Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Hukum Pidana
DOSEN:
Dr. Chairul Huda, SH.,MH
DISUSUN OLEH:
Roli Pebrianto (2017910027)
I. PENGANTAR
merupakan putusan dalam permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Masyarakat Anti
Korupsi (selanjutnya disingkat KPK). Permohonan Praperadilan ini terkait dengan KPK
selaku Termohon yang menangani perkara korupsi Bank Century berlarut-larut dan belum
(sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan atas nama terdakwa Budi Mulya) dalam kasus
korupsi terhadap pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan pemberian
Terkait kasus Bank Century, berdasarkan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
nomor: 861 K/Pid.Sus/2015 tanggal 8 April 2015, Budi Mulya selaku Mantan Deputi
Gubernur Bank Indonesia Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa telah divonis bersalah
dalam kasus skandal suap Bank Century dengan pidana penjara selama 15 (lima belas) tahun
dan denda sebesar Rp. 1.000.000.000.000,- (satu miliar rupiah) subsider 8 (delapan) bulan
kurungan.
1
Kemudian, mengenai lembaga praperadilan yang dikenal dalam KUHAP sebagai bagian
diatur secara limitatif dalam Pasal 77 KUHAP yaitu sah atau tidaknya penangkapan,
penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; ganti kerugian dan atau
rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau
penuntutan.
kewenangan praperadilan menjadi lebih luas yakni dapat menentukan sah atau tidaknya
bahwa karena belum ditetapkannya Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede dkk
sebagai tersangka maka hal ini bertentangan dengan Pasal 5 dan 6 UU KPK, Pasal 25 Tipikor
dan Pasal 50,102,106 KUHAP yang pada intinya diharuskan adanya kejelasan dan proses
yang cepat dalam penanganan tindak pidana korupsi maka hal ini dapat dianggap bahwa KPK
karenanya setiap perkara yang sudah masuk kedalam tahap penyidikan harus dibawa ke
pengadilan.
Terkait dengan kasus dugaan korupsi Bank Century ini KPK pun dalam berbagai
kesempatan menerangkan bahwa KPK terus melanjutkan proses hukum dugaan korupsi Bank
Century namun memang setelah putusan Budi Mulya berkekuatan hukum tetap (inkracht)
nama-nama yang berada dalam dakwaan Budi Mulya yang dikatakan secara bersama-sama
melakukan tindak pidana korupsi yakni Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede
dkk tidak kunjung ditetapkan jadi tersangka hal inilah yang menimbulkan tanda tanya apakah
prosesnya dihentikan atau masih berlanjut. Jika prosesnya dihentikan maka kewenangan
2
lembaga pra peradilan untuk memutuskan bahwa apakah penghentian penyidikan itu sah atau
tidak.
KPK untuk melanjutkan proses hukum terhadap Boediono, Muliaman D Hadad, Raden
Pardede, dkk. Hal ini sebenarnya menandakan bahwa Hakim Effendi Mukhtar menganggap
bahwa dengan belum atau tidak dilanjutkannya proses penyidikan terhadap Boediono,
Penafsiran ini menurut Anator sah-sah saja karena secara akademis penafsiran hukum
merupakan suatu hal yang lazim dilakukan. Akan tetapi, terkait dengan perintah agar KPK
menetapkan Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede, dkk sebagai tersangka ini
menurut sebagian kalangan, ahli hukum, dan para akademisi bukan merupakan kewenangan
Jika kita dlihat dalam KUHAP Pasal 1 angka 2 jo Pasal 7 sebenarnya yang berhak untuk
melakukan penetapan tersangka adalah murni kewenangan penegak hukum (penyidik) begitu
pun juga terkait dengan perintah untuk membawa perkara tersebut ke pengadilan sebenarnya
hal ini bukan merupakan kewenangan lembaga praperadilan karena kewenangan untuk
melimpahkan kasus ke pengadilan adalah kewenangan penuntut umum sesuai dengan azas
dominus litis.
melakukan putusan yang di luar dari kewenangannya karena akan menabrak azas-azas hukum
kalangan dan untuk itu Anator akan melakukan legal annotatation terhadap putusan
praperadilan a quo.
3
II. TENTANG LEGAL STANDING PEMOHON
Acara Pidana (selanjutnya disingkat KUHAP), bahwa “Permintaan untuk memeriksa sah
atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik
atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri
hanya untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan,
melainkan juga termasuk sah atau tidaknya penetapan tersangka. 1 Adapun yang berhak
Adapun yang menjadi fokus Anator ialah mengenai “pihak ketiga yang berkepentingan”.
penafsiran dalam penerapan. Ada yang menafsirkan secara sempit hanya terbatas pada saksi
korban tindak pidana atau pelapor. Sebaliknya, muncul pendapat lain, pengertian “pihak
ketiga yang berkepentingan” harus ditafsirkan secara luas, tidak terbatas hanya saksi korban
atau pelapor, tetapi meliputi masyarakat luas yang diwakili oleh Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM).2
Pada dasarnya penyelesaian tindak pidana yang bersangkutan sedemikian rupa, sangat
layak dan proporsional untuk memberi hak kepada masyarakat umum yang diwakili oleh
LSM atau organisasi kemasyarakatan untuk mengajukan kepada Praperadilan atas pengentian
4
mengaitkannya dengan unsur “kehendak pembuat undang-undang” (legislative purpose)
dan “kehendak publik” (public purpose).
Jika tujuan mem-Praperadilankan penghentian penyidikan atau penuntutan untuk
“mengkoreksi” atau “mengawasi” kemungkinan kekeliruan maupun kesewenangan atas
penghentian itu secara horizontal, cukup alasan untuk berpendapat, bahwa kehendak
pembuat undang-undang dan kehendak publik atas penerapan pihak ketiga yang
berkepentingan, meliputi masyarakat luas yang diwakili LSM atau organisasi
kemasyarakatan.”3
mendasarkan alasan permohonan tentang Hak dan Kedudukannya “sebagai pihak ketiga yang
Berdasarkan uraian tersebut, maka MAKI selaku Pemohon yang merupakan lembaga
swadaya masyarakat (LSM) atau organisasi kemasyarakatan yang bergerak untuk tujuan
Namun pada sisi yang lain, menurut Anator, Hakim juga dapat mempertimbangkan lain
bahwa ada pihak yang seharusnya lebih berkepentingan atau keberatan atas lambatnya
3
Ibid.
4
Hal ini sebagaimana disebutkan pada Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) Anggaran Dasar MAKI, yakni untuk
menciptakan Pemerintah yang bersih dan bebas dari KKN dan memberdayakan masyarakat untuk membantu
Pemerintah dalam Pencegahan dan Pemberantasan KKN di NKRI.
5
proses penyelidikan dan/atau penyidikan yang dilakukan oleh KPK, yakni Budi Mulya yang
telah diputus terbukti secara sah dan menyakinkan bersama-sama melakukan tindak pidana
korupsi, namun nama-nama yang disebut bersama-sama dengan Budi Mulya, yakni
Boediono c.s, belum diperiksa oleh KPK. Hal ini jelas ada perlakuan yang tidak sama (non
equal treetment) yang berdasarkan pada asas equality before the law.
dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
penghentian penuntutan;
b. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan
Dalam Pasal 79, 80, 81 diperinci tugas praperadilan itu yang meliputi tiga hal pokok:
yaitu:
9 putusan a quo) pada pertimbangan putusan Mahkamah Agung No. 861 K/Pid.Sus/2015
5
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Ed. 2. Cet. 4, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 190.
6
pada halaman 826 dengan jelas menerima dan membenarkan alasan kasasi yang diajukan
“Bahwa Terdakwa Budi Mulya selaku Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang
Pengelolaan Moneter dan Devisa melakukan perbuatan melawan hukum secara
bersama-sama dengan pejabat yang nama-namanya disebutkan dalam
Surat Dakwaan Jaksa/Penuntut Umum, Robert Tantular dan Raden Pardede telah
merugikan keuangan negara dalam pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
(FPJP) sebesar Rp.689.394.000.000,00 (enam ratus delapan puluh sembilan milyar tiga
ratus sembilan puluh empat juta rupiah) dan dalam proses penetapan PT. Bank
Century,Tbk sebagai Bank gagal berdampak Sistemik sebesar Rp.6.762.361.000.000,00
(enam trilyun tujuh ratus enam puluh dua milyar tiga ratus enam puluh satu juta rupiah)
sesuai Laporan Hasil Audit Investigasi Badan Pemeriksa Keuangan RI Nomor:
64/LHP/XV/12/2013 tanggal 20 Desember 2013, serta dana PMS (Penyertaan Modal
Sementara) yang dikucurkan sebesar Rp.1.250.000.000.000,00 (satu trilyun dua ratus
lima puluh milyar rupiah) sehingga total berjumlah Rp. 8.012.221.000.000,00 (delapan
trilyun dua belas miliar dua ratus dua puluh satu juta rupiah)”.
Dengan demikian siapapun pejabat lainnya dari Bank Indonesia termasuk Budiono
yang menyetujui penetapan Bank Century sebagai Bank Gagal Berdampak Sistemik
dan persetujuan pengucuran FPJP haruslah dinyatakan sebagai Tersangka dan diproses
ke Pengadilan Tipikor sebagaimana yang sudah terjadi pada Budi Mulya;
perlakuan antara Budi Mulya dengan Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede, dkk
yang disebutkan dalam surat dakwaan bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi.
Sehingga menurut Anator, wajar bila dikatakan ada perlakuan yang tidak adil, bagaimana
Apabila dilihat putusan praperadilan a quo, menurut beberapa pendapat telah melampaui
wewenang praperadilan. Menurut Anator, justru putusan praperadilan a quo tidak melampaui
wewenang praperadilan. Hal ini dapat dilihat dari tujuan praperadilan adalah tegaknya hukum
dan perlindungan hak asasi manusia. Jika dilihat dalam amar putusan praperadilan a quo yang
berbunyi:
7
atau melimpahkannya kepada Kepolisian dan atau Kejaksaan untuk dilanjutkan dengan
Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan dalam proses persidangan di Pengadilan
Tipikor Jakarta Pusat;...
Berdasarkan amar putusan praperadilan a quo jika dilihat dari perspektif hak asasi
manusia, lambatnya proses penyidikan yang dilakukan oleh KPK kepada Boediono, cs,
menyebabkan ternyadinya pelanggaran HAM terhadap Budi Mulya yang telah terlebih
dahulu dijatuhi pidana selama 15 tahun penjara dan denda 1 miliar subsider 8 bulan kurangan
sebagaimana telah diperiksa, diadili, dan diputus oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia
pada tingkat Kasasi Nomor: 861 K/Pid.Sus/2015 tanggal 8 April 2015, namun sampai tahun
2018, KPK belum menetapkan tersangka baru dalam kasus bailout Bank Century
(sebagaiman dalam dakwaan yang bersama-sama dengan Budi Mulya). Dengan demikian,
sekali lagi menurut Anator, putusan praperadilan a quo masih sejalan dengan tujuan
undangan adalah ditangan penyidik dalam hal ini KPK terkait dengan putusan praperadilan
yang memerintahkan agar Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede, dkk sebenarnya
perlu dikembalikan pada Penyidik (KPK) yang menangani perkara tersebut karena pada
seseorang ditetapkan jadi tersangka. Namun di sisi lain ada kewajiban bagi KPK untuk
mematuhi putusan praperadilan a quo karena dengan alasan apapun putusan pengadilan harus
Hal yang perlu diingat ialah apabila KPK akan melaksanakan putusan praperadilan a
quo, maka perlu diperhatikan terkait alat bukti karena jika alat bukti belum memenuhi syarat
maka tersangka dapat mengajukan pembatalan status tersangkanya melalui praperadilan. Jika
8
KPK tidak dapat melanjutkan proses selanjutnya, maka sebagaimana dalam amar putusan
V. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian yang telah Anator uraikan sebelumnya, maka Anantor dapat
sebagai “pihak ketiga yang berkepentingan,” namun ada pihak yang menurut Anator lebih
berkepentingan yakni Budi Mulya. Budi Mulya dikatakan sebagai pihak yang paling
berkepentingan dalam hal ini karena atas lambatnya proses pemeriksaan yang dilakukan oleh
KPK terhadap Boediono cs sebagaimana tertuang dalam dakwaan Budi Mulya dan Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 861 K/Pid.Sus/2015 tanggal 8 April 2015.
tujuan dari praperadilan yakni untuk melindungi Hak Asasi Manusia. Dilihat dari sisi Budi
Mulya, Putusan Praperadilan a quo telah melindungi HAM Budi Mulya akibat tidak adanya
tindak lanjut terhadap Boediono cs sebagaimana dalam dakwaan atas nama Terdakwa Budi
Mulya.