat-zat yang terlarut di dalamnya dibuang bersama tinja sampai
akhirnya tubuh kekurangan cairan. Pengobatan awal untuk mencegah dan mengatasi keadaan
dehidrasi sangat penting pada anak dengan diare. Pemberian cairan yang tepat dengan jumlah yang
memadai merupakan modal yang utama mencegah dehidrasi. Cairan harus diberikan sedikit demi
sedikit dengan frekuensi sesering mungkin. Penyakit diare dapat mengakibatkan kematian bila
dehidrasi tidak diatasi.

Sumber :

Mukaddas,alwiyah dkk. 2014. Evaluasi penggunaan zink dan probiotik pada penanganan pasien diare
anak di inastalasi rawat inap RSUD UNDATA PALU Tahun 2013. Online jurnal of natural science 3 (1) :
59-60

8. Apakah sakit sekitar pusar merupakan tanda diare ?


Ya, karena pada regio umbilikus atau daerah pusar terdapat usus halus dan kolon. Usus halus dan
kolon merupakan bagian terpanjang dari saluran cerna dan merupakan tempat dari berbagai jenis
penyakit, banyak di antranya berefek pada nutrisi dan transpor air. Gangguan proses ini dapat
menyebabkan malabsorbsi dan diare. Usus juga merupakan tempat utama , dimana sistem imun
berhadapan dengan berbagai antigen yang terdapat dimakanan dan mikroba usus. Sakit perut
disekitar pusar disebabkan karena adanya gerakan peristaltik usus yang meningkat disebabkan oleh
masuknya organisme penginfeksi kedalam usus. Gerakan peristaltik merupakan usaha tubuh untuk
menyapu organisme penginfeksi tersebut
Sumber : Situasi Diare di Indonesia. Kementrian kesehatan republik indonesia (2011)
I. ANATOMI FISIOLOGI
BIOKIMIA HISTOLOGI

A. MULUT

Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut
dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di
permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit.

Mulut atau oris terdiri atas dua bagian yaitu


1. Bagian luar yang sempit atau vestibula dimana terdapat didalamnya gusi, gigi, bibir
dan pipi ;
2. Bagian rongga mulut dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang
maksilaris,platum dan mandubularis di sebelah belakang bersambung dengan faring.
Diluar mulut ditutupi oleh kulit dan didalamnya ditutupi oleh selaput lendir (mukosa).
Didalam rongga mulut terdapat gigi, kelenjar ludah, dan lidah
 Gigi
Gigi terdapat 2 macam yaitu
- Gigi sementara atau gigi susu mulai tumbuh pada umur 6-7 bulan dan lengkap
pada umur 2 ½ tahun jumlahnya 20 buah terdiri atas: 8 buah gigi seri (dens
insisivus),4 buah gigi taring (dens kaninus), 8 buah gigi geraham (molare)
- Gigi tetap (permanen) tumbuh pada umur 6-18 tahun jumlahnya 32 buah terdiri
atas: 8 buah gigi susu (dens insisivus),
Fungsi gigi: gigi seri untuk memotong makanan, gigi taring untuk memutuskan
makanan yang keras dan liat dan gigi geraham untuk mengunyah makanan yang sudah
dipotong-potong.

 Kelenjar Ludah
Kelenjar Ludah merupakan kelenjar yang mempunyai duktus yang bernama duktus
(saluran) wartoni dan stensoni . Kelenjar ludah ada 2 yaitu kelenjar submaksilaris (kelenjar
ludah bawah rahang) yang terdapat di bawah tulang rahang atas pada bagian tengah dan
kelenjar sublingualis (Kelenjar ludah bawah lidah) yang terdapat di bagian depan dibawah
lidah. Kelenjar ludah dihasilkan didalam rongga mulut. Disekitar rongga mulut terdapat 3
buah kelenjar ludah yaitu:
- Kelenjar parotis terdapat di bawah depan telinga diantara prosesus mastoid kiri
dan kanan os mandibular,duktus stensoni. Duktus ini keluar dari glandula parotis
menuju ke rongga mulut melalui pipi (muskulus buksinator)
- Kelenjar submaksilaris terletak di bawah rongga mulut bagian belakang,duktus
wartoni, bermuara di rongga mulut dekat dengan frenulum lingua.
- Kelenjar sublingualis terletak di bawah selaput lendir dasar rongga mulut.
 Lidah
Lidah dibagi menjadi 3 bagian yaitu radiks lingua (pangkal lidah), dorsum lingua
(punggung lidah), apeks lingua (ujung lidah). Pada pangkal lidah belakang terdapat epiglottis
yang berfungsi untuk menutup jalannya napas pada waktu menelan makanan. Di punggung
lidah terdapat puting-puting pengecap atau ujung saraf pengecap. Frenulum lingua
merupakan selaput lendir yang terdapat pada bagian kira-kira di tengah,jika lidah digerakkan
ke atas makan akan terlihat selaput lendir.Pada pertengahan flika sublingual terdapat saluran
dari glandula parotis, submaksilaris dan glandula sublingualis.
Fungsi Lidah:
a. Untuk membersihkan gigi serta rongga mulut antara pipi dan gigi
b. Mencampur makanan dengan ludah
c. Untuk menolak makanan dan minuman kebelakang
d. Untuk berbicara
e. Untuk mengecap manis, asin dan pahit
f. Untuk merasakan dingin dan panas.

 Mekanisme sistem pencernaan di mulut


Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang
(molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari
kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim
pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya
lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan
dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis. 

B. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui
kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari
bahasa Yunani: oeso – “membawa”, dan phagus – “memakan”)

Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi.

Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:

 bagian superior (sebagian


besar adalah otot rangka)
 bagian tengah (campuran
otot rangka dan otot halus)
 serta bagian inferior
(terutama terdiri dari otot
halus).
C. Lambung
Lambung berawal dari esophagus dan berakhir pada duodenum usus halus.
Terdiri dari 3 bagian yaitu:

o Kardia di sekitar sfingter esophageal bawah


o Fundus pada bagian puncak
o Antrum di bagian bawah
Bagian lambung terdiri dari:
o Fundus Ventrikuli adalah bagian yang menonjol keatas terletak sebelah kiri
osteum kardium dan biasaya berisi gas.
o Korpus Ventrikuli, adalah suatu lekukan pada bagian bawah kurbatura minor.
o Antrum pylorus adalah bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot
yang tebal membentuk sfingter pylorus.
o Kurvatura minor terdapat di sebelah kanan lambung,terbentang dari osteum
kardiakm sampai ke pylorus.
o Kurvatura mayor terbentang dari sisi kiri osteum kardiak melalui fundus
ventrikuli menuju ke kanan sampai ke pilorus inferior. Ligamentum
gastrolienalis terbentang dari bagian atas kurvatura mayor sampai ke limpa.
o Osteum Kardiak merupakan tempat esofagus bagian abdomen masuk ke
lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik.
 Cara Kerja Lambung
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin
(sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi
masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk
mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3
zat penting :

o Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap
kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada
terbentuknya tukak lambung.
o Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin
guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai
penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
o Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)

Di dalam lambung terjadi pencernaan kimiawi dengan bantuan enzim yaitu:


1)      Amylase saliva melanjutkan pencernaan amilum di bagian fundus
2)      Pepsin membantu pemecahan protein
3)      Lipase membantu pemecahan lipid susu (terutama pada bayi dan anak)
4)      Rennin membantu pencernaan susu pada bayi. Rennin dan kalsium menyebabkan
koagulasi susu, sehingga lebih lama berada di lambung untuk dicerna.

 Pankreas

Dari lambung kimus dilanjutkan ke usus halus untuk dicerna lebih lanjut. Sekret yang
membantu pencernaan tidak hanya berasal dari usus halus sendiri, tetapi juga dari pancreas,
hati, dan kandung empedu.
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama yaitu
menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas
terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas
jari). Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :
a. Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan
b. Pulau pankreas, menghasilkan hormone
 Cara Kerja Pankreas
Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon
ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat
dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh
tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai
saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang
berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung.

 Hati

Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan memiliki
berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.

Hati terletak di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi 2 lobus utama yaitu lobus
kanan dan lobus kiri. Hati dihubungkan oleh rangkaian duktus. Bermula dari duktus
hepatikus kanan dan kiri, lalu bergabung menjadi satu pada duktus hepatikus utama. Duktus
hepatikus utama bergabung dengan duktus kistikus dari kandung empedu, keduanya
membentuk duktus empedu. Duktus empedu menuju duodenum dan bermuara di ampula
hepatopankreatikus bersama-sama dengan duktus pankreatikus.
Hati menampilkan 7 fungsi pokok yaitu:
1)      Menghasilkan garam empedu, yang digunakan oleh usus halus untuk mengemulsikan dan
menyerap lipid
2)      Menghasilkan antikoagulan heparin dan protein plasma seperti protrombin, fibrinogen,
dan albumin
3)      Sel-sel retikuloendotelial hati, memfagosit (memangsa) sel-sel darah yang telah rusak,
juga bakteri
4)      Menghasilkan enzim yang memecah racun atau mengubahnya menjadi struktur yang tak
berbahaya. Sebagai contoh, ketika asam amino hasil pemecahan protein dipecah lagi menjadi
energy, dihasilkan sampah-sampah nitrogen beracun (misalnya ammonia) yang akan diubah
menjadi urea. Selanjutnya urea dibuang melalui ginjal dan kelenjar keringat.
5)      Nutrient yang baru diserap akan dikumpulkan di hati. Tergantung kebutuhan tubuh,
kelebihan glukosa akan diubah menjadi glikogen atau lipid untuk disimpan. Sebaliknya hati
juga dapat mengubah glikogen dan lipid menjadi glukosa kembali jika dibutuhkan.
6)      Hati menyimpan glikogen, tembaga, besi, vitamin A, B12, D, E, dan K. Juga menyimpan
racun yang tak dapat dipecah dan dibuang (misalnya DDT)
7)      Hati dan ginjal berperan dalam aktivasi vitamin D.

Kandung empedu

Kandung empedu (Bahasa Inggris : gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir
yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses
pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna
hijau gelap – bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang
dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran
empedu.

 Bagian-bagian dari kandung empedu adalah:


o Fundus vesika felea merupakan bagian kandung empedu yang paling akhir
setelah korpus vesika felea
o Korpus Vesika Felea merupakan bagian dari kandung yang di dalamnya berisi
getah empedu.
o Leher Kandung Kemih merupakan leher dari kandung empedu yaitu saluran
pertama masuknya getah empedu ke kandung empedu.
o Duktus sistikus memiliki panjang sekitar 33/4 cm berjalan dari leher kandung
empedu dan bersambung dengan duktus hepatikus ,membentuk saluran
empedu ke duodenum.
o Duktus Hepatikus merupakan saluran yang keluar dari leher
o Duktus koledokus merupakan saluran yang membawa empedu ke duodenum.

Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:

o Membantu pencernaan dan penyerapan lemak


o Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama
haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan
kelebihan kolesterol.

 Patologi yang terdapat di kandung empedu


a. Usus halus (Usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut
zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang
melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang
dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula
dan lemak. Lapisan usus halus terdiri atas : lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot
melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa
( Sebelah Luar )
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong
(jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

1. Usus dua belas jari (Duodenum)


Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah
lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari
merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di
ligamentum Treitz. Usus ini memiliki panjang sekitar 25 cm,berbentuk sepatu kuda
melengkung ke kiri pada lengkungan ini terdapat pancreas. Pada bagian kanan duodenum
terdapat selpaut lendir yang membukit di sebut papila vateri.. pada papila vateri bermuara
saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pakreas (duktus wirsungi/ duktus
pankreatikus).

Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus
seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat
sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan
kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang
berarti dua belas jari.

 Cara Kerja usus duodenum

Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang
merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui
sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan
megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.

2. Usus Kosong (jejenum)


Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua
dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada
manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus
kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili),
yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua
belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan
dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk
membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.

Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa Inggris
modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Latin, jejunus, yang berarti “kosong”.

3. Usus Penyerapan (illeum)


Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan
jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau
sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.

 Patologi yang terdapat di Usus Halus


b. Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.

Usus besar terdiri dari :

o Usus Buntu (sekum)


Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah
suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus
besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar
herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang
kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.

 Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.

Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform
appendix (atau hanya appendix) adalah ujung buntu tabung yang menyambung dengan
caecum.

Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai
cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi
apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di
pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.

Apendiks berfungsi dalam sistem limfatik.

o Kolon asendens (kanan)


Panjangnya sekitar 13 cm terletak di bawah abdomen sebelah kanan, membujur keatas
dari dari ileum ke bawah hati.
o Kolon transversum
Panjangnya sekitar 38 cm,membujur dari kolon desendens berada dibawah abdomen,
sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis.
o Kolon desendens (kiri)
Panjangnya sekitar 25 cm ,terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas
ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri bersambung dengan kolon sigmoid
o Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon desendens, terletak miring dalam rongga
pelvis sebelah kiri,bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan
rectum

Rektum dan anus

 Rektum

Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang
berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini
berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses.

Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu
pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka
timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena
penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan
keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan
dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi
tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.

Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan
anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk
menunda buang air besar.

 Anus

Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar
dari tubuh. Anus terletak di dasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh 3 sfingter.

a) Sfingter ani internus (sebelah atas), bekerja tidak menuruti kehendak.


b) Sfingter levator ani , bekerja juga tidak menuruti kehendak
c) Sfingter ani eksternus ( sebelah bawah), bekerja menuruti kehendak.

Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagiannya lagi dari
usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh
melalui proses defekasi (buang air besar) , yang merupakan fungsi utama anus.

Sumber :
https://www.academia.edu/12790060/ANATOMI_FISIOLOGI_SISTEM_PENCERNAAN

II. DIARE AKIBAT BAKTERI


1. E Coli
 Etiologi
Bakteri Escherichia coli pada tubuh manusia dapat tumbuh berlebihan
jika mengonsumsi makanan yang terkontaminasi oleh feses, beberapa bahan
atau produk makanan yang sering terkontaminasi seperti daging mentah,
daging yang tidak sempurna dalam proses pengolahan, susu, pangan, atau air.
Saat bakteri ini tumbuh berlebih maka bisa berubah sifatnya menjadi patogen,
Escherichia coli yang patogen dapat tumbuh pada suhu rendah yaitu sekitar
70C dan pada suhu tinggi yaitu sekitar 440C, tetapi pertumbuhan Escherichia
coli lebih optimal pada suhu antara 350C-370C, pH optimum 7-7,5. Selain itu,
Escherichia coli relatif sensitif terhadap panas, dapat hidup ditempat lembab,
dan akan mati pada proses pemasakan makanan dengan suhu yang relatif
tinggi atau dengan proses pasteurisasi.
 Patofisiologi
E. coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran
pencernaan meningkat atau berada di luar usus. E. coli menghasilkan
enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus diare. E. coli berasosiasi
dengan enteropatogenik menghasilkan enterotoksin pada sel epitel.
Berdasarkan sifat dan karakteristik virulensinya, Escherichia coli
diklasifikasikan menjadi lima kelompok (Jawetz et al, 1996), yaitu:
1. Enteroinvasive E. coli (EIEC)
Menyebabkan penyakit yang mirip dengan shigellosis dengan menyerang sel
epitel mukosa usus.
2. Enteroagregative E. coli (EAEC)
Menyebabkan diare yang akut dan kronis (dalam jangka waktu lebih dari 14
hari) dengan cara melekat pada mukosa intestinal, menghasilkan enterotoksin
dan sitotoksin, sehingga terjadi kerusakan mukosa, pengeluran sejumlah besar
mukus, dan terjadi diare.
3. Enteropathogenic E. coli (EPEC)
Merupakan penyebab penting diare pada bayi, khususnya di negara
berkembang. Bakteri ini melekat pada usus kecil. Infeksi EPEC dapat
mengakibatkan diare cair yang sulit diatasi dan kronis.
4. Enterotoxigenic E. coli (ETEC)
Beberapa strain ETEC memproduksi eksotoksin yang sifatnya labil terhadap
panas (LT) dan toksin yang stabil terhadap panas (ST). Infeksi ETEC dapat
mengakibatkan gejala sakit perut, kadang disertai demam, muntah, dan pada
feses ditemukan darah.
5. Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)
Serotipe E. coli yang memproduksi verotoksin yaitu EHEC O157:H7. EHEC
memproduksi toksin yang sifatnya hampir sama dengan toksin Shiga yang
diproduksi oleh strain Shigella dysenteriae. Verotoksin yang dihasilkan
menghancurkan dinding mukosa menyebabkan pendarahan
 Imunolgi
infeksi bakteri E.coli disebabkan oleh bakteri Escherichia coli (E.coli). e coli salah
satu strain E.coli yang dapat menghasilkan racun di dalam tubuh manusia. Racun ini dikenal
sebagai Shiga, salah satu racun paling kuat dan dapat memicu infeksi usus.

Infeksi bakteri E.coli rentan dialami oleh orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang
lemah seperti ibu hamil, anak-anak, dan orang lanjut usia. Penggunaan obat untuk
menurunkan asam lambung juga dapat meningkatkan risiko infeksi bakteri E.coli.

Sumber : https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1009005102-3-BAB%20II%20upload
%20skripsi.pdfhttp://digilib.unila.ac.id/9828/15/II.%20TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf

DIARE AKIBAT VIRUS


 Etiologi Infeksi Virus
Mengenai virus penyebab diare sampai saat ini mekanismenya masih belum pasti. Percobaan binatang
menunjukan bahwa terhadap kerusakan sel epitel mukosa walaupun hanya superficial akibat
masuknya virus kedalam sel. Virus (misalnya rotavirus) tidak menyebabkan peningkatan aktifitas
adenil siklase. Infeksi rotavirus menyebabkan kerusakan berupa bercak-bercak pada sel epitel usus
halus bagian proksimal yang menyebabkan bertambahnya sekresi cairan kedalam lumen usus, selain
itu terjadi pula kerusakan enzim-enzim disakarida yang menyebabkan intoleransi laktosa yang
akhirnya akan memperlama diare. Penyembuhan terjadi bila permukaan mukosa telah regenerasi
Diare merupakan suatu kumpulan dari gejala infeksi pada saluran pencernaan yang dapat disebabkan
oleh beberapa organisme seperti virus. Beberapa organisme tersebut biasanya menginfeksi saluran
pencernaan manusia melalui makanan dan minuman yang telah tercemar oleh organisme tersebut
Organisme penyebab diare biasanya berbentuk renik dan mampu menimbulkan diare yang dapat
dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan gejala klinisnya. Jenis yang pertama adalah diare cair akut
dimana balita akan kehilangan cairan tubuh dalam jumlah yang besar sehingga mampu menyebabkan
dehidrasi dalam waktu yang cepat. Jenis kedua adalah diare akut berdarah yang sering disebut dengan
disentri. Diare ini ditandai dengan adanya darah dalam tinja yang disebabkan akibat kerusakan usus.
Balita yang menderita diare berdarah akan menyebabkan kehilangan zat gizi yang berdampak pada
penurunan status gizi. Jenis yang ketiga adalah diare persisten dimana kejadian diare dapat
berlangsung ≥14 hari. Diare jenis ini sering terjadi pada anak dengan status gizi rendah, AIDS, dan
anak dalam kondisi infeksi.
Diare cair akut pada anak di bawah lima tahun paling banyak disebabkan oleh infeksi virus sekitar 70-
80% terutama Rotavirus. Rotavirus merupakan virus yang tahan terhadap berbagai lingkungan,
sehingga dapat ditularkan melalui berbagai benda yang terkontaminasi, air, maupun makanan.

 Patofisiologi infeksi virus (rotavirus)


Mekanisme terjadinya diare oleh infeksi rotavirus telah diketahui melalui berbagai mekanisme yang
berbeda. Mekanisme ini meliputi malabsorbsi akibat kerusakan sel usus (enterosit), toksin,
perangsangan saraf enterik serta adanya iskemik pada vilus.
Rotavirus yang tidak ternetralkan oleh asam lambung akan masuk ke dalam bagian proksimal usus.
Rotavirus kemudian akan masuk ke sel epitel dengan masa inkubasi 18-36 jam, dimana pada saat ini
virus akan menghasilkan enterotoksin NSP-4. Enterotoksin ini akan menyebabkan kerusakan
permukaan epitel pada vili, menurunkan sekresi enzim pencernaan usus halus, menurunkan aktivitas
Na+ kotransporter serta menstimulasi syaraf enterik yang menyebabkan diare

 Respon imun terhadap infeksi virus (rotavirus)


Rotavirus memperoleh kedua B dan sel T respon imun. Antibodi rotavirus VP4 dan VP7 protein yang
menetralkan virus infektivitas in vitro dan in vivo. Spesifik antibodi kelas IgM, IgA dan IgG juga
diproduksi, yang telah ditunjukkan untuk melindungi terhadap infeksi rotavirus oleh passive transfer
antibodi pada hewan. Ibu trans-plasenta IgG mungkin memainkan peran dalam melindungi neonatus
dari infeksi rotavirus, tetapi di sisi lain dapat mengurangi efikasi vaksin. Setelah infeksi oleh rotavirus
ada yang cepat imun bawaan respon yang melibatkan jenis I dan III interferon dan sitokin (terutama
Th1 dan Th2) yang menghambat replikasi virus dan merekrut makrofag, dan sel-sel pembunuh alami
terhadap sel-sel yang terinfeksi rotavirus.
Rotavirus dsRNA mengaktifkan reseptor pengenalan pola seperti tol-seperti reseptor yang
merangsang produksi interferon. Rotavirus protein NSP1 melawan efek dari tipe 1 interferon dengan
cara menekan aktivitas interferon regulasi protein IRF3, IRF5 dan IRF7. Kadar IgG dan IgA dalam
darah, dan IgA di usus berkorelasi dengan perlindungan dari infeksi. Rotavirus spesifik serum IgG
dan IgA tinggi titer (misalnya >1:200) telah mengklaim untuk menjadi pelindung dan terdapat
korelasi yang signifikan antara IgA dan titer vaksin rotavirus khasiat

Sumber : https://www.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/buletin-diare.pdf

III. DIARE AKIBAT JAMUR


 Etiologi
Sejak lama diketahui bahwa jamur candida dapat menyebabkan radang dalam saluran pencernaan.
Adanya candida yang hidup sebagai saprofit (saproba) dalam saluran pencemaan orang sehat,
merupakan halangan untuk memastikan bahwa jamur tersebut sebagai penyebab diare. Oleh karena
sulit membedakan apakah jamur candida yang ditemukan bersifat saproba atau patogen maka jarang
sekali ditemukan laporan mengenai jamur candida sebagai penyabab diare. Jamur candida dikatakan
sebagai patogen ketika terjadi kolonisasi. Kolonisasi Candida dapat ditemukan pada organ yang
normalnya tidak steril misalnya saluran napas atas dan saluran cerna.
 Patofisiologi
Infeksi jamur biasanya didahului oleh kolonisasi yang terjadi akibat perubahan kondisi fisiologis
karena adanya faktor risiko seperti penggunaan antibiotik lama, pasien dengan penurunan daya tahan
tubuh, penggunaan steroid jangka lama, sehingga akan mengakibatkan terganggunya kesimbangan
flora normal dalam saluran nafas yang akan memicu pertumbuhan Candida secara berlebihan. Proses
kolonisasi menjadi sangat penting karena proses tersebut merupakan proses awal terjadinya infeksi.
Koloni candida meningkat pada penderita yang mendapat pengobatan antibiotika yang berspektrum
luas, dan pada penderita diabetes mellitus. Pemakaian antibiotika lama dapat menyebabkan resistensi
dan peningkatan dari kolonisasi Candida spp, karena terjadi penekanan flora endogen. Peningkatan
kolonisasi dapat meyebabkan fungsi dari fagositosis yang kemudian dapat menganggu proses
pertahanan tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke tubuh. Antibiotik memiliki dua efek utama,
secara terapeutik obat ini menyerang organisme infeksius dan juga mengeliminasi bakteri lain yang
bukan penyebab penyakit. Efek lainnya adalah menyebabkan perubahan ekosistem flora normal
sehingga terjadi gangguan ekologi mikrobial alami, ketidakseimbangan flora normal jamur saluran
napas dan kolonisasi akan menginvasi mukosa serta akan berkembang.
Kandida sebagai penyebab diare sampai saat ini masih menimbulkan kontroversi. Menurut Forbes
kandida tidak menyebabkan diare pada anak dengan gizi baik, sedangkan menurut Levine kandida
hanya menyebabkan diare pada keadaan tertentu saja seperti adanya defisiensi imun.
Sumber :
-Forbes D. Faecal candida and diarrhoea. Arch Dis Child
2001; 84:328-31.
-Levine J. Candida-associated diarrhea: a syndrome in
search of credibility. Clin Infect Dis 1995; 21:881-6.
-Laboratorium Mikrobinlogi Me&, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Ujung
PandanDIARE AKIBAT CACING
-Artikel penelitian, jurnal fk unand

Jenis parasite cacing yang dapat menyebabkan diare pada anak adalah strongyloides stercoralis,
trichostrongylus stercoralis, trichuris trichiura.
1. Trichinella spiralis
Karakteristik agens Cacing usus berwarna putih, dapat dilihat dengan mata telanjang. Bentuk yang
dapat ditularkan dari parasit ini adalah kista yang mengandung larva dengan ukuran 0,4 mm x 0,25
mm yang biasanya terkandung dalam daging babi. Pada fase awal trikinelosis, larva yang tertelan
bersama daging akan berkembang dengan cepat menjadi bentuk dewasa di dalam epitelium usus.
Cacing betina menghasilkan larva yang akan menembus pembuluh limfe atau pembuluh vena dan
menyebar ke seluruh tubuh melalui darah. Larva kemudian akan berbentuk kapsul di dalam otot
rangka. Masa inkubasi Fase awal: beberapa hari. Gejala sistemik: 8—21 hari.
 Patofisiologi
Gejala Gejala berkisar dari infeksi yang tidak tampak sampai ke tingkat yang lebih berat dan
berakibat fatal, bergantung pada jumlah larva yang tertelan. Gejala selama invasi awal antara lain
mual, muntah, diare, dan demam. Selama fase penyebaran parasit ke dalam jaringan, mungkin akan
terjadi manifestasi reumatik, sakit dan nyeri otot disertai edema kelopak atas mata, terkadang diikuti
dengan hemoragi subkonjungtival, hemoragi subungual, dan retinal, nyeri dan fotofobia. Rasa haus,
keringat banyak, badan menggigil, lemah, letih, kadar eosinofilia yang meningkat dengan cepat
mungkin terjadi begitu muncul gejala penglihatan.
Reservoir/sumber : Babi, anjing, kucing, tikus, kuda dan mamalia lain di lingkungan sekitar rumah.
Penularan dengan : Menelan daging mentah atau kurang matang yang mengandung larva berkista.
Contoh makanan yang terlibat antara lain daging babi, kuda, binatang buruan (mis., babi liar,
beruang).

2. Trichuris trichiura
 Etiologi
Trichuris trichiura dapat ditemukan baik di negara maju maupun negara berkembang. Diperkirakan
Trichuris trichiura merupakan prevalensi terbesar ketiga infeksi oleh cacing usus dan merupakan
penyebab terbanyak diare karena infeksi cacing. Prevalensi sangat tergantung dari pola sanitasi,
higiene perorangan, dan juga status nutrisi seseorang. Cacing ini terutama ditemukan di daerah panas
dan lembab, seperti Indonesia. Di beberapa daerah di Indonesia, prevalensi masih tinggi seperti yang
dilaporkan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1990/1991; 53% 200 Sari Pediatri, Vol. 4, No. 4,
Maret 2003 pada masyarakat Bali, 36,2% di perkebunan di Sumatra Selatan, 51,6% pada sejumlah
sekolah di Jakarta. Panjang badan cacing betina kira-kira 5 cm, sedangkan cacing jantan 4 cm. Cacing
dewasa ini hidup di kolon asendens dan sekum dengan bagian anterior yang menyerupai cambuk
masuk ke dalam mukosa usus. Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara
3000-10000 butir.
 Patofisiologi
Telur yang dibuahi dikeluarkan dari pejamu bersama tinja. Telur menjadi matang dalam waktu 3
sampai 6 minggu dalam lingkungan tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Telur matang yang
berisi larva merupakan bentuk infektif. Infeksi langsung terjadi bila pejamu menelan telur matang.
Larva keluar melalui telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah dewasa, cacing turun ke usus
bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang
tertelan sampai cacing dewasa betina meletakkan telur kira-kira 30-90 hari. Cacing trichuris terutama
hidup di sekum, akan tetapi dapat juga ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat, cacing
trichuris tersebar di seluruh kolon dan rektum. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa
usus sehingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat
perlekatannya dapat terjadi perdarahan. Selain itu cacing ini menghisap darah pejamu sehingga dapat
menimbulkan anemia.

3. Strongyloides stercoralis
 Etiologi
Larva filariform dalam jumlah besar menembus kulit sehingga timbul kelainan kulit yang dinamakan
creeping eruption yang sering disertai dengan rasa gatal yang hebat.
 Patosifiologi
Infeksi ringan Stronglioides pada umumnya terjadi tanpa diketahui pejamunya karena tidak
menimbulkan gejala. Infeksi sedang dapat menyebabkan rasa sakit seperti tertusuk-tusuk di daerah
epigastrium dan tidak menjalar.
Dapat disertai muntah, mual, diare dan konstipasi saling bergantian.
 Immunologi
a. Saturasi sel mast
Imunoglobulin E berperan pada manifestasi reaksi alergi dan infeksi cacing. Pada infeksi
cacing terjadi pembentukan IgE poliklonal. IgE poliklonal ini bersifat tidak spesifik akan
menempel pada reseptor Fcε sel mast sehingga penempelan IgE spesifik alergen pada sel mast
terhambat dan tidak terjadi degranulasi histamin. Induksi IgE poliklonal ini juga dapat
melindungi cacing dari serangan imunitas host sehingga memungkinkan cacing dapat hidup
lama dan berkembang biak dengan aman dalam tubuh host tanpa menimbulkan gejala dan
tanpa membahayakan cacing itu sendiri.3,17
b. Penghambatan oleh IgG4 (blocking IgG4)
Infeksi cacing akan memodulasi produksi IgG4. Antibodi IgG4 ini akan menghambat
degranulasi sel efektor sehingga menekan reaksi alergi. Antibodi ini mampu menghambat IgE
untuk berikatan dengan alergen dengan cara menetralkan molekul alergen
sebelum alergen tersebut berinteraksi dengan IgE yang terikat pada reseptor sel mast danm
basofil.3,18
c. Modified Th2
Pada infeksi cacing kronis cacing usus, terjadi respon ”modified Th2” yang melibatkan
peranan Treg (Tregulator). Sel Treg ini akan mengekspresikan interleukin 10 (IL-10) dan
transforming growth factor β (TGF-β). Kedua sitokin ini dapat menghambat imunitas seluler
dan inflamasi alergi.18

Sumber : http://jurnal.fk.unand.ac.id 325


Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)
DIARE AKIBAT PROTOZOA
Indonesia sebagai negara berkembang dan negara tropis diperkirakan memiliki angka
kejadian infeksi parasit yang cukup tinggi. Tidak semua parasit dapat menyebabkan diare.
Pengetahuan mengenai jenis parasit yang dapat menyebabkan diare beserta gejala klinisnya
diperlukan dalam tata laksana optimal diare akibat infeksi patogenesis. Infeksi saluran cerna oleh
parasit memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi di seluruh dunia. Berbagai hal dapat menjadi
penyebab tingginya angka prevalensi infeksi parasit diantaranya adalah buruknya sanitasi. Angka
prevalensi tertinggi infeksi saluran cerna oleh parasit didapatkan di negara berkembang dengan
ekonomi rendah terutama di daerah tropis.
Jenis parasit yang dapat menyebabkan diare pada anak adalah protozoa Giardia lamblia dan
Entamoeba histolytica.
A. Giardia lamblia
 Etiologi
Giardia lamblia merupakan penyebab tersering infeksi protozoa pada saluran cerna manusia
dan paling banyak ditemukan di negara-negara berkembang. Prevalensi giardiasis berkisar 10% di
Amerika Utara, Eropa dan hingga mencapai 20%-30% di negara berkembang. Prevalensi tinggi
ditemukan pada anak usia prasekolah dan pada anak dengan gangguan gizi. Infeksi Giardia lamblia
dapat melalui air, makanan, atau langsung melalui rute fekal-oral.
Giardia lamblia mempunyai dua bentuk yaitu bentuk trofozoit dan kista. Meskipun trofozoit
Ditemukan di dalam tinja tetapi trofozoit tidak dapat hidup di luar tubuh manusia. Kista adalah bentuk
infeksius G.lamblia yang resisten terhadap berbagai macam gangguan di luar pejamu dan dapat
bertahan hidup selama sebulan di air atau di tanah. Kista matang yang tertelan oleh pejamu akan
mengalami ekskistasi di duodenum yang dicetuskan oleh adanya asam lambung lalu diikuti dengan
paparan sekresi kelenjar eksokrin pankreas. Dalam proses ekskistasi ini sitoplasma akan membelah
dan terbentuk 2 trofozoit. Saat trofozoit lepas dari kista terjadi perlekatan ke dinding epitel usus dan
terjadi multiplikasi. G.lamblia hidup di duodenum dan di bagian proksimal jejunum dan kadang-
kadang di saluran dan kandung empedu. Pergerakan flagel yang cepat membuat trofozoit bergerak
dari satu tempat ke tempat lain dan dengan batil isapnya melekatkan diri pada epitel usus.
 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya diare pada infeksi giardia lamblia belum jelas. Meskipun mukosa
jejunum terlihat normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya, namun ternyata didapatkan berbagai
bentuk atrofi vilus seperti pemendekan dan distrofi mikrovilus. Aktivitas disakaridase membran
mikrovilus berkurang dan terjadi gangguan transport glukosa yang dipengaruhi natrium. Hal ini
diduga berkaitan dengan sistem imunologik. Pada giardiasis, infiltrasi limfosit timbul sebelum terjadi
pemendekan vili dan ternyata terdapat hubungan antara intensitas infiltrasi limfosit dengan beratnya
malabsorbsi yang terjadi.Peneliti lain mendapatkan secara in vitro bahwa aktivasi sel T dapat
meningkatkan proliferasi sel kripta dan atrofi vili. 10,14,18 Salah satu studi mendapatkan adanya
penurunan asam empedu intralumen pada pasien giardiasis. Giardia akan mengambil asam empedu
dan dimasukkan ke dalam sitoplasmanya dan menyebabkan berkurangnya asam empedu intraluminal.
Hal ini akan menyebabkan pasien akan mengalami malabsorbsi.

B. Entamoeba histolytica
 Etiologi
E.histolytica ditemukan hampir di seluruh dunia, tetapi prevalensi tertinggi didapatkan di
negara-negara berkembang terutama di daerah endemik seperti Durban, Ibadan dan Kampala di
Afrika mencapai 50%. Angka mortalitas diperkirakan 75.000 per tahun. Infeksi E.histolytica dapat
melalui makanan dan air serta melalui kontak manusia ke manusia.
 Patofisiologi
Dalam daur hidupnya Entamoeba histolytica mempunyai 3 stadium yaitu bentuk histolitika,
minuta dan kista. Bentuk histolitika dan minuta adalah bentuk trofozoit. Perbedaan antara kedua
bentuk trofozoit tersebut adalah bentuk histolitika bersifat patogen dan mempunyai ukuran yang lebih
besar dari bentuk minuta. Bentuk histolitika bersifat patogen dan dapat hidup di jaringan hati, paru,
usus besar, kulit, otak, dan vagina. Bentuk ini berkembang biak secara belah pasang di jaringan dan
dapat merusak jaringan tersebut. Minuta adalah bentuk pokok dan tanpa bentuk minuta daur hidup tak
dapat berlangsung. Kista dibentuk di rongga usus besar dan dalam tinja, berinti 1 atau 4 dan tidak
patogen, tetapi dapat merupakan bentuk infektif. Dengan adanya dinding kista, bentuk kista dapat
bertahan hidup terhadap pengaruh buruk di luar badan manusia.
Kista matang yang tertelan mencapai lambung masih dalam keadaan utuh karena kista tahan
terhadap asam lambung. Di rongga usus halus terjadi ekskistasi dan keluarlah bentuk-bentuk minuta
yang masuk ke dalam rongga usus besar. Bentuk minuta ini berubah menjadi bentuk histolitika yang
patogen dan hidup di mukosa usus besar serta menimbulkan gejala. Bentuk histolitika memasuki
mukosa usus besar yang utuh dan mengeluarkan enzim sisstein proteinase yang dapat menghancurkan
jaringan yang disebut histolisin. Kemudian bentuk histolitika memasuki submukosa dengan
menembus lapisan muskularis mukosa, bersarang di submukosa dan membuat kerusakan yang lebih
luas daripada di mukosa usus sehingga terjadi luka yang disebut ulkus amuba. Lesi ini biasanya
merupakan ulkus-ulkus kecil yang letaknya tersebar di mukosa usus, bentuk rongga ulkus seperti
botol dengan lubang sempit dan dasar yang lebar, dengan tepi yang tidak teratur agak meninggi.
Proses yang terjadi terutama nekrosis dengan lisis sel jaringan. Bila terdapat infeksi sekunder,
terjadilah proses peradangan yang dapat meluas di submukosa dan melebar ke lateral sepanjang
sumbu usus. Kerusakan dapat menjadi luas sekali sehingga ulkus-ulkus saling berhubungan dan
terbentuk sinus- sinus dibawah mukosa.Dengan peristalsis usus, bentuk histolitika dikeluarkan
bersama isi ulkus ke rongga usus kemudian menyerang lagi mukosa usus yang sehat atau dikeluarkan
bersama tinja.
Sumber : Agung, herbowo. 2003. Diare akibat parasit. Sari pediatri. 4(4): 198-201

DIARE NON INFEKSI


Penyebab dari diare non infeksi sangat bervariasi dan multifaktorial, namun secara umum dapat
dihubungkan dengan adanya oversekresi pada saluran pencernaan akibat adanya tumor yang memicu
sekresi berlebihan (pada kasus diare sekretorik) serta adanya intake makanan yang mengandung
senyawasenyawa yang sukar diabsorbsi oleh usus halus sehingga menyebabkan perubahan tekanan
osmotik di saluran pencernaan (membuat saluran pencernaan menjadi hiperosmotik) dan
mengakibatkan sekresi cairan ke dalam lumen saluran pencernaan untuk mengimbangi tekanan
osmotik tersebut (pada kasus diare osmotik). Salah satu diare non infeksi adalah faktor malobsorbsi
yaitu Malabsorbsi karbohidrat :
 Etiologi :
Disakarida (intoleransi laktosa ,maltosa, sukrosa) , monosakarida (intolernsi
glukosa , fruktosa , galaktosa ). Melalui berbagai reaksi kimia dan enzimatik di saluran
pencernaan, karbohidrat yang kompleks dihidrolisis menjadi struktur yang mudah diabsorpsi.
Disakarida, dalam hal ini laktosa, oleh enzim laktase dihidrolisis menjadi glukosa dan
galaktosa yang selanjutnya akan diabsorpsi secara cepat ke dalam pembuluh darah porta.
Enzim laktase adalah enzim yang terdapat dalam usus halus, tepatnya di brush border dari vili
usus. Aktivitas enzim ini maksimal terjadi di proksimal hingga pertengahan yeyunum. Enzim
laktase adalah enzim yang terdapat dalam usus halus, tepatnya di brush border dari vili usus.
Aktivitas enzim ini maksimal terjadi di proksimal hingga pertengahan yeyunum.
 Patofisiologi :
Pada bayi yang sehat, laktosa dihidrolisis dan diabsorpsi seluruhnya di usus halus
sehingga tidak ada laktosa yang mencapai usus besar. Bila seorang anak mengkonsumsi
laktosa yang berlebihan atau enzim laktase tidak dijumpai / berkurang, maka laktosa dapat
selanjutnya diabsorpsi. Jika fungsi ini terganggu maka dapat timbul kelainan yang disebut
dengan malabsorpsi laktosa. tidak seluruhnya dihidrolisis dan diabsorpsi. Hal ini
menyebabkan osmolaritas di dalam lumen usus meningkat yang berakibat air tertarik ke
dalam lumen dan merangsang meningkatnya peristaltik. laktosa yang tidak dihidrolisis dan
diabsorpsi akan mencapai usus besar. Laktosa akan difermentasi oleh bakteri di usus besar
dan hasilnya berupa asam lemak rantai pendek, pH yang rendah, dan gas yang mana salah
satunya adalah hidrogen. Lebih kurang 14 - 21 % gas hidrogen tersebut akan dieksresi melalui
udara nafas, sedangkan sisanya dieksresi melalui rektum. Pada intoleransi laktosa dapat
dijumpai gejala klinis berupa diare yang sangat frekuen, cair, bulky, dan berbau asam,
meteorismus, flatulens dan kolik abdomen. Akibat gejala tersebut, pertumbuhan anak akan
terlambat bahkan tidak jarang dapat terjadi malnutrisi.
https://univmed.org/wp-content/uploads/2011/02/Vol.18_no.3_4.pdf
 imunologi :
Intoleransi makanan merupakan reaksi yang merugikan terhadap makanan yang
disebabkan oleh mekanisme non imunologi atau non-IgE tidak melibatkan sistem kekebalan
dan terjadi karena adanya cara tubuh dalam memproses makanan atau komponen dalam
makanan. Ini mungkin disebabkan oleh racun, farmakologis, metabolisme, reaksi pencernaan,
psikologis, idiosinkrasi, atau idiopatik terhadap suatu makanan atau zat kimia dalam makanan
itu. Misalnya, seorang individu bisa tidak toleran terhadap susu bukan karena alergi terhadap
protein susu, tetapi karena ketidakmampuan untuk mencerna laktosa.
JNH (Journal of Nutrition and Health) Vol.7 No.1 2019 46 INTOLERANSI MAKANAN
Food Intolernce Nurizah Program Studi S1 Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang

Anda mungkin juga menyukai