A. Latar Belakang
kebutuhan akan bahan pangan, bahan bakar, tempat pemukiman serta limbah
domestik/non domestik juga bertambah dengan cepat. Pertumbuhan populasi ini telah
baik, hal ini berakibatkan masih tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena
berbagai penyakit. Salah satu penyakit terbanyak yang disebabkan oleh buruknya
sanitasi di lingkungan masyarakat adalah diare, yaitu penyakit yang ditandai dengan
bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (3 kali atau lebih dalam
sehari) yang disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari penderita. (Depkes RI,
2002).
Utara pada tahun 2013 terdapat 203.317 kasus diare di sarana kesehatan dengan
angka kematian sebanyak 12 kasus. Di medan pada tahun 2013 terdapat 26.243 kasus
Metode
Hasil
lingkungan buruk terdapat 10 orang penderita Diare dan 50 orang yang negatif.
Sedangkan dari 22 orang dengan sanitasi baik terdapat 1 orang penderita Diare dan 21
orang yang negatif. Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara sanitasi
Tapian Nauli
1.2 PENDAHULUAN
Sebagai negara yang berkembang, negara kita masih banyak menghadapi masalah
kesehatan, diantaranya masih tingginya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit
menular yang disebabkan oleh masih buruknya kondisi sanitasi lingkungan dan perilaku
masyarakat terhadap pola hidup sehat yang masih kurang. Upaya menjaga dan
sanitasi lingkungan. Upaya sanitasi lingkungan sangat penting dan menjadi kebutuhan
1 Menurut Hendrik L. Blum dalam Slamet (2004), faktor lingkungan merupakan salah
satu faktor yang dominan dalam mempengaruhi status kesehatan manusia. Lingkungan
Menurut WHO (2008), dikatakan diare bila keluarnya tinja yang lunak atau cair dengan
frekuensi tiga kali atau lebih sehari semalam dengan atau tanpa darah atau lendir
dalam tinja. Sedangkan menurut Depkes (2000), diare adalah buang air besar lembek
atau cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih dari tiga kali atau lebih
dalam sehari. Jenis diare dibagi menjadi tiga yaitu: 1. Disentri yaitu diare yang disertai
darah dalam tinja. 2. Diare persisten yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari
secara terus menerus. 3. Diare dengan masalah lain yaitu diare yang disertai penyakit
lain, seperti: demam dan gangguan gizi. Berdasarkan waktunya, diare dibagi menjadi
dua yaitu dare akut dan diare kronis. Diare yang berlangsung kurang dari 14 hari
disebut diare akut, sedangkan diare yang lebih dari 14 hari disebut diare kronis
(Widjaja, 2002).
Diare akut merupakan masalah umum yang ditemukan di seluruh dunia. Di Amerika
Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada
menunjukkan bahwa diare akut karena infeksi menempati peringkat pertama sampai
dengan keempat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit (Hendarwanto,
2006). Diare sekitar 200-400 per tahun. Dari angka prevalensi tersebut, 70%-80%
menyerang anak dibawah usia lima tahun (balita). Golongan umur ini mengalami dua
sampai tiga episode diare per tahun. Diperkirakan kematian anak akibat diare sekitar
200-250 ribu setiap tahun (Widoyono, 2008). Penyebab diare terutama diare yang
Campylobacter jejuni, dan Escherichia coli. Disentri berat umumnya disebabkan oleh
dipandang penting untuk mendekati pasien diare akut yang disebabkan oleh infeksi.
Diare bukanlah penyakit yang datang dengan sendirinya. Biasanya ada yang menjadi
pemicu terjadinya diare. Beberapa faktor penyebab diare yaitu faktor infeksi disebabkan
oleh bakteri Escherichia coli, Vibrio cholerae (kolera) dan bakteri lain yang jumlahnya
berlebihan. Faktor makanan, makanan yang tercemar, basi, beracun dan kurang
matang. Faktor psikologis dapat menyebabkan diare, cemas dan tegang dapat
mengakibatkan diare (Widjaja, 2002). Usus besar tidak hanya mengeluarkan air secara
berlebihan tapi juga elektrolit. Kehilangan cairan dan elektrolit melalui diare ini
penderita diare. Diare dapat merupakan efek samping banyak obat terutama antibiotik.
Selain itu, bahan-bahan pemanis buatan seperti sorbitol dan manitol yang ada dalam
permen karet serta produk-produk bebas gula lainnya dapat menimbulkan diare. Hal ini
bisa terjadi pada anak-anak dan orang dewasa yang memiliki kadar dan fungsi hormon
yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi empat kali atau
lebih dalam sehari, yang kadang disertai muntah, badan lesu atau lemah, panas, tidak
nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan muntah-muntah dapat
mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba
menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau
kelesuan, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut pada anak-anak dan
orang dewasa, serta gejal-gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau
kejang, dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan
tinja mengandung darah atau demam tinggi (Green, 2009). Diare bisa menyebabkan
kehilangan cairan dan elektrolit (misalnya natrium dan kalium), sehingga bayi menjadi
rewel atau terjadi gangguan irama jantung maupun perdarahan otak. Diare seringkali
bibir kering. Dehidrasi sedang menyebabkan kulit keriput, mata dan ubun-ubun menjadi
cekung (pada bayi yang berumur kurang dari 18 bulan) dan dehidrasi berat bisa
Adapun Penyakit Diare merupakan penyebab penyakit langsung antara lain infeksi
bakteri virus dan parasit, malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia maupun
keracunan oleh racun yang diproduksi oleh jasad renik, ikan, buah dan sayur-sayuran
(Suharyono, 2009). Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral
antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak
1. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa
jam pada suhu kamar, maka akan tercemar dan kuman akan berkembang biak.
Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan di rumah.
Pencemaran di rumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau
apabila tangan yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat
penyimpanan.
3. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja.
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua
faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuagan tinja. Kedua faktor ini akan
berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat
karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak
sehat, seperti makanan dan minuman maka dapat menimbulkan kejadian diare (Depkes
RI, 2000). Pada pertengahan abad ke-15 para ahli kedokteran telah menyebutkan
fisik atau daya tahannya terhadap penyakit kurang, akan mudah terserang penyakit
berdarah 8 dengue, difteri, pertusis, malaria, influenza, hepatitis, tifus dan lain-lain yang
1. Sumber air
Syarat air minum ditentukan oleh syarat fisik, kimia dan bakteriologis. Syarat fisik yaitu,
air tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, jernih dengan suhu sebaiknya di bawah
suhu udara sehingga terasa nyaman. Syarat kimia yaitu, air tidak mengandung zat
kimia atau mineral yang berbahaya bagi kesehatan misalnya CO2, H2S, dan NH4.
Syarat bakteriologis yaitu, air tidak mengandung bakteri E. coli yang melampaui batas
2. Kebersihan Jamban
Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan
harus dikeluarkan dari dalam tubuh seperti tinja, air seni dan CO2. Masalah
dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain: tipus, diare, disentri, kolera,
bermacam- macam cacing seperti cacing gelang, kremi, tambang, pita, dan
permukaan, tidak mengotori air permukaan, tidak mengotori air tanah, kotoran tidak
boleh terbuka sehingga dapat dipergunakan oleh lalat untuk bertelur atau berkembang
biak, jamban harus terlindung atau tertutup, pembuatannya mudah dan murah
(Notoatmodjo, 2003). Bangunan jamban yang memenuhi syarat kesehatan terdiri dari:
rumah jamban, lantai jamban, sebaiknya semen, slab, closet tempat feses masuk, pit
ditempatkan pada lokasi yang tidak mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau,
Bored hole latrine seperti cubluk, hanya ukurannya kecil, karena untuk
c. Angsatrine
Closet-nya berbentuk leher angsa sehingga selalu terisi air. Fungsinya sebagai
d. Overhung latrine
Rumah kakusnya dibuat di atas kolam, selokan, kali, rawa dan lain-lain. Feses
Jamban cemplung kurang sempurna karena tanpa rumah jamban dan tanpa
tutup. Sehingga serangga mudah masuk dan berbau, dan jika musim hujan tiba
maka jamban akan penuh oleh air. Dalamnya kakus 1,5-3 meter, jarak dari
Jamban ini dibangun di atas empang ikan. Di dalam sistem ini terjadi daur ulang,
yaitu tinja dapat dimakan ikan, ikan dimakan orang demikian seterusnya.
3. Pembuangan sampah
Sampah adalah semua zat atau benda yang sudah tidak terpakai baik yang berasal dari
rumah tangga atau hasil proses industri. Jenis-jenis sampah antara lain, yakni sampah
anorganik, adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk, misalnya: logam
atau besi, pecahan gelas, plastik. Sampah organik adalah sampah yang pada
(Notoatmodjo, 2003).
4. Kondisi rumah
Keadaan kondisi rumah merupakan salah satu faktor yang menentukan keadaan
yang sehat ditinjau dari ventilasi, cahaya, luas 10 bangunan rumah, fasilitas-fasilitas di
a. Ventilasi
Fungsi ventilasi adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah
tersebut tetap segar dan untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-
bakteri, terutama bakteri patogen. Luas ventilasi kurang lebih 15- 20% dari luas
lantai rumah.
b. Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, kurangnya cahaya yang
nyaman, juga merupakan media atau tempat baik untuk hidup dan
untuk tiap orang. Jika luas bangunan tidak sebanding dengan jumlah penghuni
maka menyebabkan kurangnya konsumsi O2, sehingga jika salah satu penghuni
menderita penyakit infeksi maka akan mempermudah penularan kepada anggota
keluarga lain.
Rumah yang sehat harus memiliki fasilitas seperti penyediaan air bersih yang
Pengelolaan air limbah adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga,
industri dan pada umumnya mengandung bahan atau zat yang membahayakan. Sesuai
dengan zat yang terkandung di dalam air limbah, maka limbah yang tidak diolah terlebih
antara lain limbah sebagai media penyebaran berbagai penyakit terutama kolera, diare,
yang tidak sedap, sebagai sumber pencemaran air permukaan tanah dan 11 lingkungan
(Notoatmodjo, 2003). Usaha untuk mencegah atau mengurangi akibat buruk tersebut
diperlukan kondisi, persyaratan dan upaya sehingga air limbah tersebut tidak
mencemari air mandi, air sungai, tidak dihinggapi serangga, tikus dan tidak menjadi
tempat berkembangbiaknya bibit penyakit dan vektor, tidak terbuka dan terkena udara
Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan
variabel terikat dengan menggunakan uji Chi Square dengan menggunakan tingkat
sebagai berikut:
Berdasarkan perhitungan statistik dengan uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,009
dimana p ≤ 0,05, berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara penggunaan sumber air dengan kejadian diare di wilayah kerja
Berdasarkan perhitungan statistik dengan uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,029
dimana p ≤ 0,05, berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara jenis jamban dengan kejadian diare di wilayah kerja puskesmas
Berdasarkan perhitungan statistik dengan uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,002
dimana p ≤ 0,05, berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara kebersihan jamban dengan kejadian diare di wilayah kerja puskesmas
Berdasarkan perhitungan statistik dengan uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,005
dimana p ≤ 0,05, berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang
Berdasarkan perhitungan statistik dengan uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,026
dimana p ≤ 0,05, berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara pengelolaan air limbah dengan kejadian diare di wilayah kerja
PEMBAHASAN
Proporsi dari variabel sumber air menunjukkan bahwa 57,8% sumber air yang
digunakan tidak terlindungi (sumur, air hujan dan air sungai), dan 42,2% terlindungi
(PDAM dan air mineral). Hal ini menunjukkan pemakaian sumber air dalam kondisi
yang seimbang antara yang terlindungi dengan yang tidak terlindungi. Secara lebih detil
dapat dipaparkan bahwa frekuensi kejadian diare pada penggunaan air yang tidak
terlindungi sebanyak 23 orang (27,5%), dan pada penggunaan air yang terlindungi
sebanyak 18 orang (22,5%). Sedangkan yang tidak terkena diare dengan penggunaan
air tidak terlindungi sebanyak 12 orang (14,7 %), dan pada penggunaan air terlindungi
sebanyak 29 orang (35,3 %). Berdasarkan hasil pengolahan data dengan uji Chi
Square untuk sumber air diperoleh nilai p = 0,009 dimana p ≤ 0,05 dengan OR = 2,92.
Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian sumber air yang tidak terlindungi akan
menggunakan sumber air terlindungi. Syarat air bersih ditentkan oleh syarat fisik, kimia,
dan bakteriologis. Sumber air yang sudah tercemar oleh bakteri merupakan salah satu
faktor yang dapat menyebabkan terjadinya diare. Melalui uji regresi logistik ganda yang
dilakukan Simatupang (2003) didapatkan faktor resiko yang dominan yaitu penyediaan
air bersih (OR = 2.8), tingginya nilai OR ini tidak menjadikannya faktor risiko utama
untuk diintervensi, tetapi melalui pertimbangan sarana dan prasarana serta kemampuan
dari masyarakat.
Proporsi dari variabel jenis jamban menunjukkan bahwa 46,1% sumber air yang
digunakan tidak memenuhi syarat, dan 53,9% memenuhi syarat. Hal ini menunjukkan
jenis jamban dalam kondisi yang seimbang antara yang memenuhi syarat dengan yang
tidak memenuhi syarat. Secara lebih detil dapat dipaparkan bahwa frekuensi kejadian
diare pada jenis jamban tidak memenuhi syarat sebanyak 23 orang (28,4%), dan pada
jenis jamban yang memenuhi syarat sebanyak 18 orang (21,6%). Sedangkan yang
tidak terkena diare dengan jenis jamban tidak memenuhi syarat sebanyak 14 orang
(17,6 %), dan pada jenis jamban yang memenuhi syarat sebanyak 27 orang (32,4 %).
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan uji Chi Square untuk jenis jamban diperoleh
nilai p = 0,029 dimana p ≤ 0,05 dengan OR = 2,42. Hal ini menunjukkan bahwa jenis
jamban yang tidak memenuhi syarat akan mengakibatkan kejadian diare sebesar 2,42
kali dibandingkan dengan jenis jamban yang memenuhi syarat. Hasil penelitian ini
indonesia adalah jenis jamban, demikian juga selaras dengan hasil penelitian Kasman
(2003) yang menyatakan ada hubungan yang signifikan antara jenis jamban dengan
kejadian diare (p=0,000). Maka dari itu, jamban yang tidak memenuhi syarat
merupakan masalah yang dapat menyebabkan penyakit diare, disentri, kolera,
dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain : tipus, diare, disentri, kolera,
bermacam-macam cacing seperti cacing gelang, kremi, tambang, dan pita. Oleh karena
jamban juga harus diperhatikan karena kebersihan jamban juga sangat berpengaruh
terhadap kesehatan terkhususnya oada penyakit diare. Syarat jamban sehat meliputi
rumah jamban, lantai jamban, slab, closet tempat feses masuk, pit sumur
menunjukkan bahwa 38,2% tidak bersih, dan 61,8 % bersih. Hal ini menunjukkan
kebersihan jamban dalam kondisi yang seimbang antara yang tidak bersih dengan yang
bersih. Secara lebih detil dapat dipaparkan bahwa frekuensi kejadian diare pada
responden yang kebersihan jambannya tidak bersih sebanyak 22 orang (26,5%), dan
pada kebersihan jamban yang bersih sebanyak 19 orang (23,5%). Sedangkan yang
tidak diare dengan kebersihan jamban tidak bersih sebanyak 10 orang (11,8 %), dan
yang bersih sebanyak 31 orang (38,2 %). Berdasarkan hasil pengolahan data dengan
uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,002 dimana p ≤ 0,05 dengan OR = 3,66. Hal ini
menunjukkan bahwa jamban yang tidak bersih akan mengakibatkan kejadian diare
sebesar 3,66 kali dibandingkan jamban yang bersih. Hasil penelitian ini sesuai dengan
tidak mengotori tanah permukaan, tidak mengotori air permukaan, tidak mengotori air
tanah, dan kotoran tidak terbuka dapat mengurangi kejadian diare karena tidak tersedia
Sampah adalah semua zat atau benda yang sudah tidak terpakai baik yang berasal dari
rumah tangga atau hasil proses industri. Jenis-jenis sampah antara lain, yakni sampah
an-organik dan organik. Biasanya sampah organik lebih mudah membusuk dan
mencemari lingkungan. Oleh karena itu perlu dilakukan tindakan agar sampah tidak
menjadi sumber penyakit terutama penyakit yang bisa menimbulkan kejadian diare.
Proporsi dari variabel pembuangan sampah menunjukkan bahwa 54,9% tidak dikelola
dengan baik, dan 45,1% telah dikelola dengan baik. Hal ini menunjukkan pembuangan
sampah dalam kondisi yang buruk karena lebih banyak yang tidak dikelola dengan baik.
Secara lebih detil dapat dipaparkan bahwa frekuensi kejadian diare akut pada
responden yang pengelolaan sampahnya buruk sebanyak 28 orang (34,3%), dan pada
Sedangkan yang tidak diare dengan pembuangan sampah tidak dikelola dengan baik
sebanyak 17 orang (20,6 %), dan yang dikelola dengan baik sebanyak 24 orang (29,4
%). Berdasarkan hasil pengolahan data dengan uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,005
dimana p ≤ 0,05 dengan OR = 3,13. Hal ini menunjukkan bahwa pembuangan sampah
yang tidak dikelola akan mengakibatkan kejadian diare sebesar 3,13 kali dibandingkan
Sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga dan industri pada umumnya
mengandung bahan atau zat yang membahayakan, sehingga zat yang terkandung di
dalam air limbah terlebih dahulu perlu dibersihkan agar tidak menyebabkan gangguan
kesehatan masyarakat dan lingkungan, antara lain limbah sebagai media penyebaran
variabel pengelolaan air limbah menunjukkan bahwa 59,8% tidak ada SPAL, dan 40,2%
ada SPAL. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan air limbah dalam kondisi yang
buruk karena lebih banyak yang tidak ada SPAL. Secara lebih detil dapat dipaparkan
bahwa frekuensi kejadian diare akut pada responden yang tidak ada SPAL dalam
pengelolaan air limbah sebanyak 29 orang (35,3%), dan yang telah ada SPAL dalam
pembuangan air limbahnya sebanyak 12 orang (14,7%). Sedangkan yang terkena diare
tidak akut dengan pengelolaan air limbah yang tidak ada SPAL sebanyak 20 orang
(24,5%), dan yang telah ada SPAL dalam pengelolaan air limbah sebanyak 21 orang
(25,5 %). Berdasarkan hasil pengolahan data dengan uji Chi Square diperoleh nilai p =
0,026 dimana p ≤ 0,05 dengan OR = 2,50. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan air
limbah yang tidak ada SPAL akan mengakibatkan kejadian diare sebesar 2,50 kali
dibandingkan dengan pembuangan sampah yang ada SPAL. Hal ini dibuktikan dengan
hasil pengamatan yang dilakukan pada saat penelitian bahwa pembuangan air limbah
tidak lancar, saluran air limbah terbuka, penampungan air limbah terbuka dan di sekitar
penampungan air limbah terdapat lalat. Hasil ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian, masih banyak masyarakat yang kurang mengetahui akan
belakang rumah, parit bahkan dipinggiran sungai. Sumber air di wilayah kerja
puskesmas poriaha Kecamatan Tapian Nauli juga belum memenuhi syarat kesehatan
dimana masyarakat masih menggunakan air hujan, air sungai, air sumur sebagai
kebutuhan sehari-hari seperti memasan, mandi dan menyuci. Penggunaan jenis jamban
juga belum memenuhi syarat dan kebersihannya juga masih kurang baik. Serta sarana
pembuangan ari limbah kurang terpenuhi. Bedasarkan hasil penelitian dapat diambil
1. Adanya hubungan sumber air dengan kejadian diare di wilayah kerja puskesmas
poriaha Kecamatan Tapian Nauli. Dari hasil penelitian menyatakan bahwa responden
memiliki pengetahuan baik tentang sumber air yang memenuhi syarat (37,2%) lebih
2. Adanya hubungan jenis jamban dengan kejadian diare di wilayah kerja puskesmas
poriaha Kecamatan Tapian Nauli. Dari hasil penelitian menyatakan bahwa responden
memiliki pengetahuan baik tentang jenis jamban yang memenuhi syarat (38,6%) lebih
puskesmas poriaha Kecamatan Tapian Nauli. Dari hasil penelitian menyatakan bahwa
puskesmas poriaha Kecamatan Tapian Nauli. Dari hasil penelitian menyatakan bahwa
5. Adanya hubungan pengelolaan air limbah dengan kejadian diare di wilayah kerja
puskesmas poriaha Kecamatan Tapian Nauli. Dari hasil penelitian menyatakan bahwa
responden memiliki pengetahuan baik tentang pengelolaan air limbah yang memenuhi
SARAN
berikut:
prasarana kesehatan. Seperti, sumber air yang memenuhi syarat (tidak berwarna, tidak
berasa, tidak berbau), bebas dari zat kimia dan bakteriologis, penyediaan jamban
disetiap rumah dan menjaga kebersihan jamban agar tidak memicu ketertarikan
tempat pembuangan sampah yang memenuhi syarat di setiap rumah (kedap air,
tertutup, mudah dibersihkan), dan menyediakan sarana pembuangan air limbah. Hai ini