Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum acara perdata adalah rangkaian-rangkaian peraturan-peraturan
yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka
pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain
untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata.
Perkara perdata yang tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan
(damai), tidak boleh diselesaikan dengan cara main hakim
sendiri (eigenrichting) tetapi harus diselesaikan melalui pengadilan. Pihak
yg merasa dirugikan hak perdatanya dapat mengajukan perkaranya ke pengadilan
untuk memperoleh penyelesaian sebagaimana mestinya, yakni dengan
menyampaikan gugatan terhadap  pihak dirasa merugikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja tindakan-tindakan yang dilakukan sebelum pemeriksaan perkara
di muka pengadilan ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tindakan-tindakan yang mendahului pemeriksaan dimuka pengadilan


Tindakan yang mendahului pemeriksaan di muka pengadilan  menyangkut
masalah-masalah:
1. Pencatatan perkaran di pengadilan.
2. Penetapan biaya perkara dan beracara secara Cuma-Cuma
3. Penetapan hari sidang
4. Pemanggilan pihak-pihak yang bersengketa
5. Pencatatan Perkara di Pengadilan.1
Menurut pasal 121 HIR
(1) Sesudah surat gugatan atau catatan yang dibuat itu telah didaftarkan oleh
panitera di dalam daftar yang disediakan untuk itu, maka ketua menentukan hari
dan jam waktu perkara itu diperiksa di muka pengadilan.
(2) Ketika memanggil tergugat harus diserahkan juga kepada tergugat
sehelai salinan surat gugatan, dengan memberitahukan kepadanya, bahwa ia dapat
menjawab gugatan itu dengan tertulis.
1. Penetapan Biaya Perkara dan Beracara Secara Cuma-Cuma
Menurut pasal 121 HIR (4) menentukan : mendaftarkan dalam daftar
seperti yang dimaksud dalam ayat pertama, tidak boleh dilakukan sebelum oleh
Penggugat dibayar lebih dahulu kepada panitera sejumlah uang yang besarnya
sementara diperkirakan oleh ketua Pengadilan Negeri menurut keadaan perkara,
untuk ongkos kantor panitera, ongkos melakukan panggilan, serta pemberitahuan
yang diwajibkan kepada kedua pihak dan harga meterai yang akan dipergunakan.
Julah yang akan dibayar lebih dahulu itu akan diperhitungkan kemudian.
2. Penetapan Hari Sidang
Wewenang untuk menetapkan hari sidang ada pada ketua. Dalam praktek
perkataan “ketua” dotafsirkan sebagai ketua pengadilan. R. Subekti menyarankan,

1
Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta : Liberty. Edisi
VII, hal. 2006. 

2
agar dalam Undang-undang yang baru nanti hendaknya tegas-tegas disebut siapa
yang dimaksud “ketua”. Beliau menyarankan untuk memakai perkataan ketua
sidang yang mencakup pengertian “ketua majelis” maupun ketua sidang apabila
yang bersidang adalah hakim tunggal. Tenggang waktu antara pemanggilan dan
hari sidang adalah tiga hari sidang.
3. Panggilan Pihak-pihak yang Berperkara
Dalam praktek panggilan pihak-pihak yang berperkara dilakukan oleh para
jurusita pengganti dari pengadilan yang bersangkutan. Undang-undang no. 13
tahun 1965 pasal 65, 66 dan 67 mengatur tentang jurusita dan jurusita pengganti
menyangkut tugas dan wewenang.
Dalam hal jurusita pengganti setelah melakukan tugasnya berkewajiban
untuk memberi laporan kepada atasannya. Dalam hal jurusita pengganti tidak
bertemu dengan orangnya sendiri ditempat tinggalnya atau tempat dimana dia
berdiam, maka surat panggilan disampaikan kepada kepala desanya.
Sesungguhnya adalah lebih efektif di daerah terpencil, dimana letak kepala
desa jauh dari rumah orang yang dipanggil, dalam hal jurusita pengganti tidak
bertemu dengan orang yang dipanggil, menyampaikan surat panggilan itu kepada
isteri atau anak sah dari yang bersangkutan, setidak-tidaknya orang yang serumah
dengan ybs. Hendaknya orang yang menerima surat panggilan itu disuruh
membubuhkan tanda tangan diatas relas/berita acara panggilan tersebut. Yang
menyangkut anak hendaknya dibatasi umurnya, ialah yang berumur 12 thn atau
lebih. Dalam hal dirumah tidak ada orang semacam itu, barulah surat panggilan
disampaikan kepada orang luar dan orang yang paling tepat untuk menerima surat
panggilan tersebut adalah ketua RT. Yang bersangkutan juga harus
menandatangani relas / berita acara panggilan itu.2
Dalam praktek surat panggilan disampaikan juga ke alamat kantor
pengacara/penasehat hukum dari pihak yang berperkara. Selain itu juga panggilan
pihak-pihak yang berperkara dilakukan melalui iklan dalam harian setemapt satu-
dua kali. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada pihak-pihak

2
R. Subekti, Hukum Acara Perdata. Cetakan I Ke-1. Binacipta/BPHN. 1982. 

3
yang dipanggil secara jelas, dimana penggugat dengan sengaja merahasiakan
alamat tergugat, atau dengan sengaja memberi alamat palsu.

B. Pada Tingkat Penyelidik / Penyidik (Kepolisian) 


1. Penyelidikan 
adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan
suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau
tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam UU (pasal 1 butir
5 KUHAP). 
Tata Cara Penyelidikan 
a. Penyelidik dalam melakukan penyelidikan wajib menunjukan tanda
pengenalnya. Terhadap tindakan penyelidikan, penyelidik wajib
membuat berita acara dan melaporkannya kepada penyidik sedaerah
hukum. (pasal 102 ayat 1,2,3 KUHAP). 
b. penyelidik dikoordinasi, diawasi dan diberi petunjuk oleh penyidik.
(pasal 106 KUHAP). 
2. Penyidikan 
a. Pengertian adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam UU untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang
tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya (pasal 1
butir 2 KUHAP). 
b. Tata Cara Penyidikan 
1) Penyidikan dilakukan segera setelah laporan atau pengaduan
adanya tindak pidana. 
2) Penyidikan oleh penyidik pegawai negeri sipil diberi petunjuk oleh
penyidik Polri. 
c. Penghentian Penyidikan 
Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa
yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu
kepada penuntut umum. Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan

4
karena tidak terdapat cukup bukti , maka penyidik memberitahukan
kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya. Dalam hal
penghentian tersebut dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil
tertentu, pemberitahuan mengenai hal tersebut disampaikan kepada
penyidik dan penuntut umum (pasal 109 (1) sd (3) KUHAP ). 
d. Keberatan Penghentian Penyidikan 
Pasal 80 KUHP berbunyi : permintaan untuk memeriksa sah atau
tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan
oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang
berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan
alasannya. 
e. Prapenuntutan 
bila penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib
segera menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. Dalam hal
penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapai,
penyidik wajib melakukan penyidikan tambahan sesuai petunjuk
penuntut umum. Penyidikan dianggap selesai apabila dalam waktu 14
hari penuntut umum tidak mengembalikan hasil penyidikan atau
apabila sebelum batas waktu tersebut ada pemberitahuan dari penuntut
umum kepada penyidik (psl 110 (1) sd.(4) KUHAP). 
f. Tata Cara Pemeriksaan Saksi dan Tersangka dalam Penyidikan 
pasal 116 sd pasal 121 KUHAP mengatur hal tersebut sbb : 
1) keterangan saksi dan tersangka tidak disumpah 
2) tersangka dapat meminta saksi yang menguntungkan 
3) keterangan diberikan tanpa tekanan 
4) keterangan dicatat dalam berita acara dan ditandatangani 
5) pemeriksaan dapat dilakukan diluar daerah hukum penyidik 
g. Pemeriksaan Ahli 
ada 2 cara yang ditentukan oleh KUHAP : 
1) keterangan secara lisan atau langsung dihadapan penyidik yang
diatur dalam pasal 120 KUHAP. 

5
2) keterangan tertulis yang diatur dalam pasal 133 KUHAP 
h. Bedah Mayat 
dalam hal diperlukan untuk pembuktian bedah mayat tidak mungkin
lagi dihindari, penyidik wajib memberi tahu dahulu kepada keluarga
korban. 
i. Penggalian Mayat 
penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian
mayat, dilaksanakan sesuai pasal 133 ayat (2) dan pasal 134 ayat (2)
dan psl 135 KUHAP. 
3. Penangkapan 
a. Pengertian penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa
pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa
apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau
penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang
diatur dalam UU ini (pasal 1 butir 20 KUHAP). 
b. alasan penangkapan, dilakukan terhadap seorang yang diduga keras
melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup
(pasal 17 KUHAP). 
c. cara penangkapan 
dilakukan oleh petugas kepolisian negara RI dengan surat tugas. 
d. batas waktu penangkapan 
paling lama satu hari (pasal 19 ayat (1) . 
e. larangan penangkapan atas pelanggaran 
terhadap tersangka pelaku pelanggaran tidak diadakan penangkapan,
kecuali dalam hal ia telah dipanggil secara sah dua kali berturut-turut
tidak memenuhi panggilan itu tanpa alasan yang sah (pasal 19 ayat (2)
KUHAP).3

3
Moh. Taufik Makaro, SH. MH, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2004.

6
4. Penahanan 
a. Pengertian, Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa
ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim
dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
UU ini (pasal 1 butir 21 KUHAP). 
b. Tujuan Penahanan 
berdasarkan pasal 20 KUHAP, penahanan yang dilakukan oleh
penyidik, penuntut umum, dan hakim bertujuan untuk: 
1) kepentingan penyidikan 
2) kepentingan penuntutan 
3) kepentingan pemeriksaan hakim disidang pengadilan. 
c. Dasar Penahanan 
1) dasar keadaan atau keperluan 
2) dasar yuridis 
d. Tata Cara Penahanan 
dilakukan dengan surat perintah penahanan dilakukan oleh penyidik
atau penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa. Tembusan
surat perintah penahanan diberikan kepada keluarganya. 
e. Jenis Penahanan 
dapat berupa : (1) penahanan rumah tahanan negara (2) penahanan
rumah (3) penahanan kota. 
f. Pengurangan dan Pengalihan Penahanan 
masa penangkapan dan atau penahanan dikurangkan seluruhnya dari
pidana yang dijatuhkan. Untuk penahanan kota, pengurangan tersebut
seperlima dari jumlah lamanya waktu penahanan, sedangkan untuk
penahanan rumah sepertiga dari jumlah lamanya waktu penahanan
(pasal 22 ayat (4) dan (5) KUHAP). 
g. Batas Waktu Maksimum Penahanan 
1) Polisi / Penyidik 

7
pasal 20, hanya berlaku paling lama 20 hari, dan dapat
diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang paling lama 40
hari. 
2) Penuntut Umum 
pasal 20 paling lama 20 hari , dapat diperpanjang oleh ketua
pengadilan negeri 30 hari. 
3) Hakim Pengadilan Negeri 
30 hari, dan dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri 60
hari. 
h. Ganti Rugi atas Penahanan yang tidak Sah 
tersangka atau terdakwa berhak minta ganti kerugian sesuai dg
ketentuan yg dimaksud dalam pasal 95 dan pasal 96 (pasal 30
KUHAP). 
i. Penangguhan Penahanan 
atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut
umum atau hakim , sesuai dengan kewenangan masing-masing dapat
mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan
orang, berdasarkan syarat yang ditentukan. 
j. Syarat atau Kewajiban Penangguhan Penahanan 
pasal 31 KUHAP berbunyi : yang dimaksud dengan syarat yang
ditentukan ialah wajib lapor, tidak keluar rumah atau kota. 
5. Penggeledahan 
a. pengertian, menurut M.Yahya Harahap, penggeledahan adalah adanya
seorang atau beberapa orang petugas mendatangi dan menyuruh berdiri
seseorang. Lantas petugas tadi memeriksa segala sudut rumah ataupun
memeriksa sekujur tubuh orang yang digeledah. 
b. Pejabat yang Berwenang Melakukan Penggeledahan 
untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan
penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan
badan menurut tatacara yang ditentukan dalam UU ini (pasal 32
KUHAP). 

8
c. Tata Cara Penggeledahan Rumah 
1) Penggeledahan Biasa 
a) penggeledahan oleh penyidik berdasarkan surat ijin ketua
pengadilan negeri. 
b) penggeledahan disaksikan dua orang saksi 
c) disaksikan kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang
saksi jika tersangka menolak. 
d) dalam waktu 2 hari dibuat berita acara 
e) jika bukan penyidik, maka selain surat ijin ketua pengadilan
negeri juga surat perintah tertulis penyidik. 
f) penyidik terlebih dahulu menunjukan tanda pengenal. 
g) penyidik membuat berita acara. 
2) Penggeledahan dalam Keadaan Mendesak 
a) penggeledahan dilakukan tanpa ijin ketua pengadilan negeri. 
b) terhadap surat, buku, dan tulisan tidak diperkenankan digeledah
kecuali berkaitan dengan tindak pidana tersebut. 
d. Larangan Memasuki Tempat Tertentu 
kecuali dalam hal tertangkap tangan , penyidik tidak diperkenankan
memasuki ruang sidang MPR,DPR,tempat keagamaan (pasal 35
KUHAP). 
e. Penggeledahan diluar Daerah Hukum Penyidik 
dalam psl 33 penggeledahan tersebut harus diketahui oleh ketua
pengadilan negeri dan didampingi oleh penyidik dari daerah hukum
dimana penggeledahan itu dilakukan (pasal 36 KUHAP). 
f. Tata Cara Penggeledahan Badan 
1) penggeledahan badan meliputi pakaian dan rongga badan (pasal 37
KUHAP) 
2) penggeledahan terhadap wanita dilakukan oleh pejabat wanita
(penjelasan pasal 37). 

9
6. Penyitaan 
a. Pengertian, penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk
mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda
bergerak atau tidak bergerak, berwujud dan tidak berwujud untuk
kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan
(pasal 1 butir 16 KUHAP). 
b. Tujuan Penyitaan, adalah untuk kepentingan pembuktian , terutama
ditujukan sebagai barang bukti dimuka sidang pengadilan. 
c. Tata Cara Penyitaan 
1) berdasarkan surat ijin ketua pengadilan negeri kecuali tertangkap
tangan hanya atas benda bergerak. (Pasal 38 KUHAP). 
2) penyitaan oleh penyidik terlebih dahulu menunjukan tanda
pengenal (Pasal 128 KUHAP). 
3) penyitaan disaksikan oleh kepala desa atau kepala lingkungan dan
dua orang saksi (Pasal 129 ayat 1). 
4) penyidik membuat berita acara yang dibacakan, ditandatangani
serta salinannya disampaikan kepada atasan penyidik, orang yang
disita , keluarganya dan kepala desa. (Pasal 129 ayat 2,3 dan 4
KUHAP). 
5) benda sitaan dibungkus, dirawat, dijaga, serta dilak dan cap
jabatan. (pasal 130 KUHAP (1) ).4
d. Penyitaan Tidak Langsung 
diatur dalam pasal 42 ayat (1) dan (2) KUHAP 
e. Penyitaan Surat atau Tulisan Lain 
diatur dalam pasal 43 KUHAP 
f. Benda yang dapat disita 
diatur dalam pasal 39 KUHAP 
g. Penyitaan Benda Sitaan 
diatur dalam pasal 44 KHAP 

4
Riduan Syahrani, S.H., Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, Bandung, PT. Citra
Aditya Bakti, 2009.

10
h. Syarat dan Tata Cara Penjualan Lelang Benda Sitaan 
diatur pasal 45 KUHAP 
i. Pengembalian Benda Sitaan 
diatur pasal 46 ayat 1 dan 2 KUHAP 
j. Penyitaan di luar Daerah Penyidik 
diatur dalam pasal 36 KUHAP, pasal 284 KUHAP 
7. Pemeriksaan Surat 
pasal 41,47,48,49 serta pasal 131 dan 132 KUHAP 

C. Pada Tingkat Penuntut Umum 


Pasal 14 KUHAP, penuntut umum mempunyai wewenang sbb : 
1. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik 
2. mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidik 
3. memberikan penahanan, perpanjangan penahanan, dan atau mengubah
status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh peinyidik. 
4. membuat surat dakwaan 
5. melimpahkan perkara kepengadilan 
6. panggilan terhadap pihak-pihak yang berperkara. 
7. melakukan penuntutan 
8. menutup perkara demi kepentingan hukum 
9. mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab
sebagai penuntut umum 
10. melaksanakan penetapan hakim. 

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tindakan yang mendahului pemeriksaan di muka pengadilan  menyangkut
masalah-masalah:
1. Pencatatan perkaran di pengadilan.
2. Penetapan biaya perkara dan beracara secara Cuma-Cuma
3. Penetapan hari sidang
4. Pemanggilan pihak-pihak yang bersengketa
5. Pencatatan Perkara di Pengadilan

B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, mohon maaf apabila masih banyak
kekurangan dan kesalahan, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan
untuk perbaikan karya kami selanjutnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Mertokusumo, Sudikno. 2006. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta :


Liberty. Edisi VII
Moh. Taufik Makaro, SH. MH, 2004. Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata,
Jakarta: PT. Rineka Cipta
R. Subekti, Hukum Acara Perdata. Cetakan I Ke-1. Binacipta/BPHN. 1982. 
Riduan Syahrani, S.H., 2009. Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata,
Bandung, PT. Citra Aditya Bakti

13

Anda mungkin juga menyukai