Anda di halaman 1dari 16

TUGAS HUKUM ACARA PERDATA

Analisis Tata Cara Persidangan pada Pengadilan Negeri Bandung


Nomor Register Perkara: 483/Pdt.G/2018/PN Bdg

Disusun Oleh:
Clarrie V. Hutagaol 110110150301

Dosen:
Drs. Asep Iwan Iriawan, S.H., M.H
Hazar Kusmayanti,S.H. M.H.

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tujuan diselenggarakannya penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk
mewujudkan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan.
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya mewujudkan cita-cita hukum agar dapat
tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam
lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Dengan tujuan mulia tersebut maka salah satu kunci agar terciptanya penagakan hukum
tersebut perlu diimbangi dengan pengasawan dalam lingkungan peradilan.
Peradilan adalah suatu proses yang dijalankan di pengadilan yang berhubungan dengan
tugas memeriksa, memutus dan mengadili perkara. Sedangkan pengadilan adalah badan atau
instansi resmi yang melaksanakan sistem peradilan berupa memeriksa, mengadili, dan
memutus perkara. Maka untuk menjamin penegakan hukum yang bersih sudah selarasnya
untuk mengawasi praktik dalam lingkungan peradilan, khususnya dalam pengadilan.
Disini pengadilan merupakan salah satu garda terdepan dalam melayani langsung
kebutuhan masyarakat agar terciptanya keadilan dan kepastian hukum itu sendiri, melalui alat
penegak hukum, hakim contohnya. Kepentingan dan kebutuhan masyarakatpun tidak hanya
melulu dalam bidang public, dalam privat-pun tak kalah dalam memiliki peranan yang penting.
Disini hukum acara perdata memiliki andil dalam menegakkan hukum formil di wilayah
yurisdiksi Indonesia.
Untuk itu, tugas laporan analisa mengenai tata cara persidangan pada pengadilan negeri
Bandung penulis buat dalam rangka untuk memenuhi bobot nilai tugas mata kuliah hukum
acara perdata yang sedang penulis ikuti.

B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana uraian singkat perkara 483/Pdt.G/2018/PN Bdg?
3. Bagiamana analisa mengenai kesesuaian yang diterapkan dalam persidangan?
BAB II
TEORI

A. Hukum Acara Perdata


Hukum acara perdata adalah hukum perdata formil, yang pada hakikatnya berfungsi
mempertahankan atau menegakkan hukum perdata materiil melalui pengadilan apabila
terjadi pelanggaran terhadap hukum perdata materiil ataupun dengan terjadinya sengketa.
Bahkan hukum acara perdata juga mengatur bagaimana tata cara memperolah hak dan
kepastian hukum manakala tidak terjadi sengketa melalui pengajuan “permohonan” ke
pengadilan. Namun demikian, secara umum hukum acara perdata mengatur proses
penyelesaian perkara perdata melalui hakim di pengadilan penyusunan gugatan, pengajuan
gugatan, pemeriksaan gugatan, putusan pengadilan sampai dengan eksekusi atau
pelaksanaan putusan pengadilan1

TATA URUTAN PERSIDANGAN PERKARA PERDATA2


1. Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum (kecuali persidangan yang
dinyatakan tertutup untuk umum);
2. Para pihak (penggugat dan tergugat) diperintahkan memasuki ruang sidang;
3. Para pihak diperiksa identitasnya (surat kuasanya), demikian pula diperiksa surat ijin
praktik dari organisasi advokat (jika dikuasakan kepada Advokat);
4. Apabila kedua belah pihak lengkap maka diberi kesempatan untuk menyelesaikan
dengan perkara secara damai ((melalui mediasi) PERMA RI No. 1 2016);
5. Majelis Hakim menawarkan apakah akan menggunakan mediator dari lingkungan PN
atau dari luar;
6. Apabila tidak tercapai kesepakatan damai, maka persidangan dilanjutkan dengan
pembacaan surat gugatan oleh penggugat/kuasanya;
7. Apabila perdamaian berhasil maka dibacakan dalam persidangan dalam bentuk akta
perdamaian yang bertitel DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN Yang
Maha Esa;

1Nyoman A. Martana, SH., M.H.,BUKU AJAR HUKUM ACARA DAN PRAKTEK PERADILAN
PERDATA, 2016, Fakultas Hukum: Universitas Udayana.
2
8. Apabila tidak ada perubahan acara, selanjutnya jawaban dari tergugat; (jawaban berisi
eksepsi, bantahan, permohonan putusan provisionil, gugatan rekonvensi);
9. Apabila ada gugatan rekonvensi tergugat juga berposisi sebagai penggugat rekonvensi;
10. Replik dari penggugat, apabila digugat rekonvensi maka ia berkedudukan sebagai
tergugat rekonvensi;
11. Pada saat surat menyurat (jawab jinawab) ada kemungkinan ada gugatan intervensi
(voeging, vrijwaring, toesenkomst);
12. Sebelum pembuktian ada kemungkinan muncul putusan sela (putusan provisionil,
putusan tentang dikabulkannya eksepsi absolut, atau ada gugat intervensi);
13. Pembuktian
14. Dimulai dari penggugat berupa surat bukti dan saksi;
15. Dilanjutkan dari tergugat berupa surat bukti dan saksi;
16. Apabila diperlukan, Majelis Hakim dapat melakukan pemeriksaan setempat (tempat
objek sengketa);
17. Kesimpulan dari masing-masing pihak;
18. Musyawarah oleh Majelis Hakim;
19. Pembacaan Putusan Majelis Hakim;
20. Isi putusan Majelis Hakim dapat berupa Gugatan dikabulkan (seluruhnya atau
sebagian); Gugatan ditolak, atau Gugatan tidak dapat diterima;
B. Tuntutan Hak
Tuntutan hak dalam pasal 142 ayat (1) Rbg / pasal 118 ayat (1) HIR disebut
tuntutan / gugatan perdata (burgerlijke vordering), merupakan tindakan yang bertujuan
memperoleh perlindungan hak yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah
“eigenrichting”atau main hakim sendiri. Tuntutan hak harus mempunyai kepentingan
yang cukup (point d’interet, pointd’action).
Ada dua macam tuntutan hak, yaitu permohonan dan gugatan, yang bertitik tolak
pada ada atau tidak adanya sengketa. Tuntutan hak yang mengandung sengketa disebut
gugatan, dimana terdapat sekurang-kurangnya dua pihak yaitu penggugat dan tergugat,
dan tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa yang disebut permohonan, dimana
hanya ada satu pihak saja, yaitu pemohon. Sejalan dengan itu, peradilan juga lazim
dibedakan pula menjadi dua, yaitu peradilan sukarela atau peradilan volunter
(voluntaire jurisdictie/jurisdictio voluntaria) atau sering pula disebut peradilan “tidak
sesungguhnya” karena memeriksa dan memutus permohonan yang mana tidak ada
unsur sengketa dan terdiri dari satu pihak saja; dan peradilan contensius (contentieuse
jurisdictie/jurisdictio contentiosa) atau sering pula disebut peradilan “sesungguhnya”
karena sifatnya yang mengadili perkara antara dua pihak atau lebih. Pasal 8 Rv
menentukan bahwa gugatan memuat:
(1). Identitas para pihak; adalah jati diri atau ciri-ciri masing-masing pihak baik
penggugat maupun tergugat, terutama nama dan alamat/tempat tinggal/
domisili/tempat kedudukan. Di samping itu untuk menambah kelengkapan dan
kejelasannya biasanya perlu dicantumkan pula umur, pekerjaan, status perkawinan.
Untuk perkara perkara tertentu, perlu pula dicantumkan agama, seperti dalam
perkara perceraian.
(2). Posita (fundamentum petendi, middelen van eis) ; adalah dalil dalil dari
penggugat yang menjadi dasar-dasar atau alasan alasan gugatan penggugat. Posita
ini memuat dua hal pokok dalam uraiannya, yaitu: 1) Dasar-dasar atau alasan alasan
yangmenguraikanmengenai fakta-fakta atau peristiwa peristiwa atau kejadian
kejadian yang medeskripsikan duduknya masalah. 2) Dasar-dasar atau alasan-
alasan yang menguraikan mengenai hukumnya, yaitu memuat hubungan hukum
antara pengugat dengan tergugat, hubungan hukum penggugat dan / atau tergugat
dengan materi atau obyek sengketa.
(3).Petitum (tuntutan, onderwerp van den eis met een didelijke en bepaalde
conclutie). adalah apa yang dimohonkan atau dituntut supaya diputus demikian
oleh pengadilan. Dalam putusan pengadilan, petitum ini mendapat jawaban dalam
amar atau dictum putusan pengadilan. Petitum gugatan haruslah dirumuskan
dengan jelas dan cermat karena berimplikasi luas baik dalam proses persidangan
maupun nanti setelah putusan dimohonkan eksekusi. Perumusan petitum harus
mempunyai keterkaitan yang jelas dengan perumusan posita. Setiap tuntutan dalam
petitum haruslah dapat dicarikan dasarnya dalam posita. Dengan kata lain tidak ada
3
bagian dari tuntutan dalam petitum yang tidak ada uraiannya dalam posita.
Tuntutan/petitum dibedakan menjadi tuntutan primer dan tuntutan subsider /
tuntutan pengganti/tuntutan alternatif.

C. Sita Jaminan
Ketentuan sita jaminan terdapat pada pasal 227 HIR (RIB-S.1941 No. 44). Pada ayat
(1) pasal 227 tersebut, dinyatakan bahwa: Jika terdapat persangkaan yang beralasan,
bahwa seorang yang berhutang, selagi belum dijatuhkan keputusan atasnya, atau selagi
putusan yang mengalahkannya belum dapat dijalankan, mencari akal akan menggelapkan
atau membawa barangnya baik yang tidak tetap maupun yang tetap dengan maksud akan
menjauhkan barang barang itu dari penagih hutang, maka atas surat permintaan orang yang
berkepentingan ketua pengadilan negeri dapat memberi perintah, supaya disita barang itu
untuk menjaga hak orang yang memasukkan permintaan itu, dan kepada peminta harus
diberitahukan akan menghadap persidangan pengadilan negeri yang pertama sesudah itu
untuk memajukan dan menguatkan gugatannya. Ada banyak jenis sita, namun secara
umum dikenal dua jenis:
a) Sita terhadap harta benda milik tergugat (conservatoir beslag)
Sita ini dilakukan terhadap harta benda milik debitor. Kata conservatoir sendiri berasal
dari conserveren yang berarti menyimpan, dan conservatoir beslag menyimpan hak
seseorang. Maksud sita jaminan ini adalah agar terdapat suatu barang tertentu yang
nantinya dapat dieksekusi sebagai pelunasan utang tergugat.
Perihal sita conservatoir beslag ini diatur dalam pasal 227 (1) HIR, intisari dari
ketentuannya adalah sebagai berikut :4
 Harus ada sangkaaan yang beralasan, bahwa tergugat sebelum putusan dijatuhkan
atau dilaksanakan mencari akal akan menggelapkan atau melarikan barang-
barangnya;
 Barang yang disita itu merupakan barang kepunyaan orang yang terkena sita,
artinya bukan milik penggugat;
 Permohonan diajukan kepada ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara
yang bersangkutan;

3 Ibid.
4 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan
Praktek, (Bandung : CV.Mandar Maju, 2002), hal. 100
 Permohonan harus diajukan dengan surat tertulis;
 Sita conservatori dapat dilakukan atau diletakkan baik terhadap barang yang
bergerak dan tidak bergerak.
Sehubungan dengan ketentuan pasal 227 ayat (1) HIR, Mahkamah Agung dalam salah
satu putusannya menyatakan bahwa conservatoir beslag yang diadakan bukan atas
alasan-alasan yang disyaratkan dalam pasal dimaksud adalah tidak dibenarkan.5
b) Sita terhadap harta benda milik penggugat sendiri
Berbeda dari conservatoir beslag, dikenal juga sita terhadap harta benda
penggugat/pemohon sendiri yang ada dalam kekuasaan orang lain
(termohon/tergugat). Sita jaminan ini bukanlah untuk menjamin suatu tagihan berupa
uang, melainkan untuk menjamin suatu hak kebendaan dari pemohon. Sita ini terbagi
menjadi dua bagian, yaitu sita revindicatoir (Pasal 226 HIR / 260 RBg) dan sita
marital (Pasal 823-823j Rv). Revindicatoir berarti mendapatkan, dan kata sita
revindicatoir mengandung pengertian menyita untuk mendapatkan kembali (barang
yang memang miliknya). Pihak yang berhak untuk mengajukan permohonan sita
adalah:
1) Untuk pemohon sita revindicatoir:
 Pemilik benda bergerak yang barangnya berada di tangan orang lain;
 Pemegang hak reklame;
2) Untuk pemohon sita conservatoir adalah kreditor;
3) Untuk pemohon sita marital adalah istri.
Di negara yang menganut tradisi common law, sita jaminan (security for costs) lebih
sering diminta oleh tergugat. Artinya, jaminan berupa uang atau aset lain yang
diserahkan oleh pengugat ke pengadilan yang dapat dipakai untuk mengganti biaya
yang diderita oleh termohon jika ternyata permohonan tersebut tidak beralasan. Di
Indonesia, instrumen ini dipakai dalam permohonan penetapan sementara.6
Sesuai dengan Pasal 226 HIR / 260 RBg, untuk mengajukan permohonan sita
revindicatoir, pemohon dapat langsung mengajukan permohonan, tanpa perlu ada
dugaan yang beralasan bahwa tergugat akan mencoba untuk menggelapkan atau
melarikan barang yang bersangkutan selama proses persidangan.

5
Putusan Mahkamah Agung Nomor 597/K/Sip/1983 tanggal 8 Mei 1984, termuat dalam Yurisprudensi
Indonesia 1984-I, hal. 165.
6
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata di Indonesia (Yogyakarta : Liberty, 1998), hal. 178
Sedangkan pada sita jaminan conservatoir, sesuai Pasal 227 HIR / 261 RBg,
elemen dugaan yang beralasan, merupakan dasar pembenar utama dalam pemberian
sita tersebut. Apabila penggugat tidak memiliki bukti kuat, maka sita jaminan tidak
akan diberikan. Syarat ini dimaksudkan untuk mencegah penyalahgunaan agar tidak
diadakan penyitaan secara sembarangan, yang akhirnya hanya merupakan tindakan
sia-sia yang tidak mengenai sasaran (vexatoir). Sehingga dalam sita ini, tersita harus
didengar untuk mengetahui kebenaran dugaan tersebut.

Objek Yang Dapat Diletakkan Sita Jaminan


Objek permohonan tergantung kepada jenis sita yang dimintakan, pada sita
revindicatoir, maka yang dapat disita adalah benda bergerak yang merupakan milik
pemohon (atau pemilik hak reklame). Pemohon sita revindicatoir tidak dapat
memohon sita dijatuhkan terhadap benda tetap milik pemohon, karena pengalihan
atau pengasingan benda tetap tidak semudah pengalihan benda bergerak, sehingga
kecil sekali kemungkinan terjadi diasingkannya barang tetap tersebut. Pasal 226 (2)
HIR menjelaskan bahwa dalam permohonan sita revindicatoir harus dijelaskan
secara lengkap dan nyata, barang-barang yang dimintakan sita tersebut. Sedangkan
pada sita conservatoir, yang dapat menjadi obyek sita adalah:
 barang bergerak milik debitur
 barang tetap milik debitur, dan
 barang bergerak milik debitur yang berada di tangan orang lain (pihak ketiga).
Penyitaan hanya dilakukan terhadap barang-barang yang nilainya diperkirakan
tidak jauh melampaui nilai gugatan (nilai uang yang menjadi sengketa), sehingga
nilai sita seimbang dengan yang digugat. Penyitaan juga dilakukan terlebih dulu atas
benda-bergerak, dan baru diteruskan ke benda-benda tidak bergerak, jika menurut
perkiraan nilai benda-benda tersebut tidak akan mencukupi. RV masih mengenal
beberapa sita conservatoir lainnya yaitu :
a. Sita conservatoir terhadap Kreditor
Ada kemungkinannya bahwa Debitor mempunyai piutang kepada Kreditor. Jadi ada
hubungan utang piutang timbal balik antara Kreditor dan Debitor. Dalam hubungan
hutang timbal balik antara Debitor dan Kreditor ini, dimana Kreditor sekaligus juga
Debitor dan Debitor sekaligus juga Kreditor, tidak jarang terjadi bahwa prestasinya
tidak dapat dikompesasi, misalnya apabila tuntutan piutang Kreditor sudah dapat
ditagih dari Debitor, sedang piutang Debitor belum dapat ditagih dari Kreditor atau
apabila Kreditor mempunyai tagihan dalam bentuk uang sedangkan Debitor
tagihannya berupa barang. Dalam hal ini maka Kreditor yang mengajukan gugatan
dapat mengajukan permohonan sita conservatoir terhadap dirinya sendiri. Pada
hakikatnya sita conservatoir ini tidak lain adalah sita conservatoir atas barang-
barang yang ada di tangan pihak ketiga, hanya dalam hal ini pihak ketiga itu adalah
Kreditor itu sendiri.
b. Sita gadai
Sita gadai ini sebagai sita conservatoir hanya dapat diajukan berdasarkan tuntutan
yang disebut dalam pasal 1139 sub 2 KUHPerdata dan dijalankan atas barang-barang
yang disebut dalam pasal 1140 KUHPerdata.
c. Sita conservatoir atas barang-barang Debitor yang tidak mempunyai tempat
tinggal yang dikenal di Indonesia atau orang asing bukan penduduk Indonesia
Rasio dari sita conservatoir ini ialah untuk melindungi penduduk Indonesia terhadap
orang-orang asing bukan penduduk Indonesia, maka oleh karena itu berlaku juga
dengan sendirinya bagi acara perdata di Pengadilan Negeri.
d. Sita conservatoir atas pesawat terbang
Pada asasnya semua barang bergerak maupun tetap milik Debitor menjadi
tanggungan untuk segala perikatan yang bersifat perorangan, dan semua hak-hak atas
harta kekayaan dapat diuangkan untuk memenuhi tagihan, sehingga dengan demikian
dapat disita. Akan tetapi tentang hal ini ada pengecualiannya. Ada bagian-bagian dari
harta kekayaaan yang tidak dapat disita dan ada yang dibebaskan dari penyitaan.
Yang tidak dapat disita terutama adalah hak-hak perorangan. Hak untuk mendapat
ganti kerugian dalam hubungan perburuhanpun tidak boleh disita untuk menjalankan
putusan hakim. Pasal 50 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara berbunyi “ Pihak manapun dilarang melakukan penyitaan
terhadap :
 Uang atau surat berharga milik Negara/Daerah baik yang berada pada instansi
Pemerintah maupun pada pihak ketiga
 Uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada Negara/Daerah
 Barang bergerak milik Negara/Daerah baik yang berada pada instansi
Pemerintah maupun pada pihak ketiga
 Barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik Negara/Daerah yang
diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan.
1. Putusan Serta Merta
Putusan serta merta “uitvoerbaar bij voorraad” artinya adalah putusan yang dapat
dilaksanakan serta merta. Artinya, putusan yang dijatuhkan dapat langsung dieksekusi,
meskipun putusan tersebut belum memperoleh kekuatan hukum tetap
Dengan adanya permintaan tersebut, mejelis hakim yang memeriksa dan memutus
sengketa perdata, dapat mempertimbangan sebagaimana pedoman putusan serta merta
(Uitvoerbaar Bij Voorraad). Berdasarkan Surat Edaran Makamah Agung (SEMA)
Nomor : 4 Tahun 2001 tentang Permasalahan Serta Merta (Uitvoerbaar Bij Voorraad) dan
Provisionil, menyatakan sebagai berikut:
Setiap kali akan melaksanakan Putusan Serta Merta (Uitvoerbaar Bij Voorraad) harus
disertai penetapan sebagaimana diatur dalam butir 7 SEMA No. 3 Tahun 2000 tentang
Putusan Serta Merta (Uitvoerbaar Bij Voorraad) dan Provisionil, yang menyebutkan
adanya pemberian jaminan yang nilainya sama dengan nilai barang/obyek eksekusi
sehingga tidak menimbulkan kerugian pada pihak lain apabila ternyata dikemudian hari
dijatuhkan putusan yang membatalkan putusan Pengadilan Tingkat Pertama.
1) Adapun dapat dikabulkannya uitvoerbaar bij voorraad dan provisionil menurut
Surat Ederan Ketua Mahkamah Agung RI No. 3 Tahun 2000 adalah :
Gugatan didasarkan pada bukti surat autentik/tulis tangan yang tidak dibantah
kebenarannya oleh pihak Lawan ;
2) Gugatan hutang-piutang yang jumlahnya sudah pasti dan tidak dibantah ;
3) Gugatan tentang sewa-menyewa tanah,rumah,gudang dll, dimana hubungan sewa-
menyewa telah habis atau Penyewa melalaikan kewajibannya sebagai penyewa
yang baik ;
4) Pokok gugatan mengenai tuntutan harta gono-gini dan putusannya telah inkracht
van gewijsde;
5) Dikabulkannya gugatan provisionil dengan pertimbangan hukum yang tegas dan
jelas serta memenuhi pasal 332 Rv ; dan
6) Pokok sengketa mengenai bezitsrecht ;
Namun sepanjang hal itu memenuhi ketentuan pasal 180 ayat (1) HIR dan pasal 191
ayat (1) Rbg serta pasal 332 Rv, sehingga sampai saat ini Hakim masih sah-sah saja
menjatuhkan putusan serta merta tersebut
BAB III
PEMBAHASAN

1. Uraian singkat perkara7


Nomor Perkara : 483/Pdt.G/2018/PN.Bdg
Tanggal Register : Rabu, 28 November 2018
Klasifikasi Pekara : Wanprestasi
Penggugat : PT Nissan Financial Services Indonesia
Tergugat : 1. Fini Gisela Ismayanti
2. Agus Wildan Fitria
Petitum :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
2. Menyatakan Tergugat 1 (Pertama) telah terbukti melakukan Ingkar Janji atau Lalai
(Wanprestasi) dalam menjalankan Perjanjian Pembiayaan Multiguna Dengan
Pembayaran Secara Angsuran Nomor :1011606208 pada tanggal 27 April 2016.
3. Menyatakan Penggugat menderita kerugian materiilberupa sisa angsuran sebesar Rp.
98.158.000,- (sembilan puluh delapan juta seratus lima puluh delapan juta Rupiah) yang
belum terbayarkan yang dihitung mulai dari Angsuran ke-27(dua puluh tujuh) sampai
dengan Angsuran ke-60 (enam puluh) dan belum termasuk denda keterlambatan
pembayaran angsuran yang akan diperhitungkan kemudian pada saat Tergugat 1
(Pertama) membayarkan sisa angsuran tersebut kepada Penggugat.
4. Menyatakan Tergugat 1 (Pertama) wajib untuk membayar kerugian materiil kepada
Penggugat berupa sisa angsuran sebesar Rp. 98.158.000,- (sembilan puluh delapan juta
seratus lima puluh delapan juta Rupiah) yang belum terbayarkan yang dihitung mulai
dari Angsuran ke-27 (dua puluh tujuh) sampai dengan Angsuran ke-60 (enam puluh)
dan belum termasuk denda keterlambatan pembayaran angsuran yang akan
diperhitungkan kemudian pada saat Tergugat 1 (Pertama) membayarkan sisa angsuran
tersebut kepada Penggugat.
5. Menyatakan sah dan berharga Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) atas harta kekayaan
Tergugat 1 (Pertama), yaitu harta bergerak maupun tidak bergerak berupa tanah dan
bangunan yang ditempati oleh Tergugat1 (Pertama) yang terletak diJalan Cibaduyut
Gang Ibu Ipong, RT.002/RW.001, Kelurahan Cibaduyut Wetan, Kecamatan Bojongloa

7 http://sipp.pn-bandung.go.id/list_jadwal_sidang/search/2/14/05/2019
Kidul, Kota Bandung, Jawa Barat, termasuk namun tidak terbatas pada barang-barang
yang berada didalam tanah dan bangunan tersebut.
6. Menyatakan sah dan berharga Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) atas 1 (satu) unit
mobil kondisi baru, Merk/Type: Datsun/Panca Go T Aktif 1.2; Tahun: 2016; Warna:
Abu-Abu Tua Metalik; Nomor Rangka: MHBJ2CH2FGJ014942; Nomor Mesin:
HR12759032T; Nomor Polisi: D 1264 AEE, sebagai Objek Jaminan Fidusia dalam
perkara ini.
7. Menyatakan putusan dalam perkara ini ‘Dapat Dijalankan Terlebih Dahulu
(Uitvoerbaar Bij Voorraad).
8. Menghukum masing-masing Tergugat 1 (Pertama) dan Tergugat 2 (Kedua) untuk
mentaati dan tunduk terhadap isi putusan dalam perkara ini.
9. Menghukum Tergugat 1 (Pertama) untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam
perkara ini.
10. Atau, apabila Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berpendapat
lain, maka Penggugat mohon untuk berkenan memberikan putusan Yang Bijaksana
Dan Seadil-adilnya Menurut Hukum Dan Keadilan (Ex Aequo Et Bono) sesuai dengan
kepatutan.

2. Analisa mengenai kesesuaian yang diterapkan dalam persidangan


Sidang ini merupakan permohonan pihak PT Nissan Financial Services
Indonesia termasuk dalam klasisfikasi tuntutan hak atas wanprestasi berupa kelalaian
dalam Perjanjian Pembiayaan Multiguna Dengan Pembayaran Secara Angsuran
Nomor: 1011606208 pada tanggal 27 April 2016 dimana tidak dilakukannya
pembayaran sisa angsuran ke-27 hingga ke-60 sehingga menyebabkan kerugian dialami
oleh penggugat. Kerugian materiil yang diperhitungkan belum termasuk denda
keterlambatan pembayaran angsuran yang kemudian dihitung setelah Tergugat 1
membayarkan sisa angsuran. Sidang dengan nomor perkara 483/Pdt.G/2018/PN.Bdg
ini pada tanggal 7 Mei 2019 beragenda sidang pembacaan replik dari penggugat, dalam
proses ini hakim menanyakan kepada pihak penggugat bahwa replik dapat dibacakan
langsung atau dianggap telah dibacakan, lalu pihak penggugat memilih untuk replik
dianggap telah dibacakan kemudian hakim menghimbau untuk salinannya diberikan
kepada tergugat dan kepada hakim untuk dilengkapi segala berkas persidangan (yang
dimaksudkan, gugatan, replik, dan alat bukti) diserahkan juga dalam bentuk softcopy
dalam cd ataupun flashdisk demikian diberikan waktu hingga sidang berikutnya untuk
melengkapi. Selanjutnya sidang ditutup dengan agenda sidang berikutnya ditetapkan
pada tanggal 7 Mei 2019 dengan agenda sidang berikutnya adalah pembacaan duplik
dari para tergugat.
Analisis saya dalam kasus ini prosedur persidangan dilakukan sebagaimana
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku ialah sebenarnya telah
sesuai ditempatkan pada tempatnya, berawal dari permulaan perkara ini dengan
gugatan wanprestasi atas kelalaian klausul perjanjian untuk membayarkan angsuran
sehingga dengan tidak dibayarkannya menimbulkan kerugian bagi pihak penggugat,
selanjutnya kekhawatiran atas harta kekayaan tergugat 1 berupa benda tak bergerak
berupa rumah dan juga benda bergerak yakni sebuah mobil sebagai jaminan fidusia
dalam perjanjian tersebut, untuk permintaan hakim atas softcopy tak terlepas dari
perkembangan teknologi yang mengharuskan untuk mengetik kembali atas hardcopy
yang telah diserahkan sebelumnya sehingga softcopy dari berkas persidangan para
pihak merupakan kebiasaan yang dimaksudkan untuk mempermudah panitera membuat
berita acara persidangan hingga dalam majelis hakim membuat putusan nantinya.
BAB IV
KESIMPULAN

Analisis saya dalam kasus ini prosedur persidangan dilakukan sebagaimana yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku ialah sebenarnya telah sesuai ditempatkan
pada tempatnya, berawal dari permulaan perkara ini dengan gugatan wanprestasi atas kelalaian
klausul perjanjian untuk membayarkan angsuran sehingga dengan tidak dibayarkannya
menimbulkan kerugian bagi pihak penggugat, selanjutnya kekhawatiran atas harta kekayaan
tergugat 1 berupa benda tak bergerak berupa rumah dan juga benda bergerak yakni sebuah
mobil sebagai jaminan fidusia dalam perjanjian tersebut, untuk permintaan hakim atas softcopy
tak terlepas dari perkembangan teknologi yang mengharuskan untuk mengetik kembali atas
hardcopy yang telah diserahkan sebelumnya sehingga softcopy dari berkas persidangan para
pihak merupakan kebiasaan yang dimaksudkan untuk mempermudah panitera membuat berita
acara persidangan hingga dalam majelis hakim membuat putusan nantinya.
DAFTAR PUSTAKA

Nyoman A. Martana, SH., M.H.,BUKU AJAR HUKUM ACARA DAN PRAKTEK


PERADILAN PERDATA, 2016, Fakultas Hukum: Universitas Udayana.
Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori
dan Praktek, 2002, Bandung : CV.Mandar Maju
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata di Indonesia, 1998, Yogyakarta : Liberty.
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, 2008, Jakarta: Sinar Grafika.

http://sipp.pn-bandung.go.id/list_jadwal_sidang/search/2/14/05/2019

Anda mungkin juga menyukai