A. Pendahuluan
Putusan secara umum berarti pernyataan hakim dalam sidang yang bisa berupa
pemidanaan, putusan bebas, dan, lepas dari segala tuntutan. Produk hakim dalam
persidangan ada 3 yaitu putusan, penetapan, dan akta perdamaian. Putusan adalah
pernyataan hakim yang ditulis dan dibacakan pada saat sidang terbuka untuk
umum sebagai hasil pemeriksaan perkara.Adapun berdasar UU nomer 7 tahun
1989 membahas tentang ruang lingkup peradilan agama.permasalahan yang akan
diuraikan meliputi bentuk keputusan Peradilan Agama, hakim memutus perkara,
putusan berdasarkan alasan yang cukup, autentikasi keputusan dan keputusan
yang dapat dijalankan lebih dulu.
B. Rumusan Masalah
C. Pembahasan
1. Pengertian Putusan
1
dan”tergugat”. 1 Putusan bersifat mengikat kepada kedua belah pihak, dan
putusan juga memiliki kekuatan pembuktian sehingga putusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dapat dieksekusi.
1
Raihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1991,
hlm 203
2
M Fauzan, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Dan Mahkamah Syar’iyah
Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2005, hlm 159
2
→ Putusan Insidentil, putusan atas suatu perselisihan yang
tidak begitu mempengaruhi atau berhubungan dengan pokok
perkara. (campur tangan pihak ketiga dan penetapan sita).
→ Putusan Provisi, putusan yang menjawab tuntutan
provisionil, yaitu permintaan para pihak yang bersangkutan agar
untuk sementara diadakan tindakan pendahuluan. (perkara gugat
cerai atas kelalaian menafkahi, harus membayarnya terlebih dahulu
karena untuk memenuhi kebutuhan hidup yang telah dilalaikan sang
suami).
Putusan sela ini tidak dapat dilakukan upaya banding, karena hanya
disela – sela persidangan dan belum mempunyai kekuatan hukum
tetap bila ingin diajukan upaya hukum. Dapat diajukan bila mana
sudah ada putusan akhir.
2. Menurut sifatnya :
3
H Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata dilingkungan Peradilan Agama, Kencana
Prenada Group, Jakarta, 2005, hlm 307-308
3
perkawinannya tidak dicatatkan dicatatan sipil atau pegawai
pencatatan nikah setempat.
b. Putusan Constitutif, yaitu yang bersifat meniadakan suatu keadaan
hukum yang baru. Misalnya putusan perceraian yang semula
terikat perkawinan, karena putusan ini menjadi meniadakan status
perkawinannya atau sudah resmi cerai.
c. Putusan Condemnatoir, yaitu putusan yang bersifat menghukum
pada salah satu pihak. Misalnya menghukum tergugat untuk
menyerahkan tanah yang akan dibagi dalam kewarisan. Dan dalam
putusan ini isi putusannya dapat berupa :
1) Gugatan tidak dapat diterima (Niet Onvankelijk Verlaard),
karena :
- Gugatan kabur atau tidak jelas (Obscuur libel) ,
tergugat tidak jelas keberadaannya atau tidak diketauhi.
- Gugatan tidak berdasar hukum, isi gugatan tidak
berdasarkan hukum atau melawan hak tergugat.
- Gugatan prematur, perkara tersebut belum saat nya
untuk dilakukan penggugatan.
- Gugatan nebis in idem, yaitu seseorang tidak boleh
digugat dua kali dengan perkara yang sama atau yang
sudah diputus dan memiliki kekuatan hukum tetap.
- Gugatan error persona, yaitu gugatan yang salah
ditujukan pada seseorang yang itu bukan tergugat.
- Gugatan kadaluarsa, yaitu perkara gugatan yang telah
habis masa gugatnya dan tidak boleh digugat.
- Pengadilan tidak berwenang, hal ini berkaitan dengan
kewenangan Absolut Pengadilan.
2) Gugatan dikabulkan
Gugatan dikabulkan apabila penggugat dapat membuktikan
secara sah dan meyakinkan dalil – dalil dari apa yang
4
digugatnya, dan gugatan dapat dikabulkan sebagian atau
seluruh, tergantung pembuktian dan dalil – dalil yang
dibuktikan penggugat.
3) Gugatan ditolak
Gugatan ditolak apabila penggugat tidak dapat
membuktikan secara sah dan tidak dapat meyakinkan dalil
– dalil dari apa yang digugatnya, hal ini kebalikan dari
gugatan dikabulkan.
4) Gugatan digugurkan
Gugatan digugurkan apabila penggugat tidak hadir dalam
persidangan dengan telah dipanggil secara resmi dan
terhormat, namun juga tidak hadir maka perkara atau
gugatannya gugur.
5) Gugatan dibatalkan
Gugatan dibatalkan apabila panjar biaya perkara telah habis
dan penggugat telah ditegur supaya membayar biaya panjar
perkara, dan apabila dalam tenggang waktu 1 bulan tidak
diindahkan maka dibuat penetapan perkara gugatan
dibatalkan dengan membebankan biaya perkara kepada
penggugat.4
4
Abdullah Tri Wahyudi, Hukum Acara Peradilan Agama (Dilengkapi Contoh Surat – Surat
Dalam Praktik Hukum Acara di Peradilan Agama), CV Mandar Maju, Bandung, 2018, hlm 161-
163
5
c. Identitas Para Pihak, yakni mencantumkan : Nama, Umur, Alamat,
Agama, dan dipertegas dengan status sebagai Tergugat dan
Penggugat.
d. Duduk Perkara, yakni memuat tentang : uraian lengkap isi gugatan,
pernyataan sidang dihadiri para pihak, pernyataan upaya
perdamaian, uraian jawaban tergugat, uraian replik, uraian duplik,
uraian kesimpulan para pihak, pembuktian para pihak.
e. Pertimbangan Hukum, yakni berisi tentang penilaian hakim atas
semua bukti-bukti yang ada baik tertulis maupun lisan dan dari
saksi-saksi yang bersangkutan dengan perkara yang sedang
berlangsung.
f. Amar Putusan, biasanya didahulukan dengan kata “MENGADILI”
kemudian diikuti dengan ptitum berdasar pertimbangan hukum dan
hal-hal yang dikabulkan dan yang ditolak.
g. Penutup, Membuat kapan putusan itu dijatuhkan dan dibacakan
dalam persidangan yang terbuka untuk umum.5
5
Ibid hlm 163-164
6
bertujuan untuk menetapkan suatu hak atau suatu hubungan hukum
antar pihak-pihak yang berperkara.
b. Kekuatan Pembuktian
Dan sebagaimana yang telah dikatakan diawal bahwa putusan
harus dibuat secara tertulis, tujuannya adalah untuk dapat
dipergunakan sebagai alat bukti untuk para pihak yang akan
melakukan upaya hukum lagi (banding dan kasasi).
Putusan hakim yang memiliki kekuatan hukum tetap dapat
dijadikan sebagai alat bukti sah (Bewijs, evidence) oleh pihak-pihak
yang berperkara sepanjang mengenai peristiwa yang telah ditetapkan
dalam putusan tersebut. Karena putusan hakim ini dibuat secara
konkret dan memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna.
c. Kekuatan Eksekutorial
7
sedangkan putusan yang bersifat declaratoir dan constitutif tidak
memerlukan eksekusi.6
D. Kesimpulan
6
H Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata dilingkungan Peradilan Agama, Kencana
Prenada Group, Jakarta, 2005, hlm 309-310
8
bersifat meniadakan suatu keadaan hukum yang baru. Yang ketiga Putusan
Condemnatoir, yaitu putusan yang bersifat menghukum pada salah satu pihak.
Dan untuk putusan Condemnatoir dapat dibagi lagi menjadi beberapa bagian
tergantung subyek yang berperkara.
3. Kekuatan hukum dari suatu putusan dipengadilan dapat dibagi menjadi tiga
yakni, Mengikat. Yaitu keputusan tersebut mengikat kedua belah pihak yang
berperkara dan hanya pada mereka saja putusan itu berlaku. Yang kedua
Kekuatan Pembuktian, yaitu bila terjadi suatu perkara lagi dan masih ada
kaitannya dengan perkara pertama yang telah diputus, maka putusan tersebut
dapat dijadikan bukti kuat yang sah dimata hukum guna melakukan
pembuktian atas perkara yang disedang dilakukan pembuktian. Dan yang
ketiga adalah kekuatan eksekutorial, kekuatan eksekutorial dari sebuah
putusan dapat mengeksekusi pihak yang kalah dalam perkara yang telah
diputus oleh majelis hakim. Dan bagi pihak yang kalah harus patuh terhadap
apa yang dieksekusikan padanya.
DAFTAR PUSTAKA
9
Wahyudi , Abdullah Tri, Hukum Acara Peradilan Agama (Dilengkapi Contoh
Surat – Surat Dalam Praktik Hukum Acara di Peradilan Agama), CV Mandar
Maju, Bandung, 2018.
10