Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN KASUS KELOLAAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIARE


AKUT DEHIDRASI BERAT

DISUSUN OLEH
(NS. ELIS RUSTINI, S.KEP) NIK:
2045.01.22
RUANG PERINATOLOGI

DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT KENAIKAN


JENJANG PERAWAT KLINIS
(JULI – 2022)

RS AN-NISA TANGERANG
JALAN GATOT SUBROTO KM 3 NOMOR
96 CIBODAS – TANGERANG
DAFTAR ISI

Halaman Judul.........................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................................3
1.2 Tujuan.............................................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi...........................................................................................................5
2.2 Etiologi...........................................................................................................5
2.3 Manifestasi Klinis..........................................................................................7
2.4 Patofisiologi...................................................................................................8
2.5 Pathway..........................................................................................................10
2.6 Komplikasi.....................................................................................................11
2.7 Penatalaksanaan.............................................................................................12
2.8 Proses Keperawatan.......................................................................................16
BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN
3.1 Asesment........................................................................................................24
3.2 Analisis Data..................................................................................................29
3.3 Catatan Perkembangan...................................................................................31
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan.........................................................................................................38
4.2 Saran...............................................................................................................38
Daftar Pustaka..........................................................................................................39

Laporan Kasus Kelolaan Page 2


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diare merupakan suatu kondisi dimana individu mengalami buang air dengan
frekuensi sebanyak 3 atau lebih per hari dengan konsistensi tinja dalam bentuk cair
(Sumampow, 2017). Diare merupakan gangguan buang air besar dengan frekuensi
lebih dari 3 kali sehari, konsistensi cair, bisa disertai darah dan atau lender (Sari et
al., 2021).
enurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2017, penyakit diare
merupakan penyebab utama kematian kedua pada anak di bawah lima tahun. Setiap
tahunnya terdapat sekitar 1,7 miliar kasus penyakit diare pada anak-anak dengan
membunuh sekitar 525.000 anak balita (WHO, 2017). United Nation Childhren’s
Fund mencatat sebanyak 5% dari jumlah kematian balita akibat diare terjadi di
kawasan Asia Tenggara. Di Indonesia angka kematian balita akibat diare pada
tahun 2015 sebanyak 8.600 balita yang menempati peringkat 12 dari 15 negara
dengan angka kematian balita tertinggi di dunia dan tertinggi di Asia Tenggara.
India menempati urutan pertama untuk kasus kematian balita mencapai 117.300
balita (Kurniawati dkk, 2019).
Penyakit Diare merupakan penyakit endemis potensial Kejadian Luar Biasa (KLB)
yang sering disertai dengan kematian di Indonesia. Prevalensi diare pada balita
pada tahun 2018-2019 belum ada penurunan angka kejadian yaitu sebesar 11%
pada dengan disparitas antar provinsi pada tahun 2020 antara 5,1% (Kepulauan
Riau) dan 14,2% (Sumatera Utara) (Kementerian Kesehatan RI, 2020).
Kelompok umur dengan prevalensi diare di Indonesia tertinggi yaitu pada
kelompok umur 1-4 tahun sebesar 11,5% dan pada bayi sebesar 9%. Prevalensi
kejadian diare di provinsi Banten berada pada peringkat 9 dari 34 sekitar 12,3 %.
Prevalensi tinggi dibandingkan pada kelompok lainnya yaitu pada perempuan,
daerah perdesaan, pendidikan rendah, dan nelayan relatif lebih (Kementerian
Kesehatan RI, 2020).
Diare sangat umum di Indonesia karena kontrol kesehatan masyarakat yang tidak
efektif dan standar kebersihan yang buruk. Penularan diare pada umumnya
bersumber dari makanan atau minuman yang mengandung patogen penyebab diare.
Penyebab diare pada umumnya disebabkan oleh bakteria dan parasit. Gejala utama

Laporan Kasus Kelolaan Page 3


diare adalah mual, muntah, dan sakit perut. Muntah biasanya reda dalam satu atau

Laporan Kasus Kelolaan Page 4


dua hari. Diare dapat berlangsung hingga 10 hari, tetapi biasanya berlangsung
selama dua atau tiga hari (Anbhuselvam et al., 2019).
Diare membawa kematian lebih cepat pada anak-anak dibanding orang dewasa
karena terjadinya dehidrasi dan malnutrisi (Humrah, 2018). Kematian akibat diare
akut biasanya bukan karena adanya infeksi dari bakteri atau virus, tetapi karena
terjadi dehidrasi. Pada diare yang hebat anak akan mengalami buang air besar
dalam bentuk cair beberapa kali dalam sehari dan sering disertai dengan muntah,
panas, bahkan kejang. Oleh karena itu, tubuh akan kehilangan banyak air dan
garam-garam, sehingga dapat mengakibatkan dehidrasi, asidosis, hipoglikemis,
yang tidak jarang akan berakhir dengan shock dan kematian. Pada bayi dan anak-
anak kondisi ini lebih berbahaya karena cadangan intrasel dalam tubuh mereka
kecil dan cairan ekstra selnya lebih mudah dilepaskan jika dibandingkan oleh orang
dewasa (Kligler & Cohrssen, 2016).
Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan diatas penulis tertarik mengambil laporan
kasus kelolaan dengan judul asuhan keperawatan pada pasien dengan diare akut
dehidrasi sedang.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasikan dan mengimplementasikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan diare akut dehidrasi sedang di ruang perawatan anak RS
Annisa Tangerang.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran diagnosa medis diare akut dehidrasi sedang.
b. Mengatahui asuhan keperawatan pada pasien dengan diare akut
dehidrasi sedang.
c. Melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan diare akut
dehidrasi sedang.

Laporan Kasus Kelolaan Page 5


BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Diare merupakan suatu kondisi dimana individu mengalami buang air dengan
frekuensi sebanyak 3 atau lebih per hari dengan konsistensi tinja dalam bentuk cair
(Sumampow, 2017). Diare merupakan gangguan buang air besar dengan frekuensi
lebih dari 3 kali sehari, konsistensi cair, bisa disertai darah dan atau lender (Sari et
al., 2021). iare ditandai dengan meningkatnya frekuensi Buang Air Besar (BAB) >
3 kali sehari yang disertai perubahan konsistensi tinja dengan atau tanpa lendir atau
darah (Gultom et al., 2018)
Diare atau gastroenteritis adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja
yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 ml per jam tinja), dengan tinja
berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat), dapat pula disertai frekuensi
defekasi yang meningkat (Bolon, 2021).

2.2 Etiologi
Diare biasanya merupakan gejala infeksi pada saluran usus, yang dapat disebabkan
oleh berbagai organisme bakteri, virus dan parasit. Infeksi menyebar melalui
makanan atau air minum yang terkontaminasi, atau dari orang ke orang sebagai
akibat dari kebersihan yang buruk (WHO, 2017). Berikut beberapa faktor risiko
penyebab diare :
2.2.1 Infeksi
Diare adalah gejala infeksi yang disebabkan oleh sejumlah organisme
bakteri, virus dan parasit, yang sebagian besar disebarkan oleh air yang
terkontaminasi tinja. Infeksi lebih sering terjadi ketika ada kekurangan
sanitasi dan kebersihan yang memadai dan air yang aman untuk minum,
memasak dan membersihkan. Rotavirus dan Escherichia coli , adalah dua
agen etiologi paling umum dari diare sedang hingga berat di negara-negara
berpenghasilan rendah. Patogen lain seperti spesies cryptosporidium dan
shigella mungkin juga penting (WHO, 2017). Infeksi enteral ialah infeksi
saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama
gastroenteritis/diare pada balita, menliputi infeksi bakteri seperti E. Coli,
salmonella, shigella, campylobacter, yersinia, aeromonas.

Laporan Kasus Kelolaan Page 6


Infeksi virus seperti enterovirus. Infeksi parasit seperti cacing (ascaris
trichuris, oxyuris, strongyloides), protozoa (entamoeba histolytica, giardia
lamblia, trichomonas hominis dan jamur (candida albicans)) (Bolon, 2021).
2.2.2 Malnutrisi/malabsorbsi
Anak-anak yang meninggal karena diare sering menderita malnutrisi yang
mendasari, yang membuat mereka lebih rentan terhadap diare. Setiap
episode diare, pada gilirannya, membuat kekurangan gizi mereka menjadi
lebih buruk. Diare merupakan penyebab utama malnutrisi pada anak di
bawah lima tahun (WHO, 2017). Malabsorbsi karbohidrat, misalnya
disakarida (intoleransi laktosa, maltola, sukrosa) monosakarida (intoleransi
glukosa, fruktosa dan galaktosa), malabsorbsi lemak dan protein (Bolon,
2021).
2.2.3 Makanan
Makanan basi, beracun, dan alergi makanan (Bolon, 2021). Penyakit diare
juga dapat menyebar dari orang ke orang, diperburuk oleh kebersihan
pribadi yang buruk. Makanan adalah penyebab utama diare lainnya jika
disiapkan atau disimpan dalam kondisi yang tidak higienis. Penyimpanan
dan penanganan air domestik yang tidak aman juga merupakan faktor risiko
yang penting. Ikan dan makanan laut dari air yang tercemar juga dapat
menyebabkan penyakit ini (WHO, 2017).
2.2.4 Sumber Air yang terkontaminasi kotoran
Air yang terkontaminasi kotoran manusia, misalnya, dari limbah, tangki
septik dan jamban, menjadi perhatian khusus. Kotoran hewan juga
mengandung mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare (WHO,
2017).
2.2.5 Psikologis
Memiliki rasa takut dan cemas yang berlebihan (Bolon, 2021).
2.2.6 Pengetahuan ibu
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Heryanto et al (2022) menyatakan
bahwa pengetahuan ibu sangat berhubungan dengan kejadian diare pada
balita, semakin baik pengetahuan ibu, semakin baik pula tindakan terhadap
penanganan diare sehingga angka kejadian menurun.
2.2.7 Kebiasaan menjaga kebersihan peralatan makan
Alat makan yang tidak dicuci dengan bersih dapat menyebabkan organisme

Laporan Kasus Kelolaan Page 7


atau bibit penyakit yang tertinggal akan berkembang biak dan mencemari
makanan yang akan diletakkan di atasnya (Heryanto et al., 2022).

Laporan Kasus Kelolaan Page 8


2.2.8 Kebiasan mencuci tangan
Menurut penelitian Heryanto et al (2022) menyatakan bahwa ada hubungan
erat antara kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare, semakin baik
kebiasaan mencuci tangan maka semakin rendah kejadian diare pada balita.
Mencuci tangan pada air yang mengalir akan lebih terjamin kualitas airnya
dibandingkan dengan air yang terdapat dalam suatu wadah. Mencuci tangan
dalam wadah tidak dapat membersihkan tangan dengan maksimal karena
kotoran-kotoran yang berasal dari tangan tetap berada dalam wadah dan
dapat kembali mengotori tangan.
2.2.9 Cara penyajian susu formula
Cara-cara pemberian baik ASI maupun susu formula melalui botol harus
memperhatikan berbagai hal seperti cara penyajian,cara mencuci botol, dan
cara sterilisasi. Cara yangsalah dalam menggunakan botol susu dapat
menyebabkan bakteri berkembang. Dari berkembangnya bakteri dalam
botol bias mengganggu system pencernaan bayi dan balita, bahkan dapat
menimbulkan diare pada bayi atau balita (Heryanto et al., 2022).

2.3 Manifestasi Klinis


Pasien yang menderita gastroenteritis atau diare, mula-mula cengeng, gelisah, suhu
tubuh meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada kemungkinan timbulnya
diare. Tinja cair mungkin diserai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin
lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus
dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama
makin asam akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak
diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat timbul setelah atau sebelum
diare dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan
keseimabngan asam basa dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai tampak yaitu berat
badan turun, turgor berkurang, rasa haus, mata dan ubun-ubun besar menjadi
cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
Kemudian dapat terjadi diuresis yang berkurang (oliguri sampai dengan anuria)
atau sampai dengan terjadi asidosis metabolik seperti tampak pucat dengan
pernafasan kusmaul (Bolon, 2021).
Menurut buku MTBS (2015) tanda dan gejala diare pada balita usia 2 – 5 tahun
dibagi berdasarkan klasifikasi sebagai berikut :

Laporan Kasus Kelolaan Page 9


2.3.1 Diare dehidrasi berat
Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut : letargis atau tidak sadar, mata
cekung, tidak bisa minum atau malas minum, cubitan kulit perut kembali
sangat lambat.
2.3.2 Diare dehidrasi ringan/sedang
Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut : gelisah, rewl/ mudah marah,
mata cekung, haus/minum dengan lahap, cubitan kulit perut kembali lambat.
2.3.3 Diare tanpa dehidrasi
Tidak cukup tanda-tanda untuk diklasifikasikan sebagai diare dehidrasi
berat atau ringan/sedang.
2.3.4 Diare persisten berat
Diare persisten berat yaitu jika diare selama 14 hari atau lebih yang ditandai
dengan gejala dehidrasi.
2.3.5 Diare persisten
Diare persisten yaitu jika diare selama 14 hari atau lebih yang ditandai
dengan gejala tanpa dehidrasi.
2.3.6 Disentri
Disentri yaitu diare yang ditandai dengan adanya darah dalam tinja

2.4 Patofisiologi
Berbagai faktor yang dapat menyebabkan terjainya diare diantaranya faktor infeksi
dimana proses infeksi diawali dengan masuknya mikrooranisme ke dalam saluran
pencernaan kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang
dapat menurunkan usus. Berikutnya terjadi perubahan dalam kapasitas usus
sehingga menyebabkan gangguan fungsi usus dalam mengabsorpsi cairan dan
elektrolit, dengan adanya toksin bakteri maka akan menyebabkan gangguan
transpor aktif dalam usus akibatnya sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian
sekresi cairan dan elektrolit meningkat. Faktor malabsorbsi merupakan kegagalan
dalam melakukan absorpsi yang mengakibatkan tekanan osmotic meningkat
sehingga terjadi pergeseran cairan dan elektrolit ke dalam usus yang dapat
meningkatkan rongga usus sehingga terjadi diare. Pada faktor makanan dapat
terjadi peningkatan dan penurunan peristaltik yang mengakibatkan penurunan
penyerapan makanan yang kemudian terjadi diare (Yuliastati, Arnis, 2016)

Laporan Kasus Kelolaan Page 10


Diare adalah peningkatan keenceran dan frekuensi tinja yang dapat terjadi akibat
adanya zat terlarut yang tidak dapat diserap tinja, yang disebut diare osmotik, atau
karena iritasi saluran cerna. Penyebab terjadinya iritas adalah infeksi virus dan
bakteri di usus halus distal atau usus besar. Iritasi usus oleh suatu patogen
memengaruhi lapisan mukosa usus, sehingga terjadi peningkatan produk-produk
sekretorik, termasuk mukus. Iritasi oleh mikroba juga memengaruhi lapisan otot
sehingga terjadi peningkatan motilitas. Peningkatan motilitas menyebabkan banyak
air dan elektroit terbuang karena waktu yang tersedia untuk penyerapan zat-zat
tersebut di kolon berkurang (Bolon, 2021).
Gangguan absorpsi cairan dan elektrolit dapat menyebabkan peradangan dan
menurunkan kemampuan intestinal untuk mengabsorpsi cairan dan elektrolit. Hal
ini terjadi karena sindrom malabsorbsi meningkatkan motilitas usus intestinal.
Meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal merupakan
gangguan dari absorbsi dan sekresi cairan elektrolit yang berlebihan. Cairan
sodium potasium dan bikarbonat berpindah dari rongga ekstra seluler ke dalam
tinja sehingga menyebabkan dehidrasi. Kekurangan elektrolit juga dapat
mengakibatkan asidosis metabolik. Individu yang mengalami diare berat dapat
meninggal akibat syok hipovolemik dan kelainan elektrolit (Bolon, 2021).
Komplikasi dari diare bermacam ragam salah satunya adalah dehidrasi yang
merupakan komplikasi dari kejadian diare yang disebabkan karena tubuh
mengalami kehilangan cairan 40-50 ml/kg berat badan, dimana banyaknya
kehilangan cairan menentukan derajat dehidrasi, dan menyebabkan gangguan pada
termoregulasi di hipotalamus anterior sehingga terjadi demam. Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit akan menyebabkan perubahan konsentrasi ion
di ruang ekstraseluler sehingga terjadi ketidakseimbangan potensial membrane
ATP ASE, difusi Na+, K+ kedalam sel, depolarisasi neuron dan lepas muatan
listrik dengan cepat melalui neurotransmitter sehingga timbul kejang. Menurut
Pinkerton et al (2016) di Amerika kejadian diare pada anak usia dini memiliki efek
yang mempengaruhi pada fungsi intelektual anak-anak hingga masa kanak-kanak.

Laporan Kasus Kelolaan Page 11


2.5 Pathway

Hendri & Amin (2013)


2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang intensif perlu dilakukan untuk mengetahui adanya
diare yang disertai kompikasi dan dehidrasi. Pemeriksaan darah perlu dilakukan
untuk mengetahui Analisa Gas Darah (AGD) yang menunjukan asidosis metabolic.
Pemeriksaan feses juga dilakukan untuk mengetahui :
a. Lekosit polimorfonuklear, yang membedakan antara infeksi bakteri dan infeksi
virus.

Laporan Kasus Kelolaan Page 12


b. Kultur feses positif terhadap organisme yang merugikan.
c. Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dapat menegaskan keberatan
rotavirus dalam feses.
d. Nilai pH feses dibawah 6 dan adanya substansi yang berkurang dapat diketahui
adanya malaborbsi karbohidrat.
Menurut Cahyono (2014), terdapat beberapa pemeriksaan laboratorium untuk
penyakit diare, diantaranya :
a. Pemeriksaan darah rutin, LED (laju endap darah), atau CPR (C-reactive
protein). memberikan informasi mengenai tanda infeksi atau inflamasi.
b. Pemeriksaan fungsi ginjal dan elektrolit untuk menilai gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit.
c. Pemeriksaan kolonoskopi untuk mengetahui penyebab diare.
d. Pemeriksaan CT scan bagi pasien yang mengalami nyeri perut hebat, untuk
mengetahui adanya perforasi usus

2.7 Komplikasi
Menurut Maryunani (2010) sebagai akibat dari diare akan terjadi beberapa hal
sebagai berikut:
2.7.1 Kehilangan air (dehidrasi) Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output)
lebih banyak dari pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya
kematian pada diare.
2.7.2 Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis) Hal ini terjadi
karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak tidak
sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya
penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk
metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan
oleh ginjal (terjadi oliguria atau anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na
dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.
2.7.3 Hipoglikemia Hipoglikemia terjadi pada 2–3 % anak yang menderita diare,
lebih sering pada anak yang sebelumnya telah menderita Kekurangan Kalori
Protein (KKP). Hal ini terjadi karena adanya gangguan penyimpanan atau
penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan etabol glukosa.
Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga
40 % pada bayi dan 50 % pada anak– anak.

Laporan Kasus Kelolaan Page 13


2.7.4 Gangguan gizi Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal
ini disebabkan oleh makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut
diare atau muntah yang bertambah hebat, walaupun susu diteruskan sering
diberikan dengan pengeluaran dan susu yang encer ini diberikan terlalu
lama, makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
2.7.5 Gangguan sirkulasi Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock)
hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia,
asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran
menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.
Menurut Ngastiyah (2014) sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan
terjadi kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan
gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolis, hipokalemia), gangguan
gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran bertambah), hipoglikemia,
gangguan sirkulasi darah.

2.8 Penatalaksanaan
Menurut buku MTBS (2015) penatalaksanaan diare dibagi berdasarkan klasifikasi
sebagai berikut :
2.8.1 Diare dehidrasi berat
a. Jika Tidak ada klasifikasi berat lain : Beri cairan untuk dehidrasi berat
dan tablet Zinc sesuai rencana terapi C
b. Jika anak juga mempunyai klasifikasi berat lain : RUJUK SEGERA,
Jika masih bisa minum, berikan ASI dan larutan oralit selama
perjalanan.
c. Jika anak >2 Tahun dan ada wabah kolera di daerah tersebut, beri
antibiotik untuk kolera.
2.8.2 Diare dehidrasi ringan/sedang
a. Beri cairan, tablet Zinc dan makanan sesuai Rencana Terapi B
b. Jika terdapat klasifikasi berat lain : RUJUK SEGERA, Jika masih bisa
minum, berikan ASI dan larutan oralit selama perjalanan.
c. Nasihati kapan kembali segera.
d. Kunjungan ulang 3 hari jika tidak ada perbaikan
2.8.3 Diare tanpa dehidrasi

Laporan Kasus Kelolaan Page 14


a. Beri cairan, tablet Zinc dan makanan sesuai Rencana Terapi A

Laporan Kasus Kelolaan Page 15


b. Nasihati kapan kembali segera.
c. Kunjungan ulang 3 hari jika tidak ada perbaikan.
2.8.4 Diare persisten berat
a. Atasi dehidrasi sebelum dirujuk, kecuali ada klasifikasi berat lain.
b. RUJUK
2.8.5 Diare persisten
a. Nasihati pemberian makan untuk Diare Persisten.
b. Beri tablet zinc selama 10 hari berturut-turut
c. Nasihati kapan kembali segera
d. Kunjungi ulang 3 hari
2.8.6 Disentri
a. Beri antibiotik yang sesuai
b. Beri tablet zinc selama 10 hari berturut-turut
c. Nasihati kapan kembali segera.
d. Kunjungan ulang 3 hari.
Menurut Ngastiyah (2014) dasar penatalaksanaan diare adalah sebagai berikut:
2.8.1 Pemberian cairan: jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah
pemberianya.
a. Cairan per oral. Pada pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan
diberikan per oral berupa cairan yang berisikan NaCL dan NaHCO3,
KCL dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak di atas umur 6
bulan kadar natrium 90 mEq/L.Formula lengkap sering disebut
oralit.Cairan sederhana yang dapat dibuat sendiri (formula tidak
lengkap) hanya mengandung garam dan gula (NaCL dan sukrosa), atau
air tajin yang diberi garam dan gula untuk pengobatan sementara di
rumah sebelum dibawa berobat ke rumah sakit/pelayanan kesehatan
untuk mencegah dehidrasi lebih jauh.
b. Cairan parental. Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang diperlukan
sesuai dengan kebutuhan pasien misalnya untuk bayi atau pasien yang
MEP. Tetapi kesemuanya itu bergantung tersedianya cairan setempat.
Pada umumnya cairan ringer laktat (RL) selalu tersedia di fasilitas
kesehatan dimana saja. Mengenai pemberian cairan seberapa banyak
yang diberikan bergantung dari berat /ringanya dehidrasi, yang

Laporan Kasus Kelolaan Page 16


diperhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat
badanya.
c. Pemberian cairan pasien malnutrisi energi protein (MEP) tipe marasmik.
Kwashiorkor dengan diare dehidrasi berat, misalnya dengan berat badan
3-10 kg, umur 1bln-2 tahun, jumlah cairan 200 ml/kg/24jam. Kecepatan
tetesan 4 jam pertama idem pada pasien MEP.Jenis cairan DG aa. 20
jam berikutnya: 150 ml/kg BB/20 jam atau 7 ml/kg BB/jam atau 1 ¾
tetes/kg/BB/menit ( 1 ml= 15 menit) atau 2 ½ tetes /kg BB/menit (1
ml=20 tetes). Selain pemberian cairan pada pasien-pasien yang telah
disebutkan masih ada ketentuan pemberian cairan pada pasien lainya
misalnya pasien bronkopneumonia dengan diare atau pasien dengan
kelainan jantung bawaan, yang memerlukan caiaran yang berlebihan
pula. Bila kebetulan menjumpai pasien-pasien tersebut sebelum
memasang infuse hendaknya menanyakan dahulu pada dokter.
2.8.2 Dietetik (cara pemberian makanan).
Anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat badan kurang
dari 7 kg jenis makanan:
a. Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandug laktosa rendah dan
asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, almiron atau sejenis lainya)
b. Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim), bila
anak tidak mau minum susu karena di rumah tidak biasa.
c. Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan
missalnya susu yang tidsk mengandung laktosa atau asam lemak yang
berantai sedang atau tidak jenuh.
2.8.3 Obat-obatan. Prinsip pengobatan diare ialah menggantikan cairan yang
hilang melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang
mengandung elektrolit dan glukosa atu karbohidrat lain (gula,air tajin,
tepung beras dan sebagainya). (Ngastiyah, 2014)
2.8.4 Terapi farmakologik
a. Antibiotik
Pengobatan yang tepat terhadap penyebab diare diberikan setelah
diketahui penyebab diare dengan memperhatikan umur penderita,
perjalanan penyakit, sifat tinja. Pada penderita diare, antibiotic boleh
diberikan bila :

Laporan Kasus Kelolaan Page 17


1. Ditemukan bakteri patogen pada pemeriksaan mikroskopik dan atau
biakan.
2. Pada pemeriksaan mikroskopis dan atau mikroskopis ditemukan
darah pada tinja.
3. Secara kinis terdapat tanda-tanda yang menyokong adanya infeksi
maternal.
4. Di daerah endemic kolera.
5. Neonatus yang diduga infeksi nosokomial
b. Obat antipiretik
Obat antipiretik seperti preparat salisilat (asetosol, aspirin) dalam dosis
rendah (25 mg/ tahun/ kali) selain berguna untuk menurunkan panas
akibat dehidrai atau panas karena infeksi, juga mengurangi sekresi
cairan yang keluar bersama tinja.
c. Pemberian Zinc
Pemberianzinc selama diare terbuki mampu mengurangi lama dan
tingkat keparah diare, mengurangi frekuensi buang air besar (BAB),
mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan diare pada
tiga bulan berikutnya (Lintas diare, 2011).

LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare) menganjurkan bahwa semua


penderita diare harus mendapatkan oralit maka target penggunaan oralit adalah
100% dari semua kasus diare yang mendapatkan pelayanan di puskesmas dan
kader. Tahun 2019 secara nasional penggunaan oralit semua umur belum mencapai
target yaitu sebesar 89,3%. Pemberian oralit pada balita relatif lebih tinggi yaitu
sebesar 94,5% (Kementerian Kesehatan RI, 2020)..
Tidak tercapainya target tersebut karena pemberi layanan di Puskesmas dan kader
belum memberikan oralit sesuai dengan standar tata laksana yaitu sebanyak 6
bungkus/penderita diare. Selain itu, masyarakat masih belum mengetahui tentang
manfaat oralit sebagai cairan yang harus diberikan pada setiap penderita diare
untuk mencegah terjadinya dehidrasi (Kementerian Kesehatan RI, 2020).
Selain oralit, balita juga diberikan zink yang merupakan mikronutrien yang
berfungsi untuk mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi
frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja serta menurunkan kekambuhan
kejadian diare pada tiga bulan berikutnya. Penggunaan zink selama 10 hari

Laporan Kasus Kelolaan Page 18


berturut-turut pada saat

Laporan Kasus Kelolaan Page 19


balita diare merupakan terapi diare balita. Pada tahun 2019 cakupan pemberian
zink pada balita diare sebesar 94,7% (Kementerian Kesehatan RI, 2020).

2.9 Proses Keperawatan


2.9.1 Asesmen
2.9.1.1 Anamnesa
a) IdentitasPasien
Nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status
perkawian, alamat, diagnosa medis.
b) Identitas Penanggungjawab
Nama, umur, pedidikan, pekerjaan, agama, alamat, hubungan dengan pasien
c) Keluhan Utama
BAB cair lebih dari 3 kali sehari mungkin disertai lendir atau darah, warna tinja
dapat berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu.
d) Riwayat kesehatan Sekarang
Mula-mula anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu
makan berkurang atau tidak ada, dan kemungkinan timbul diare.Tinja makin
cair mungkin disertai lendir atau darah.Warna tinja berubah menjadi kehijauan
karena bercampur empedu.Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena
sering defekasi dan sifatnya semakin lama semakin asam.Gejala muntah dapat
terjadi sebelum atau sesudahdiare.
e) Riwayat Kesehatan yang lalu
Kelainan yang dapat menimbulkan diare kronik. etiologi diare kronik sangatlah
beragam dan tidak selalu hanya disebabkan kelainan pada usus kelainan
endokrin, kelainan hati, kelainan pankreas, infeksi, keganasan dll. Etiologi
terbanyak dari diare kronik di negara-negara berkembang termasuk Indonesia
yaitu infeksi. Hal ini berbeda dengan etiologi terbanyak di negara maju yaitu
penyakit usus inflamatorik. Walaupun telah diusahakan secara maksimal,
diperkirakan sekitar 10 - 15% penderita diare kronik tidak dapat ditetapkan
etiologinya, mungkin disebabkan kelainan sekresi atau mekanisme
neuroendokrin yang belum diketahui.
f) Pola Fungsional
Berikut adalah pola fungsional yang mungkin muncul pada pasien
gastroenteritis menggunakan pola fungsional:

Laporan Kasus Kelolaan Page 20


a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan.
Kebersihan lingkungan dan makanan yang kurang terjaga.
b. Pola Nutrisi
Diawali dengan mual, muntah, anoreksia, menyebabkan penurunan berat
badan pasien.
c. Pola Eliminasi.
Pola eliminasi akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 x sehari,
BAK sedikit atau jarang.
d. Pola Istirahat Tidur
Pola tidur akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan
menimbulkan rasa tidak nyaman.
e. Pola Aktivitas.
Akan terganggu kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat disentri
abdomen.
f. Pola Nilai dan Kepercayaan.
Kegiatan ibadah terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan
menimbulkan rasa tidak nyaman.
g. Pola Hubungan dan Peran Pasien.
Hubungan dan peran akan terganggu jika pasien sering BAB.
h. Pola Seksual dan Reproduksi.
Menunjukkan status dan pola reproduksi pasien.
i. Pola Kognitif
Menunjukkan tingkat pengetahuan klien tentang penyakit.
2.9.1.2 Asesmen Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien gastroenteritis secara head to toe:
1. Keadaan umum
Volume darah akan berkurang dengan demikian nadi akan cepat dan kecil,
denyut jantung cepat, tekanan darah menurun, kesadaran menurun yang
akhirnya terjadi syok (Suraatmaja, 2010).
2. Kepala
Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit akhirnya tampak
dehidrasi mata anemis rambut terlihat kering (Suraatmaja, 2010).
3. Mata

Laporan Kasus Kelolaan Page 21


Pada pemeriksaan mata jika pasien dehidrasi maka mata pasien tampak cekung
konjungtiva akan terlihat pucat ketika terjadi gangguan nutrisi berat.
4. Hidung
Pada pemeriksan hidung pasien gastroenteritis tidak terjadi gangguan.
5. Telinga
Pada pemeriksaan bagian telinga tidak ditemukan keadaan abnormal pada
penderita gastroenteritis.
6. Mulut
Pada inspeksi maka selaput lendir dan mulut nampak kering dikarenakan telah
banyak kehilangan cairan dan elektrolit (Suraatmaja, 2010).
7. Pernafasan (dada)
Pemeriksaan fisik pada pasien gastroenteritis pada pemeriksaan sistem
pernafasan.
1. Inspeksi: pada pasien gastroenteritis tidak terdapat kelainan bentuk pada
sistem pernapasan.
2. Palpasi: pada pasien gastroenteritis palpasi dada tidak ditemukan kelainan
pada dinding thorax.
3. Perkusi: pada perkusi dada kebanyakan pasien tidak mengalami kelainan
suara perkusi dada.
4. Auskultasi: pada pasien gastroenteritis pemeriksaan auskultasi pada sistem
pernafasan tidak ditemukan kelainan fisik.
8. Sirkulasi
1. Inspeksi: pada pemeriksaan inspeksi pada pasien gastroenteritis pada
pemeriksaan inspeksi tidak tampak kelainan sistem kardiovaskular.
2. Perkusi: pada perkusi pasien penderita gastroenteritis tidak ditemukan
kelainan pada suara perkusi sistem peredaran darah.Palpasi: pada pasien
gastroenteritis bila terjadi dehidrasi berat maka volume darah akan
berkurang dengan demikian nadi akan cepat dan kecil, denyut jantung cepat,
tekanan darah menurun (Suraatmaja, 2010).
3. Auskultasi: pada pemeriksaan suara jantung suara jantung tidak terdapat
suara tambahan namun denyut jantung pada pasien gastroenteritis yang
terjadi dehidrasi berat akan terdengar lemah (Suraatmaja, 2010).
9. Abdomen

Laporan Kasus Kelolaan Page 22


1. Inspeksi: pada pemeriksaan inspeksi pada bagian abdomen akan tampak
perut yang mengecil karena rongga abdomen yang kosong karena defekasi
yang berlebihan. Juga didapati bahwa perut pasien terlihat membesar karena
adanya massa yang terdapat di rongga perut yang mengakibatkan klien diare
seperti tumor usus.
2. Auskultasi: pada pasien penderita gastroenteritis kebanyakan terjadi
peningkatan peristaltik usus.
3. Perkusi: terdengar bunyi timpani pada abdomen karena terjadi penimbunan
gas dalam saluran pencernaan karena malabsorbsi karbohidrat (Lawrence R.
Schiller Dkk, 2017).
4. Palpasi: pada palpasi abdomen terdapat nyeri tekan ringan sampai berat.
10. Muskuloskeletal dan Integumen
1. Inspeksi: pada pasien penderita gastroenteritis pada pemeriksaan bagian
tulang dan ekstremitas tampak penderita diare akut dan yang telah
berlangsung lama nampak kurus dan lemah contohnya pada anak yang
menderita gizi buruk atau marasmus ekstremitas tampak lemah.
2. Palpasi: pada palpasi penderita diare jika terjadi dehidrasi berat maka turgor
kulit pasien akan jelek (Suraatmaja, 2010).
11. Genitalia (Reproduksi)
Pada penderita gastroenteritis tidak ditemukan kelainan yang berarti pada
genetalia
2.9.1.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratrium
1. Pemeriksaan AGD, elektrolit, kalium, kadar natrium serum.
Biasanya penderita diare natrium plasma > 150 mmol/L, kalium > 5 mEq/L
2. Pemeriksaan urin
Diperiksa berat jenis dan albuminurin. Eletrolit urin yang diperiksa adalah
Na+ K+ dan Cl. Asetonuri menunjukkan adanya ketosis.
3. Pemeriksaan tinja
Biasanya tinja pasien diare ini mengandung sejumlah ion
natrium, klorida, dan bikarbonat
4. Pemeriksaan pH, leukosit, glukosa

Laporan Kasus Kelolaan Page 23


Biasanya pada pemeriksaan ini terjadi peningkatan kadar
protein leukosit dalam feses atau darah makroskopik. pH menurun
disebabkan akumulasi asam atau kehilangan basa.
5. Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan
dicurigai infeksi sistemik
Lidia (2017)
b. Pemeriksaan Penunjang
1. Endoskopi
a) Endoskopi gastrointestinal bagian atas dan biopsi D2,
jika dicurigai mengalami penyakit seliak atau Giardia.
Dilakukan jika pasien mengalami mual dan muntah.
b) Sigmoidoskopi lentur, jika diare berhubungan dengan
perdarahan segar melalui rektum.
c) Kolonoskopi dan ileoskopi dengan biopsi, untuk semua
pasien jika pada pemeriksaan feses dan darah hasilnya
normal, yang bertujuan untuk menyingkirkan kanker.
2. Radiologi
a) CT kolonografi, jika pasien tidak bisa atau tidak cocok
menjalani kolonoskopi
b) Ultrasonografi abdomen atau CT scan, jika di curigai
mengalami penyakit bilier atau prankeas

2.9.2 Diagnosis Keperawatan


No Data Masalah Etiologi
1 Penurunan volume Hipovolemia Kehilangan cairan aktif
cairan intravaskuler,
interstisial, dan atau
intraseluler,
kehilangan cairan
aktif, kekurangan
intake cairan, turgor
kulit menurun,
membran mukosa
kering, suhu tubuh
meningkat
2 Suhu tubuh Hipertermi Proses Infeksi
meningkat diatas
rentang normal
tubuh, dehidrasi,

Laporan Kasus Kelolaan Page 24


No Data Masalah Etiologi
kulit merah, kulit
terasa hangat

2.9.3 Rencana Asuhan Keperawatan


No Diagnosis Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia
berhubungan :
dengan kehilangan tindakan keperawatan
- Periksa tanda dan
cairan aktif selama ........ x 24 jam gejala hipovolemia
(HR meningkat
diharapakan status
teraba lemah, TD
cairan dapat meningkat menurun, turgor kulit
menurun, membran
dengan kriteria hasil
mukosa kering,
- Turgor kulit sedang volume urin
menurun, hematokrit
- Membran mukosa
meningkat, haus,
sedang lemah)
- Monitor intake dan
- Keluhan haus
output cairan
sedang - Hitung kebutuhan
cairan
- Perasaan lemah
- Berikan asupan
sedang cairan oral
- Anjurkan
- Intake cairan
memperbanyak
sedang asupan cairan oral
- Anjurkan
- Suhu tubuh sedang
menghindari
perubahan posisi
mendadak
- Kolaborasi
pemberian cairan IV
isotonis (NaCl, RL)

Manajemen Diare :
- Identifikasi penyebab
diare
- Identifikasi riawayat
pemberian makanan
- Monitor warna,
volume,frekuensi,dan
konsistensi tinja
- Monitor tanda dan
gejala hypovolemia

Laporan Kasus Kelolaan Page 25


No Diagnosis Tujuan Intervensi
Keperawatan
-
Monitor iritasi dan
ulserasi kulit di
daerah peri anal
- Monitor jumlah
pengeluaran diare
- Monitor keamanan
penyiapan makanan
- Berikan asupan
cairan oral
- Ambil sample feses,
jika perlu
- Anjukan makanan
porsi kecil dan sering
secara bertahap
- Anjurkan
menghindari
makanan pembentuk
gas, pedas dan
mengandung laktosa
2. Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen hipertermia :
berhubungan
dengan proses tindakan keperawatan - Identifikasi
pernyakit selama ........ x 24 jam penyebab
diharapakan status hipertermia
cairan dapat meningkat - Monitor suhu tubuh
dengan kriteria hasil - Monitor haluaran
- Kulit merah sedang urine
- Pucat sedang - Sediakan
- Suhu tubuh sedang lingkungan yang
- Suhu kulit sedang dingin
- Longgarkan atau
lepaskan pakaian
- Berikan cairan oral
1-2 liter per hari
- Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena, jika perlu
Kompres panas/dingin

Laporan Kasus Kelolaan Page 26


No Diagnosis Tujuan Intervensi
Keperawatan
- Jelaskan prosedur
penggunaan
kompres hangat
- Lakukan kompres
hangat
Edukasi dehidrasi
- Anjurkan
memperbanyak
minum
- Anjurkan
mengkonsumsi buah
yang mengandung
banyak air
- Ajarkan cara
pemberian oralit
- Ajarkan menilai
status dehidrasi
dengan melihat
warna urin

Laporan Kasus Kelolaan Page 27


BAB III
LAPORAN KASUS KELOLAAN

3.1 Asesmen
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : By.
No. RM : 1452XXX
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kp.Katomas, RT02/RW01, Tigaraksa
Tanggal Lahir : 06/12/2018
Tanggal Masuk : 29/01/2022
3.1.2 Keluhan Utama
Ot mengatakan anaknya demam sejak 3 hari smrs, demam masih naik
turun, mual, muntah sebanyak 2x smrs, diruangan 4 kali, BAB cair
sebanyak 3x smrs, diruangan 2 kali, nafsu makan menurun, lemas
3.1.3 Riwayat Kesehatan yang lalu
a. Riwayat Penyakit dahulu : Tidak ada
b. Riwayat pengobatan : Tidak ada
3.1.4 Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada
3.1.5 Riwayat Kelahiran dan Imunisasi
a. Riwayat kelahiran : Lahir di RS secara Sectio Secaria
b. Kesulitan Persalinan : Terlilit tali pusat
c. Riwayat imunisasi : Belum lengkap
3.1.6 Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Ekonomi-Cultural-Spiritual
a. Aspek biologis fisiologis : Terpenuhi
b. Aspek psikologis : Tenang tidak ada masalah
c. Aspek sosial : Hubungan dengan orang lain baik
d. Aspek spiritual : Butuh pendampingan keluarga
e. Aspek ekonomi : 5-10 jt
f. Aspek cultural : Berobat untuk sembuh
3.1.7 Riwayat Alergi : Tidak ada
3.1.8 GCS
a. Eye : spontan normal (4)
b. Verbal : verbal adekuat (5)

Laporan Kasus Kelolaan Page 28


c. Motorik : gerakan motorik normal sesuai perintah (6)
Total Score dan Kesadaran Pasien : 15, Compos Mentis
3.1.9 Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
a. Kondisi keadaan umum : Sedang
b. Pernapasan : 24 x/m
c. Nadi : 135x/m
d. Suhu : 38.1oC
e. BB : 12.3 Kg
f. Tinggi Badan : 95 cm
g. Pupil : 2/2
h. Reaksi Cahaya : +/+
3.1.10 PEWS
a. Behavior : aktif (0)
b. Cardiovaskuler : warna kulit pink capilary refiil 1-2 detik (0)
c. Respirasi : normal tidak ada restraksi (0)
d. Inhalasi tiap 15 menit : tidak (0)
e. Muntah setelah pembedahan : tidak (0)
Total Skore PEWS awal : 0
3.1.11 Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : TAK
b. Mata : pupil isokor, diameter 2/2
c. Mulut : mukosa bibir kering
d. Kulit : warna kulit pink/kemerahan, akral hangat, turgor elastis, ptekie
tidak ada
e. Hidung : TAK
f. Telinga : TAK
g. Gigi : TAK
h. Lidah : TAK
i. Tenggorokan : TAK
j. Leher : TAK
k. Dada : suara napas vesikuler, tidak ada penggunaan otot bantu napas,
pola napas eupnea, irama jantung reguler, CRT < 3 detik
l. Abdomen : distensi tidak ada, abdomen supel peristaltik usus 20 x/m
m. Ekstremitas : TAK

Laporan Kasus Kelolaan Page 29


Gerakan : Aktif
Kekuatan otot tangan kanan dan kiri : 5/5 mampu menggerakkan
persendian dalam lingkup gerak penih, mampu melawan gratifitasi dan
mampu melawan dengan tahanan penuh
Kekuatan oto kaki kanan dan kiri : 5/5 mampu menggerakkan
persendian dalam lingkup gerak penih, mampu melawan gratifitasi dan
mampu melawan dengan tahanan penuh
n. Genetalia : TAK
o. Anus : TAK
3.1.12 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
a. Kemampuan Bicara : Normal
b. Perilaku Sosial : TAK
c. Motorik Halus : Normal
3.1.13 Skrining Gizi
a. Apakah pasien tampak kurus ? Tidak (0)
b. Apakah pasien mengalami penurunan berat badan satu bulan terakhir?
Tidak (0)
c. Apakah terdapat salah satu kondisi berikut? *Diare ≥5/hari dan atau
muntah ≥3x/hari dalam seminggu terakhir? Asupan makanan
berkurang selama 1 minggu terakhir? Ya (1)
d. Apakah terdapat penyakit atau keadaan yang mengakibatkan pasien
berisiko mengalami malnutrisi? Tidak (0)
Total Score : 1
3.1.14 Pola Kebiasaan Pasien
a. Nutrisi : TAK
b. Eliminasi : TAK
c. Istirahat/Tidur : TAK
d. Perawatan Diri : TAK
e. Aktivitas : TAK
3.1.15 Skrining Risiko Cedera/Jatuh
a. Umur : 3-7 tahun (3)
b. Jenis Kelamin : Perempuan (1)
c. Diagnosa : Respiratory, dehidrasi, anemia, anoreksi, syncope (3)
d. Gangguan kognitif : keterbatasan daya pikir (3)

Laporan Kasus Kelolaan Page 30


e. Faktor lingkungan : pasien di tempat tidur standar (2)
f. Respon terhadap pembedahan, obat penenang dan anestesi : >48 jam /
tidak ada respon (1)
g. Penggunaan obat-obatan : pengobatan lain/tanpa obat (1)
Total Score : 14, Resiko Jatuh Tinggi
Keterangan :
- Melakukan semua pedoman pencegahan risiko rendah dan sedang
- Memasang stiker jatuh pada gelang identitas
- Mengunjungi dan memonitor pasien setiap 2 jam (jika belum
pulang/pindah ke ruangan)
- Lakukan semua panduan pencegahan risiko rendah
- Pasang stikes risiko jatuh pada pintu pasien
3.1.16 Status Fungsional
a. Mengendalikan Rangsang Buang Air Besar (BAB) : kadang-kadang
tidak terkendali (1x/dalam 24 jam) (1)
b. Mengendalikan Rangsang Buang Air Kecil (BAK) : kadang-kadang
tidak terkendali (1x/dalam 24 jam) (1)
c. Membersihkan diri (cuci muka, sisir rambut, sikat gigi) : butuh
pertolongan orang lain (0)
d. Penggunaan toilet masuk dan keluar (melepaskan, memakai celana,
membersihkan, menyiram) : tergantung pertolongn orang lain (0)
e. Makan : perlu dibantu memotong makanan (1)
f. Berubah sikan dari berbaring ke duduk : bantuan sedikit (verbal dan
fisik) (0)
g. Berpindah/berjalan : berjalan dengan bantuan 1 orang (2)
h. Memakai baju : tergantung orang lain (0)
i. Naik turun tangga : butuh pertolongan (1)
j. Mandi : tergantung orang lain (0)
Total Score : 6, Ketergantungan
Total
3.1.17 Pengkajian Kebutuhan Informasi dan Edukasi
a. Bahasa : Indonesia
b. Gangguan Bahasa : Tidak
c. Pendidikan Pasien/Keluarga : SMA/SMK

Laporan Kasus Kelolaan Page 31


d. Budaya/suku/etnis : Sunda

Laporan Kasus Kelolaan Page 32


e. Kebutuhan Edukasi : proses penyakit, pencegahan risiko, obat-obatan,
diet dan nutrisi
3.1.18 Perencanaan Pemulangan Pasien
a. Kebutuhan perawatan di rumah : perawatan di rumah
b. Orang yang merawat pasien di rumah : orang tua
c. Pengobatan lanjutan : Rumah Sakit
d. Kemampuan pasien dalam perawatan diri : sepenuhnya dibantu orang
lain
e. Lingkungan rumah : edukasi pasien/keluarga tentang lingkungan yang
baik untuk pasien
f. Kesiapan pasien dan keluarga : Perlu kontrol
g. Transportasi : kendaraan Pribadi
3.1.19 Data Penunjang
a. Hasil Laboratorium
1. Darah Lengkap :
Hemoglobin 9.4* gr/dL
Leukosit 2490* Sel/μL
Hitung Jenis
Eosinofil 0* %
Basofil 0 %
Netrofil Batang 0* %
Netrofi Segment 49* %
Limfosit 48* %
Monosit 3 %
Eriytrosit 4.32* 10^6/μL
Hematokrit 29* %
Trombosit 287 10^3/μL
2. WIDAL
Sallmonela Paratyphi +1/160
Sallmonela Paratyphi +1/160
Sallmonela Paratyphi +1/160.
3. Electrolite
Natrium 131* mg/dL
Kalium 3.16* mg/dL

Laporan Kasus Kelolaan Page 33


Chlorida 97 mg/dL
4. Faeses Lengkap :
Warna hijau, lendir (+), sisa makanan (+), epitel (+), bakteri (+),
darah samar (+)
5. Swab Antigen Covid-19 NEGATIF
b. Terapi medis yang diberikan oleh dr Ari Mulyani Sp.A
1. Kaen 3B 10 tpm
2. Paracetamol syrup 4 x 5 ml
3. Zink Syrup 1 x 5 ml
4. Lacto B 2 x 1 sachet
5. Metronidazole 3 x 2,5 ml
6. Ondancentron 2 x 1,5 mg
7. Paracetamol Infus 125 mg (jika suhu lebih dari 38.5oC)
3.2 Analisis Data
(Berisi analisis data sesuai data yang ada pada pasien kelolaan)
No Data Masalah Etiologi
1. DS : Hipovolemia Kehilangan cairan
Ot mengatakan aktif
anaknya demam
sejak 3 hari smrs,
demam masih naik
turun, mual,
muntah sebanyak
2x smrs, diruangan
4 kali, BAB cair
sebanyak 3x smrs,
diruangan 2 kali,
nafsu makan
menurun, lemas

DO :
- RR : 24 x/m
- HR : 135x/m
- Spo2 98 %
dengan nafas
spontan
- S : 38.1oC
- Membran
mukosa kering

Laporan Kasus Kelolaan Page 34


No Data Masalah Etiologi
- Lemas

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. Hipovolemia

3.4 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa SLKI SIKI
1. Hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia :
tindakan - Periksa tanda dan gejala
keperawatan hipovolemia (HR meningkat
selama 7 jam teraba lemah, TD menurun,
diharapakan status turgor kulit menurun,
cairan dapat membran mukosa kering,
meningkat dengan volume urin menurun,
kriteria hasil hematokrit meningkat, haus,
- Turgor kulit lemah)
elastis - Monitor intake dan output
- Membran cairan
mukosa lembab - Hitung kebutuhan cairan
- Frekuensi Nadi - Berikan asupan cairan oral
80-120 x/menit - Anjurkan memperbanyak
- Keluhan haus asupan cairan oral
sedang - Anjurkan menghindari
- Perasaan lemah perubahan posisi mendadak
sedang - Kolaborasi pemberian cairan
- Intake cairan IV isotonis (NaCl, RL)
sedang
- Suhu tubuh Manajemen Diare :
(36.5-37.5oC) - Identifikasi penyebab diare
- Identifikasi riawayat
pemberian makanan
- Monitor warna,
volume,frekuensi,dan
konsistensi tinja
- Monitor tanda dan gejala
hypovolemia
- Monitor iritasi dan ulserasi
kulit di daerah peri anal
- Monitor jumlah pengeluaran
diare
- Monitor keamanan
penyiapan makanan
- Berikan asupan cairan oral
- Ambil sample feses, jika
perlu

Laporan Kasus Kelolaan Page 35


No Diagnosa SLKI SIKI
- Anjukan makanan porsi kecil
dan sering secara bertahap
- Anjurkan menghindari
makanan pembentuk gas,
pedas dan mengandung
laktosa

3.5 Catatan Perkembangan


Tanggal/
Profesi Catatan Perkembangan Instruksi Nama
Jam
30/01/2022 Perawat S: - FU hasil Intan
01.00 Ot mengatakan anaknya DR Mustika
demam sejak 3 hari smrs,
- Lapor dr. Dewi
demam masih naik turun,
mual, muntah sebanyak 2x Amin, Sp.A
smrs, diruangan 4 kali,
terkait hasil
BAB cair sebanyak 3x
smrs, diruangan 2 kali, Elektrolit
nafsu makan menurun,
Melalui via
lemas
O: whatsapp
Os datang dari IGD jam jawaban
01.00 WIB dengan DADS, belum ada
leukopenia, febris hari ke 4,
Keadaan umum sakit
sedang, Kes Compos
Mentis, GCS 15 (E4M6V5).
Hemodinamik HR 132
x/menit, s 36.5 c, rr 24
x/menit, spo2 99 % dengan
nafas spontan. akral hangat,
turgor kulit elastis, nadi
kuat, membran mukosa
kering, pola napas eupnea,
retraksi dinding dada tidak
ada, bunyi napas vesikuler,
CRT < 3 detik, abdomen
supel (+), bising usus (+),

Laporan Kasus Kelolaan Page 36


skala nyeri 0, PEWS 0,
BAB dan BAK spontan. Os
terpasang Kaen 3B 10 tpm
makro. Infus lancar,
plebitis tidak ada,
kemerahan tidak ada. Hasil
Lab Darah Lengkap :
Hemoglobin 9.4* gr/dL
Leukosit 2490* Sel/μL
Hitung Jenis Eosinofil 0*
% Basofil 0 % Netrofil
Batang 0* % Netrofi
Segment 49* % Limfosit
48* % Monosit 3
% 20 Eriytrosit 4.32*
10^6/μL Hematokrit 29* %
Trombosit 287 10^3/μL,
WIDAL Sallmonela
Paratyphi +1/160
Sallmonela, Paratyphi
+1/160 Sallmonela
Paratyphi +1/160.
Electrolite Natrium 131*
mg/dL Kalium 3.16*
mg/dL Chlorida 97 mg/dL
Swab Antigen Covid-19
NEGATIF
A:
Hipovolemia
P:
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 7

Laporan Kasus Kelolaan Page 37


jam diharapkan Status
Cairan Membaik dengan
Kriteria Hasil : - Turgor
kulit elastis - Perasaan
lemah : Menurun - Keluhan
haus : Menurun - Frekuensi
nadi : 80-120 x/menit -
Membran mukosa :
Membaik - Intake cairan :
200 cc/jam - Suhu tubuh :
36.5 - 37.5 c
Tindakan
- periksa tanda dan gejala
hipovolemia (HR
meningkat teraba lemah,
TD menurun, turgor kulit
menurun, membran mukosa
kering, volume urin
menurun, hematokrit
meningkat, haus, lemah) -
monitor intake dan output
cairan - Berikan asupan
cairan oral – Anjurkan
memperbanyak asupan
cairan oral – Anjurkan
menghindari perubahan
posisi mendadak –
Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (NaCl,
RL) -
Identifikasi penyebab diare
- Identifikasi riawayat
pemberian makanan -

Laporan Kasus Kelolaan Page 38


Identifikasi gejala
invaginasi - Monitor warna,
volume, frekuensi, dan
konsistensi tinja
- Monitor iritasi dan
ulserasi kulit di daerah peri
anal – Monitor jumlah
pengeluaran diare -
Monitor keamanan
Penyiapan makanan -
Berikan asupan cairan oral
- Ambil sample feses, jika
perlu - Anjukan makanan
porsi kecil dan sering
secara bertahap - Anjurkan
menghindari makanan
pembentuk gas, pedas dan
mengandung
laktosa
31/01/2022 Perawat S: Observasi ku Intan
02.28 Ot mengatakan anaknya dan ttv Mustika
demam masih naik turun, Dewi
bab
cair 4 kali malam ini,
lemas, nafsu makan
berkurang
O:
Keadaan umum sakit
sedang, Kes Compos
Mentis, GCS 15
(E4M6V5).
Hemodinamik HR 132
x/menit, s 36.5 c, rr 24
x/menit, spo2 99 % dengan
nafas spontan. akral hangat,
Laporan Kasus Kelolaan Page 39
Laporan Kasus Kelolaan Page 40
turgor kulit elastis, nadi
kuat, membran mukosa
kering, pola napas eupnea,
retraksi dinding dada tidak
ada, bunyi napas vesikuler,
CRT < 3 detik, abdomen
supel (+), bising usus (+),
skala nyeri 0, PEWS 0,
BAB dan BAK spontan. Os
terpasang Kaen 3B 10 tpm
makro. Infus lancar,
plebitis tidak ada,
kemerahan tidak ada
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 7
jam diharapkan Status
Cairan Membaik dengan
Kriteria Hasil : - Turgor
kulit elastis - Perasaan
lemah : Menurun - Keluhan
haus : Menurun - Frekuensi
nadi : 80-120 x/menit -
Membran mukosa :
Membaik - Intake cairan :
200 cc/jam - Suhu tubuh :
36.5 - 37.5 c
Tindakan
- periksa tanda dan gejala
hipovolemia (HR
meningkat teraba lemah,
TD menurun, turgor kulit

Laporan Kasus Kelolaan Page 41


menurun, membran mukosa
kering, volume urin
menurun, hematokrit
meningkat, haus, lemah) -
monitor intake dan output
cairan - Berikan asupan
cairan oral – Anjurkan
memperbanyak asupan
cairan oral – Anjurkan
menghindari perubahan
posisi mendadak –
Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (NaCl,
RL) -
Identifikasi penyebab diare
- Identifikasi riawayat
pemberian makanan -
Identifikasi gejala
invaginasi - Monitor warna,
volume, frekuensi, dan
konsistensi tinja
- Monitor iritasi dan
ulserasi kulit di daerah peri
anal – Monitor jumlah
pengeluaran diare -
Monitor keamanan
Penyiapan makanan -
Berikan asupan cairan oral
- Ambil sample feses, jika
perlu - Anjukan makanan
porsi kecil dan sering
secara bertahap -
Anjurkan
menghindari makanan

Laporan Kasus Kelolaan Page 42


pembentuk gas, pedas dan
mengandung
laktosa

Laporan Kasus Kelolaan Page 43


BAB IV
PENUTUP

1.1 Simpulan
Diare akut yaitu diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang
sebelumnya sehat. Diare akut merupakan penyebab utama keadaan sakit pada anak-
anak balita. Diare akut juga di definisikan sebagai keadaan peningkatan dan
perubahan tiba tiba frekuensi defekasi yang sering disebabkan oleh agens infeksius
dalam traktus GI. Diare akut biasanya sembuh sendiri (lamanya sakit kurang dari
14 hari ) dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi.

1.2 Saran
Adanya pengarahan lengkap, efektif, dan efisien, yang berupa sikap pencegaha
lebih lanjut dan perbaikan perilaku yang lebih efisien terhadap keluarga pasien.
Adanya edukasi terhadap keluarga pasien yang lebih ditekankan pada aspek
perubahan perilaku, di antaranya tentang pencegahanprimer (penyediaan airbersih,
tempat pembuangantinja, status gizi, kebiasaan mencucitangan, imunisasi),
pencegahansekunder (pemberian oralit /rehidrasi dan mengatasi penyebab diare
dengan obat sesuai dengan resep dokter), pencegahantersier (mengkonsumsi
makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan dan beri dukungan secara
mental psikologis kepada anak) Diharapkan dapat membantu pasien mencegah
diare akut dehidrasi sedang pada anak.

Laporan Kasus Kelolaan Page 44


DAFTAR PUSTAKA

Anbhuselvam, V. L., Karyana, I. P. G., & Purniti, N. P. S. (2019). Implementasi lintas


diare dan penggunaan obat antidiare pada anak dengan diare. Intisari Sains Medis,
10(3), 817–820. https://doi.org/10.15562/ism.v10i3.488
Bolon, C. M. T. (2021). Gastroenteritis Pada Balita Dan Peran Pola Asuh Orang Tua.
Yayasan Kita Menulis.
Gultom, M. M. K., Onibala, F., & Bidjuni, H. (2018). Hubungan Konsumsi Makanan
Jajanan dengan Diare pada Anak di SDN 3 Gogagoman kecamatan Kotamobagu
Barat Kota Kotamobagu. E-Journal Keperawatan, 6(1), 1–7.
Heryanto, E., Sarwoko, S., & Meliyanti, F. (2022). Faktor Risiko Kejadian Diare pada
balita di UPTD Puskesmas Sukaraya Kabupaten Oku Tahun 2021. Indonesian
Journal of Health and Medical, 2(1), 10–21.
http://ijohm.rcipublisher.org/index.php/ijohm%0AFAKTOR
Humrah, Iis, S., Amelia, W., & Mukarramah. (2018). Gambaran Pengetahuan Ibu Balita
Dalam Penanganan Awal Balita Diare Di Desa Bone Kec. Bajeng Kab. Gowa Tahun
2017. Jurnal Bidan “Midwife Journal,” 5(01), 1–7.
Kementerian Kesehatan RI. (2020). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019. Kementerian
Kesehatan RI.
Kligler B., Cohrssen A. (2016) Harmful practices in the management of childhood diarrhea
in low- and middle-income countries: a systematic review. Serbia.. 143:755-762.
Kurniawati 2019.Analisis Sanitasi Dasar Lingkungan Dengan Kejadian Diare Balita Di
Kelurahan Babakansari Kecamatan Kiaracondong Bandung. Window of Health
Jurnal Kesehatan ,Vol. 04No. 01 (Januari, 2021) : 75-84E-ISSN 2614-5375
Sari, P., Solihat, L. L., Mardianti, Pratama, M., Mirqotussyifa, Rustami, M., Caterina, M.,
Rustami, M., & Daetun, M. (2021). Meningkatkan Pengetahuan Mengenai
Penanganan Diare Pada Anak Melalui Penyuluhan Kesehatan. Jurnal Pengabdian
Masyarakat Berkemajuan, 4(2), 70–73.
Sumampow, O. J. (2017). Diare Balita Suatu Tinjauan dari Bidang kesehatan Masyarakat.
Deepublish.
WHO. (2017). Diarrhoeal disease. World Health Organization.

Laporan Kasus Kelolaan Page 45

Anda mungkin juga menyukai