Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Serang, Januari 2018

Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di
negara berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan
kematian akibat diare (Salwan, 2008). Dari tahun ke tahun diare tetap menjadi salah satu
penyakit yang menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada anak
Diare atau dikenal dengan sebutan mencret memang merupakan penyakit yang
masih banyak terjadi pada masa kanak dan bahkan menjadi salah satu penyakit yang
banyak menjadi penyebab kematian anak yang berusia di bawah lima tahun (balita).
Karenanya, kekhawatiran orang tua terhadap penyakit diare adalah hal yang wajar dan
harus dimengerti. Justru yang menjadi masalah adalah apabila ada orang tua yang bersikap
tidak acuh atau kurang waspada terhadap anak yang mengalami diare.
Menurut data World Health Organization(WHO) pada tahun 2009, diare adalah
penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Secara global setiap tahunnya ada
sekitar 2 miliar kasus diare dengan angka kematian 1.5 juta pertahun. Pada negara
berkembang, anak-anak usia dibawah 3 tahun rata-rata mengalami 3 episode diare
pertahun. Setiap episodenya diare akan menyebabkan kehilangan nutrisi yang dibutuhkan
anak untuk tumbuh, sehingga diare merupakan penyebab utama malnutrisi pada anak
(WHO, 2009).
Untuk skala nasional berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008,
penderita diare pada tahun tersebut adalah 8.443 orang dengan angka kematian akibat diare
adalah 2.5%. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu 1.7% dengan jumlah
penderita diare adalah 3.661 orang. Untuk tahun 2006, penderita diare di Indonesia adalah
10.280 orang dengan angka kematian 2.5%.
Sementara dari data Profil Kesehatan Provinsi Sumatra Utara tahun 2008, diare
menduduki urutan kedua dari sepuluh penyebab terbanyak kunjungan ke puskesmas
setelah Influenza dengan tingkat kematian pada penyakit diare mengalami peningkatan
dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2008 Case Fatality Rate (CFR) akibat diare
sebesar 4.78% dengan 10 penderita meninggal dari 209 kasus. Angka ini naik dari tahun
sebelumnya yaitu dengan CFR 1.31% dengan 4 penderita meninggal dari 304 kasus.
Salah satu langkah dalam pencapaian target Millenium Development Goals/
MDG’s (Goal ke-4) adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun
1990 sampai pada 2015. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi
Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih
menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat
diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan.
Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat
(Kemenkes, 2011).
Berbagai faktor mempengaruhi terjadinya kematian, malnutrisi, ataupun
kesembuhan pada pasien penderita diare. Diare disebabkan faktor cuaca, lingkungan, dan
makanan. Perubahan iklim, kondisi lingkungan kotor, dan kurang memerhatikan
kebersihan makanan merupakan faktor utamanya. Penularan diare umumnya melalui 4F,
yaitu Food, Fly , Feces,dan Finger. Pada balita, kejadian diare lebih berbahaya dibanding
pada orang dewasa dikarenakan komposisi tubuh balita yang lebih banyak mengandung air
dibanding dewasa. Jika terjadi diare, balita lebih rentan mengalami dehidrasi dan
komplikasi lainnya yang dapat merujuk pada malnutrisi ataupun kematian.
Oleh karena itu, upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus
rantai penularan tersebut. Sesuai data UNICEF awal Juni 2010, ditemukan salah satu
pemicu diare baru, yaitu bakteri Clostridium difficileyang dapat menyebabkan infeksi
mematikan di saluran pencernaan. Bakteri ini hidup di udara dan dapat dibawa oleh lalat
yang hinggap di makanan. (lifestyle.okezone.com).

B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Pada anak dengan diare
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Pengertian Diare
b. Untuk mengetahui Klasifikasi Diare
c. Untuk mengetahui Etiologi Diare
d. Untuk mengetahui Cara Penularan Diare
e. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis Diare
f. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik
g. Untuk mengetahui Pencegahan Diare
h. Untuk mengetahui Pengobatan Diare
i. Untuk mengetahui Komplikasi Diare
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. PENGERTIAN DIARE
Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi
(buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan
konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga
macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten.
Sedangkan menurut menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan
tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai
mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam
sehari .
Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.
Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah cairan, atau
bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu sangat ocialc terhadap
kebiasaan yang ada pada penderita dan berlangsung tidak lebih dari satu minggu. Apabila
diare berlangsung antara satu sampai dua minggu maka dikatakan diare yang
berkepanjangan (Soegijanto, 2002).

B. KLASIFIKASI DIARE
Departemen Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan jenis diare menjadi empat
kelompok yaitu:
1. Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari (umumnya
kurang dari tujuh hari).
2. Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya.
3. Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat belas hari secara terus
menerus.
4. Diare dengan masalah lain: anak yang menderita diare (diare akut dan persisten)
mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.
Menurut Suraatmaja, (2007)di bagi menjadi 2 yaitu:
1. Berdasarkan lamanya diare:
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive) selama masa
diare tersebut.
2. Berdasarkan mekanisme patofisiologik:
a. Diare sekresi (secretory diarrhea)
b. Diare osmotic (osmotic diarrhea)
Diare akut dapat mengakibatkan: (1) kehilangan air dan elektrolit serta gangguan
asam basa yang menyebabkan dehidrasi, asidosis ocialc dan hipokalemia, (2) Gangguan
sirkulasi darah, dapat berupa renjatan hipovolemik sebagai akibat diare dengan atau tanpa
disertai muntah, (3) Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena
diare dan muntah (Soegijanto, 2002).

C. ETIOLOGI
Diare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit, terutama
natrium dan kalium dan sering disertai dengan asidosis ocialc. Dehidrasi dapat
diklasifikasikan berdasarkan ocial air dan atau keseimbangan serum elektrolit. Setiap
kehilangan berat badan yang melampaui 1% dalam sehari merupakan hilangnya air dari
tubuh. Kehidupan bayi jarang dapat dipertahankan apabila ocial melampaui 15%
(Soegijanto, 2002).
Menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines2005, etiologi
diare akut dibagi atas empat penyebab:
1. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus, Clostridium
perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas.
2. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus.
3. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli, Trichuris
trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis.
4. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas,
imunodefisiensi, kesulitan makan, dll.
(Simadibrata, 2006).
Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari sudut
patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
a. Infeksi virus, kuman-kuman ocialc dan apatogen seperti shigella, ocialc, E. Coli,
golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings, stapylococus aureus, comperastaltik
usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia makanan (misalnya keracunan makanan,
makanan yang pedas, terlalau asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf,
hawa dingin, alergi dan sebagainya.
b. Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang mengakibatkan
terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida.
2. Diare ocial (ocial ocialc) disebabkan oleh:
a. Malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan mineral.
b. Kurang kalori protein.
c. Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.
Sedangkan menurut Ngastiyah (2005), penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa
ocial yaitu:
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral
Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi bakteri, infeksi
virus (enteovirus, ocialcss, virus echo coxsackie). Adeno virus, rota virus, astrovirus, dll)
dan infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides) protozoa (entamoeba
histolytica, giardia lamblia, trichomonas homunis) jamur (canida albicous).
b. Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut
(OMA) ocialcs/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan
ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah dua (2) tahun.
2. Faktor malaborsi
Malaborsi karbohidrat, lemak dan protein.
a. Faktor makanan
b. Faktor psikologis

D. CARA PENULARAN DIARE


Diare dapat ditularkan dengan berbagai cara yang mengakibatkan timbulnya
infeksi antara lain:
1. Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah dicemari oleh
serangga atau kontaminasi oleh tangan yang kotor.
2. Bermain dengan mainan yang terkontaminasi, apalagi pada bayi sering memasukan
tangan/ mainan / apapun kedalam mulut. Karena virus ini dapat bertahan dipermukaan
udara sampai beberapa hari.
3. Pengunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan benar
4. Pencucian dan pemakaian botol susu yang tidak bersih.
5. Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar atau membersihkan
tinja anak yang terinfeksi, sehingga mengkontaminasi perabotan dan alat-alat yang
dipegang

E. MANIFESTASI KLINIS
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion
natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada
muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan
dehidrasi, asidosis ocialc, dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling
berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian
bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat
berupa dehidrasi ocialc, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik.
Menurut derajat dehidrasinya oci tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau
dehidrasi berat (Juffrie, 2010).
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus,
hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang
berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang
menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis ocialc yang
berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang,
mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta
suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang ocialc.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat
berkurang mengakibatkan penurunan Ph darah yang merangsang pusat pernapasan
sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul)
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan
dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai
tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis.
Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul
oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus
ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.
Tabel 1.1 Penilaian Derajat Dehidrasi (Mansjoer, 2000).
Penilaian Ringan Sedang Berat
Keadaan umum baik, sadar gelisah, rewel lesu, lunglai atau tidak
sadar
Mata Normal cekung sangat cekung
Air mata ada tidak ada kering
Mulut dan lidah Basah Kering tidak ada, sangat
kering
Rasa haus minum biasa, tidak haus, ingin minum malas/tidak oci minum
haus banyak
Turgor kulit Kembali kembali lambat kembali sangat lambat
Hasil pemeriksaan tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan, Bila ada satu tanda
sedang, bila ada ditambah satu atau
tanda ditambah satu lebih tanda lain.
atau lebih tanda lain.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Hassan dan Alatas (1998) pemeriksaan laboratorium pada diare adalah:
1. Feses
a. Makroskopis dan Mikroskopis
b. Ph dan kadar gula pada tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila diduga
terdapat intoleransi gula.
c. Biakan dan uji resisten.
2. Pemeriksaan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan Ph dan
cadangan alkalin atau dengan analisa gas darah.
3. Ureum kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4. Elektrolit terutama natrium, kalium dan fosfor dalam serium.
5. Pemeriksaan Intubasi deudenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasit.

G. PENCEGAHAN
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni:
pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan
pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention) yang meliputi
diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary
prevention) yang meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi (Nasry Noor, 1997).
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada ocial penyebab, lingkungan
dan ocial pejamu. Untuk ocial penyebab dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme
penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan
lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk meningkatkan daya
tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian
imunisasi
a. Penyediaan Air Bersih
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal-oral
mereka dapat ditularkan dengan memasukkan kedalam mulut, cairan atau benda yang
tercemar dengan tinja misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam
panic yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2006).
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai resiko menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan masyarakat yang tidak
mendapatkan air bersih (Depkes RI, 2006).
b. Tempat Pembuangan Tinja
Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan
risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan
keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi
(Wibowo, 2003).
c. Status Gizi
Pada ada anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan mengecil dan kekebalan
sel-sel menjadi terbatas sekali sehingga kemampuan untuk mengadakan kekebalan
nonspesifik terhadap kelompok ocialc berkurang (Suharyono, 1986)
d. Pemberian Air Susu Ibu (ASI)
Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama kehidupan
resiko terkena diare adalah 30 kali lebih besar. Pemberian susu formula merupakan cara
lain dari menyusui. Penggunaan botol untuk susu formula biasanya menyebabkan risiko
tinggi terkena diare sehingga oci mengakibatkan terjadinya gizi buruk (Depkes RI, 2006
e. Kebiasaan Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam
penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama
sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan,
sebelum menyuapi makanan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam
kejadian diare (Depkes RI, 2006).
f. Imunisasi
Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian imunisasi campak juga
dapat mencegah diare oleh karena itu beri anak imunisasi campak segera setelah berumur 9
bulan (Depkes RI, 2006).
Anak harus diimunisasi terhadap campak secepat mungkin setelah usia 9 bulan.
Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang sedang
menderita campak dalam 4 mingggu terakhir. Hal ini sebagai akibat dari penurunan
kekebalan tubuh penderita. Selain imunisasi campak, anak juga harus mendapat imunisasi
dasar lainnya seperti imunisasi BCG untuk mencegah penyakit TBC, imunisasi DPT untuk
mencegah penyakit diptheri, pertusis dan tetanus, serta imunisasi polio yang berguna
dalam pencegahan penyakit polio (Depkes RI, 2006).
2. Pencegahan Skunder
Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah menderita diare
atau yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan ocialc dini dan pengobatan
yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi.
Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi)
dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak ocial seperti salah
makan, bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan
dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang
memberantas penyebab diare seperti bakteri atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan
gejala diare dan spasmolitik yang membantu menghi langkan kejang perut yang tidak
menyenangkan. Sebaiknya jangan mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep
dokter. Dokter akan menentukan obat yang disesuaikandengan penyebab diarenya ocial
bakteri, parasit. Pemberian kemoterapeutika memiliki efek samping dan sebaiknya
diminum sesuai petunjuk dokter (Fahrial Syam, 2006).
3. Pencegahan Tertier
Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami
kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare diusahakan
pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga
dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit
diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkon sumsi makanan bergizi dan
menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental penderita
dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara mental
kepada anak. Anak yang menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik juga
kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan ocial dalam berinteraksi atau bermain
dalam pergaulan dengan teman sepermainan.

H. PEANGOBATAN
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter
Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk
mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare juga
menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS DIARE yaitu:
1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. Teruskan pemberian ASI dan Makanan
4. Antibiotik Selektif
5. Nasihat kepada orang tua/pengasuh
a. Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga
dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah
tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran
sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual
dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti
cairan yang hilang. Bila penderita tidak oci minum harus segera di bawa ke sarana
kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui ocial. Pemberian oralit didasarkan
pada derajat dehidrasi (Kemenkes RI, 2011).
1) Diare tanpa dehidrasi
Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret
2) Diare dengan dehidrasi ringan sedang
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya diteruskan
dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
3) Diare dengan dehidrasi berat
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di
ocial.(Kemenkes RI, 2011)
Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan
cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan.
Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari gelas. Bila terjadi muntah hentikan dulu
selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit.
Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti (Juffrie, 2010).
b. Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat
menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini
meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan
dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama
kejadian diare (Kemenkes RI, 2011).
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta
menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. Berdasarkan bukti ini
semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami diare. Dosis pemberian
Zinc pada balita:
1) Umur <6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari
2) Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara pemberian
tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matangatau ASI, sesudah larut
berikan pada anak diare (Kemenkes RI, 2011).
c. Pemberian ASI/makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita
terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan.
Anak yang masih minum ASI harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu
formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk
bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah
dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti,
pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat
badan (Kemenkes RI, 2011).
d. Pemberian antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada
balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare
dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera (Kemenkes RI, 2011).
e. Pemberian Nasihat
Menurut Kemenkes RI (2011), ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan
balita harus diberi nasehat tentang:
1) Cara memberikan cairan dan obat di rumah
2) Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
a) Diare lebih sering
b) Muntah berulang
c) Sangat haus
d) Makan/minum sedikit
e) Timbul demam
f) Tinja berdarah
g) Tidak membaik dalam 3 hari.
Obat-obat yang diberikan untuk mengobati diare ini dapat berupa :
a. Kemoterapi
b. Obstipansia
c. Spasmolitik
d. Probiotik
1) Kemoterapi
Untuk terapi kausal yang memusnahkan bakteri penyebab penyakit digunakan obat
golongan sulfonamide tau antibiotic
C. Obstipansia
Untuk terapi simptomatis dengan tujuan untuk menghentikan diare, yaitu dengan
cara :
a) Menekan peristaltic usus (loperamid)
b) Menciutkan selaput usus atau adstringen (tannin)
c) Pemberian adsorben untuk menyerap racun ayng dihasilkan bakteri atau racun penyebab
diare yang lain (carbo adsorben, kaolin)
d) Pemberian mucilage untuk melindungi selaput lender usus yang luka
D. Spasmolitik
Zat yang dapat melemaskan kejang-kejang otot perut (nyeri perut) pada diare
(ocialc sulfat)
E. Probiotik untuk meningkatkan daya tahan tubuh
Lactobacillus dan bifidobacteria (disebut Lactid Acid Bacteria / LAB) merupakan
probiotik yang dapat menghasilkan antibiotic alami yang dapat mencegah / menghambat
pertumbuhan bakteri pathogen. LAB dpat menghasilkan asam laktat yang mneybabkan Ph
usus menjadi asam, suasana asam akan menghambat pertumbuhan bakteri pathogen. LAB
ini dapat membantu memperkuat dan memperbaiki pencernaan bayi, mencegah diare.

I. KOMPLIKASI
Menurut Ngastiyah (2005) komplikasi dari daire ada :
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, ocialc atau hipertonik)
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia(dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan
elektrokardiogram)
4. Hipoglikemia.
5. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim lactase.
6. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi ocial protein, (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Gastroenteritis adalah buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang
encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya, untuk neonotus bila lebih dari 4 kali
dan untuk anak lebih dari Dan terjadi secara mendadak berlangsung 7 hari dari anak yang
sebelumnya. Bila hal ini terjadi maka tubuh anak akan kehilangan cairan tubuh sehingga
menyebabkan dehidrasi.Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan
dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua. Diare ini oci
menyebapkan beberapa komplikasi,yaitu dehidrasi, renjatan hivopolemik, kejang,
bakterimia, mal nutrisi,hipoglikemia,intoleransi skunder akibat kerusakan mukosa usus.

B. SARAN
Dalam upaya meningkatkan kualitas perawatan pada klien gastroenteritis perlu
ditingkatkan tentang keperawatan pada klien tersebut sehingga asuhan keperawatan dapat
lebih efektif secara komprehensip meliputi Bio-Psiko-Sosial-Spiritual pada klien melalui
pendekatan proses keperawatan mencakup didalamnya pelayanan promotif, preventif,
kuratif, rehabilitative yang dilandasi oleh ilmu dan kiat keperawatan profeisonal yang
sesuai nilai mopral etika profesi keperawatan sehingga dimasa yang akan ocial dapat
mengantisipasi dan menjawab tantangan-tangan dan perubahan ocial yang menitik
beratkanpada pemeliharaan dan peningkatan kesehatan individu, keluarga, masyarakat,
serta lingkungannya.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. (2005). Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas. Depkes RI.
Juffrie, Mohammad. Dkk. (2010). Gastroenterologi-hepatologi Jilid I. Jakarta: IDAI.
Mansjoer,Arif, dkk., (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta: Medica Aesculpalus
FKUI.
Ngastiyah, (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta ; EGC
Simadibrata, M, Setiati S. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Pusat Penerbitan
Departemen.
Soegijanto S. 2006. Ilmu Penyakit Anak “Diagnosa dan Penatalaksanaan”. Surabaya: Airlangga
University Press.
Suraatmaja, S. (2007). Aspek Gizi Air Susu Ibu. Jakarta: EGC.
MAKALAH
DIARE PADA ANAK

NAMA KELOMPOK 1
Yola Nur Septiani
Neneng Lesatri
Siti Urmah
Fitria handayani

SMK IKHLAS MULTI PROGRAM


JAWILAN

Anda mungkin juga menyukai