Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TATA CARA PEMANGGILAN DAN PROSES YANG MENDAHULUI


Tugas Mata Kuliah : Hukum Acara Perdata
(Dosen : Iwan Kurniawan S. Ag Msi )

OLEH
ROKAYAH

KELAS HUKUM SYARIAH


SEMESTER 5

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ASSALAMIYAH


SERANG BANTEN
2021
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Hukum acara perdata merupakan hukum perdata formil yakni kesemua kaidah hukum yang
menentukan dan mengatur bagaimana cara melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban
perdata sebagaimana yang diatur dalam hukum perdata materil.

Hak-hak dan kewajiban disini adalah merupakan suatu bentuk kepentingan yang dimiliki
oleh manusia atau individu dalam kehidupan bermasyarakat demi keseimbangan dalam
menjalankan kelangsungan hidupnya.

Sehingga terdapat ketentuan berupa tata tertib atau biasa dikenal dengan kaidah.

Sehingga dalam menjalani proses kehidupan manusia, pastilah terdapat hambatan atau
rintangan dalam menjalankan hak ataupun kewajibannya dalam interaksi antar sesama .
untuk itu seseorang memiliki hak untuk menuntut orang lain yang dirasa telah merugikan
kepentingannya itu, dengan cara mengajukan gugatan ke pengadilan.

Kemudian dari gugatan yang diterima oleh pihak pengadilan, maka dengan kewenangan
yang dimilikinya pihak pengadilan melanjutkan gugatan itu dengan proses pemanggilan
para pihak yang terkait dalam perkara gugatan yang diajukan si penggugat yaitu si tergugat
dan pihak lainnya seperti saksi.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah Yang Dimaksud Dengan Pemanggilan ?

2. Bagaimana Bentuk Dari Pemanggilan ?

3. Bagaimana Tata Cara Pemanggilan Pihak-Pihak ?

4. Apa Saja Yang Menjadi Dasar Hukum Dari Pemanggilan?

5. Bagaimana Tahapan Yang Mendahului Pemanggilan ?


BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Pemanggilan

Kata Panggil Dalam Kamu Besar Bahasa Indonesia memiliki beberapa pengertian yaitu
memanggil, mengajak (meminta) , datang dengan menyerukan nama dan sebagainya.
Sedangkan Pemangilan yaitu Proses, cara, atau perbuatan memanggil.

Secara Istilah dalam Kamus Hukum, kata Panggilan berarti Convocatie; BijeenRoeping
(Belanda) dan Convocation dalam bahasa Inggris.

Dari beberapa istilah diatas, pengertian pemanggilan berarti suatu proses memanggil dan
mengajak dengan nama dan sebagainya kepada seseorang atau kelompok untuk datang atau
menghadiri dan menghadap kepada orang yang memanggil.

Sehingga jika pengertian pemanggilan ini dipakai dalam proses pengadilan Acara Perdata
maka mengandung pengertian bahwa proses memanggil atau menyeru yang dilakukan oleh
jurusita pengadilan untuk memberitahukan perihal menghadiri persidangan dan hal-hal lain
menyangkut persiapan pembelaan terhadap dirinya dalam proses persidangan nanti.

2. Bentuk Pemanggilan

Pemanggilan dilakukan oleh jurusita yang menyerahkan surat panggilan (exploit) beserta
salinan surat gugat itu kepada tergugat pribadi di tempat tinggalnya. Maka surat panggilan
itu diserahkan kepada kepala desa tersebut untuk di teruskan (pasal 390 ayat 1 HIR, 781 ayat
1 Rbg).

Pemanggilan para pihak dilakukan oleh jurusita pengadilan sesuai kompetensi relatif
jurusita yang bersangkuta. Ruang lingkup kompetensi relatif jurusita pengadilan mengikuti
kompetensi relatif PN yang bersangkutan, sehingga jika pemanggilan para pihak dilakukan
diluar jangkauan kompetensi relatifnya, jurusita melakukan pendelegasian pemanggilan
kepada jurusita diwilayah hukum pengadilan dimana pihak yang dipanggil bertempat
tinggal. Jika pemanggilan dilakukan oleh jurusita diluar kompetensi relatifnya, maka
pemanggilan tersebut dianggap tidak sah karena pemanggilan dilakukan oleh jurusita yang
tidak berwenang.
Pasal 390 HIR ayat 3 menyatakan tentang orang yang tidak diketahui tempat diamnya atau
tingalnya dan tentang orang yang tidak dikenal, maka surat jurusita itu disampaikan kepada
bupati, yang dalam pegangannya terletak tempat tinggal orang yang menggugat dan dalam
perkara pidana, yang dalam pegangannya berkedudukan hakim yang berhak; bupati itu
memaklumkan surat jurusita itu dengan menempelkan pada pintu yang terbesar di tempat
persidangan hakim yang berhak.

Surat panggilan tersebut berisi ;

1. Nama yang dipanggil

2. Hari, jam, dan tempat sidang

3. Membawa saksi-saksi yang diperlukan

4. Membawa surat-surat yang hendak digunakan

5. Penegasan dapat menjawab gugatan dengan surat

Menurut Yahya Harahap, syarat pertama dan kedua itu bersifat mutlak harus ada sedangkan
syarat selebihnya dapat ditolerir dalam arti tidak serta merta dapat dinyatakantidak sah.

3. Tata cara pemanggilan pihak-pihak, petugas dan kewajibannya

Setelah gugatan didaftar dan dibagikan dengan surat penetapan penunjukan oleh Ketua
Pengadilan Negeri kepada hakim yang akan memeriksanya, maka hakim yang bersangkutan
dengan surat penetapan menentukan hari sidang perkara tersebut dan sekaligus menyuruh
memanggil kedua belah pihak agar menghadap di Pengadilan Negeri pada hari sidang yang
telah ditetapkan dengan membawa saksi-saksi serta bukti-bukti yang diperlukan.(pasal 121
ayat 1 HIR, 145 ayat 1 Rbg).

Jika tergugat telah diketahui tempat tinggal atau kediamannya, surat paggilan diajukan
kepada tergugat sendiri secara langsung (in person), istilah in person dapat diperluas lagi
sampai meliputi keluarga tergugat dalam garis lurus ke atas dan ke bawah (orang tua dan
anak), serta termasuk istri dan suami. Perluasan pengertian in person tersebut dilakukan jika
tergugat diketahui tempat tinggala atau kediamannya tanpa tidak berada ditempat.

Cara pemanggilan pihak –pihak, petugas dan kewajibannya, diatur dalam pasal 388 H.I.R
dan seterusnya.
Dari ketentuan pasal 388 H.I.R dapat diketahui bahwa:

(1). Untuk menjalankan panggilan, pemberitahuan dan sekalian surat jurusita yang lain,juga
untuk melakukan perintah hakim dan putusan hakim, sama-sama berhak dan diwajibkan
sekalian jurusita dan pesuruh yang bekerja pada majelis pengadilan dan pegawai kuasa
hukum.

(2). Jika tidak ada orang yang demikian itu, maka ketua majelis pengadilan, yang dalam
pegangannya surat jurusita itu akan dijalankan, harus menunjukan seorang yang patut dan
boleh dipercayai untuk pekerjaan itu.

Jika tempat tinggal dan kediaman tergugat diketahui tapi ia tidak berada ditempat dan begitu
jua keluarganya, surat panggilan itu disampaikan kepada kepala desa setempat dengan
disertai perintah agar kepala desa tersebut menyampaikan panggilan itu kepada tergugat.
Jika jurusita tidak menemui tergugat atau keluarganyadi tempat tinggal atau kediamannya,
dan menurut kepala desa tergugat telah meninggalkan tempat itu dan tidak menyebutkan
alamat baru, maka surat panggilan disampaikan kepada bupati atau walikota kemudian
mengumumkan surat jurusita itu dengan menempelkan di pintu ruang sidang pengadilan.

Kalau tergugat sudah meninggal, maka surat panggilan itu disampaikan kepada ahli
warisnya; jika ahli warisnya tidak diketahui, maka disampaikan kepada kepala desa di
tempat tinggal terakhir dari tergugat yang meninggal tersebut. Apabila tidak diketahui
tempat tinggal tergugat, surat panggilan diserahkan kepada bupati dan selanjutnya durat
panggilan tersebut ditempatkan pada papan pengumuman di Pengadilan Negeri.

Pasal 392 HIR menentukan bahwa;

(1). Saksi-saksi yang dipanggil, baik dalam perkara pidana, maupun perdata, dan datang
menghadiri persidangan atau diluar dari pada itu, berhak mendapat ganti rugi ongkos
perjalanan dan penginapan berdasarkan tarif yang ada atau yang telah ditentukan.

Pasal 126 HIR (pasal 150 Rbg) memberi kemungkinan untuk memanggil sekali lagi tergugat
sebelum perkaranya diputus oleh hakim. Ketentuan ini adalah layak dan bijaksana. Sebab
didalam suatu perkara perdata bukan hanya kepentingan penggugat sajalah yang harus
diperhatikan, melainkan kepentingan tergugatpun harus pula diperhatikan (audi et alteram
partem). Oleh karena itu tergugat haruslah dipanggil secara patut. Setelah melakukan
panggilan, jurusita harus menyerahkan risalah (relaas) panggilan kepada hakim yang akan
memeriksa perkara tersebut, yang merupakan bukti bahwa tergugat telah dipanggil.

a. Jangka waktu antara pemanggilan dan hari siding

jangka waktu antara pemanggilan dan hari sidang didasarkan antara tempat tinggal atau
kediaman tergugat dengan pengadilan.

– Jika jaraknya dekat, maka waktu pemanggilan 8 hari,

– jika jaraknya agak jauh, maka waktu pemanggilan 14 hari,

– jika jaraknya jauh waktu pemanggilan 20 hari.

Dalam keadaan terdesak, waktu pemanggilan tidak boleh kurang dari 3 hari. Jika tergugat
terdiri dari beberapa orang, maka patokan jangka waktu diambil berdasarkan jarak tempat
tinggal tergugat yang jauh.

TAHAP DAN TINDAKAN YANG MENDAHULUI PEMANGGILAN

Berdasarkan Pasal 118 ayat(1) dan Pasal 121 ayat (4), panggilan merupakan tindakan
lanjutan dari tahap berikut ini:

1. Penyampaian Gugatan kepada Pengadilan

Menurut Pasal 118 ayat (1) HIR, gugatan perdata harus dimasukkan kepada Pengadilan
berdasarkan kompetensi relatif:

· dalam bentuk surat gugatan (in writing),

· ditandatangani oleh penggugat atau kuasanya, dan

· dialamatkan kepada ketua Pengadilan.

2. Pembayaran Biaya Perkara

Pasal 121 ayat (4) HIR menyatakan dengan tegas pembayaran biaya perkara disebut juga
panjar perkara dan merupakan syarat imperatif (imperative requirement) atau syarat
memaksa atas pendaftaran perkara dalam buku registrasi.

Konsekuensi atas pasal ini, yaitu:

· gugatan tidak didaftar dalam buku register perkara,


· perkara atas gugatan itu, dianggap tidak ada (never existed), dan

· gugatan tidak bisa di proses dalam persidangan pengadilan.

a. Yang Dimaksud Biaya Perkara

Yaitu biaya yang harus dibayar oleh penggugat atau biaya sementara, agar gugatan dapat
diproses dalam pemeriksaan persidangan. Biaya sementara berpatokan pada Pasal 182 ayat
(1) HIR dapat bertambah sesuai dengan kebutuhan proses pemeriksaan. Misalnya, biaya
pemeriksaan setempat, apabila hal itu dianggap penting baik atas permintaan salah satu
pihak ataupun atas pertimbangan majelis sesuai dengan kewenangan ex-officio yang
dimilikinya.

Biaya sementara beda dengan biaya akhir yang meliputi biaya yang timbul dalam semua
tingkat peradilan. Prinsipnya biaya akhir dibebankan kepada pihak yang kalah perkara,
sesuai dengan ketentuan Pasal 181 ayat (1) HIR. Apabila penggugat berada di pihak yang
kalah, dengan sendirinya panjar itu diperhitungkan menjadi biaya yang dipikulkan
kepadanya. Apabila kurang, ia harus menambahnya, dan apabila panjar itu lebih, sisanya
dikembalikan kepadanya.

b. Patokan Menentukan Panjar Biaya

Pasal 121 ayat (4) HIR, didasarkan pada taksiran menurut keadaan, meliputi komponen:

1) Biaya kantor kepaniteraan dan biaya materai;

2) Biaya melakukan panggilan saksi, ahli, juru bahasa, dan biaya sumpah;

3) Biaya pemeriksaan setempat;

4) Biaya juru sita melakukan pemanggilan dan pemberitahuan;

5) Biaya eksekusi.

Taksiran yang paling penting diperhitungkan adalah biaya pemanggilan dan


pemberitahuan sehubungan dengan besarnya biaya transportasi juru sita ke tempat
penggugat dan tergugat. Semakin jauh tempat mereka, semakin besar biaya panggilan dan
pemberitahuan yang ditetapkan. Sewajarnya, biaya transportasi yang ditaksir, bukan
kendaraan yang paling mahal dan yang khusus tetapi biaya transportasi yang berlaku bagi
masyarakat umum.

c. Dimungkinkan Berperkara Tanpa Biaya (Prodeo)


Bab ketujuh, bagian ketujuh HIR, mengatur tentang izin berperkara tanpa biaya (prodeo
atau kosteloos atau free of charge).

1) Syarat Berperkara Tanpa Biaya

Pasal 237 HIR menegaskan, bagi orang-orang yang tidak mampu membayar biaya perkara,
dapat diberi izin untuk berperkara tanpa biaya. Titik tolak memberi kemungkinan
berperkara tanpa biaya, berdasarkan alasan kemanusiaan (humanity) dan keadilan umum
(general justice). Memberi hak dan kesempatan (opportunity) kepada yang tidak mampu
untuk tampil membela dan mempertahankan hak dan kepentingannya di depan sidang
pengadilan secara cuma-cuma (free of charge. Akibat hukum atas pemberian izin
beperkara secara cuma-cuma, kepada yang bersangkutan:

· tidak ditarik biaya administrasi, dan

· tidak ditarik biaya upah juru sita.

2) Cara Mengajukan Permintaan Izin

a) Pengajuan Oleh Penggugat

Menurut Pasal 238 ayat (1) HIR, jika yang mengajukan permintaan izin adalah penggugat:

· diajukan pada saat menyampaikan surat gugatan.

Permintaan dapat langsung dimasukkan dalam surat gugatan atau dalam surat tersendiri;

· dapat juga diajukan dengan lisan berdasarkan Pasal 120 HIR.

b) Pengajuan izin oleh tergugat

Pasal 238 ayat (2) HIR, yang menyatakan permintaan izin diajukan tergugat pada saat
mengajukan jawaban. Ketentuan pasal ini yaitu memberi hak kepada tergugat untuk
mengajukan permintaan izin beperkara tanpa biaya selama tahap proses jawab-menjawab
berlangsung. Tidak mesti diajukan pada jawaban pertama, tetapi dapat juga diajukan pada
duplik atau jawaban kedua (rejoinder).

3) Syarat Permintaan

Pasal 238 ayat (3) HIR , mengatur syarat permintaan izin.


· Disertai surat keterangan tidak mampu dari kepala polisi setempat.

Ketentuan pasal ini pada saat sekarang, tidak tepat. Yang tepat, dari pemerintah setempat.
Bisa camat atau cukup kepala desa.

· Isi surat keterangan

Berisi penjelasan bahwa berdasarkan pemeriksaan atau penelitian, pemohon benar-benar


orang tidak mampu.

4) Proses Pemberian Izin

Pasal 239 ayat (1) HIR, mengatur proses pemberian izin beperkara tanpa biaya.

· Permintaan izin diperiksa pada sidang pertama, sebelum majelis memeriksa perkaranya
sendiri.

· Diperiksa dan diputus lebih dahulu apakah permintaan izin dikabulkan atau ditolak
sebelum perkara diperiksa.

· Pihak lawan dapat mengajukan perlawanan terhadap permintaan, berdasarkan alasan:

– permintaan tidak beralasan,

– pemohon adalah orang yang mampu.

5) Putusan Izin Prodeo, Tidak Bisa Dibanding

Menurut Pasal 291 HIR, putusan izin beperkara tanpa biaya yang dijatuhkan Pengadilan,
merupakan:

· putusan tingkat pertama dan terakhir, sehingga putusan tersebut bersifat final, dan

· terhadap putusan tertutup upaya banding.

3. Registrasi

Pasal 121 ayat (4) HIR menegaskan pendaftaran gugatan dalam buku register perkara, baru
dapat dilakukan setelah penggugat membayar biaya perkara. Apabila biaya perkara yang
ditetapkan panggilan dibayar, penggugat berhak atas pendaftaran gugatan serta panitera
wajib mendaftarkan dalam buku register perkara.

a. Pemberian Nomor Perkara


Panitera memberi nomor perkara atas gugatan, berdasarkan nomor urut yang tercantum
dalam buku register perkara.

b. Panitera Menyerahkan Perkara kepada Ketua Pengadilan

Segera setelah panitera memberi nomor, perkara diserahkan atau dilimpahkan kepada
ketua Pengadilan.

· Penyerahan harus dilakukan secepat mungkin

Panitera tidak boleh memperlambat penyerahan. Hal itu melanggar asas peradilan
sederhana, cepat, dan biaya ringan yang digariskan Pasal 4 ayat (2) No.14 Tahun 1970
(diubah dengan UU No.4 Tahun 2004. Atau memperlambat pelimpahan perkara oleh
panitera kepada Ketua Pengadilan tidak sesuai dengan prinsip justice delayed, justice
denied (peradilan yang lambat, mengingkari keadilan).

· Dalam buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan, MA menggariskan


pelimpahan perkara dari panitera kepada Ketua Pengadilan dilakukan paling lambat 7
(tujuh) hari dari tanggal registrasi.

4. Penetapan Majelis oleh Ketua Pengadilan

Apabila ketua berhalangan, penetapan majelis dilakukan wakil ketua.

· Jangka waktu penetapan, secepat mungkin.

· Jangka waktu yang digariskan MA paling lambat 7 (tujuh) hari dari tanggal penerimaan.

a. Penyerahan kepada Majelis

· harus dilakukan segera,

· MA menggariskan, paling lambat 7 (tujuh) hari dari tanggal surat penetapan majelis.

b. Majelis Paling Sedikit 3 Orang

Pasal 15 UU No.14 Tahun 1970 (sebagaimana diubah dengan UU No.35 Tahun 1999) dan
sekarang digariskan dalam Pasal 17 ayat (1) UU No.4 Tahun 2004 yang menentukan:

· semua pengadilan memeriksa dan memutus perkara, sekurang-kurangnya 3(tiga) orang


hakim kecuali apabila undang-undang menentukan lain,
· seorang bertindak sebagai Ketua majelis hakim (presiding judge), dan yang lain sebagai
anggota.

Namun dalam angka 9 penjelasan umum UU No.14 Tahun 1970, dimungkinkan hakim
tunggal, berdasarkan faktor keadaan setempat, karena :

· di daerah terpencil,

· tenaga hakim kurang, dan

· biaya transportasi mahal.

Akan tetapi, alasan ini pada saat sekarang selain tidak disebut dalam UU No.4 Tahun 2004
(sebagai pengganti UU No.14 Tahun 1970) juga tidak sesuai lagi Tentang hakim sudah
cukup memadai di seluruh daerah, serta semua wilayah sudah terjangkau oleh prasarana
lalu lintas yang dibutuhkan.

5. Penetapan Hari Sidang

Yang menetapkan hari sidang adalah majelis yang menerima pembagian distribusi perkara.
Penetapan hari sidang, dituangkan dalam bentuk surat penetapan.

· menurut Pasal 121 ayat (1) HIR, penetapan hari sidang harus dilakukan segera setelah
majelis menerima berkas perkara;

· menurut penggarisan MA, paling lambat 7 hari dari tanggal penerimaan berkas perkara,
majelis harus menerbitkan penetapan hari sidang;

· berdasarkan Pasal 121 ayat (3) HIR, penetapan hari sidang dimasukkan atau dilampirkan
dalam berkas perkara, dan menjadi bagian yang tidak terpisah dari berkas perkara yang
bersangkutan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa pengertian pemanggilan berarti suatu proses memanggil dan
mengajak dengan nama dan sebagainya kepada seseorang atau kelompok untuk datang atau
menghadiri dan menghadap kepada orang yang memanggil. Sehingga jika pengertian
pemanggilan ini dipakai dalam proses pengadilan Acara Perdata maka mengandung
pengertian bahwa proses memanggil atau menyeru yang dilakukan oleh jurusita pengadilan
untuk memberitahukan perihal menghadiri persidangan dan hal-hal lain menyangkut
persiapan pembelaan terhadap dirinya dalam proses persidangan nanti.

Bentuk Pemanggilan dilakukan oleh jurusita yang menyerahkan surat panggilan (exploit)
beserta salinan surat gugat itu kepada tergugat pribadi di tempat tinggalnya. Maka surat
panggilan itu diserahkan kepada kepala desa tersebut untuk di teruskan (pasal 390 ayat 1
HIR, 781 ayat 1 Rbg). Surat panggilan tersebut berisi ;

1. Nama yang dipanggil

2. Hari, jam, dan tempat sidang

3. Membawa saksi-saksi yang diperlukan

4. Membawa surat-surat yang hendak digunakan

5. Penegasan dapat menjawab gugatan dengan surat

Menurut Yahya Harahap, syarat pertama dan kedua itu bersifat mutlak harus ada sedangkan
syarat selebihnya dapat ditolerir dalam arti tidak serta merta dapat dinyatakantidak sah

Tata cara pemanggilan para pihak Setelah gugatan didaftar dan dibagikan dengan surat
penetapan penunjukan oleh Ketua Pengadilan Negeri kepada hakim yang akan
memeriksanya, maka hakim yang bersangkutan dengan surat penetapan menentukan hari
sidang perkara tersebut dan sekaligus menyuruh memanggil kedua belah pihak agar
menghadap di Pengadilan Negeri pada hari sidang yang telah ditetapkan dengan membawa
saksi-saksi serta bukti-bukti yang diperlukan.(pasal 121 ayat 1 HIR, 145 ayat 1 Rbg). Jika
tergugat telah diketahui tempat tinggal atau kediamannya, surat paggilan diajukan kepada
tergugat sendiri secara langsung (in person), istilah in person dapat diperluas lagi sampai
meliputi keluarga tergugat dalam garis lurus ke atas dan ke bawah (orang tua dan anak),
serta termasuk istri dan suami. Perluasan pengertian in person tersebut dilakukan jika
tergugat diketahui tempat tinggal atau kediamannya tanpa tidak berada ditempat.

4.Dasar Hukum Pemanggilan

a. Dasar Hukum

- Pasal 122 HIR / 146 R. Bg


- Pasal 390 HIR / 718 R.Bg

- Pasal 26-28 PP nomor 9 tahun 1975

- Pasal 138-140 Kompilasi Hukum Islam

Daftar Pustaka

Https://Nurliahnadira.Wordpress.Com/2014/10/05/Hukum-Acara-Perdata-Tentang-
Pemanggilan-Para-Pihak/

Http://Grupsyariah.Blogspot.Com/2012/05/Pemanggilan-Dalam-Hukum-Acara-
Perdata.Html

Tata Cara Panggilan Dan Proses Yang Mendahuluinya – Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar
(Ptun-Makassar.Go.Id)

Anda mungkin juga menyukai