Anda di halaman 1dari 6

PERTEMUAN 7 HUKUM ACARA PIDANA

MEMAHAMI PENGGELEDAHAN DAN PENYITAAN.

KOMPETENSI DASAR :

Mahasiswa mampu memahami praktek Penggeledahan dan Penyitaan yang sesuai diatur

KUHAP serta mampu membedakan dari tiap- tiap tindakan penyidik yang tidak melanggar

hak-hak dari tersangka.

PENDAHULUAN.

Penggeledahan adalah suatu tindakan hokum yang dilakukan penyidik atau penyidik

pembantu atau penyelidik yang memasuki ruang privasi seseorang dan atau melakukan

pemeriksaan kepada mereka yang tinggal ditempat penggeledahan dilakukan. Pelaksaan

penggeledahan bisa jadi bertujuan untuk melakukan penagkapan dan penyitaan barang bukti

yang diduga berkaitan dengan perkara yang disangkakan.

Hakikatnya penggeledahan tidak boleh dilakukan oleh siapapun karena itu merupakan hak

asasi manusia. Oleh karenanya perbuatan penggeledahan harus menjunjung tinggi hak-hak

asasi manusia yang berlaku.

A. Penggeledahan.

Adalah demi untuk kepentingan penyelidikan dan atau penyidikan agar dapat dikumpulkan

fakta dan bukti yang menyangkut suatu tindak pidana atau untuk menagkap seseorang yang

sedang berada didalam rumah atau suatu tempat yang diduga keras tersangka melakukan

tindak pidana.

1
Secara umum penggeledahan diatur dalam pasal Penggeledahan di atur dalam pasal 32-37,

125-127.Maksud penggeledahan dapat dilihat dalam pasal 1 butir 17 tentang penggeledahan

rumah dan butir 18 tentang penggeledahan badan seseorang.

Maka penggeledahan dapat di bedakan kepada dua keadaan;

1. Penggeledahan Biasa

Adalah suatu cara penggeledahan dalam keadaan normal dan tidak dalam keadaan yang

sangat mendesak sebagaiamana dimaksud pasal 33 sebagai berikut;1

a. Harus mendapatkan izin dari ketua Pengadilan Negeri diwilayah hukumnya.

b. Penyidik yang melakukan penggeledahan harus disertai surat perintah penggeledahan

dari pejabat penyidik yang berwenang.

c. Penyidik terlebih dahulu menunjukkan tanda pengenal identitas kepada tersangka atau

keluarganya (pasal 125).

d. saksikan oleh 2 orang saksi (jika disetujui), apabila tidak disetujui maka harus

disaksikan kepada/ketua lingkungan ditambah 2 orang saksi (jika penghuni

menolak/tidak hadir).(pasal 33 ayat 5 dan pasal 126.

e. Setelah 2 hari harus dibuat Berita Acara dan tembusannya diberikan kepada

pemilik/penghuni rumah.

2. Penggeledahan dalam keadaan mendesak

Adalah suatu keadaan dimana penyidik atau penyidik pembantu tidak perlu meminta izin dari

ketua Pengadilan di wilayah hokum tempat terjadinya penggeledahan. Kewenangan ini di

1
Ali Yuswandi, Penuntutan Hapusnya Kewenangan Menuntut dan Menjalankan Pidana, Pedoman Ilmu Jaya
Jakarta 1994 hal. 22-23.
2
berikan dalam pasal 34. Tindakana penggeledahan dalam keadaan yang sangat perlu dan

mendesak dapat meliputi tempat-tempat;

a. Pada halaman tempat tinggal tersangka

b. Pada tempat lain jika terdapat tempat tinggal tersangka

c. Ditempat terjadinya perbuatan pidana dilakukan

d. Ditempat penginapan atau tempat umum yang lain.

Namun walaupun kewenangan ini sudah didapat akan tetapi tetap saja penggeledahan harus

disertai dengan surat perintah dari pejabat penyidik yang berwenang. Jika dalam hal lain yang

sangat betul-betul mendesak dan tidak dimungkinkan menunggu surat perintah maka

setidaknya ada perintah secara lisan dari pejabat penyidik yang berwenang2.

B. Penyitaan

Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan

di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud

untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.

Bahwa Penyitaan adalah salah satu upaya paksa (dwang middelen) yang diatur dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), yaitu dalam Pasal 1 angka 16 KUHAP

menyatakan penyitaan sebagai berikut;

“Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau

menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau

tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan”.

2
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHP, Garuda Metropolitan Press Jakarta
Jilid ! 1988, hal. 276-278.
3
Tindakan penyidikan tersebut oleh undang-undang tentang hukum acara pidana disebut

“Penyitaan” dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah “inbesilagneming”3. Penyitaan yang

dilakukan oleh penyidik terhadap benda hak milik tersangka/terdakwa berkaitan dengan hak

asasi manusia. Oleh karena itu, suatu penyitaan tidak boleh dilakukan secara sewenang-

wenang, melainkan harus sesuai dengan persyaratan dan mekanisme sebagaimana diatur

dalam peraturan perundang-undangan.

Dapat kita pahami bahwasannya penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan izin

dari Ketua Pengadilan Negeri setempat, namun dalam keadaan mendesak, Penyitaan tersebut

dapat dilakukan penyidik lebih dahulu dan kemudian setelah itu wajib segera dilaporkan ke

Ketua Pengadilan Negeri, untuk memperoleh persetujuan.

 Benda-benda yang dapat dikenakan penyitaan adalah:4

a. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagai diduga

diperoleh dari tindak pidana atau sebagian hasil dari tindak pidana;

b. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau

untuk mempersiapkannya;

c. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana;

d. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;

e. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang

dilakukan.

3
R. Soenarto Soerodibroto, Soenarto Seorodibroto, Apakah itu Barang Bukti ? Hukum dan Keadilan 1 dan 2,
1975. Hal. 35.
4
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi II Sinar Grafika Jakarta 2008, hal. 149.
4
Bahwa dapat juga dipahami tindakan upaya paksa dalam bentuk penyitaan juga dapat

digolongkan sebagai tindakan yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) yaitu sebagai

tindakan perampasan kebebasan manusia . Akan tetapi tindakan penyitaan itu dilakukan oleh

Penegak Hukum berdasarkan KUHAP, maka tindakan penyitaan tersebut tidak dapat

dikategorikankan sebagai pelanggaran terhadap HAM.

Barang yang disita merupakan milik terhukum. Kepemilikan disini dapat dimaksudkan bahwa

masih milik terhukum disaat peristiwa pidana dilakukan atau pada waktu perkara diputus.

Benda sitaan untuk keperluan proses peradilan barang sitaan yang dalam ketentuan acara

pidana juga disebut dengan benda sitaan demikian yang diatur dalam Pasal 1 butir 4 PP

Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana.

Benda Sitaan menjadi bagian Pemasukan Non Pajak Dalam Peraturan Pemerintah Republik.

Indonesia nomor 22 Tahuh 1997 tanggal 7 Juli 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan

Negara Bukan Pajak yakni menjelaskan poin-poin jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak

yang berlaku pada kejaksaan agung berdasarkan Edaran Jaksa Agung No.15 Tahun 1953

Tanggal 13 Juli 1953 menunjuk Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1947 Jo. 43 Tahun 1948,

diantaranya adalah sebagai berikut:5

a. Penerimaan dari penjualan barang rampasan.

b. Penerimaan dari penjualan hasil sitaan/rampasan.

c. Penerimaan dari ganti rugi dan tindak pidana korupsi.

d. Penerimaan biaya perkara.

e. Penerimaan lain-lain, berupa uang temuan, hasil lelang barang temuan dan hasil

penjualan barang

5
Ibid, hal. 152-156.
5
f. Bukti yang tidak diambil oleh yang berhak.

g. Penerimaan denda

Proses awal penyitaan hanya bisa dilakukan oleh penyidik dengan berdasarkan pada surat izin

Ketua Pengadilan Negeri, hal tersebut diatur dalam Pasal 38 Ayat (1) KUHAP. Dalam Ayat

(2) menyebutkan dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus

segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa

mengurangi ketentuan Ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda

bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua Pengadilan Negeri setempat

guna memperoleh persetujuannya.

-------------------------------------------SELESAI------------------------------------------

Anda mungkin juga menyukai