“SWAMEDIKASI DIARE”
Disusun Oleh :
1.3 Tujuan
1. Untuk memberikan informasi berupa pengetahuan kepada pembaca mengenai
bahaya yang ditimbulkan dari penyakit diare
2. Untuk memberikan informasi tentang penanganan dan pencegahan penyakit
diare secara farmakologis maupun non farmakologis.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Definisi
Diare adalah frekuensi dan likuiditas buang air besar (BAB) yang abnormal.
Frekuensi dan konsistensi BAB bervariasi dalam dan antar individu. Sebagai contoh,
beberapa individu defekasi tiga kali sehari, sedangkan yang lainnya hanya dua atau
tiga kali seminggu (Adnyana, 2008).
B. Klasifikasi Diare
1. Pembagian diare menurut etiologi
a. Diare Spesifik
Diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, atau parasit. Contoh:
disentri.
b. Diare Non Spesifik
Diare yang disebabkan oleh malabsorbsi makanan, rangsangan oleh zat
makanan, gangguan saraf.
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan
a. Absorpsi
b. Gangguan sekresi
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi noninfeksi
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi.
(Adnyana, 2008).
C. Manifestasi Klinis
Diare dikelompokkan menjadi akut dan kronis. Umumnya episode diare akut
hilang dalam 72 jam dari onset. Diare kronis melibatkan serangan yang lebih sering
selama 2-3 periode lebih panjang. Penderita diare akut umumnya mengeluhkan onset
yang tak terduga dari buang air besar encer, gas-gas dalam perut, rasa tidak enak, dan
nyeri perut. Pada diare, pemeriksaan fisik abdomen dapat mendeteksi hiperperistaltik
dengan borborygmi (bunyi pada lambung). Pemeriksaan turgor kulit dan tingkat
keberadaan saliva oral berguna dalam memperkirakan status cairan tubuh. Jika
terdapat hipotensi, takikardia, denyut lemah, diduga terjadi dehidrasi. Adanya
demam mengindikasikan adanya infeksi. Untuk diare yang tidak dapat dijelaskan,
terutaman pada situasi kronis dapat dilakukan pemeriksaan parasit dan ova pada
fases, darah, mukus dan lemak selain itu juga dapat diperiksa osmolaritas fases,pH
dan elektrolit (Adnyana, 2008).
D. Faktor Resiko
1. Faktor Umur
Sebagian besar episiode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan
makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan
kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang
mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau
binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang
paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang
membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar
dan pada orang dewasa.
2. Infeksi Asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsiasimtomatik ini
meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada
infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja
penderita mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius. Orang
dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak
enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga
kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Escheria coli
dapat menyebabkan bakteremia dan infeksi sistemik pada neonatus. Meskipun
Escheria coli sering ditemukan pada lingkungan ibu dan bayi, belum pernah
dilaporkan bahwa ASI sebagai sumber infeksi Escheria coli.
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Di daerah
sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan
diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadipada musim dingin. Di daerah
tropik (termasuk indonesia), diare yang disebabkan oleh retrovirus dapat terjadi
sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare
karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan (Adisasmito. 2007).
E. Patofisiologi
Diare adalah kondisi ketidakseimbangan absorpsi dan sekresi air dan elektrolit.
Terdapat 4 mekanisme patofisiologis yang mengganggu keseimbangan air dan
elektrolit yang mengakibatkan terjadinya diare, yaitu:
1. Perubahan transport ion aktif yang disebabkan oleh penurunan absorpsi natrium
atau peningkatan sekresi klorida.
2. Perubahan motilitas usus.
3. Peningkatan osmolaritas luminal.
4. Peningkatan tekanan hidrostatik jaringan.
G. Terapi
Tujuan terapi pada pengobatan diare adalah untuk mengatur diet, mencegah
pengeluaran air berlebihan, elektrolit, dan gangguan asam basa, menyembuhkan
gejala, mengatasi penyebab diare, dan mengatur gangguan sekunder yang
menyebabkan diare.
Terapi farmakologi: obat-obat yang digunakan dalam pengobatan diare
dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu antimotilitas, adsorben,
antisekresi, antibiotik, enzim, dan mikroflora usus.
Beberapa jenis anti diare yang umum digunakan seperti (Adnyana, 2008) :
1. Anti motilitas ( misalnya loperamide) merupakan golongan opioid yang berfungsi
untuk memperlambat motilitas usus, memperpanjang waktu kontak antara isi usus
dan mukosa sehingga meningkatkan absorpsi cairan dalam usus.
2. Adsorben (Attapulgit, Kaolin, Pektin) digunakan untk meringankan gejala.
Fungsinya mengabsorpsi toksin dan obat. Pemberian bersamaan obat lain akan
mengurangi bioavailabilitasnya
3. Obat lainnya yang sering digunakan dalam penanganan diare
Cairan rehidrasi oral (oralit)
Prebiotik: Lactobacillus
Suplemen: Zinc Sulfat
Tabel 2.1. Antimotililtas (Loperamide)
Indikasi Pengobatan simptomatik diare akut sebagai tambahan terapi
rehidrasi pada dewasa dengan diare akut.
Kontaindikasi Hipersensitifitas, diare bercampur darah, diare disertai demam
tinggi, diare disertai infeksi, pada pasien dimana konstipasi harus
dihindari, nyeri perut tanpa diare, usia < 2 tahun..
Peringatan Hentikan penggunaan bila diare tidak membaik dalam 48 jam.
Hentikan bila terjadi konstipasi, nyeri perut, distensi abdomen,
ileus
Efek samping Kembung, nyeri perut, konstipasi, nausea, pusing, lemas, mulut
kering, ruam.
Interaksi Obat Cotrimoxazole dapat meningkatkan kadar loperamide
Dosis Dewasa: Dosis awal 4mg, dilanjutkan dengan 2 mg setelah BAB.
Dosis maksimal 16 mg/hari. Hentikan penggunaan obat bila
tidak ada perbaikan dalam waktu 48 jam.
Sediaan Sediaan oral (Tablet/kaplet) 2mg`: Amerol, Colidium, Diadium,
Diasec, Imodium, Imosa, Lexadium, Lodia, Motilex, Primodium
3.1 Kasus
Ny. A datang ke apotek mengeluh sakit perut, mulas, dan telah BAB sebanyak
4 kali sejak pagi dengan konsistensi tinja yang lembek. Keluhan muncul
setelah Ny. A makan ayam bakar di RM Lesehan kemarin malam dan Ny. A
suka makan makanan yang pedas.
3.2 Swamedikasi
Berdasarkan hasil dari penggalian informasi terhadap pasien, pasien telah BAB
sebanyak 4 kali sejak pagi dengan konsistensi tinja yang lembek. Dari
informasi tersebut, pasien mengalami diare akut (ditandai dengan frekuensi
BAB yang meningkat & konsistensi tinja lembek atau cair dan lama diare < 2
minggu) sehingga apoteker menyarankan pasien menggunakan obat Diatabs
(Attapulgite) dan sementara waktu pasien disarankan untuk menghindari
makan makanan yang pedas agar tidak memperburuk kondisi. Selain itu, pasien
disarankan minum air putih yang banyak agar tidak mengalami dehidrasi.
Selain itu, pasien dianjurkan mengonsumsi teh karena kandungan tanin, saponin
dan flavonoid yang terdapat dalam daun teh berkhasiat sebagai antimikroba sehingga
mampu menghambat pertumbuhan bakteri penyebab diare. Setelah diare sembuh,
obat dapat dihentikan.
3.3 Informasi Obat
Kandungan Attapulgite
IV.2 Saran
Pasien penderita diare disarankan menjaga kebersihan diri seperti
membiasakan untuk mencuci tangan sebelum makan dan menjaga kebersihan
makanan yang dikonsumsi. Selain itu, pasien harus menghindari makan
makanan yang pedas agar tidak memperburuk kondisi, minum air putih yang
banyak agar tidak mengalami dehidrasi. Dan mengonsumsi teh karena
kandungan tanin, saponin dan flavonoid yang terdapat dalam daun teh berkhasiat
sebagai antimikroba sehingga mampu menghambat pertumbuhan bakteri penyebab
diare. Setelah diare sembuh, obat dapat dihentikan.
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, I.K., Andrajati, R., Setiadi, A.P., Sigit, J.I., Sukandar, E.Y. 2008. ISO
Farmakoterapi. PT. ISFI. Jakarta.
Adisasmito. 2007. Faktor risiko diare pada bayi dan balita di Indonesia: Systematic
review penelitian akademik bidang kesehatan masyarakat. Malang.
Universitas Muhammadiyah Malang.
Amin, Lukman Zulkifli. 2015. Tatalaksana Diare Akut. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.
Depkes, RI. 2007. Pedoman Penggobatan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Widiana. 2012. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Ekstrak Daun Teh (Camellia
sinensis L.) Pada Escherichia coli dan Salmonella sp. Sumatera Barat: STKIP PGRI.