Anda di halaman 1dari 7

Universitas Pamulang Ilmu Hukum S1

PERTEMUAN 8
INTERVENSI
A. TUJUAN PERKULIAHAN
Setelah menyelesaikan pertemuan ke-7 Mahasiswa diharapkan mampu
memahami bagaimana perihal Permohonan Intervensi dalam Sengketa Tata Usaha
Negara (TUN).
B. URAIAN MATERI
Kriteria sebagai Pihak Ketiga (Intervennient) dalam sengketa tata Usaha
Negara (TUN) ini seharusnya juga dipersamakan dengan kriteria Penggugat, yaitu
mencakup orang badan hukum perdata dan badan/pejabat TUN. Banyaknya
perbedaan penafsiran akan permohonan intervensi tersebut, karena minimnya
ketentuan perundang-undangan yang mengatur. Masuknya pihak ketiga dalam satu
proses perkara, akan menambah jumlah dalil-dalin dan fakta-fakta yang harus
dipertimbangkan untuk mengambil putusan yang tepat.
1. Intervensi
Permohonan Intervensi adalah merupakan suatu bagian yang penting dalam
prosedur beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) rupanya banyak terjadi
perbedaan penafsiran akan permohonan tersebut, terutama karena minimnya
ketentuan perundang-undangan yang mengaturnya. Sebagai pihak ketiga dalam suatu
proses perkara, akan menambah jumlah dalil-dalil dan fakta-fakta yang harus
dipertimbangkan untuk mengambil putusan yang tepat. Apakah pengertian
permohonan intervensi, sama dengan gugatan intervensi dalam perkara perdata.1
2. Permohonan Intervensi
Dalam Ketentuan Pasal 83 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara, menyatakan:
(1) Selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang berkepentingan dalam
sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh pengadilan, baik atas
prakarsa sendiri dengan mengajukan permohonan, maupun atas prakarsa
hakim, dapat masuk dalam sengketa Tata Usaha Negara dan bertindak
sebagai:
a.Pihak yang membela haknya; dan
b. Peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa

1
Lintong O. Siahaan, Instrumen Hukum di PTUN, Jakarta: Percetakan Negara RI, 2007, hlm. 86-87.

Hukum Acara Peradilan TUN . 1


Universitas Pamulang Ilmu Hukum S1

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dikabulkan atau
ditolak oleh pengadilan dengan putusan yang dicantumkan dalam berita
acara sidang.
(3) Permohonan banding terhadap putusan pengdilan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) tidak dapat diajukan sendiri, tetapi harus diajukan bersama-
sama dengan permohonan banding terhadap putusan akhir dalam pokok
sengekata.

Pasal tersebut di atas jelas menyebutkan bahwa ikut sertanya pihak ketiga
dalam proses pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara yang sedang berjalan di
Pengadilan Tata Usaha Negara, dimugkinkan dalam bentuk:
Tussenkomst
Dalam hal ini pihak ketiga dengan kemauan sendiri dapat mengajukan
permohonan kepada pengadilan untuk ikut serta dalam proses pemeriksaan sengketa
Tata Usaha Negara yang sedang berjalan, guna mempertahankan atau membela hak
dan kepentingan sendiri, sehingga jangan sampai dirugikan oleh putusan pengadilan.
Jika permohonan ini dikabulkan, maka pihak ketiga tersebut berkedudukan sebagai
penggugat intervensi, sebagai pihak yang mandiri dalam proses pemeriksaan sengketa
tersebut dan disebut intervenient.2
Sedangkan pendapat dari para ahli menyatakan, tidak mengaturnya gugatan
Intervensi, bukan berarti tidak mengatur tentang permohonan untuk masuk dalam
proses sengketa tata usaha negara, untuk membela haknya, atau bergabung terhadap
salah satu pihak yang bersengketa. Hal tersebut dapat disimpulkan:
“…baik atas prakarsa sendiri dengan mengajukan permohonan maupun atas prakarsa
hakim masuk dalam sengketa TUN.
“…inilah salah satu perbedaan dengan gugatan intervensi dalam perkara perdata,
dimana penggugat intervensi dalam proses beracara (dalam perkara perdata) melawan
sekaligus baik penggugat asli (tergugat Intervensi-I) maupun tergugat asli (tergugat
Intervensi-II). Jadi dengan masuknya tergugat Intervensi, pihak-pihak yang
berperkara menjadi tiga pihak yang saling berlawanan.
Di PTUN dalma berperkara meskipun adanya permohonan Intervensi tetap
dengan 2 (dua) pihak, yaitu pihak Penggugat dan pihak Tergugat sedangkan dalam
2
Yusrizal, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Lhokseumawe: Penerbit Unimal Press, 2015,
hlm. 52-53.

Hukum Acara Peradilan TUN . 2


Universitas Pamulang Ilmu Hukum S1

permohonan intervensi, sangat bergantung pada kepentingan mana yang akan dibela
(dipertahankan) oleh Pemohon. Jika pemohon dalam kenyataannya mempunyai
kepentingan yang sama dengan Penggugat, atau sama-sma menghendaki agar KTUN
yang digugat (obyek sengketa), ingin dibatalkan, maka akan ditempatkan di bagian
(pihak) Penggugat, dengan sebutan “Penggugat II Intervensi”,3 jika sebaliknya
3. Siapa yang Berhak Mengajukan Permohonan Intervensi

Pasal tersebut di atas, jelas menyebutkan bahwa ikut sertanya pihak ketiga
dalam proses pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara yang sedang berjalan di
Pengadilan Tata Usaha Negara, dimugkinkan dalam bentuk : Tussenkomst Dalam hal
ini pihak ketiga denga kemauan sendiri dapat mengajukan permohonan kepada
pengadilan untuk ikut serta dalam proses pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara
yang sedang berjalan, guna mempertahankan atau membela hak dan kepentingannya
sendiri, agar ia jangan sampai dirugikan oleh putusan pengadilan. Jika permohonan
ini dikabulkan, pihak ketiga tersebut berkedudukan sebagai penggugat intervensi,
sebagai pihak yang mandiri dalam proses pemeriksaan sengketa tersebut dan disebut
intervenient. Selanjutnya Yusrizal membagi Intervensi 2 (dua) jeni permohonan, 4
yaitu:
1). Voeging
Dalam hal ini ikut sertanya pihak ketiga dalam proses pemeriksaan sengketa
Tata Usaha Negara yang sedang berjalan adalah permintaan salah satu pihak yang
bersengketa, yaitu penggugat atau tergugat. Permohonan diajukan oleh pihak yang
berkepentingan kepada pengadilan agar pihak ketiga yang dimaksud agar dapat
diikutsertakan dalam proses pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara yang sedang
berjalan, untuk bergabung dengan pihak pemohon guna memperkuat posisi hukum
pihak yang memohon.
2). Intervensi Khusus
Dalam hal ini msuknya pihak ketiga dalam proses pemeriksaan sengketa Tata
Usaha Negara yang berjalan adalah atas prakarsa hakim yang memeriksa sengketa
tersebut. Di sini pihak ketiga ditarik dalam proses pemeriksaan suatu sengketa Tata
Usaha Negara yang sedang berjalan, bergabung dengan tergugat sebagai tergugat II
intervensi. Sifat khusus dari intervensi ini adalah karena ikut sertanya pihak ketiga
3
Lihat, Ketentuan dalam Pasal 83 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara.
4
Yusrizal, Op. cit, hlm. 53.

Hukum Acara Peradilan TUN . 3


Universitas Pamulang Ilmu Hukum S1

dalam sengketa yang sedang berjalan tersebut adalah atas perintah hakim, guna
mempermudah penyelesaian sengketa yang bersangkutan. Putusan mengenai ikut
sertanya pihak ketiga dalam proses pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara yang
sedang berjalan adalah merupakan putusan sela, yang harus dicantumkan dalam berita
acara sidang. Permohonan banding terhadap putusan sela ini tidak dapat diajukan
tersendiri, tetapi harus bersama-sama dengan permohonan banding terhadap putusan
akhir dalam pokok sengketa.
4. Saat Masuknya Permohonan Intervensi
Pada saat kapan yang paling tepat masuknya permohonan Intervensi?
Indroharto, menganjurkan, agar saat yang paling ideal adalah pada saat permulaan,
sebelum perkara disidangkan, atau setidaknya-tidaknya pada saat pemeriksaan
persiapan. Selanjutnya Indroharto menyatakan, apabila diajukan sesudah itu,
sebaiknya ditolak saja karena akan merugikan pihak-pihak lain, ang pemeriksaan
perkaranya telah berlangsung jauh.5
Kenyataannya, apabila anjuran tersebut dituruti, timbul ketegangan-
ketegangan, dimana pihak-pihak yang saling bersangkutan akan melakukan protes
keras, mereka akan berdalih bahwa hak mereka telah ditiadakan, kesempatan mereka
untuk memperjuangkan hak-hak yuridisnya tidak diberikan, dan sebagainya. Sehingga
dalam perihal intervensi dalam pelaksanaan putusan, lebih lanut dibicarakan dalam
gugatan perlawanan.
Untuk menghindari hal tersebut, dalam praktik ditempuh suatu jalan keluar di
mana setiap permohonan intervensi diterima saja, kapanpun diajukan, bahkan hingga
saat-saat kesimpulan. Penerimaan tersebut dilakukan dengan catatan bahw hal itu,
tidak menyebabkan mundurnya pemeriksaan perkara, hingga pihak-pihak yang
berperkara tidak ada yang dirugikan secara prosedural. Pemohon hanya bisa ikut serta
sejak masuknya, hingga putusan diucapkan. Manfaatnya sudah diterima menjadi salah
satu pihak yang berperkara, dengan demikian memperoleh hak yang sama dengan
pihak-pihak yang lain secara prosedural, misalnya hak banding.6
5. Praktik di Lapangan

5
Indroharto, Upaya Memahamai Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta:
Pustaka inar Harapan, 1991, hlm. 92.
6
Philipus M. Hadjhon, et, el., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 2001., hlm. 368.

Hukum Acara Peradilan TUN . 4


Universitas Pamulang Ilmu Hukum S1

Dalam buku Indroharto menyatakan sebagai konseptor terbentuknya PTUN


tersebut, pernah mengeluarkan surat yang memuat suatu pernyataan bahwa masuknya
permohonan intervensi dalam ketentuan Pasal 83 UU No 5/1986 adalah merupakan
suatu kekeliruan. Selanjutnay Indroharto mengatakan: bahwa pada waktu itu beliau
sangat dipengaruhi oleh pola berpikir perdata. Oleh karena itu, beliau menganjurkan
agar pasal tersebut dalam praktek, sebaiknya sebaiknya jangan diterapkan. Kalau
memang terpaksa diperlukan, orang yang bersangkutan dapat diperiksa di persidangan
sebagai saksi saja.7
Bahwa terhadap ketentuan sebagaimana yang diungkapkan oleh Indroharto
tersebut, diatas mendapatkan penolakan dengan alasan sebagai berikut: (1) ketentuan
tersebut sudah termasuk dalam undang-undang, jadi sudah diterima menjadi bagian
dari hukum positif yang harus dilaksanakan. Jadi tidak bisa begitu saja dibaikan
dengan dengan hanya sepoting surat pernyataan, meskipun dari konseptornya sendiri.
(2) Semenjak terbentuknya PTUN, hingga sekarang telah berjalan dengan baik,
dengan masuknya Penggugat II Intervensi, dan/atau Tergugat II Intervensi,
penyelesaian perkara menjadi tuntas.
Dalam perkara di PTUN sering pihak pemerintah contoh: dalam kasus
Pertanahan dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN), tidak begitu sungguh-
sungguh dalam memperuangkan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) sertifikat
yang dibuatnya. Hal ini bisa dimengerti, karena yang bersangkutan secara pribadi
tidak begitu mempunyai kepentingan lagi didalam perkara tersebut. Kebanyakan
keputusan-keputusan yang digugat itu, adalah hasil produk pejabat yang sebelumnya
(pejabat lama) yang karena mutase sudah digantikan oleh pejabat baru. Bahkan hal
itu, bisa disalahgunakan oleh oknum yang tidak beritikad baik terdapat dugaan adanya
Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN), bermain mata dengan pihak lawan, agar pihak
lawan yang akan memenangkan perkara.
Sebaliknya dengan pihak yang bersangkutan, apabila Tergugat II Intervensi
diterima mejadi pihak dalam proses perkara tersebut, maka akan sungguh-sungguh
dengan segala upaya dan kemampuannya untuk memperjuangkan hak yuridisnya.
Tergugat II Intervensi memang benar-benar berkepentingan akan hal tersebut. jadi
pemeriksaan perkara akan tuntas, baik dalil-dalil maupun fakta-fakta baru, akan
masuk secara maksimal, untuk menjadi bahan pertimbangan di dalam pengambilan
putusan.
7
Indroharto, Op. cit. hlm.93.

Hukum Acara Peradilan TUN . 5


Universitas Pamulang Ilmu Hukum S1

Diakui bahwa Intervensi berasal dari pola perdata yang diterapkan pada
Peradilan Administrasi, ada dua jenis Intervensi, yaitu inisiatif sendiri (volunteire) dan
inisiatif pihak-pihak yang berperkara (forcee). Pertama volunteire diberikan
kesempatan untuk masuk ke dalam proses berperkara dalam tenggang waktu tertentu,
setelah gugatan diberitahukan kepada mereka. Kedua, forcee masuk dalam proses
melalui permintaan atau panggilan pihak-pihak yang berperkara. Mereka bisa masuk
baik dalam sengketa dalam soal-soal “legalitas” maupun sengketa tentang ganti rugi
dan masuknya mereka dijamin tidak akan mengganggu (menghalangi) pemeriksaan
pokok perkara yang sudah berjalan.
Ketentuan intervensi menurut Pasal 83 sangatlah dipengaruhi oleh ketentuan
hukum acara perdata. Dalam Hukum Acara Perdata, Intervensi perlu diatur karena
sifat putusan pengadilan tata usaha negara berlaku asas “erga omnes” (bagi semua)
oleh karenaitu intervensi di bidang PTUN hendaklah diterapkan secara berhati-hati
dan sedapat mungkin dihindari.8

C. UJI PEMAHAMAN MATERI


1. Jelaskan yang dimaksud pengertian Intervensi atau Intervenent dalam Peradilan
Tata Usaha Negara?
2. Siapa saja yang berhak sebagai pihak ketiga sebagai Tussenkomst atau
intervenient?
3. Mengapa dalam Permohonan Intervensi mensyaratkan adanya kepentingan
Pemohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 UU No 5 Tahun 1986 tentang
PTUN?
4. Jelaskan kedudukan Penggugat dan Tergugat jika Pemohon Intervensi diterima
sebagi pihak yang berkepentingan dalam sengketa Tata Usaha Negara?
5. Mengapa permohonan Intervensi berasal dari pola perdata yang diterapkan pada
Peradilan Administrasi, mengingat dalam Putusan Tata Usaha Negara berlaku asas
“Erga Omnes”?

D. DAFTAR PUSTAKA

8
CST Kanstil, Kitab Undang-Undang Hukum Tata Usaha Negara, Jakarta: Penerbit Pradnya
Paramita,1998, hlm. 65-66

Hukum Acara Peradilan TUN . 6


Universitas Pamulang Ilmu Hukum S1

CST Kanstil, Kitab Undang-Undang Hukum Tata Usaha Negara, Jakarta: Pradnya
Paramita,1998
Lintong O. Siahaan, Instrumen Hukum di PTUN, Jakarta: Percetakan Negara RI,
2007.
Priyatmanto Abdoellah, Revitalisasi Kewenangan PTUN: Gagasan Perluasan
Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara, Yogyakarta: Penerbit Cahaya
Atma Pustaka, 2019.
Philipus M. Hadjhon, et, el., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta:
Gajah Mada University Press, 2001.
Yusrizal, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Lhokseumawe: Penerbit
Unimal Press, 2015.

E. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 20014 tentang Administrasi
Pemerintahan.

Hukum Acara Peradilan TUN . 7

Anda mungkin juga menyukai