Anda di halaman 1dari 10

Macam-Macam Putusan di Pengadilan Agama dan Akibat Hukumnya

Nicko Setya Mandala Putra

A. Pendahuluan

Putusan secara umum berarti pernyataan hakim dalam sidang yang bisa berupa
pemidanaan, putusan bebas, dan, lepas dari segala tuntutan. Produk hakim dalam
persidangan ada 3 yaitu putusan, penetapan, dan akta perdamaian. Putusan adalah
pernyataan hakim yang ditulis dan dibacakan pada saat sidang terbuka untuk
umum sebagai hasil pemeriksaan perkara.Adapun berdasar UU nomer 7 tahun
1989 membahas tentang ruang lingkup peradilan agama.permasalahan yang akan
diuraikan meliputi bentuk keputusan Peradilan Agama, hakim memutus perkara,
putusan berdasarkan alasan yang cukup, autentikasi keputusan dan keputusan
yang dapat dijalankan lebih dulu.

Sistematika pembahasan disusun sedemikian rupa sehingga lebih sesuai


dengan wawasan pengertian putusan.Disini penulis akan memberikan pengertian
macam-macam putusan yang ada diperadilan agama,semoga dapat menambah
wawasan dan ilmu untuk semua pembaca khususnya mahasiswa jurusan hukum
yang sering mempelajari tentanh hal ini.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan putusan di Pengadilan Agama?


2. Apa saja macam – macam putusan yang ada di Pengadilan Agama?
3. Apa akibat hukum yang ditimbulkan dari sebuah putusan?

C. Pembahasan

1. Pengertian Putusan

Putusan berasal dari bahasa Belanda yaitu “vonis” atau al qada’u


dalam bahasa arab. Putusan termasuk produk Pengadilan Agama karena
adanya dua pihak yang berlawanan dalam suatu perkara, yaitu “penggugat”

1
dan”tergugat”. 1 Putusan bersifat mengikat kepada kedua belah pihak, dan
putusan juga memiliki kekuatan pembuktian sehingga putusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dapat dieksekusi.

Putusan harus diucapkan didalam persidangan yang terbuka untuk


umum. Dan dengan diucapkannya putusan oleh Majelis Hakim maka hal itu
menandakan telah berakhirnya suatu perkara, dan telah ditetapkan siapa yang
benar dan siapa yang tidak benar. Akan tetapi ada juga putusan yang
diucapkan ditengah – tengah persidangan (putusan sela), hal itu dikarenakan
ada sebab lain.2

2. Macam – macam Putusan di Pengadilan Agama


Macam – macam produk putusan yakni :
1. Menurut Jenisnya :
a. Putusan Sela, yaitu putusan yang diucapkan oleh Majelis Hakim
disela – sela persidangan atau sedang berlangsungnya persidangan
dan sebelum putusan akhir, putusan sela tidak mengikat hakim.
Pasal 48 dan pasal 332 Rv membedakan putusan sela, yakni :
→ Putusan Praeparatoir, yaitu putusan sela guna
mempersiapkan putusan akhir, tanpa ada pengaruh atas pokok
perkara atau putusan akhir. (putusan atas penggabungan perkara dan
menolak diundurkannya pemeriksaan saksi – saksi).
→ Putusan Interlucotoir, putusan yang isinya memerintahkan
pembuktian dan dapat mempengaruhi putusan akhir. (putusan untuk
memeriksa saksi-saksi dan pemeriksaan setempat).

1
Raihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1991,
hlm 203
2
M Fauzan, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Dan Mahkamah Syar’iyah
Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2005, hlm 159

2
→ Putusan Insidentil, putusan atas suatu perselisihan yang
tidak begitu mempengaruhi atau berhubungan dengan pokok
perkara. (campur tangan pihak ketiga dan penetapan sita).
→ Putusan Provisi, putusan yang menjawab tuntutan
provisionil, yaitu permintaan para pihak yang bersangkutan agar
untuk sementara diadakan tindakan pendahuluan. (perkara gugat
cerai atas kelalaian menafkahi, harus membayarnya terlebih dahulu
karena untuk memenuhi kebutuhan hidup yang telah dilalaikan sang
suami).
Putusan sela ini tidak dapat dilakukan upaya banding, karena hanya
disela – sela persidangan dan belum mempunyai kekuatan hukum
tetap bila ingin diajukan upaya hukum. Dapat diajukan bila mana
sudah ada putusan akhir.

b. Putusan Akhir, yaitu putusan yang diucapkan oleh Majelis Hakim


diakhir persidangan, dan hal tersebut menandakan berakhirnya
perkara dan telah memiliki kekuatan hukum tetap dan sudah dapat
dilakukan eksekusi. MA RI dengan Surat Edaran Nomor 5 tahun
1959 dan Nomor 1 tahun 1962 tanggal 7 maret 1962,
menginstruksikan agar pada waktu putusan diucapkan, konsep
putusan harus sudah selesai dibuat. Dan jika ada perbedaan antara
ucapan hakim dengan yang ditulis, maka yang sah adalah yang
diucapkan dipersidangan yang terbuka untuk umum.3

2. Menurut sifatnya :

a. Putusan Declaratoir, yaitu putusan yang bersifat menyatakan dan


menerangkan keadaan atau status hukum. Misalnya pernyataan
adanya hubungan suami istri dalam perkara perceraian yang

3
H Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata dilingkungan Peradilan Agama, Kencana
Prenada Group, Jakarta, 2005, hlm 307-308

3
perkawinannya tidak dicatatkan dicatatan sipil atau pegawai
pencatatan nikah setempat.
b. Putusan Constitutif, yaitu yang bersifat meniadakan suatu keadaan
hukum yang baru. Misalnya putusan perceraian yang semula
terikat perkawinan, karena putusan ini menjadi meniadakan status
perkawinannya atau sudah resmi cerai.
c. Putusan Condemnatoir, yaitu putusan yang bersifat menghukum
pada salah satu pihak. Misalnya menghukum tergugat untuk
menyerahkan tanah yang akan dibagi dalam kewarisan. Dan dalam
putusan ini isi putusannya dapat berupa :
1) Gugatan tidak dapat diterima (Niet Onvankelijk Verlaard),
karena :
- Gugatan kabur atau tidak jelas (Obscuur libel) ,
tergugat tidak jelas keberadaannya atau tidak diketauhi.
- Gugatan tidak berdasar hukum, isi gugatan tidak
berdasarkan hukum atau melawan hak tergugat.
- Gugatan prematur, perkara tersebut belum saat nya
untuk dilakukan penggugatan.
- Gugatan nebis in idem, yaitu seseorang tidak boleh
digugat dua kali dengan perkara yang sama atau yang
sudah diputus dan memiliki kekuatan hukum tetap.
- Gugatan error persona, yaitu gugatan yang salah
ditujukan pada seseorang yang itu bukan tergugat.
- Gugatan kadaluarsa, yaitu perkara gugatan yang telah
habis masa gugatnya dan tidak boleh digugat.
- Pengadilan tidak berwenang, hal ini berkaitan dengan
kewenangan Absolut Pengadilan.

2) Gugatan dikabulkan
Gugatan dikabulkan apabila penggugat dapat membuktikan
secara sah dan meyakinkan dalil – dalil dari apa yang

4
digugatnya, dan gugatan dapat dikabulkan sebagian atau
seluruh, tergantung pembuktian dan dalil – dalil yang
dibuktikan penggugat.
3) Gugatan ditolak
Gugatan ditolak apabila penggugat tidak dapat
membuktikan secara sah dan tidak dapat meyakinkan dalil
– dalil dari apa yang digugatnya, hal ini kebalikan dari
gugatan dikabulkan.
4) Gugatan digugurkan
Gugatan digugurkan apabila penggugat tidak hadir dalam
persidangan dengan telah dipanggil secara resmi dan
terhormat, namun juga tidak hadir maka perkara atau
gugatannya gugur.
5) Gugatan dibatalkan
Gugatan dibatalkan apabila panjar biaya perkara telah habis
dan penggugat telah ditegur supaya membayar biaya panjar
perkara, dan apabila dalam tenggang waktu 1 bulan tidak
diindahkan maka dibuat penetapan perkara gugatan
dibatalkan dengan membebankan biaya perkara kepada
penggugat.4

Dalam hal memutus suatu perkara Pengadilan harus membuat isi


putusannya, berikut apa-apa saja yang harus ada didalamnya :

a. Kepala Putusan, yang harus ada dalam kepala putusan yakni


meliputi “Putusan” kemudian kalimat
“Bismillahirahmanirrahim”dan “Demi Keadilan Berdasarkan
Tuhan yang Maha Esa”.
b. Nama Pengadilan dan jenis perkara, Pengadilan mana yang
memeriksa dan perkara apa yang sedang diperiksa.

4
Abdullah Tri Wahyudi, Hukum Acara Peradilan Agama (Dilengkapi Contoh Surat – Surat
Dalam Praktik Hukum Acara di Peradilan Agama), CV Mandar Maju, Bandung, 2018, hlm 161-
163

5
c. Identitas Para Pihak, yakni mencantumkan : Nama, Umur, Alamat,
Agama, dan dipertegas dengan status sebagai Tergugat dan
Penggugat.
d. Duduk Perkara, yakni memuat tentang : uraian lengkap isi gugatan,
pernyataan sidang dihadiri para pihak, pernyataan upaya
perdamaian, uraian jawaban tergugat, uraian replik, uraian duplik,
uraian kesimpulan para pihak, pembuktian para pihak.
e. Pertimbangan Hukum, yakni berisi tentang penilaian hakim atas
semua bukti-bukti yang ada baik tertulis maupun lisan dan dari
saksi-saksi yang bersangkutan dengan perkara yang sedang
berlangsung.
f. Amar Putusan, biasanya didahulukan dengan kata “MENGADILI”
kemudian diikuti dengan ptitum berdasar pertimbangan hukum dan
hal-hal yang dikabulkan dan yang ditolak.
g. Penutup, Membuat kapan putusan itu dijatuhkan dan dibacakan
dalam persidangan yang terbuka untuk umum.5

3. Akibat Hukum Yang Timbul Dari Sebuah Putusan


a. Kekuatan Mengikat

Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap pasti


bersifat mengikat atau disebut juga “res judicata proveirate
habitur”artinya yakni putusan yang pasti dengan sendirinya memikat,
apa yang diputus oleh hakim dianggap benar dan pihak-pihak yang
berperkara berkewajiban untuk memenuhi isi putusan tersebut.

Putusan pengadilan untuk menyelesaikan perselisihan antara


mereka sebagaimana yang mereka kehendaki. Pihak-pihak yang
berperkara itu harus tunduk dan patuh kepada putusan yang telah
dijatuhkan oleh pengadilan. Sifat mengikat dari sebuah putusan itu

5
Ibid hlm 163-164

6
bertujuan untuk menetapkan suatu hak atau suatu hubungan hukum
antar pihak-pihak yang berperkara.

b. Kekuatan Pembuktian
Dan sebagaimana yang telah dikatakan diawal bahwa putusan
harus dibuat secara tertulis, tujuannya adalah untuk dapat
dipergunakan sebagai alat bukti untuk para pihak yang akan
melakukan upaya hukum lagi (banding dan kasasi).
Putusan hakim yang memiliki kekuatan hukum tetap dapat
dijadikan sebagai alat bukti sah (Bewijs, evidence) oleh pihak-pihak
yang berperkara sepanjang mengenai peristiwa yang telah ditetapkan
dalam putusan tersebut. Karena putusan hakim ini dibuat secara
konkret dan memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna.

c. Kekuatan Eksekutorial

Putusan yang memiliki kekuatan hukum tetap pasti


mempunyai kekuatan untuk dilaksanakan (executionay power) bagi
pihak yang dinyatakan kalah berkewajiban melaksanakan putusan
tersebut secara sukarela, dan jika kiranya tidak bersedia maka akan
dilakukan secara paksa oleh pengadilan.

Putusan eksekutorial dapat dilaksanakan apabila ada titel


eksekutorial dalam tulisan putusannya yang berbunyi “Demi
Keadilan Tuhan Yang Maha Esa” baru bisa dilaksanakan, dan apa
bila tidak ada maka tidak bisa dilaksanakan putusan eksekutorial.
Hal tersebut sesuai bunyi pasal 4 ayat (1) UU No 14 Tahun 1970
jo, pasal 57 ayat (1) UU No 7 Tahun 1989. Dan hanya putusan
yang bersifat condemnatoir saja yang memerlukan eksekusi,

7
sedangkan putusan yang bersifat declaratoir dan constitutif tidak
memerlukan eksekusi.6

D. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan sebagaimana tersebut di atas maka penulis


memberikan kesimpulan sebagai berikut :

1. Putusan adalah suatu produk Pengadilan Agama yang berupa ketetapan


hukum yang sah, yang lahir dari jenis perkara gugatan karena ada dua pihak
yang berlawanan, yakni penggugat dan tergugat. Putusan yang sah haruslah
diucapkan oleh majelis hakim dalam sidang nya yang terbuka untuk umum
(kecuali perkara perceraian). Putusan juga menandakan bahwa suatu perkara
tersebut sudah diadili, namun masih bisa melakukan upaya hukum yang lebih
tinggi. Ada juga putusan yang diputus oleh hakim pada sela – sela persidangan
karena suatu hal, oleh karena itu disebut putusan sela.

2. Macam – macam putusan, berdasarkan jenisnya dibagi menjadi dua yakni


putusan sela dan putusan akhir. Putusan sela adalah keputusan yang diambil
oleh majelis hakim untuk menunda sidang untuk sementara karena suatu
alasan yang berkaitan dengan kewenangan baik relatif maupun absolut
pengadilan. Putusan sela juga dibagi lagi menjadi beberapa bagian tergantung
jenis perkaranya. Sedangkan yang kedua yakni putusan akhir, putusan akhir
yaitu putusan yang diucapkan oleh majelis hakim diakhir persidangan guna
memutus dan mengadili suatu perkara atau bisa disebut juga keputusan final,
yang nantinya memiliki kekuatan hukum tetap. Putusan akhir dapat dilakukan
upaya hukum lagi apabila pihak yang berperkara tidak puas dengan keputusan
akhir tersebut.

Selanjutnya berdasarkan sifatnya dibagi menjadi tiga, pertama Putusan


Declaratoir, yaitu putusan yang bersifat menyatakan dan menerangkan
keadaan atau status hukum. Yang kedua Putusan Constitutif, yaitu yang

6
H Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata dilingkungan Peradilan Agama, Kencana
Prenada Group, Jakarta, 2005, hlm 309-310

8
bersifat meniadakan suatu keadaan hukum yang baru. Yang ketiga Putusan
Condemnatoir, yaitu putusan yang bersifat menghukum pada salah satu pihak.
Dan untuk putusan Condemnatoir dapat dibagi lagi menjadi beberapa bagian
tergantung subyek yang berperkara.

3. Kekuatan hukum dari suatu putusan dipengadilan dapat dibagi menjadi tiga
yakni, Mengikat. Yaitu keputusan tersebut mengikat kedua belah pihak yang
berperkara dan hanya pada mereka saja putusan itu berlaku. Yang kedua
Kekuatan Pembuktian, yaitu bila terjadi suatu perkara lagi dan masih ada
kaitannya dengan perkara pertama yang telah diputus, maka putusan tersebut
dapat dijadikan bukti kuat yang sah dimata hukum guna melakukan
pembuktian atas perkara yang disedang dilakukan pembuktian. Dan yang
ketiga adalah kekuatan eksekutorial, kekuatan eksekutorial dari sebuah
putusan dapat mengeksekusi pihak yang kalah dalam perkara yang telah
diputus oleh majelis hakim. Dan bagi pihak yang kalah harus patuh terhadap
apa yang dieksekusikan padanya.

DAFTAR PUSTAKA

A. Rasyid, Raihan, Hukum Acara Peradilan Agama, PT RajaGrafindo


Persada, Jakarta, 1991.
Bintania , Aris, Hukum Acara Peradilan Agama dalam Kerangka Fiqh al
Qadha, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012.
Fauzan , M, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Dan
Mahkamah Syar’iyah Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2005.
Manan , H Abdul, Penerapan Hukum Acara Perdata dilingkungan Peradilan
Agama, Kencana Prenada Group, Jakarta, 2005.

9
Wahyudi , Abdullah Tri, Hukum Acara Peradilan Agama (Dilengkapi Contoh
Surat – Surat Dalam Praktik Hukum Acara di Peradilan Agama), CV Mandar
Maju, Bandung, 2018.

10

Anda mungkin juga menyukai