Anda di halaman 1dari 13

PERTEMUAN KE-1

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP BAHASA


IMDONESIA HUKUM

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai, mahasiswa mampu::

1. Menjelaskan pengertian bahasa Indonesia hukum


2. Mengetahui ruang lingkup bahasa Indonesia hukum
3. Memahami kegunaan mempelajari bahasa Indonesia hukum

B. URAIAN MATERI

Sebelum membahas pengertian dan ruang lingkup bahasa hukum


Indonesia secara umum, terlebih dahulu harus dipahami tentang
pengertian bahasa, kedudukan dan fungsi Indonesia.

Pengertian bahasa

Menurut linguistik (Mahadi dan Sabarudin Ahmad, 1978: 15), bahasa


adalah serangkaian sistem yang berwujud lambang bunyi yang dibentuk
di dalam atau melalui mulut manusia, yang disetujui bersama oleh
sekelompok manusia, yang dipelajari mereka dan dengan lambang-
lambang tersebut manusia itu berkomunikasi.

Menurut sosiologi (Mahadi dan Sabarudin Ahmad, 1978: ), bahasa


merupakan alat komunikasi timbal balik di antara anggota masyarakat.

Menurut Hilman Hadikusuma (2005: 3), bahasa adalah kata-kata yang


digunakan sebagai alat untuk menyatakan atau melukiskan sesuatu
kehendak, perasaan, fikiran, pengalaman, terutama dalam hubungannya
dengan manusia lain.
Bahasa Indonesia adalah satu-satunya bahasa resmi yang dipakai dalam
ranah bersosialisai dalam kehidupan bermasyarakat.

Kedudukan Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting, yaitu:


pertama, bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional sesuai
dengan Sumpah Pemuda 1928; kedua, bahasa Indonesia berkedudukan
sebagai bahasa negara sesuai dengan Undang- Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

Fungsi Bahasa Indonesia

Zaenal Arifin & S. Amran Tasai (2004: 10-11) mengemukakan fungsi


bahasa Indonesia sebagai berikut:

Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia


berfungsi sebagai:

a. lambang kebanggaan kebangsaan;


b. lambang identitas nasional
c. alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya; dan
d. alat yang memungkinkan penyatuan berbagai-bagai suku bangsa
dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing
ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia.

Sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, bahasa Indonesia


mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan
bangsa Indonesia.

Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia harus memiliki


identitas sendiri. Bahasa Indonesia dapat memiliki identitasnya hanya
apabila masyarakat pemakainya membina dan mengembangkannya
sedemikian rupa sehingga bersih dari unsur-unsur bahasa lain.

Sebagai alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya.


Berkat adanya bahasa nasional –kita dapat berhubungan satu dengan
yang lain sedemikian rupa sehingga kesalahpahaman sebagai akibat
perbedaan latar belakang sosial budaya dan bahasa tidak perlu
dikhawatirkan.

Sebagai alat yang memungkinkan terlaksananya penyatuan berbagai-


bagai suku bangsa yang memiliki latar belakang sosial budaya dan
bahasa yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuan kebangsaan yang
bulat. Di dalam hubungan ini, bahasa Indonesia memungkinkan
berbagai-bagai suku bangsa itu mencapai keserasian hidup sebagai
bangsa yang bersatu dengan tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan
dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang
bahasa daerah yang bersangkutan. Di samping itu, dengan bahasa
nasional itu kita dapat meletakkan kepentingan nasional jauh di atas
kepentingan daerah atau golongan.

Lebih lanjut, Zaenal Arifin & S. Amran Tasai (2004: 11-12)


mengemukakan, di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai:

a. bahasa resmi kenegaraan;


b. bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan;
c. alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan; dan
d. alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

Sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa Indonesia dipakai di dalam


segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik dalam bentuk
lisan maupun dalam bentuk tulisan. Termasuk ke dalam kegiatan-
kegiatan ini adalah penulisan dokumen-dokumen dan putusan-putusan
serta surat-surat yang dikeluarkan oleh pemerntah dan badan-badn
kenegaraan lainnya, serta pidato-pidato kenegaraan.

Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar di


lembaga-lembaga pendidikan mulai taman kanak-kanak sampai dengan
perguruan tinggi di seluruh Indonesia, kecuali di daerah-daerah, seperti
daerah Aceh, Batak, Sunda, Jawa, Madura, Bali, dan Makasar yang
menggunaan bahasa daerahnya sebagai bahasa pengantar sampai tahun
ketiga SD.

Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia adalah alat perhubungan pada


tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan nasional dan untuk kepentingan pelaksaaan pemerintah. Di
dalam hubungan dengan fungsi ini, bahasa Indonesia dipakai bukan saja
sebagai alat komunikasi timbal balik antara pemerintah dan masyarakat
luas, dan bukan saja sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarsuku,
melainkan juga sebagai alat perhubungan di dalam masyarakat yang sama
latar belakang sosial budaya dan bahasanya.

Sebagai alat pengembangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan,


dan teknologi. Di dalam hubungan ini, bahasa Indonesia adalah satu-
satunya alat yang memungkinkan kita membina dan mengembangkan
kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga ia memiliki ciri-ciri dan
identitasnya sendiri, yang membedakannya dari kebudayaan daerah. Pada
waktu yang sama, bahasa Indonesia kita pergunakan sebagai alat untuk
menyatakan nilai-nilai sosial budaya kita.

Ragam Bahasa

• Bahasa lisan adalah kata-kata yang dinyatakan manusia dengan


ucapan.

• Bahasa tulisan adalah kata-kata yang dilukiskan dalam bentuk


tulisan.

• Bahasa perlambang atau bahasa pertanda adalah kata-kata yang


dilukiskan dalam bentuk gambar.

• Bahasa keluarga atau bahasa ibu adalah bahasa yang dipakai di


rumah dengan keluarga.
• Bahasa sehari-hari adalah bahasa yang dipakai dalam pergaulan
sehari-hari.

• Bahasa pengantar adalah bahasa yang dipakai untuk berkomunikasi


dalam perundingan, pemberian pelajaran di sekolah, dan sebagainya.

• Bahasa ilmiah atau bahasa keilmuan adalah bahasa yang dipelajari


dan dipakai dalam dunia ilmu pengetahuan.

Bahasa Keilmuan

Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia mempunyai peran penting


dalam pembinaan bahasa masyarakatnya, terutama bahasa keilmuan.
Mengapa demikian? Karena bahasa ilmu itu harus ilmiah dan keilmiahan
bahasa itu haruslah mengikuti kaidah bahasa Indonesia yang berlaku.
Kaidah bahasa Indonesia yang masih berlaku sekarang, yaitu kaidah
bahasa Indonesia yang disempurnakan atau disingkat EYD.

Lilis Hartini (2014: 8) mengemukakan, ilmu dan teknologi semakin


berkembang sehingga banyak sekali ilmuwan yang mengdikotomikan
bahasa Indonesia dalam bidang ilmunya masing-masing. Para ilmuwan
itu mengklaim bahwa inilah bahasa hukum, bahasa politik bahasa
komputer, dll. Melihat kecenderungan seperti itu para ahli linguistik pun
berpendapat bahwa memang setiap bidang ilmu itu mempunyai ciri khas
kebahasaan masing-masing, terutama dalam istilah-istilah bidang ilmu-
ilmu tersebut. Akan tetapi, mereka tetaplah menggunakan bahasa
Indonesia sebagai alat komunikasinya.

Lebih lanjut, Lilis Hartini (2014: 8) mengemukakan, para pakar linguistik


pun mengklasifikasikan berbagai bahasa keilmuan itu ke dalam ragam
bahasa keilmuan atau ragam bahasa selingkung. Oleh karena itu, kita
kenal sekarang adanya ragam bahasa hukum, ragam bahasa politik,
ragam bahasa komunikasi, ragam bahasa ekonomi, ragam bahasa ITE,
ragam bahasa sastra, dll. Semua ragam bahasa tersebut, baik digunakan
secara lisan maupun tertulis harus tunduk terhadap kaidah pembakuan
bahasa Indonesia, sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia.

Bahasa yang dipejari dan dipakai dalam dunia ilmu pengetahuan adalah
bahasa ilmiah atau bahasa keilmuan. Bahasa ilmiah mempunyai ciri-ciri
sebagaimana dikemukakan oleh Anton M. Moeliono (Hilman
Hadikusuma, 2005:8) yaitu sebagai berikut:

a. Lugas dan eksak karena menghindari kesamaran dan ketaksaan;

b. Objektif dan menekan prasangka pribadi;

c. Memberikan definisi yang cermat tentang nama, sifat dan kategori


yang diselidikinya untuk menghindari kesimpangsiuran;

d. Tidak beremosi dan menjauhi tafsiran yang bersensasi;

e. Cenderung membakukan makna kata-katanya, ungkapannya dan


gaya paparannya berdasarkan konvensi;

f. Tidak dogmatik atau fanatik;

g. Bercorak hemat, hanya kata yang diperlukan yang dipakai;

h. Bentuk, makna, dan fungsinya lebih mantap dan stabil daripada yang
dimiiki kata biasa.

Ragam Bahasa Hukum

Junaiyah H. Matanggui (2013: 1) mengemukakan bahwa dalam berbagai


perbicangan mengenai bahasa yang digunakan di dalam bidang hukum
dan perundang-undangan, sering terdengar ucapan “Ini bahasa hukum,
bahasa Undang-Undang”. Dari ucapan itu, terkesan seakan-akan ada satu
bahasa baru, yang bernama “bahasa hukum”. Padahal, apa yang disebut
dengan “bahasa hukum” itu ternyata adalah bahasa Indonesia yang
kaidah kalimat, bentuk kata, kosakata, dan tata tulisnya tidak berbeda
sama sekali dari kaidah yang berlaku pada bahasa Indonesia umumnya.
Yang membedakan ialah bahasa yang dipakai di bidang hukum dan
perundang-undangan menggunakan istilah, kosakata tertentu, dan gaya
penyampaian yang sesuai dengan keperluan dan kelaziman yang berlaku
d bidang itu.

Lebih lanjut Junaiyah H Matanggui (2013: 2) mengemukakan bahwa


model bahasa yang digunakan di bidang tertentu disebut laras
(registered). Misalnya, istilah dan gaya penyampaian di bidang hukum
dan peraturan perundang-undangan berbeda, dari istilah dan gaya
penyampaian di bidang sastra atau biologi. Penyesuaian pemakaian
bahasa menurut larasnya tidak hanya terjadi di bidang hukum dan
peraturan perundang-undangan, tetapi juga di bidang lain, seperti di
bidang kedokteran, pendidikan, pertanian, teknik, penerbangan, serta di
bidang bahasa dan sastra.

Bahasa Indonesia untuk bidang hukum dan peraturan perundang-


undangan menggunakan istilah, gaya penyampaian atau komposisi yang
khas, monosemantik (tidak bermakna ganda), jelas, lugas (tidak
berbunga-bunga, tidak bertele-tele), tepat dan benar agar terjadi kepastian
hukum. Dapat dikatakan bahwa bahasa Indonesia untuk bidang hukum
dan peraturan perundang-undangan – juga bahasa Indonesia untuk bidang
lainnya – mempunyai ciri komposisi tersendiri. Oleh karena itu, menurut
Junaiyah H. Matanggui (2013: 2) sebutan bahasa hukum dan
perundang-undangan hendaklah dilengkapi menjadi bahasa Indonesia
untuk bidang hukum dan peraturan perundang-undangan.

Kekhususan ciri komposisi itu berkaitan dengan fungsi bahasa sebagai


alat penuang gagasan, khususnya gagasan yang mengandung norma
hukum (rechtsnorm) yang mengatur agar anggota warga masyarakat bisa
hidup saling menghormati dan tertib. Namun, tidak berarti bahasa
Indonesia di bidang hukum dan peraturan perundang-undangan hanya
bisa dimengerti oleh para ahli dan praktisi hukum, tetapi juga bisa
dipahami oleh mereka dari bidang lain, termasuk yang sedang
mempelajari, bahkan sedang menghadapi masalah hukum.
Bahasa Indonesia di bidang hukum dan peraturan perundang-undangan
merupakan salah bentuk penggunaan bahasa Indonesia ragam resmi
karena dipakai untuk menuliskan hukum dan peraturan perundang-
undangan. Oleh karenanya, laras bahasa itu harus menggunakan bahasa
Indonesia baku, baik dalam kosakata, bentuk kata, frasa, kalimat, dan
penulisannya.

Bahasa Indonesia ragam resmi atau bahasa Indonesia ragam standar


adalah salah satu ragam bahasa Indonesia, baik lisan maupun tertulis
yang dipakai untuk berinteraksi pada situasi resmi karena dianggap
paling memenuhi syarat untuk itu. Misalnya, bahasa Indonesia yang
dipakai di bidang hukum dan peraturan perundang-undangan, surat
menyurat resmi, atau dipakai secara resmi di depan umum.

Simposium bahasa dan hukum tahun 1974 yang diselenggarakan Badan


Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) menghasilkan rumusan mengenai
maksud bahasa hukum Indonesia. Bahasa hukum Indonesia merupakan
bahasa Indonesia yang dipergunakan di bidang hukum, yang mengingat
sifatnya mempunyai karakteristik sendiri. Oleh karena itu, bahasa hukum
Indonesia haruslah memenuhi syarat-syarat dan kaidah-kaidah bahasa
Indonesia (BPHN, 1974: 106). Jadi, dapat dikatakan bahasa hukum
Indonesia sebenarnya merupakan bagian dari bahasa Indonesia.

Bahasa hukum adalah bahasa aturan dan peraturan yang bertujuan untuk
mewujudkan ketertiban dan keadilan, untuk mempertahankan
kepentingan umum dan kepentingan pribadi di dalam masyarakat.
Namun karena bahasa hukum adalah bagian dari bahasa Indonesia yang
modern, maka dalam penggunaaanya ia harus tetap, terang,
monosemantik, dan memenuhi syarat estetika bahasa Indonesia (Hilman
Hadikusuma, 1992:3). Sebagai bagian dari bahasa Indonesia, bahasa
hukum selayaknya juga mengikuti kaidah bahasa Indonesia secara umum
supaya tidak membuka peluang interpretasi ganda sehingga kepastian
hukum dapat dijamin.
Bahasa hukum adalah bahasa yang dipergunakan untuk merumuskan dan
menyatakan hukum dalam suatu masyarakat tertentu (Mahadi, 1979:50).
Hukum hanya dapat berjalan efektif jika ia dirumuskan melalui bahasa
hukum yang tegas dan mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam suatu
masyarakat, dan harus dapat dikomunikasikan dengan baik pada subjek
hukum yang dituju.

Bahasa Indonesia ragam hukum adalah salah satu ragam bahasa


Indonesia yang digunakan sebagai alat komunikasi dalam bidang hukum.
Bahasa Indonesia hukum digunakan oleh orang-orang yang
berkecimpung dalam bidang hukum atau mendalami ilmu hukum. Ragam
bahasa hukum, seperti juga ragam-ragam bahasa lainnya merupakan
bahasa ilmiah, jadi harus memperhatikan struktur atau kaidah bahasa
Indonesia baku. Oleh karena itu, bahasa hukum tidak mengutamakan
gaya bahasa tetapi mengutamakan kepastian bahasa. Tentu saja, harus
dipastikan bahwa bahasa hukum itu tidak boleh bersifat ambigu
(mengandug dua atau lebih pengertian). Jika terjadi keambiguan
penggunaan bahasa, maka akan terjadi ketidakpastian hukum (Soelaeman
B. Adiwidjaja & Lilis Hartini, 2003: 2)

Berdasarkan hal tersebut, bahasa hukum pun tetaplah bahasa Indonesia


yang penggunaannya harus disesuaikan dengan rambu-rambu yang ada
dalam pedoman EYD, baik tulisan,ejaan, kosa kata, maupun tata
bahasanya. Namun, antara bahasa hukum dan bahasa Indonesia ada ciri-
ciri yang tegas yang berfungsi sebagai pembeda, yaitu yang menyangkut
dengan konsep, makna dan peristilahan, perbedaannya di sini terletak
pada konsep bahasa itu sendiri. Di dalam bahasa Indonesia sesuai dengan
konsepnya “satu kata” dapat mempunyai beberapa arti, misalnya “dalil”
(Ar) 1. keterangan sebagai bukti dan pembenaran suatu pendapat; 2.
pendapat yang mengukuhkan sesuatu yang dikemukakan; 3. patokan
dasar dalam matematika, ilmu ukur. Sebaliknya di dalam bahasa hukum
hal itu sedapat mungkin dihindarkan. Jadi, dalam bahasa hukum prinsip
monosemantik (kesatuan makna) sangat menentukan, hal ini
dimaksudkan supaya jangan timbul penafsiran yang berbeda yang
mengandung bermacam-macam makna yang menyangkut dengan kaidah
hukum.

Bahasa hukum yang kita gunakan saat ini masih mempunyai beberapa
kelemahan, antara lain terbatasnya kosa kata atau istilah bahasa
Indonesia yang kita gunakan di bidang hukum. Di samping itu, bahasa
hukum yang kita pakai saat ini sebagian besar merupakan terjemahan
dari bahasa Belanda yang dibuat oleh para ahli hukum yang lebih
menguasai bahasa Belanda daripada bahasa Indonesia.

Terjemahan-terjemahan itu kadang-kadang menimbulkan pertanyaan


bagi orang awam. Contoh:

1. Di dalam hukum adat disebut kawin lari, sebagai terjemahan dari


vluchthuwelijk dan wegloophuwelijk. Orang awam berkata mana ada
kawin lari. Yang dimaksud adalah berlarian untuk kawin yang
dilakukan oleh bujang gadis, seperti berlaku di Batak, Lampung,
Bali. pabila dibandingkan dengan bahasa asing yang kaya dengan
istilah, atau bahasa Indonesia masih miskin dalam istilah.
2. Di dalam hukum hukum perdata istilah hukum Belanda verbintenis
ada yang menterjemahkan perikatan dan ada juga yang
menterjemahkan perjanjian; istilah hukum Belanda overeenkomst
ada yang menterjemahkan perjanjian dan ada yang menterjemahkan
persetujuan.
3. Di dalam hukum pidana terdapat istilah hukum Belanda yang disebut
strafbaafeit, ada yang menterjemahkan peristiwa pidana dan ada
pula yang tindak pidana, sedangkan maksud yang sebenarnya adalah
peristiwa yang dapat dihukum; istilah barangsiapa terjemahan dari
bahasa hukum Belanda Hij die. Yang dimaksud tentu bukan barang
kepunyaan siapa, tetapi dia yang (berbuat) atau barangkali siapapun
berbuat.
Hal-hal tersebut membingungkan bagi orang-orang awam dan bagi
mereka yang baru mempelajari ilmu hukum.

Kecirikhasan hukum sebenarnya terletak pada bentuk peraturan


perundang-undangan yang sistematik dan berpola. Coba perhatikan naskah
peraturan perundang-undangan, di dalamnya terdapat bab, pasal, ayat.
Bentuk bab memang dipergunakan tidak hanya dalam peraturan
perundang-undangan tetapi juga dalam penulisan karya ilmiah. Lalu
bentuk ayat pun bukan hanya terdapat pada Undang-Undang saja tetapi
pada beberapa kitab suci, seperti Al’Qur’an terdapat kata ayat. Sementara
bentuk pasal hanya kita temui dalam peraturan perundang-undangan.
Dikatakan sistematik karena hanya gagasan pakar hukumlah yang
mengatur bahasa hukumnya seperti itu (bab, pasal, ayat). Kesistematikan
ini pun tidak hanya terdapat dalam peraturan perundang-undangan.
Ternyata dalam setiap tulisan hukum terdapat kesamaan yang mendasar,
yaitu segala persoalan hukum selalu diungkapkan secara kronologis
(berurutan). Kemudian kecirikhasan yang lain terdapat pada istilah-istilah
hukum yang diadopsi dari bahasa asing, terutama bahasa Belanda dan
Inggris. Masyarakat mengenal inilah bahasa hukum, tepai sebagian
masyarakat tidak tahu makna sesungguhnya dari arti istilah-istilah yang
diadopsi tersebut (Lilis Hartini, 2014: 144-145).

Tujuan Mempelajari Bahasa Hukum

Pertama, memahami apa yang dikatakan atau dituliskan orang lain di


dalam bahasa hukum.

Kedua, menyatakan dan mengkomunikasikan hukum sesuai dengan


perasaan, pikiran, dan keinginan, baik secara lisan maupun tertulis,
dengan bahasa yang dapat dipahami dengan jelas tanpa menggunakan
unsur bahasa asing apabila tidak benar-benar diperlukan (Bahder Johan
Nasution & Sri Warjiyati, 2001: vii).

Kegunaan Mempelajari Bahasa Hukum


Kegunaan mempelajari bahasa hukum berdampingan dengan bahasa
Indonesia yang umum adalah agar dapat saling mengisi kekurangan yang
satu dan yang lain dan dapat saling mengerti antara yang satu dan yang
lain. Dengan saling mengisi dan mengerti antara sarjana hukum dan
sarjana bahasa serta dilanjutkan dengan kerja sama dalam meakukan
penelitian bahasa hukum Indnesia, dan menyebarluaskan hasil-hasil
penelitian tersebut, maka kekurangan dan kelemahan yang dirasakan
selama ini secara berangsur dapat diperkecil dan diatasi (Hilman
Hadikusuma, 2005: 4). .

Ruang Lingkup Bahasa Indonesia Hukum

Menurut Junaiyah H. Matanggui (2013: 2), bahasa Indonesia untuk


bidang hukum, disebut juga laras bahasa hukum, mencakup sublaras
bahasa kenotariatan, sedangkan laras bahasa untuk peraturan perundang-
undangan mencakup sublaras kontrak atau perjanjian dan sublaras
bahasa peradilan. Semua laras dan sublaras bahasa tentu harus tunduk
pada kaidah bahasa Indonesia.

Menurut Hilman Hadikusuma (2005: 2), bahasa Indonesia yang khusus


dipakai dalam teori dan praktek hukum, di dalam bentuk aturan tidak
tertulis dan aturan tertulis, di dalam hukum adat atau hukum
perundangan, di dalam karya-karya tulis atau kepustakaan hukum, di
dalam musyawarah atau pembicaraan hukum, dan kesemua aspek yang
menyangkut hukum, yang bersifat khas hukum dengan menggunakan
bahasa sebagai alatnya, termasuk dalam ruang lingkup bahasa hukum
Indonesia.

Jadi, ruang lingkup bahasa Indonesia hukum sangat luas, mencakup


semua aspek yang menyangkut hukum, yang bersifat khas hukum dengan
menggunakan bahasa sebagai alatnya.

C. LATIHAN SOAL/TUGAS
1. Menurut Saudara, apa saja yang diperlukan untuk dapat memahami bahasa
hukum?
2. Ada yang berpedapat bahwa agar mudah dipahami, sebutan “bahasa
hukum” itu seharusnya dilengkapi menjadi “bahasa Indonesia laras
hukum” atau “bahasa Indonesia untuk bidang hukum dan peraturan
perundang-undangan” atau “bahasa Indonesia hukum”. Menurut Saudara,
dari istilah-istilah tersebut, istilah yang apa paling tepat untuk digunakan?
Jelasakan!
3. Sebutkan ciri-ciri bahasa Indonesia hukum!

4. Sebutkan kelemahan-kelemahan bahasa Indoesia hukum!


D. DAFTAR PUSTAKA

B. Adiwidjaja, Soelaeman & Hartini, Lilis. 2003. Bahasa Indonesia Hukum.


Bandung: Pustaka.

Nasution, Bahder Johan & Warjiyati, Sri. 2001. Bahasa Indonesia Hukum.
Bandung: Citra Aditya Bakti.

Hadikusuma, Hilman. 2010. Bahasa Hukum Indonesia. Bandung: Alumni.

Hartini, Lilis. 2014. Bahasa dan Produk Hukum. Bandung: Refika Aditama.

Junaiyah H.M. 2013. Bahasa Indonesia untuk Hukum dan Perundag-


undangan. Jakarta: Grasindo.

Mahadi & Ahmad, Sabaruddin. 1979. Pembinaan Bahasa Hukum Indonesia.


Bandung: Bina Cipta.

Anda mungkin juga menyukai