Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

GUGATAN PERDATA

Dosen Pengampu:
Nurjaenah, S.Pd.I,M.Pd

Oleh :
Nama : Rohatul Jannah
Fakulta : Febis
Prodi : MHU

INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF DARULFIKRI


INDRAMAYU
2022
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang...................................................................
.............. 1

B. Rumusan Masalah
...........................................................................
1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Gugatan..................................................................
....... 2
B. Pihak-pihak dalam
gugatan.............................................................
3
C. Macam-macam
gugatan..................................................................
6
D. Teori dalam mengajukan gugatan perdata 11
E. Formulasi dalam gugatan 13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 14
B. Saran 14

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dalam masarakat sering terjadi perkara-perkara perdata yang melibatkan dua pihak atau
lebih.Yang dimaksud dengan perdata, yaitu perkara sipil atau segala perkara selain perkara kriminal
atau pidana. Ketika menghadapi masalah perdata, kita dapat mengajukan surat gugatan perdata
kepada pengadilan setempat (Pengadilan Negeri).
Surat gugatan perdata dibuat oleh pengacara atau kantor advokat yang ditujukan kepada
Ketua Pengadilan Negeri setempat. Surat ini merupakan permohonan dari pihak penggugat kepada
pengadilan untuk menyelenggarakan persidangan antar pihak penggugat dan tergugat terkait kasus
yang menimpa pihak penggugat.
Surat gugatan perdata memuat pihak penggugat dan tergugat, pihak yang dituju (ketua
pengadilan negeri), rincian permasalahan, perihal yang digugat, dan informasi lain yang penting
untuk disampaikan berkenaan dengan kasus perdata yang dihadapi. Rincian permasalahan hendaknya
dipaparkan seakurat mungkin agar tidak terjadi kesalahpahaman.

B. Rumusan Masalah
Berawal dari latar belakang diatas,maka kami merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apa pengertian gugatan ?


2. Siapa saja pihak-pihak dalam gugatan ?
3. Apa saja macam-macam gugatan ?
4. Apa saja teori dalam mengajukan gugatan perdata ?
5. Apa saja formulasi dalam gugatan ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Gugatan
Gugatan ialah suatu surat yang diajukan oleh penggugat pada ketua Pengadilan yang
berwenang, yang menurut tuntutan hak yang di dalamnya mengandung suatu sengketa dan merupakan
dasar landasan pemeriksaan perkara dan suatu pembuktian kebenaran suatu hak.
Dalam gugatan ada istilah penggugat dan tergugat. Penggugat ialah orang yang menuntut
hak perdatanya kemuka pengadilan perdata penggugat bias satu orang/badan hukumatau lebih
sehinng ada istilah penggugat I, penggugatII, penggugat IIIdan seterusnya. Lawandari penggugat
disebut tergugat.Dalam hal tergugat ini pun bisa ada kemungkinan lebih dari satu orang/badan,
sehingga ada istilah tergugat I, tergugat II, tergugat II, dan seterusnya.Gabungan penggugat atau
gabungan tergugat disebut dengan kumulasi subjektif.Dan idealnya dalam perkara di pengadilan ada
penggugat dan tergugat. Inilah peradilan yang sesungguhnya ( jurisdiction contentiosa). Dan produk
hukum dari gugatan adalah putusan pengadilan. 1

Dan dalam gugatn harus ada dasar hokum, mwnurut pasal 118 HIR dan 142 RBG, siapa
saja yangmerasa hak peribadinya dilanggar oleh orang lain sehinnga mendatangkan kerugian, dan ia
tidak mampu menyelesekan sendiri persoalan trsebut, maka ia dapat meminta kepada pengadlan
untuk menyelesaikan masalah itu sesuai denganhukum yang berlaku. Apabila ia menghendakicampur
tangan pengadilan, maka ia harus mengajukan surat permohonan yang ditandatangani olehnya atau
oleh kuasanya yang ditunjukan kepada ketua pengadilan yang menguasai wilayah hokum tempat
tinggal lawannya atau tergugat. Jika surat permohonan tersebut sudahditerima oleh pengadilan, maka
pengadilan harus memanggilpihakpihak yang bersengketa itu untuk diperiksa hal halyang menjadi
pokok sengketa atas dasar gugatan yangmempunyai alasan hukum.

2
Dasar hukum dalam mengajukan gugatan diperlukan untuk meyakinkan para pihak yang
terkait dengan gugatan itu bahwa peristiwa kejadian dan peristiwa hukum betul-betul terjadi
tiandak hanya diada-adakan atau direkayasa.
Disamping itu, disebutnya dasar hukum dalam gugatan yang diajukan kepada pengadilan
adalah untuk mencegah agar stiap orang tidak dengan mudahnya mengajukan gugatan kepada
pengdilan, padahal kalao diteliti dengan saksama, gugatan itu diajukan tanpa dasar hukum
samasekali, sehingga apabila dibiarkan akan menyulitkan pengadilan agama dalam
pemeriksaangugatan tersebut.
Oleh karna itu, sebelum gugatn disusun dan diajukan kepada pengadilan, Pengggugat harus
meneliti dengan saksama apakah kerugian yang diderita itu sehingga ia menuntut hak
kepengadilanmempunyai dasar hukum yang dapat dipertanggungjawabkan atau tidak, apabila dasar
hukum sebagai dalil gugat yang sudah diketahui maka dengan mudahnya mengklasifikasikan, gugatan
yang disusun itu termasuk sebagaigugatan yang kategori apa,misalnya kategori perbuatan melawan
hukum sebagaimana tersebut dalam pasal 1365 B.W,, Wanprestasi, kewarisan atau gugatan perdata
lainnya.Masalahnya ini sangat penting untuk diperhatikan di dalam menyusun gugatan perdata yang
akan diajukan kepada pengadilan.banyak gugatan yang tidak diterima karena ada kesalahan dalam
membuatnya.2

B. Pihak-pihak dalam Gugatan


Dalam Gugatan Contentiosa ataulebih dikenal dengan Gugatan Perdata, yang berarti
gugatan yang mengandung sengketa di antara pihak-pihak yang

berperkara. Dikenal beberapa istilah para pihak yang terlibat dalam suatu Gugatan Perdata
yaitu :
1. Penggugat

Dalam Hukum Acara Perdata, orang yang merasa haknya dilanggar disebut sebagai
penggugat. Jika dalam suatu Gugatan terdapat banyak penggugat maka disebut dalam
gugatannya dengan ”Para Penggugat”.

3
2. Tergugat

Tergugat adalah orang yang ditarik ke muka pengadilan karena dirasa telah melanggar
hak penggugat. Jika dalam suatu Gugatan terdapat banyak pihak yang digugat, maka pihak-pihk
disebut : Tergugat 1, Tergugat ll, Tergugat III dan seterusnya.

3. Turut Tergugat

Pihak yang dinyatakan sebagai Turut Tergugat dipergunakan bagi orang-orang yang
tidak menguasai barang sengketa dan tidak berkewajiban untuk melakukan sesuatu.Namun, demi
lengkapnya suatu gugatan, maka mereka harus disertakan.
Dalam pelaksanaan putusan hakim, pihak Turut Tergugat tidak ikut menjalankan
hukum yang diputus untuk Tergugat, namun hanya patuh dan tunduk terhadap isi putusan
tersebut.

4. Penggugat / Tergugat Intervensi

Pihak yang merasa memiliki kepentingan dengan adanya perkara perdata yang ada,
dalam mengajukan permohonan untuk ditarik masuk dalam proses pemeriksaan perkara perdata
tersebut yang lazim dinamakan sebagai Intervensi. Intervensi adalah suatu perbuatan yang
hukum oleh pihak ketiga yang mempunyai kepentingan dalam gugatan tersebut
Pihak yang merasa memiliki kepentingan dengan adanya perkara perdata yang ada,
dapat mengajukan permohonan untuk ditarik masuk dalam

proses pemeriksaan perkara perdata tersebut yang lazim dinamaknan sebagai Intervensi.
Intervensi adalah suatu perbuatan hukum oleh pihak ketiga yang

mempunyai kepentingan dalam gugatan tersebut dengan jalan melibatkan diri atau dilibatkan
oleh salah satu pihak dalam suatu perkara perdata yang sedang berlangsung.Pihak Intervensi
tersebut dapat berperan sebagai Penggugat Intervensi ataupun sebagai Tergugat Intervensi.
Menurut, pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan
Perkara Khusus yang ddikeluarkan oleh Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI 2007,
dalam hal pengikut-sertaan pihak ketiga dalam

proses perkara yaitu voegingIntervensi/tussenkomst dan vrijwaring tidak

4
diatur dalam HIR atau RBg. Tetapi dalam praktek ketiga lembaga Hukum ini dapat
dipergunakan dalam praktek ketiga lembaga hukum ini dapat digunakan dengan berpedoman
pada Rv, yaitu berdasarkan pasal 279 Rv dst dan pasal 70 Rv serta sesuai dengan prinsip bahwa
hakim wajib mengisi kekosongan, baik dalam hukum materil maupun hukum formil. Berikut ini
penjelasan 3 macam intervensi yang dimaksud, yaitu :

a. Voeging (menyertai) adalah ikut sertanya pihak ketiga untuk bergabung kepada pengguagat
dan tergugat. Dalam hal ada permohonan voeging, Hakim memberi kesempatan kepada para
pihak untuk menanggapi, kemudian dijatuhkan putusan sela, dan apbila dikabulkan, maka
dalam putusan harus disebutkan kedudukan pihak ketiga tersebut.

b. Intervensi /tussenkomst (menengah) adalah ikut sertanya pihak ketiga untuk ikut dalam
proses perkara tersebut, berdasarkan alasan ada kepentingannya yang terganggu. Intervensi
diajukan karena pihak ketiga yang merasa bahwa barang miliknya disengketakan
/diperebutkan oleh penggugat dan Penggugat.
Kemudian, permohonan intervensi dikabulkan atau ditolak dengan putusan sela.Apabila
permohonan intervensi dikabulkan, maka ada dua perkara yang diperiksa bersama-sama
yaitu gugata asal dan gugatan intervensi.

c. Vrijwaring (ditarik sebagai penjamin) adalah penarikan pihak ketiga untuk (untuk
membebaskan Tergugat dan tanggung jawab kepada
penggugat). Vrijwaring diajukan dengan sesuatu permohonan dalam proses
pemeriksaan perkara oleh Tergugat secara lisan atau tertulis. Setelah ada permohonan
vrijwaring, Hakim memberikan kesempatan para pihak untukmenanggapi permohonan
tersebut, selanjutnya dijatuhkan putusan yang menolak atau mengabulkan permohonan
tersebut.

Dalam suatu gugatan perdata, orang yang bertindak sebagai penggugatharus orang yang
memiliki kapasitas yang tepat menurut hukum.Begitu juga dengan menentukan pihak Tergugat,
harus mempunyai hubungan hukum dengan pihak penggugat dalam perkara gugatan
perdata

5
yang diajukan.Kekeliruan bertindak sebagai Penggugat maupun Tergugat dapat mengakibatkan
gugatan tersebut mengandung cacat formil.Cacat formil dalam menentukan pihak Penggugat
maupun Tergugat dinamakan Error in Personal.3

C. Macam-macam Gugatan
1. Gugatan Sederhana

Mengingat pasal 8 rv secara prinsip, gugatan wajib memuat hal-hal sebagai berikut.

a. Identitas para pihak yang berperkara

Dalam hal ini menyangkut nama, tempat, tanggal lahir, alamat, pekerjaan, serta
kapasitasnya dalam perkara tersebut untuk dan atas nama diri sendiri, atau untuk atas nama
lembaga atau subjek hukum lain.

b. Dalil-dalil yang berisi permasalahan atau peristiwa sebagai dasar gugatan Bagian ini
memuat rumusa-rumusan permasalahan atau peristiwa

hukum yang telah terjadi. Pada pokoknya terdiri atas peristiwa nyata yang benar-benar
terjadi di antara para pihak. Misalnya mengenai dua badan hukum yang mengadakan
perjanjian pembiayaan untuk membeli mesin pabrik. Berdasarkan uraian fakta yang terjadi
diungkapkan dalil- dalil sebagai uraian yuridis.dari peristiwa tersebut dirumuskan adanya
pelanggaran hukum. Uruaian semacam ini dikenal dengan sebutan fundamentum petendi
atau posita. Menurut pasal 163 hir sebagai mana

pasal 285 rbg atau 1865 kuh perdata secara tegas menyatakan, ’’orang yang mendalilkan
bahwa dirinya mempunyai hak atau guna meneguhkan

haknya sendiri atau membantah suatu hak orang lain menunjuk pasa suatu peristiwa
diwajibkan membuktikan adanya hak atas peristiwa tersebut’’.

c. tuntutan atau permintaandalam putusan hakim

Tuntutan adalah segala sesuatu tentang apa yang diminta atau diharapkan
penggugat kepada hakim yang berkenaan dengan gugatannya atau yang dikenal dengan
petitum. Berdasarkan dalil-dalil yang telah dipaparkan dalam posita menuntut hakim
untuk memiriksa perkara agar

6
memberikan keputusan sesuai dengan hak-haknya yang dilindungi undang-undang. Karena
sebagai subjek hukum pihak penggugat dalam hal ini menuntut akan hukum ditegakkan
untuk melindungi hak dan kepentingannya.

2. Gugatan Rekonpensi

Bertitik tolak kontruksi guagatan sederhana seperti sebelumnya, dalam proses


peradilan dapat terjadi pula gugatan rekonpensi. Pengertian gugatan utamanya disebut sebagai
gugatan konpensi, sedangakan pihak tergugat dalam kerangka mempertahankan haknya oleh
karena itu undang- undang memperkenankan untuk melakukan gugatan balik yakni gugatan
rekonpensi.Sebagaimana dalam pasal 132 a hir/pasal 157 rbg dipersilahkan terhadap segala hal
kecuali hal-hal sebagai berikut.

a. perubahan dari pihak, yakni semula pihak yang bersanggutan bertindak untuk dan atas
nama orang lain, kemudian sebagai penggugat rekonpensi

bertindak untuk dan atas nama diri sendiri.

b. perubahan kewenangan pengadilan yang mengadili perkaranya, misalnya dalam perkara


konpensinya adalah kewenangan pangadilan negeri a, sedangkan pada perkara
rekonpensinya adalah kewenangan pengadilan negeri b.

c. bertentangan dengan pokok perkara utamanaya, yang menyangkut perselisihan


pelaksanaan putusan hakim. Contohnya, dalam gugatan

konpensi si a menggugat b dalam perkara perjanjian utang piutang, kemudian b


mengajukan gugatan rekonpensi terhadap a tentang

perbuatannya yang tidak mau melaksanakan putusan pengadilan dalam perkara lain yang
telah memiliki kekuatan eksekusi.
Dalam praktek kepengacaraan, materi gugatan rekonpensi pada umumnya memilii titik
kait dengan materi gugatan konpensi. Dalam proses gugatan semacam itu terdapat penggugat asal
yang juga menjadi terguat rekonpensi di satu pihak, serta teargugat asal yang sekaligus
penggugat rekonpensi di pihak lain. Kedua perkara, yakni gugatan konpensi dan gugatan

rekonpensi diperiksa bersama-sama dan diputuskan dalam satu

7
keputusan.Oleh karena itu, gugatan rekonpensi hannya dapat diajukan bersamaan dengan
menyerahkan jawaban pertama atas gugatan konpensi. Gugatan rekonpensi yang diajukan
bersamaan dengan jawaban tertulis kedua (duplik), menurut pendapat mahakamah agung ri
sebagai mana tertuang dalam putusannya nomor. Reg. 346 K/Sip/1975, tanggal 26 april 1979
adalah sudah terlambat

3. Gugatan Provesionil

Biasanya, ketika gugatan diajukan ke pengadilan, pihak penggugat merasa perlu


melakukan tindakan sementara selama proses pemeriksaan pokok perkaranya masih sedang
berlangsung. Tuntutan tindakan sementara yang dimintakan kepada hakim pemeriksa semacam
itu disebut dengan gugatan provionil.Syaratnya, materi gugatannya tidak mengenai
pokok

perkaranya. Sehubungan dengan hal itu, mahkamah agung RI nomor reg. 1070 K/Sip/1975,
tanggal 7 mei 1973 menetapkan bahwa tuntutan provisionil

yang menyangkut pokok perkaranya tidak dapat diterima.

Pengajuan gugatan provisionil bersamaan dengan gugatan pokoknya, namun hakim


setelah memerhatikan dalil-dalilnya segera akan memberikan keputusan sela tentang diterima
atau tidak diterimanya gugatan provisionil itu. Gugatan semacam itu biasanya diajuakan oleh
pihak penggugat sehubungan adanya.Misalnya, tergugat mengusai objek sengketa yang masih
belum jelas setatus hukumnya.Untuk itu, melai gugatan provisionil

dimohonkan agar hakim pemeriksa memutuskan dalam putusan selanya bahwa objek sengketa
dimaksud ditetapkan dalam setatus quo.Atas keputusan

sela tersebut pihak tergugat dapat mengajukan banding.Namun memori banding maupun kontra
memori bandingnya menjadi suatu berkas dengan berkas banding atas putusan akhir.

4. Gugatan Insidentil

Sesuai dengan istilahnya, gugatan insidentil dapat diajukan oleh pihak-pihak yang

berperkara dalam kerangka untuk mempertahankan haknya, yaitu dengan cara memasukkan

pihak ketiga kedalam perkara yang tengah

8
diperiksa. Prosedurnya, pihak tergugat mengajukan permohonan itu kepada hakim pemeriksa,

baik secara lisan atau tertulis pada saat menyerahkan jawaban pertamanya.Atas permohonan

tersebut pihak tergugat dapat mengajukan banding, namun memori banding maupun kontra

memori bandingnya menjadi satu berkas dengan berkas banding atas putusan akhir.Yang

termasuk dalam pengertian gugatan insidentil adalah sebagai berikut.

a. Gugatan Jaminan (Vrijwaring)

Gugatan jaminan adalah tindakan hukum yang dilakukan tergugat dengan menarik

pihak ketiga pada saat proses pemeriksaan pokok perkaranya sedang berlsngsung. Pihak

tergugat bersamaan dengan penyerahan jawaban pertamanya, baik secara tulisan

atau tertulis

mengajukan permohonan kepada majelis hakim pemeriksa untuk dikenakan menarik pihak
ketiga demi melindungi kepentingannya.Bila

hakim pemeriksa dapat menerima alasan-alasan tergugat, selanjutnya pihak ketiga yang

bersangkutan dipersilakan mengajukan berkas tertulis tentang jaminan (vrijwaring) sesuai

dengan permohonan tergugat. Seperti halnya susunan surat gugatan, redaksional tentang

jaminan ini pun harus memuat dalil-dalil yang memiliki kaitan dengan pokok perkaranya

serta apa tuntutannya.

Gugatan jaminan dapat terjadi, misalnya seseorang bernama A menjual barang

kepada B. Menurut pasal 1492 KUH Perdata, wajib bagi B untuk menjamin terhadap A

atas segala sesuatu berkenaan dengan barang yang dijualnya tersebut dari gangguan pihak

ketiga. Bila ternyata kemudian ada gugatan dari pihak ketiga terhadap B, tentu saja B dapat

menarik A dalam perkara itu untuk memberikan jaminan. Dalam gugatan semacam ini

posisi tergugat menjadi penggugat dalam jaminan (vrijwaring), sedangkan pihak ketiga

berkedudukan sebagai tergugat dalam jaminan (vrijwaring).

9
b. Gugatan Intervensi
Gugatan intervensi adalah tindsksn pihak ketiga yang masuk kedalam perkara
yang tengah dalam proses pemeriksaan. ada dua macam gugatan intervensi yakni sebagai
berikut.

1) Tussemkomst
Pengertian tussemkomst adalah suatu tindakan hukum yang dilakukan pihak
ke tiga dalam proses pemeriksaan perkara yang tengah berlangsung. Tindakan hukum
pihak ketiga dimaksud adalah atas kehenddak dan kemauan sendiri dalam upaya
membela kepentingannya yang terancam dengan adanya sengketa kedua pihak di
pengadilan. Untuk itu,yang bersangkutan wajib mengajukan permohonan gugatan
tussemkomst,yang model dan struktur paparannya seperti mengajukan gugatan
sederhana. Untuk permohonan ini hakim pemeriksa perkara akan memeriksa lebih
dahulu perkaranya, sebelum memeriksa pokok perkara. Oleh karna itu, hakim akan
memeberikan putusan sela.
Seperti halnya pengajuan gugatan sederhana, penggugat tussemkomst
memiliki beban kewajiban membuktikan dalil-dalil tersebut berkaitan dengan tindakan
hukumnya.Oleh karena itu, harus disiapkan pula bukti-bukti tertulis maupun bukti
keterangan saksi untuk meneguhkan dalil gugatan tussemkomst-nya. Selanjutnya
hakim pemeriksa perkara memutuskan dalam putusan selanya, apakah dapat menerima
ataumenolak permohonan gugatan semacam itu.atas putusan sela tersebut, baik
penggugat asli, tergugat asli, maupun penggugat tussemkomst dapat mengajukan
banding. Namun, pemeriksaan berkas perkara banding tersebut akan diperiksa
bersamaan dengan berkas putusan akhir atas pokok perkaranya. Dengan kata lain, agar
pemeriksaan pokok perkaranya tidak terhenti karena adanya permohonan banding atas
putusan sela gugatan tussemkomst dimaksud , maka berkas banding tidak serta merta
dikirimkan ke pengadilanbanding seketika setelah pihak yang

10
mengajukan menandatangani risalah banding di kepaniteraan pengadilan negari.

2) voeging atau partijen


Berbeda dengan pengertian sebelumnya, intervensi model voeging atau
partijen terjadi manakala permohonan keterlibatan pihak ketiga ke dalam perkara yang
masih dalam proses pemeriksaan. Tindakan hukum seperti itu dilakukan demi
kepentingan pihak ketiga sendiridan atau sekaligus menyelamatkan kepentingan salah
satu dari para pihak yang tengah berperkara. Oleh karena itu, surat gugatan voeging
atau partijen pihak ketiga meminta kepada hakim pemeriksa perkara agar
diperkenankan berada secara bersama-sama dalam suatu pihak, baik di pihak penggugat
atau tergugat, untuk melawan pihak lainnya.
Seperti halnya pada intervensi tussemkomst, hakim pemeriksa perkara dalam
hal ini juga akan memberikan putusan sela yang isinya apakah dapat menerima atau
menolak permohonan gugatan semacam itu. Atas putusan sela tersebut, baik
penggugta asli, tergugat asli, maupun penggugat voeging atau partijen dapat
mengajukan banding. Namun, pemeriksaan berkas perkara seperti itu akan diperiksa
bersamaan dengan berkas putusan akhir pokok perkaranya di tingkat banding. Dalam
kalimat lain, dengan maksud agar pemeriksaan pokok perkaranya tidak terhenti oleh
upaya banding atas putusan sela gugatan voeging atau partijen dimaksud, maka
berkas banding tidak semerta-merta dikiramkan ke pengadilan banding seketika
setelah pihak yang mengajukannya menandatangani
risalah banding di
kepaniteraan pengadilan negeri.4

D. Teori Prosedur Mengajukan Gugatan Perdata


1. Teori-teori dalam membuat gugatan

Dalam HIR dan R.Bi tidak disebutkan secara tegas dan rinci tentang bagaimana
seharusnya syarat gugat disusun. Oleh karena itu orang bebas

11
menyusun dan merumuskan surat gugatannya asal cukup memberikan keterangan tentang
kejadian materiil yang menjadi dasar gugatan. Bagaimana surat gugatan itu akan disusun, hal ini
sangat tergantung dari selera masing- masing pembuatnya dan tergantung pula dari duduknya
perkara yang dialami oleh orang yang membuat surat gugat itu. Dalam praktik peradilan
dewasa ini, orang (advokat atau pengacara) cenderung menuruti syatar-syarat yang ditentukan
dalam pasal 8 ayat (3) RV yaitu surat gugat harus dibuat secara sistematis dengan unsur-unsur
identitas para pihak, dalil dalil konkret tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar
dari gugatan serta petitum atau apa yang diminta/dituntut.
Dalam hukum acara perdata dikenal 2 teori tentang cara menyusun gugatan kepada
pengadilan yaitu:

a. Substaniering theorie

Teori ini menyatakan bahwa gugatan sw lain harus menyebutkan peristiwa hukum
yang menjadi dasar gugatan, juga harus menyebut kejadian-kejadian nyata yang mendahului
peristiwa hukum dan menjadi sebab timbulnya peristiwa hukum tersebut.

b. Individualiserings theorie
Teori ini menyatakan bahwa dalam gugatan cukup disebut peristiwa-peristiwa atau
kejadian-kejadian yang menunjukan adanya hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan,
tanpa harus menyebutkan kejadian-kejadian nyata yang mendahului dan menjadi sebab
timbulnya kejadian-kejadian tersebut. Sejarah terjadinya atau sejarah adanya pemilikan hak
milik atas benda itu tidak perlu dimasukkan dalam gugatan, karena hati itu dapat
dikemukakan dalam persidangan dengan disertai bukti-bukti seperlunya (Sudikno
Mertokusumo,1979:31-32 dan Ridwansyahrani, SH.,1988: 22). 5
Sehubung dengan Hukum Acara Perdata yang berlaku di Indonesia sekarang
adalah sis HIR dan R.Bg, maka penggugat bebas merumuskan surat gugatannya, asalkan
saja surat gugatan tersebut

12
mencakup segala hal yang berhubungan drngan kejadian materiil yang menjadi dasar
gugatannya. Apabila surat gugat kurang jelas maka berdasarkan pasa l119 HIR dan pasal
143 R.Bg, ketua pengadilan dapat memberikan petunjuk kepada penggugat untuk
memperbaiki gugatamnya. Mahkamah Agung RI dalam sebuah putusan tanggal 15 maret
1972 no.547k/sip/1972 menyatakan bahwa oleh karena HIR dan R.Bg tidak mentukan
syarat-syarat tertentu dalam isi surat gugat, maka para pihak bebas menyusun dan
merumuskan gugatan tersebut asalkan cukup memberikan gambaran tentang kejadian
materiil yang menjadi dasar gugatannya.

E. Formulasi Gugatan
Menurut pasal 118 HIR, gugatan harus diajukan secara tertulis oleh

penggugat atau kuasanya. Bagi yang buta huruf dapat mengajukan gugatan secara lisan. Surat gugatan
harus memuat 3 hal:

1. Identitas para pihak (persona standi inyudicio), seperti nama lengka gelar, julukan, bin/binti,
umur, agama, pekerjaan, tempat tinggal, dan statusnya sebagai pengguagat atau tergugat.
2. Posita/positium (fakta-fakta atau hubungan hukum yang terjadi antara kedua belah pihak). Dari
posita inilah penggugat mengajulan gugatan, tanpa posita yang jelas dapat berakibat gugatannya
dinyatakan gugatan tidak dapat diterima karena termasuk kabur (obscuurlibel). Karena itu,
dalam membuat

posita dalam surat gugatan hendaknya jelas, singkat, kronologis, tepat, dan terarah.

3. Petita/petitum (isituntutan). Petita dapat bersifat alternatif, dalam arti hanya 1 gugatan yang
diajukan dan ada pula yang bersifat kumulatif, yaitu penggugat mengajukan lebih dari 1 gugatan,
misalnya seorang istri mengajukan gugatan cerai ke pengadilan agama, secara bersamaan ia juga
mengajukan gugatan tentang hadhanah (hak asuh anak), biaya nafkah anak, dan harta gono gini. 6

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, makakami dapat menyimpulkan bahwa sesuai dengan makalah
“Gugatan” kami menyimpulkan bahwa ada beberapa macam gugatan dan dalam membuat
suatu gugatanterdapat syarat-syarat yang harus terpenuhi di dalamnya.

B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi

pokok bahasan makalah ini,tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya.karena


terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau

referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.


Kami berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di
kesempatan berikutnya.Semoga makalah ini berguna bagi kami khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Manan Abdul, 2005, Penerapan Hukum Acara Perdata, Jakarta : Kencana Soeroso, 2010,
Yurisprudensi Hukum Acara perdata, Jakarta : Sinar Grapik

Mono Henny, 2010, Peraktik Peperkara Perdata, Malang : Bayumedia Subekti, Tjitrosudibio,

2013, Hukum Perdata, Jakarta : persero

Mardani, 2010. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama & Mahkamah Syar’iyah : Jakarta : Sinar Grafika

15

Anda mungkin juga menyukai