Anda di halaman 1dari 113

BAHAN KULIAH

HUKUM ACARA
editor:
Zaid Bin Ahmad, M.Pd.
PENGERTIAN HUKUM ACARA
Hukum Acara adalah kumpulan-kumpulan
ketentuan-ketentuan dengan tujuan
memberikan pedoman dalam usaha mencari
kebenaran dan keadilan bila terjadi perkosaan
atas suatu ketentuan hukum dalam hukum
materiil yang berarti memberikan kepada
hukum acara suatu hubungan yang mengabdi
kepada hukum materiil.
MENURUT PARA AHLI
• Kansil Hkm Acara ialah Hkm Formal (Hkm Proses/Hkm
Acara) yaitu hkm yg memuat prtran2 yg mngtur bgmna
cara2 mlksnakan&mprthankan hkm materiil/prturan2 yg
mngatur bgmna cara2NYA mngjukan sstu perkara ke
pengadilan&bgmna cara2NYA hakim mmberi keputusan.
• E. Utrecht, Hkm Acara ialah Hkm yg mnjukkan cara
bgmna prturan2 hkm materiil yg
diprthankan&diselengarakan.
• Van Kan, Hkm Acara atau Hkm Formal ialah hkm yg hny
mpnya arti turunan; ia hny di pergunakan utk mjmin
plksnaan dr kaidah2 materiil yg tlh ada.
Subjek Hukum
a. Manusia Sebagai Subjek Hukum ( Natuurlijk
persoon) adalah setiap orang yang mempunyai
kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan
kewajiban. Ada juga golongan manusia yang tidak dapat
menjadi subjek hukum, karena tidak cakap dalam
melakukan perbuatan hukum (Personae miserabile) yaitu :
b. Badan Hukum Sebagai Subjek Hukum (Rechts
persoon) adalah suatu perkumpulan atau lembaga yang
dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu ang
mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak
dan kewajiban. Sebagai subjek hukum, badan hukum
mempunyai syarat – syarat yang telah ditentukan oleh
hukum yaitu :
Lnjtan.....,
Objek Hukum
Objek hukum adalah segala sesuatu yang
bermanfaat bagi subjek hukum dan dapt menjadi
objek dalam suatu hubungan hukum.
Objek hukum berupa benda atau barang ataupun
hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis.
Objek hukum dapat dibedakan antara lain :
– Benda berwujud dan tidak berwujud
– Benda bergerak dan tidak bergerak
POKOK PEMBAHASAN YANG AKAN
DISAJIKAN :
1. HUKUM ACARA PERDATA
2. HUKUM ACARA PIDANA
3. HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA
4. HUKUM ACARA PTUN
5. HUKUM ACARA MAHKAMAH
KONSTITUSI
1.HUKUM ACARA
PERDATA
PENGERTIAN ................?
PENGERTIAN HKM ACARA PERDATA

Hukum Acara Perdata, ialah hukum yang


mengatur bagaimana cara-cara memelihara
dan mempertahankan hukum perdata
material. Hukum Acara Pidana, ialah hukum
yang mengatur bagaimana cara-cara
memelihara dan mempertahankan hukum
pidana material.
MENURUT PARA AHLI

• Sudikno Mertokusumo
Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yg
mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya
hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim.
• Retnowulan Sutantio
Hukum Acara Perdata disebut juga hukum perdata
formil yaitu kesemuanya kaidah hukum yg menentukan
dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak
dan kewajiban-kewajiban perdata sebagaimana yg
diatur dalam hukum perdata materiil

9
Sumber Hukum Acara Perdata :

1. HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement) / Reglemen Indonesia yg


diperbaharui : S. 1848 no. 16, S. 1941 no. 44  u/ daerah Jawa dan Madura
2. Rbg (Rechtsreglement Buitengewesten) / Reglemen daerah seberang : S.
1927 no. 227  u/ luar Jawa dan Madura
3. Rv (Reglement op de Burgerlijke rechtsvordering) : S. 1847 no. 52, S. 1849
no. 63  u/ gol. Eropa
4. RO (Reglement op de Rechterlijke Organisatie in hed beleid der Justitie in
Indonesie) / Reglemen tentang Organisasi Kehakiman : S. 1847 no. 23
5. BW (Burgerlijk Wetboek) terutama Buku ke IV tentang Pembuktian dan
Daluwarsa
6. WvK (Wetboek van Koophandel)
7. UU 20/1947 yg mengatur mengenai hukum acara perdata dalam hal banding
bagi Pengadilan Tinggi  u/ daerah Jawa dan Madura
8. SEMA 3/1963
9. UU 14/1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman jo.
UU 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
LNJTAN....,
10. UU 1/1974 tentang Perkawinan
11. PP 9/1975 tentang Pelaksanaan UU 1/1974 tentang
Perkawinan
12. UU 7/1989 tentang Peradilan Agama jo. UU 3/2006
13. UU 14/1985 tentang Mahkamah Agung jo. UU 5/2004
14. UU 2/1986 tentang Peradilan Umum jo UU 8/2004
15. UU 5/1986 tentang PTUN
16. UU 31/1997 tentang Peradilan Militer
17. UU 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi
18. Yurisprudensi
20. Adat kebiasaan para hakim dalam melakukan pemeriksaan
perkara perdata
21. Perjanjian Internasional, misal : Perjanjian Kerja Sama di
bidang peradilan antara RI dgn Thailand
22. Doktrin atau ilmu pengetahuan
23. Instruksi & SEMA sepanjang mengatur hukum acara perdata &
ASAS – ASAS
HUKUM ACARA PERDATA

1. Hakim bersifat menunggu


2. Hakim pasif
3. Sifat terbukanya persidangan
4. Mendengar kedua belah pihak
5. Putusan harus disertai alasan – alasan
6. Beracara dikenakan biaya
7. Tidak ada keharusan mewakilkan

12
PENGAJUAN
GUGATAN DAN PERMOHONAN
SERTA PENYITAAN

13
PENGERTIAN
• Menurut RUU Hukum Acara Perdata pada Pasal 1 angka 2,
gugatan adalah tuntutan hak yang mengandung sengketa
dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan
MENURUT PARA AHLI :
• Sudikno Mertokusumo, tuntutan hak adalah tindakan yang
bertujuan memperoleh perlindungan yang diberikan oleh
pengadilan untuk mencegah main hakim sendiri
(eigenrichting).
• Darwan Prinst, gugatan adalah suatu permohonan yang
disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang
berwenang mengenai suatu tuntutan terhadap pihak lainnya
dan harus diperiksa menurut tata cara tertentu oleh
pengadilan serta kemudian diambil putusan terhadap
gugatan tersebut.
PENYITAAN
• Penyitaan atau beslag merupakan tindakan
persiapan, berupa pembekuan barang-barang
yang berada dalam kekuasaan tergugat
sementara waktu untuk menjamin agar putusan
sidang pengadilan perdata dapat dilaksanakan.
Penyitaan bertujuan untuk menjamin
kepentingan penggugat, yaitu agar haknya yang
dikabulkan dalam putusan hakim dapat
dilaksanakan setidaknya melalui barang sitaan.
GUGATAN DAN PERMOHONAN

• Ada 2 perkara yg diajukan yg diajukan ke


pengadilan yaitu Gugatan dan permohonan
GUGATAN PERMOHONAN
Terdapat pihak Diajukan o/ seorang
penggugat & pihak pemohon/lebih scr
tergugat bersama-sama

Terdapat suatu Tidak ada suatu


sengketa atau sengketa atau konflik
konflik

16
Didaftar
Penggugat mengajukan Kepaniteraan Penetapan & Penunjukann
gugatan & melunasi PN Majelis Hakim o/ Ketua PN
biaya perkara

Majelis Hakim :
Penyerahan Surat Panggilan Sidang 1. Menetapkan tgl. Hari sidang;
& Salinan Surat Gugatan 2. Memanggil para pihak pd
kpd Para Pihak o/ Juru Sita. hari sidang dgn membawa
saksi-saksi & bukti-bukti.

Juru Sita menyerahkan


PELAKSANAAN PEMERIKSAAN
Risalah (Relaas) DI PERSIDANGAN
Panggilan kpd Majelis Hakim.
17
Syarat sahnya suatu surat gugatan :
1. Syarat Formal meliputi :
• Tempat dan tanggal pembuatan surat gugatan
• Materai
• Tandatangan
2. Syarat substansial:
a. Identitas parapihak meliputi
• Nama Lengkap
• Umur/tempat dan tanggal lahir
• Pekerjaan
• Domisili
b. Posita
Adalah dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan yang
menjadi dasar pengajuan suatu gugatan perdata
c. Petitum/tuntutan
dalah apa yang diminta oleh penggugat atau yang
• PENGAJUAN SURAT GUGATAN
1. Pendaftaran surat gugatan
2. Jawaban dari tergugat
3. Replik Adalah jawaban balasan atas jawaban
tergugat
4. Duplik adl jwban tergugat atas replik penggugat yg
intinya mbantah dalil2 penggugat dlm repliknya srt
menguatkan kembal dalil2 tergugat dlm jawabannya
5. Pembuktian
Alat-alat bukti dalam perkara perdata terdiri atas :
• Bukti tulisan
• Bukti dengan saksi-saksi
• Persangkaan-persangkaan
• Pengakuan
• sumpah
PEMBUKTIAN
“Membuktikan” mengandung beberapa pengertian :
Dalam arti logis  memberi kepastian yg bersifat mutlak, krn
berlaku bagi setiap orang & tdk memungkinkan adanya bukti
lawan.
Dalam arti konvensionil  memberi kepastian yg bersifat
nisbi/relatif, baik berdasarkan perasaan belaka maupun
pertimbangan akal.
Dalam hukum acara perdata mempunyai arti yuridis
 mberi dasar-dasar yg cukup kpd hakim yg memeriksa perkara
guna memberi kepastian ttg kebenaran peristiwa yg diajukan
 hanya berlaku bagi pihak-pihak yg berperkara atau yg
memperoleh hak dari mereka
 tdk menuju kpd kebenaran mutlak
 mrpk pembuktian historis 20
BEBAN PEMBUKTIAN

• Hakim membebani para pihak dengan pembuktian (bewijs


last, burden of proof)
• Asas pembagian beban pembuktian  “barang siapa yg
mengaku mempunyai hak atau yg mendasarkan pada suatu
peristiwa u/ menguatkan haknya itu atau u/ menyangkal
hak orang lain, harus membuktikan adanya hak atau
peristiwa itu”  Ps. 163 HIR (Ps. 283 Rbg, Ps. 1865 BW)
artinya : baik penggugat maupun tergugat dpt dibebani dgn
pembuktian, terutama penggugat wajib membuktikan
peristiwa yg diajukannya, sedang tergugat berkewajiban
membuktikan bantahannya.

21
PUTUSAN HAKIM
• Putusan Hakim adalah suatu pernyataan yg o/ hakim, sbg
pejabat negara yg diberi wewenang u/ itu, diucapkan di
persidangan & bertujuan u/ mengakhiri atau
menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para
pihak. (Sudikno Mertokusumo)

• Putusan ≠ Penetapan
Putusan  penyelesaian perkara dalam peradilan
contentius (sengketa para pihak)
Penetapan  penyelesaian perkara dalam peradilan
voluntair (sepihak)
22
Jenis – jenis Putusan

• Ps. 185 ayat 1 HIR (Ps. 196 ayat 1 Rbg), jenis –


jenis putusan :

1. Putusan akhir adalah putusan yg mengakhiri suatu


sengketa atau perkara dalam suatu tingkatan peradilan
ttt.
2. Putusan yg bukan putusan akhir/putusan sela/putusan
antara adalah putusan yg fungsinya tdk lain u/
memperlancar pemeriksaan perkara.

23
Putusan Akhir
• Jenis – jenisnya :
1. Putusan Condemnatoir adalah putusan yg bersifat
menghukum pihak yg dikalahkan u/ memenuhi prestasi.
2. Putusan Constitutif adalah putusan yg meniadakan atau
menciptakan suatu kedaan hukum, misal : pemutusan
perkawinan, pengangkatan wali, pemberian pengampuan,
pernyataan pailit, pemutusan perjanjian, dsb.
3. Putusan Declaratoir adalah putusan yg isinya bersifat
menerangkan atau menyatakan apa yg sah, misal : putusan
dalam sengketa mengenai anak sah.
• Pd hakekatnya semua putusan baik condemnatoir maupun
constitutif bersifat declaratoir.

24
Putusan yg Bukan Putusan Akhir/Putusan Sela/Putusan
Antara

• Putusan sela tetap harus diucapkan di dalam persidangan


tdk dibuat scr terpisah, tetapi ditulis dlm berita acara
persidangan.
(Ps. 185 ayat 1 HIR; Ps. 196 ayat 1 Rbg)

• Putusan sela hanya dapat dimintakan banding bersama-


sama dengan permintaan banding thd putusan akhir.
(Ps. 190 ayat 1 HIR; Ps. 201 ayat 1 Rbg)

25
Lanjutan ….. Putusan yg Bukan Putusan Akhir/Putusan
Sela/Putusan Antara
• Jenis – jenis Putusan Sela/Putusan Antara :

1. Putusan Praeparatoir adalah putusan sbg persiapan putusan


akhir, tanpa mempunyai pengaruh a/ pokok perkara atau
putusan akhir, misal : putusan u/ menggabungkan 2 perkara,
putusan u/ menolak diundurkannya pemeriksaan saksi.
2. Putusan Interlocutoir adalah putusan yg isinya
memerintahkan pembuktian, misal : putusan ini dpt
mempengaruhi putusan akhir, misal : putusan u/
dilaksanakannya pemeriksaan saksi atau pemeriksaan
setempat (rekonstruksi).
3. Putusan Insidentil adalah putusan yg berhubungan dgn
insident, yaitu peristiwa yg menghentikan prosedur peradilan
biasa. Putusan ini belum berhubungan dgn pokok perkara.
4. Putusan Provisionil adalah putusan yg menjawab tuntutan
provisionil, yaitu permintaan pihak ybs agar sementara
diadakan tindakan pendahuluan guna kepentingan salah 1 26
pihak, sebelum putusan akhir dijatuhkan.
2. HUKUM ACARA
PIDANA
PENGERTIAN...................
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP
• Hukum Acara Pidana: ”Mengatur tata cara
penyelidikan, penyidikan, penuntutan,
peradilan, pelaksanaan, pengawasan, dan
putusan hakim.”
• Hukum Pidana Formal (HAP): Mengatur
bagaimana negara melalui alat-alat
kekuasaannya melaksanakan haknya untuk
memidana dan menjatuhkan pidana. (D.
Simons).
PENGERTIAN
• Pengertian Hukum Acara Pidana adalah
Hukum yang mengatur tata cara
mempertahankan dan menyelenggarakan
hukum pidana materil yang di mulai dari
proses penyelidikan sampai pada proses
persidangan di pengadilan.
TUJUAN
• ”Untuk menemukan kebenaran terutama kebenaran
materil setidak-tidaknya mendekati kebenaran,
adalah kebenaran selengkap-lengkapnya dari suatu
perkara pidana dengan menerapkan ketentuan
hukum pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan
untuk mencari siapa pelakunya yang dapat
didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum,
dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan
dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti
bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan
apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan”.
• Secara singkat dapat disimpulkan bahwa tujuan HAP :
Mencari dan menemukan hukum pidana materil.
FUNGSI DAN TUJUAN HAP
• H.Pidana materil berfungsi untuk menentukan perb.2
apa yang dapat dipidana, siapa yang dapat dipidana
dan jenis pidana apa yang dapat dilakukan.
Sedangkan fungsi HAP: melaksanakan HP material
artinya: menetapkan cara bagaimana negara dengan
mempergunakan alat-alat perlengkapannya dapat
mewujudkan wewenangnya untuk memidana atau
membebaskan seseorang.
Ruang Lingkup HAP:
• Penyidikan perkara pidana
• Penuntutan
• Pemeriksaan di Pengadilan
• Upaya Hukum
• Pelaksanaan keputusan hakim
• Pengawasan dan pengamatan terhadap
Keputusan Hakim
• Peninjauan kembali keputusan.
Pengertian Para Ahli
• Menurut R. Soesilo adl Hkm yg mngtur ttg cara bgmna
mprtahankan atau mnylenggarakan hkm pid materil, shngga dpt
mproleh kptsan hakim dan cara bgmna isi kptusan itu hrs
dilaksanakan.
• Menurut J.C.T. Simorangkir, adl hkm acara yg mlksnakan dan
mprthankan hkm pid materil.
• Van Bemmelen mengemukakan adl mpljari prtran2 yg diciptakan
olh negara, krn diduga tjdi pelanggaran uu pid.
• Menurut Pramadyaa Puspa adl ktntuan2 hkm yg mngatur dg
cara bgmna tertib hkm pid hrs di tgakkan/dilksnakan dg baik,
seandainya tjdi plnggaran&dg cara bgmnakah negara hrs
menunaikan hak pid/hak mnghkumnya kpd si plnggar hkm
(terdakwa) seandainya tjdi sstu plnggaran hkm pid phk negara
diwakili olh PU hrs mnntut (mengajukan) tuntutan perkara itu di
muka pengadilan.
Orang-orang yang terlibat dalam HAP
• Tersangka/terdakwa
• Penyidik (polisi)
• Penuntut Umum
• Penasehat Hukum
• Hakim
• Saksi
SUMBER2 HAP
• UUD 1945
• KUHAP No. 8 Tahun 1981 ttg HAP
• UU No. 2 Thn 1986 ttg Peradilan Umum jo. UU No. 8 Thn 2004 ttg Prbhan
Atas UU No. 2 /1986 ttg Prdilan Umum jo. UU No. 49 Thn 2009 ttg Prbhan
Kedua Atas UU No. 2/1986 ttg Prdilan Umum.
• UU No. 14 Thn 1985 ttg MA jo. UU No. 5 Thn 2004 ttg Prbhan Atas UU No. 14
Thn 1985 ttg MA jo. Prbhan kedua dg UU No. 3 Thn 2009.
• UU No. 48 Thn 2009 ttg Kekuasaan Kehakiman, pd saat UU ini berlaku,
UU No. 4 Thn 2004 ttg Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4358) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
SUMBER HAP
• UU No. 18 Thn 2003 ttg Advokat yg mlai berlaku sejak diundangkan
tanggal 5 April 2003.
• UU No. 2 Thn 2002 Ttg Kepolisian Negara Republik Indonesia.
• UU No. 16 Thn 2004 ttg Kejaksaan Republik Indonesia.
• UU No. 7 Thn 1992 ttg Pokok Perbangkan, khususnya Pasal 37 jo. UU No.
10 Thn 1998.
• UU No. 31 Thn 1999 ttg Pmbrntasan Tindak Pidana Korupsi. UU ini mngtur
acara pidana khusus utk delik korupsi. Kaitannya dg KUHAP ialah dlm Psl
284 KUHAP. UU tsb dirubah dg UU No. 20 Thn 2001 ttg Prbhan Atas UU
No. 31 Thn 1999 ttg Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
• UU No. 13 Thn 1970 ttg Tata Cara Tindakan Kepolisian thdp anggota MPRS
dan DPR Gotong Royong. UU ini msh brlku dan kata MPRS seharusnya
dibaca MPR, sdngkan DPR seharusnya tanpa Gotong Royong.
SUMBER HAP
• UU No. 5 (PNPS) Thn 1959 ttg Wwnang Jaksa
Agung/Jaksa Tentara Agung dan memperberat ancaman
hukuman terhadap tindak pidana tertentu.
• UU No. 7 (drt) Thn 1955 ttg Pengusutan, Penuntutan, dan
Peradilan Tindak Pidana Ekonomi.
• Peraturan Pemerintah No. 27 Thn 1983 ttg Pelaksanaan
KUHAP.
• Beberapa Keputusan Presiden yang mengatur tentang
acara pidana yaitu :
• Kep. Presiden Republik Indonesia No. 73 Thn 1967 ttg
Pmbrian Wwnang Kpd Jaksa Agung Mlkkan Pengusutan,
Pemeriksaan Pendahuluan Thdp Mrk Yg Mlkkan Tindakan
Penyeludupan;
SUMBER HAP
• Kep. Presiden Republik Indonesia No. 228 Thn 1967 ttg
Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi;
• Intruksi Presiden Republik Indonesia No. 9 Thn 1974 ttg Tata
Cara Tindakan Kepolisian Thdp Pimpinan/Anggota DPRD
Tingkat II dan II;
• Kep. Presiden Republik Indonesia No. 7 Thn 1974 ttg
Organisasi Polri;
• Kep. Presiden Republik Indonesia No. 55 Thn 1991 ttg
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik
Indonesia;
• Kep. Presiden Republik Indonesia No. 43 Thn 1983 ttg
Tunjangan Hakim
• Kep. Presiden Republik Indonesia No. 44 Thn 1983 ttg
Tunjangan Jaksa
ASAS….
• KESEIMBANGAN
Asas ini dijumpai dalam konsideran huruf c
yang menegaskan bahwa dalam penegakan
hukum harus bcrlandaskan prinsip
keseimbangan yang serasi antara:
1.perlindungan terhadap harkat dan martabat
manusia dengan,
2. perlindungan terhadap kepentingan dan
ketertiban masyarakat.
- perlindungan terhdp harkat & martbt man,
kepentingan dan termasy.
Asas………
• PRADUGA TAK BERSALAH (Presumption of
innocent): Penjelasan butir 3 huruf c
asas praduga tak bersalah, telah dirumuskan
dalam Pasal 8 Undang undang Pokok
Kekuasaan Kehakiman No. 14 Tahun 1970,
yang berbunyi: "Setiap orang yang sudah
disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau
dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib
dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan
pengadilan menyatakan kesalahannya dan
memperoleh kekuatan hukum tetap".
PRINSIP PEMBATASAN PENAHANAN
• Masalah penahanan, merupakan persoalan yang
paling esensial dalamsejarah kehidupan manusia.
Setiap yang namanya penahanan, dengan
sendirinya menyangkut nilai dan makna, antara
lain:
• perampasan kebebasan dan kemerdekaan orang
yang ditahan,
• menyangkut nilai-nilai perikemanusiaan dan
harkat martabat kemanusiaan,
• menyangkut nama baik dan pencemaran atas
kehormatan diri pribadi.
• Setiap penahan dengan sendirinya menyangkut
pembatsan dan pencbutan smeentara sebagian
hak-hak aasi manusia
• ASAS GANTI RUGI DAN REHABILITASI (Psl
95, 96, dan Psl 97)
• PENGGABUNGAN PIDANA DENGAN
TUNTUTAN GANTI RUGI (Psl 98 s/d Psl
101)
• ASAS PERADILAN SEDERHANA, CEPAT
DAN BIAYA RINGAN.
• PERADILAN TERBUKA UNTUK UMUM
(Pasal 153 ayat 3)
PENGERTIAN PENYELIDIKAN :
Serangkaian tindakan penyelidik utk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai TP
guna menentukan dapat tdknya dilakukan penyidikan
menurut cara yang diatur UU ini (lht Psl 1 angka 4
KUHAP).
Tindakan Penyelidikan bertujuan:
“Utk menentukan adanya bukti awal sehingga
penyidikan dapat dilakukan”
Fungsi :
- Mencari dan menemukan peristiwa tindak pidana
- Menentukan dapat atau tidaknya tindakan penyidikan
dilakukan.
PENYELIDIK
• Orang yg melakukan penyeldkn
• Pejabat Polisi Negara RI (ps 4)
dr yg berpangkat rendah s.d setinggi-tingginya.
WWNANG PENYELIDIK
BERDASARKAN HUKUM (Pasal 5):
• Menerima laporan atau pengaduan
• Mencari ket & brg bukti
• Menyuruh berhenti org yg dicurigai
• Tdkan lain mnrt hk yg bertgg jwb:
- tdk berttngan dg aturan hk
- selaras dg kewajiban hk
- patut & msk akal dan dlm lk jab
- atas pertbgan yg layak
- menghormati HAM
• PENGERTIAN PENYIDIKAN:
Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam HAP untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan
bukti itu membuat terang tentang TP yang
terjadi dan guna menemukan tersangkanya (lht
Psl 1 angka 2 KUHAP).
• Fungsi:
- Mencari serta mengumpulkan bukti
- membuat terang TP
- Menemukan tersangkanya
PENYIDIK
• Orang yg melkan penyidikan
• Pejabat Polisi negara RI atau penyidik pegawai
negeri sipil
(pasal 6 KUHAP)
• Berpangkat sekurang2nya Pelda
• Pydk Pembantu Serda-Serma
• PPNS- IIb
Wewenang penyidik (Ps 7)

• Menerima lpran atau pengaduan adanya TP


• Menyrh berhti seorg tsk & mmrks tanda pengenal diri
• Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan
penyitaan
• Melak pemeriksaan & penyitaan surat
• Mengambil sidik jari dan identitas org
• Memanggil org utk didengar & diperiksa sbg tsk atau saksi
• Mendatangkan org ahli yg diperlukan
• Mengadakan penghentian penyidikan
• Mengadakan tindakan lain menurut hk yang bertanggung
jawab
TERSANGKA DAN TERDAKWA
 Tersangka adalah seorang yang karena
perbuatannya atau keadaannya berdasarkan
bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku
tindak pidana (Psl 1 angka 14 KUHA)

 Terdakwa adalah seorang tersangka yang


dituntut, diperiksa dan diadili di sidang
pengadilan (Psl 1 angka 15 KUHAP)
JAKSA DAN PU PSL 1 ANGKA 6 huruf a, dan
huruf b.
• Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang
oleh undang-undang ini untuk bertindak
sebagai penuntut umum serta melaksanakan
putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
• Penuntut umum adalah jaksa yang diberi
wewenang oleh undang-undang ini untuk
melakukan penuntutan dan melaksanakan
penetapan hakim
 PENUNTUTAN
Tindakan JPU untuk melimpahkan perkara pidana ke PN
yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam hukum acara pidana dengan permintaan supaya
diperiksa oleh hakim di sidang pengadilan (Psl 1 angka 7
KUHAP)
 HAKIM
Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk mengadili (Psl 1
angka 8 KUHAP)
 PENASEHAT HUKUM
Penasihat hukum adalah seorang yang memenuhi syarat
yang ditentukan oleh atau berdasarkan undang-undang
untuk memberi bantuan hukum (Psl 1 angka 13 KUHAP)
PENGERTIAN PEMBUKTIAN
Yang dimaksud dengan “membuktikan” adalah
meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau
dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu
persengketaan-persengketaan.
• Menurut pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa
“hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada
seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua
alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan
bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan
bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
Alat bukti yang dimaksud di sini adalah sesuai
dengan pasal 184 KUHAP ayat 1, yaitu :
a. Keterangan Saksi;
b. Keterangan Ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan Terdakwa atau Pengakuan
Terdakwa.
3. HUKUM ACARA
PERADILAN AGAMA

PENGERTIAN................
Pengertian
• Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas
UU No.7 Tahun 1989 dalam pasal 2 disebutkan:“Peradilan
Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi
rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai
perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang ini”
• Pengertian Hukum Acara Hukum acara (hukum formil)
bertujuan untuk menjamin ditaatinya hukum perdata materil,
oleh karena itu hukum acara memuat tentang cara bagaimana
melaksanakan dan mempertahankan atau menegakkan
kaidah-kaidah yang termuat dalam hukum perdata
materil.Adapaun hukum acara yang berlaku di Peradilan
Agama adalah hukum acara perdata yang berlaku di
lingkungan Peradilan Umum kecuali yang telah diatur secara
khusus (Pasal 54 UU No. 7 Tahun 1989).
 Tugas Pokok Badan Peradilan Agama
• Menerima, memeriksa, mengadili dan memutus serta
menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama
Islam dalam bidang:
• a. Perkawinan;
• b. Waris;
• c. Wasiat;
• d. Hibah;
• e. Wakaf;
• f. Zakat;
• g. Infaq;
• h. Shadaqoh; dan
• i. Ekonomi Syari’ah.
(Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 Tentang
Perubahan atas Undang-Undang-ndang Nomor 7 Tahun 1989
 Tugas lain dari badan Peradilan Agama
Selain dari tugas pokok sebagaimana diuraikan di atas, Peradilan
Agama mempunyai tugas tambahan baik yang diatur dalam
Undang-undang maupun dalam peraturan-peraturan lainnya yaitu :
• Memberikan pertimbangan dan nasehat tentang hukum Islam
kepada instansi pemerintah apabila diminta. (Pasal 52 ayat (1)
Undang-undang No. 7/1989)
• Menyelesaikan permohonan pertolongan pembagian harta
peninggalan di luar sengketa antara orang-orang Islam. (Pasal 107
ayat (2) Undang-undang No. 7/1989). Hal ini sudah jarang
dilakukan karena Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 telah
mengatur dibolehkannya penetapan ahli waris dalam perkara
volunteer.
• Memberikan isbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal
bulan tahun hijriyah (Pasal 52 A UU No.3 Tahun 2006)
• Melaksanakan tugas lainnya seperti pelayanan riset/penelitian dan
tugas-tugas lainnya.
Proses Berperkara di Pengadilan Agama
Seseorang yang akan berperkara di Pengadilan
Agama datang secara pribadi atau melalui
kuasannya yang sah (dengan Surat Kuasa)
mengajukan surat gugatan atau permohonan
yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan
Agama dan mendaftarkannya kepada petugas
yang ditunjuk menerima surat gugatan atau
permohonan tersebut.
Tata cara gugat menggugat
Pengertian surat gugatan ialah surat yang
diajukan kepada Ketua Pengadilan yang
berkompeten yang memuat tuntutan hak dan
adanya kepentingan hukum serta
mengandung sengketa. Yang mengajukan
disebut Penggugat sedang pihak yang digugat
disebut Tergugat.
 Bentuk gugatan atau permohonan dapat dibagi 2 (dua)
yaitu :
a. Bentuk Tertulis
Gugatan atau permohonan bentuk tertulis harus memenuhi
syarat formil, dibuat dengan jelas dan terang serta ditanda
tangani oleh yang mengajukan (Penggugat/Pemohon) atau
kuasanya yang telah mendapat surat kuasa khusus.

b. Bentuk Lisan
Gugatan atau permohonan bentuk lisan ialah gugatan atau
permohonan yang diajukan secara lisan kepada Ketua
Pengadilan oleh mereka yang buta huruf dan Ketua
Pengadilan mencatat atau menyuruh mencatat kepada
salah seorang pejabat pengadilan, kemudian catatan
tersebut diformulasikan menjadi surat gugatan atau
permohonan. (Pasal 120 HIR/Pasal 144 ayat (1) RBg.)
Syarat-syarat Gugatan
1. Berupa Tuntutan
Yaitu mrpkan suatu aksi atau tindakan hukum yg
brtjuan utk mproleh prlndungan hkm dr
Pengadilan dan utk mncegah tindakan main
hakim sendiri.
2. Ada Kepentingan Hukum
Yaitu setiap gugatan hrs mrpkan tuntutan hak dan
mpnyai kpntingan hukum yang cukup.
3. Sengketa
Yaitu tuntutan hak tsb hrs mrpkan sengketa. Tidak
ada sengketa maka tidak ada perkara (geen
4. Dibuat dengan Cermat dan Terang
Yaitu dg alasan atau dasar hukumnya hrs jls dan dpt dibuktikan
apabila disangkal, pihak-pihaknya jg hrs jls demikian juga
obyeknya. Jika tidak jelas maka surat gugatan tsb akan
dinyatakan gugatan kabur (Obscure Libel).

 Unsur-unsur surat gugatan ada 3 (tiga) yaitu :


1. Identitas dan kedudukan para pihak
Menurut ketentuan pasal 67 Undang-undang Nomor 7 Tahun
1989, Identitas seseorang adalah nama lengkap, umur dan
tempat tinggal, tetapi untuk lebih lengkapnya identitas
seseorang sebaiknya ditulis juga jenis kelamin, agama dan
pekerjaan. Kebiasaan di Peradilan Agama jenis kelamin
seseorang dapat diketahui dari nama yang bersangkutan diiringi
dengan kata Bin berarti anak laki-laki dari dan kata Binti artinya
anak perempuan.
2. Posita
Posita yaitu penjelasan tentang keadaan atau peristiwa yang
berhubungan dengan hukum yang dijadikan sebagai landasan atau
dasar dari gugatan tersebut serta dibuat dengan jelas dan terang.
Dalam bahasa lain posita disebut Fundamentum Fetendi. Jadi
suatu surat gugatan harus memuat peristiwa hukum dan dasar
hukum yang dijadikan alasan untuk mengajukan tuntutan.

3. Petitum.
Petitum yaitu tuntutan yang diminta oleh Penggugat supaya
dikabulkan oleh Hakim.
Suatu petitum harus didukung dengan posita dan suatu petitum
yang tidak didasarkan pada posita maka petitum tidak akan
dikabulkan oleh hakim.
 Tata Cara Pengajuan Gugatan di PA

Langkah2 yg hrs dilkkan oleh penggugat:


1. Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan
kepada Pengadilan Agama/Mahkamah
Syari’ah (pasal 118 HIR, 142 R.Bg);
2. Gugatan diajukan kepada Pengadilan
AgamaMahkamah Syari'ah :
a. Yang daerah hukumnya meliputi tempat
kediaman Tergugat;
b. Bila tempat kediaman Tergugat tidak diketahui, maka
gugatandiajukan kepada Pengadilan
Agama/Mahkamah Syari'ah yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman Penggugat;
c. Bila mengenai benda tetap, maka gugatan dapat
diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah
Syari'a, yang daerah hukumnya meliputi tempat letak
benda tersebut. Bila benda tetap tersebut terletak
dalam wilayah beberapa Pengadilan
Agama/Mahkamah Syari'ah, maka gugatan dapat
diajukan kepada salah satu Pengadilan
Agama/Mahkamah Syari'ah yang dipilih oleh
PEnggugat (pasal 118 HIR, 142 R.Bg);
Lnjutan..............,,
3. Membayar biaya perkara (pasal 121 ayat (4) HI,
145 ayat (4) R.Bg jo. pasal 89 UU No. 7 Th. 1989
yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006),
bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara
Cuma-cuma (Prodeo) (pasal 237 HIR, 273 R.Bg);
4. Penggugat dan Tergugat atau Kuasanya
menghadiri sidang pemeriksaan berdasarkan
panggilan Pengadilan Agam/Mahkamah Syari'ah
(pasal 121, 124 dan 125 HIR, 145 R.Bg).
Proses Penyelesaian Perkara
1. Penggugat mendaftarkan gugatan perceraian ke
Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah;
2. Penggugat dan Tergugat dipanggil oleh Pengadilan
Agama/Mahkamah Syari’ah untuk menghadiri
persidangan.
3. Tahapan persidangan :

• Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha


mendamaikan kedua belah pihak, dan suami istri
harus datang secara pribadi (pasal 82 UU No. 7 Th.
1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);
• Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan
kepada kedua belah pihak agar lebih dahulu
menempuh mediasai (pasal 3 ayat (1) PERMA No. 2
Th. 2003);
• Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan
perkara dilanjutkan dengan membacakan surat
gugatan, jawaban, jawab-menjawab, pembuktian
dan mengajukan gugatan rekonvensi (gugat balik)
(pasal 132a HIR, 158 R.Bg);

b. Putusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah


atas cerai gugat talak sebagai berikut :
• Gugatan dikabulkan. Apabila Penggugat tidak puas
dapat mengajukan banding melalui Pengadilan
• Gugatan ditolak. Penggugat dapat mengajukan
banding melalui Pengadilan Agama/Mahkamah
Syari’ah tersebut;
• Gugatan tidak diterima. Penggugat dapat
mengajukan permohonan baru.

4. Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum


tetap maka panitera Pengadilan Agama/Mahkamah
Syari'ah memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti
kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari setelah putusan tersebut diberitahukan
kepada para pihak.
UPAYA HUKUM
• Upaya Hukum
ADALAH Apabila pihak-pihak berperkara (Penggugat dan
Tergugat) tidak dapat menerima putusan pengadilan,
maka ia dapat menempuh upaya hukum agar putusan
pengadilan tersebut dibatalkan dengan cara sebagai
berikut :

1. Mengajukan verzet yaitu upaya hukum atau perlawanan


terhadap putusan verstek.
Dasar Hukum Verstek : Pasal 149 ayat (1) RBg, pasal 125
ayat (1) HIR
Dasar Hukum Verzet : Pasal 153 ayat (1) RBg, Pasal 129
2. Mengajukan Banding ke Pengadilan Tinggi melalui
Pengadilan yang memutus perkara tersebut, yaitu upaya
hukum atau perlawanan terhadap putusan yang
dijatuhkan secara kontradiktur.
3. Mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung melalui
Pengadilan yang memutus perkara yaitu upaya hukum
atau perlawanan terhadap putusan yang dijatuhkan oleh
Pengadilan Tingkat Banding (Pengadilan Tinggi) apabila
tidak dapat menerima putusan banding.
4. Mengajukan upaya hukum luar biasa yaitu Permohonan
Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung RI melalui
Pengadilan yang memutus perkara tersebut yaitu upaya
hukum atau perlawanan terhadap putusan yang telah
mempunyai hukum tetap.
1. Pengajuan Banding Pengertian banding ialah
permohonan pemeriksaan ulang kepada pengadilan
yang lebih tinggi (dalam hal ini Pengadilan Tinggi
Agama) terhadap suatu perkara yang telah diputus
oleh tingkat pertama (Pengadilan Agama) karena
merasa tidak puas atau tidak menerima putusan
pengadilan tingkat pertama tersebut, dengan
ketentuan sebagai berikut:
• Permohonan banding diajukan kepada pengadilan
tinggi dalam daerah hukum meliputi pengadilan
tingkat pertama yang memutus perkara.
• Permohonan banding diajukan melalui pengadilan
yang memutus perkara tersebut.
 Syarat-syarat banding.
• Diajukan oleh pihak-pihak dalam perkara.
• Diajukan masih dalam tenggang waktu banding.
• Putusan tersebut menurut hukum diperbolehkan banding.
• Membayar panjar biaya banding.
• Membuat akta permohonan banding dengan menghadap
pejabat kepaniteraan pengadilan.
 Masa Pengajuan banding :
• Bagi pihak berperkara yang berada dalam wilayah hukum
pengadilan yang memutus perkara adalah selama 14 hari
terhitung mulai hari berikutnya sejak putusan dijatuhkan atau
diberitahukan kepada yang bersangkutan.
• Bagi pihak yang berada di luar wilayah pengadilan agama yang
memutus perkara tersebut, masa bandingnya selama 30 hari
terhitung hari berikutnya isi putusan disampaikan kepada yang
bersangkutan. (Pasal 7 ayat (1), (2) dan (3) UU No.20/1947)
2. Pengertian Kasasi ialah pembatalan putusan oleh Mahkamah
Agung terhadap putusan pengadilan yang lebih rendah
(pengadilan agama dan pengadilan tinggi agama) karena
kesalahan dalam penerapan hukum.Pihak yang tidak menerima
atau tidak puas atas putusan pengadilan tinggi agama atau
pengadilan agama (dalam perkara volunteer) dapat mengajukan
permohonan kasasi ke Mahkamah Agung dengan syarat-syarat
tertentu.
 Syarat-syarat kasasi
• Diajukan oleh yang berhak.
• Diajukan masih dalam tenggang waktu kasasi.
• Putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan tingkat banding menurut
hukum dapat dimintakan kasasi.
• Membuat memori kasasi.
• Membayar panjar biaya kasasi.
• Membuat akta permohonan kasasi di kepaniteraan pengadilan
• Adapun tenggang waktu pengajuan kasasi sama
dengan pengajuan banding.
Apabila syarat-syarat kasasi tersebut tidak terpenuhi,
maka berkas perkaranya tidak dikirim ke Mahkamah
Agung, Panitera Pengadilan Agama yang memutus
perkara tersebut membuat keterangan bahwa
permohonan kasasi atas perkara tersbut tidak
memenuhi syarat formal.
3. Pengertian Peninjauan Kembali
Ialah meninjau kembali putusan perkara perdata yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena
diketemukan hal-hal atau bukti baru yang pada
pemeriksaan terdahulu tidak diketahui oleh Hakim.
Peninjaun Kembali hanya dapat diperiksa oleh
Mahkamah Agung.
 Syarat-syarat permohonan PK
• Diajukan oleh pihak yang berperkara.
• Putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
• Membuat permohonan peninjauan kembali yang memuat alasan-
alasannya.
• Diajukan dalam tenggang waktu menurut undang-undang.
• Membayar panjar biaya peninjauan kembali.
• Membuat akta permohonan Peninjauan Kembali di Kepaniteraan
Pengadilan Agama.
• Ada bukti baru yang belum pernah diajukan pada pemeriksaan
terdahulu.

 Masa pengajuan permohonan Peninjauan Kembali adalah 180 hari


terhitung mulai ditemukannya novum atau bukti baru dan sebelum
berkas permohoan Peninjauan Kembali dikirim ke Mahkamah
Agung, Pemohon harus disumpah oleh Ketua Pengadilan tentang
PUTUSAN, ISI PUTUSAN DAN EKSEKUSI
PUTUSAN HAKIM
 Putusan adalah produk Hakim dari hasil pemeriksaan dan penyelesaian
perkara di persidangan. Ada 3 (tiga) macam produk Hakim yaitu :
1. Putusan.
2. Penetapan.
3. Akta Perdamaian.
• Putusan ialah pernyatan Hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis
dan diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum sebagai hasil
dari pemeriksaan perkara gugatan (kontensius)
• Penetapan ialah pernyataan Hakim yang dituangkan dalam bentuk
tertulis dan diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum sebagai
hasil dari pemeriksaan perkara permohonan (volunteer)
• Akta Perdamaian ialah akta yang dibuat oleh Hakim berisi hasil
musyawarah/ kesepakatan antara para pihak dalam sengketa
kebendaan untuk mengakhiri sengketa dan berlaku sebagai putusan.
 Susunan dan Isi Putusan
Putusan Hakim harus dibuat dengan tertulis dan harus
ditanda tangani oleh Hakim/Majelis Hakim termasuk
Panitera/Panitera Pengganti sebagi dokumen resmi. Suatu
putusan hakim terdiri dari :
a. Kepala Putusan
b. Identitas Para Pihak
c. Pertimbangan (konsideran) yang memuat tentang Duduk
Perkaranya dan Pertimbangan Hukum
d. Amar atau dictum putusan
 Secara detail suatu putusan harus memuat hal-hal berikut :
1. Judul dan Nomor Putusan (Nomor Putusan sama dengan
Nomor perkara)
2. Khusus putusan/penetapan Pengadilan Agama diawali
dengan kalimat :
BISMILLAHIRRAHMANIR RAHIEM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA
3. Nama dan tingkat pengadilan yang memutus.
4. Identitas dan kedudukan pihak-pihak berperkara.
(termasuk nama kuasa hukum apabila ada)
5. Tentang duduk perkara yaitu memuat kronlogis duduk
perkara mulai dari usaha perdamaian, dalil-dalil
penggugat, jawaban tergugat, replik, duplik, bukti-bukti
dan saksi serta kesimpulan para pihak.
6. Tentang hukumnya yaitu memuat bagaimana Hakim
mengkwalifisir fakta atau kejadian dan
mempertimbangkanya secara baik dan dasar-dasar
hukum yang dipergunakan dalam menilai fakta dan
memutus perkara.
LNJTAN......,
7. Amar putusan yaitu merupakan kesimpulan akhir
oleh hakim atas perkara yang diperiksanya, dalam
amar putusan memuat juga pembebanan biaya
perkara.
8. Tanggal putusan yaitu memuat hari dan tanggal
pengucapan putusan dalam sidang yang dinyatakan
dalam akhir putusan.
9. Hadir tidaknya para pihak ketika putusan dibacakan.
10. Nama Hakim/Majelis Hakim yang memutus
perkara termasuk Panitera/PP.
11. Rincian biaya perkara.
 Eksekusi atau Pelaksanaan Putusan
Pelaksanaan putusan atau yang lebih dikenal dengan eksekusi
ialah tindakan yang dilakukan secara paksa terhadap pihak yang
kalah dalam perkara apabila pihak yang dikalahkan tidak
menjalankan putusan secara sukarela sedang putusan tersebut
sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dan yang bersangkutan
telah ditegur atau dianmaning untuk melaksanakan secara
ukarela.
• Putusan yang dapat dieksekusi ialah putusan yang bersifat
komdemnatoir yaitu :
• Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk membayar
sejumlah uang. (Pasal 196HIR/208 RBg)
• Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk melakukan
suatu perbuatan. (Pasal 225 HIR/259 RBg)
• Putusan yang menghukum salah satu pihak mengosongkan suatu
benda tetap. (Pasal 1033 RV)
 Adapun tatacara eksekusi ialah :
• Adanya permohonan eksekusi dari pihak yang
bersangkutan.
• Eksekusi atas dasar perintah Ketua Pengadilan Agama,
surat perintah ini dikekluarkan setelah Tergugat tidak
mau menghadiri panggilan peringatan (anmaning)
tanpa alasan yang sah dan Tergugat tidak mau
melaksanakan amar putusan selama masa peringatan.
• Dilaksanakan oleh Panitera atau Juru Sita dengan
dibantu 2 (dua) orang saksi
• Sita eksekusi dilakukan di tempat obyek sengketa.
• Membuat berita acara sita eksekusi.
4. HUKUM
ACARA PTUN
PENDAHULUAN
TUJUAN DIDIRIKANNYA PTUN ?

• Memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat yang


bersumber dari hak-hak individu; dan memberikan
perlindungan terhadap hak-hak masyarakat yang
didasarkan kepada kepentingan bersama dari individu yang
hidup dalam masyarakat tersebut. (Keterangan pemerintah
pada Sidang Paripurna DPR RI. mengenai RUU PTUN
tanggal 29 April 1986).
• Menurut Sjahran Basah (1985;154), tujuan peradilan
administrasi adalah untuk memberikan pengayoman
hukum dan kepastian hukum, baik bagi rakyat maupun
bagi admiistrasi negara dalam arti terjaganya
keseimbangan kepentingan masyarakat dan kepentingan
individu.
FUNGSI PTUN

• Sarana untuk menyelesaikan konflik yang


timbul antara pemerintah (Badan/Pejabat
TUN) dengan rakyat (orang perorang/badan
hukum perdata), selain upaya administratif
yang tersedia.
Dasar Hukum.

- UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan


Tata Usaha Negara.
- UU No.9 Tahun 2004 tentang Perubahan UU
No. 5 Tahun 1986. tentang Peradilan Tata
Usaha Negara.
- UU No. 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan
kedua atas undang-undang no. 5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Siapakah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
itu?
Pasal 1 angka 8 UU No 51 2009 yang menyebutkan
sebagai berikut:

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah :


Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan
pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
Alur Penyelesaian sengketa TUN

keberatan

Upaya Administratif

Sengketa Banding
TUN

Upaya Peradilan
UPAYA ADMINISTRATIF

- Upaya administratif :
a. KEBERATAN
(Administratief bezwaar), kepada Badan/Pejabat TUN yang
menerbitkan KTUN ----- Digugat ke PTUN;

b. BANDING ADMINISTRATIF
(Administratief beroep), kepada atasan/instansi lain yang lebih
tinggI yang mengeluarkan KTUN ----- gugatan ke PT.TUN;

(Pasal 48 UU No. 5 Tahun 1986)


Objek dan Subjek Sengketa TUN
• Sengketa Tata Usaha Negara adalah:
– sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha
negara;
– antara orang atau badan hukum perdata dengan
badan atau pejabat tata usaha negara,
– baik di pusat maupun di daerah,
– sebagai akibat dikeluarkannya KEPUTUSAN TATA
USAHA NEGARA,  Objek Sengketa;
– termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(Pasal 1 angka 10 UU Peratun)
Pasal 1 angka 9

OBYEK SENGKETA TUN KTUN

KTUN
penetapan tertulis;
dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara;
berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara
yang berdasarkan peraturan per-UU-an;
bersifat konkret, individual dan final;
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang.
KONKRET,INDIVIDUAL,FINAL

• Bersifat konkret, artinya objek yang diputuskan dalam


Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak abstrak, tetapi
berwujud, tertentu atau dapat ditentukan, umpamanya
keputusan mengenai sumah si A, Izin usaha bagi si B,
pemberhentian si A sebagai pegawai negeri.
• Bersifat individual artinya Keputusan Tata Usaha Negara
itu tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat
maupun hal yang dituju.
• Bersifat final artinya sudah definitif dan karenanya dapat
menimbulkan akibat hukum.
KTUN
KTUN yang
yang dapat
dapat digugat
digugat di
di PTUN
PTUN adalah
adalah

INGAT RUMUS INI !!!!!

(Pasal 1 angka 9 + Pasal 3) – (Pasal 2 + Pasal 49)

Tidak semua KEPUTUSAN dapat digugat di PTUN


5. HUKUM ACARA
MAHKAMAH
KONSTITUSI

PENGERTIAN................
HKM ACARA MK
PENGERTIAN
Mahkamah konstitusi adl sbuah lmbaga tinggi
negara dlm sstm ketatanegaraan indo yg
mrpkan pmgang kekuasaan kehakiman brsma
dg MA. MK lhr pd tanggal 13 Agustus 2003
dan MK sendiri diatur dlm Psl 24C UUD 1945
dan UU No. 24 Thn 2003 mngnai MK.
Kewewenang MK bdsarkan Psl 24C UUD 1945/
Psl 10 UU No. 24 Thn 2003 Tentang MK yakni:
• Menguji UU thdp UUD
• Mmtus Sngkta kwnangan antara lmbga Neg yg
kwnangannya dibrikan oleh UUD
• Mmtus Sngkta hasil Pemilihan umum
• Mmtus Pmbubaran Partai Politik
• Mbrikan Ptsan thdp usulan DPR thdp dugaan
pelanggaran yg dilkkan olh Kpl Neg dan wakil
Kpl Neg.
ASAS2 HKM ACARA MK
1. Persidangan Terbuka untuk Umum
Psl 19 UU No.4 Thn 2004 ttg Kekuasaan Kehakiman
mnytkan bhw pngdilan terbuka utk umum kecuali UU
menentukan lain.
2. Independen dan Imparsial
MK mrpkan pmgang kekuasaan kehakiman yg brsifat
mndiri dan merdeka. Sifat mndiri dan merdeka brkaitan
dg sikap imparsial (tdk memihak). Sikap independen dan
imparsial yg hrs dimliki hakim btjuan agar mncptakan
peradilan yg netral&bebas dr campur tangan pihak
manapun.
3. Peradilan Cepat, Sederhana, dan Murah
Psl 4 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman
mngmnatkan bhw peradilan hrs dilksnakan scra
sederhana, cepat, dan biaya ringan.
4. Putusan bersifat Erga Omnes
Berbeda dg peradilan di MA yg brsifat inter partes
artinya hny mngikat pra phak brsengketa dan
lingkupnya mrpkan peradilan umum. Sifat
peradilam MK adl erga omnes yg mpnyai kekuatan
mengikat. Artinya ptsan pengadilan MK brlku bg
siapa saja tdk hny bg para pihak yg bersengketa.
5. Asas Audi et alteram partem :
Hak yg sama utk didengar keterangannya secara berimbang.
Msing2 phk mpnyai ksmpatan yg sama mngjukan pbktian utk
mndkung dalil masing2. Semua hrs dipertimbangkan olh MK jk
ktrangan tsb mngandung nilai yuridis yg dpt mbuat jelas
permasalahan.
6. Asas Hakim Aktif juga Pasif dlm proses persidangan :
Mekanisme constitutional control digerakan olh pemohon dg
satu prmhonan&dlm hal dmkian hakim bsifat pasif, tdk blh scra
aktif mlkukan inisiatif utk mnggerakan mekanisme. MK tdk
dpt mmriksa prkra tnpa adanya prmhonan, Hakim hrs aktif
menggali data dan ktrangan yg diprlkan bhkan dg mnylidiki mllui
risalah pembahasan UU tsb ssuai dg apa yg dikemukakan
dlm Pasal 11 UU MK .
7. Asas Ius Curia Novit :
Psl 16 ayat (1) No 4 / 2004 ttg Kekuasaan Kehakiman “Pengadilan
tdk blh menolak utk mmriksa, mengadili, dan memutus suatu
perkara yg diajukan dg dalih bhw hukum tdk ada atau kurang
jelas, melainkan wajib utk memeriksa dan mengadilinya.”
8. Asas Praduga Recthmatig :
Putusan MK mrpakan akhir dan mpnyai kekuatan hukum
tetap pd saat putusan dibacakan srt tdk brlaku surut.
9. Asas Pembuktian bebas :
Hakim Konstitusi bebas dlm mntukan apa yg hrs
dibuktikan, beban pembuktian bsrta penilaian pmbuktian
atau sah tdknya alat bukti brdsarkan keyakinannya. Hakim
Konstitusi dpt leluasa utk mntukan alat bukti, tmsuk alat
bukti yg tergolong bru dikenal dlm kelaziman Hkm Acara,
misal : alat bukti brpa rekaman video kaset.
10. Asas Putusan Final :
Asas ini, MK berwenang mengadili pd tingkat pertama dan
terakhir yg putusannya bersifat final (Pasal 10 Undang-
undang Mahkamah Konstitusi)
SUMBER HKM ACARA MK
1. Sumber Langsung :
• UU No. 24 Tahun 2003 Tentang MK
• Peraturan MK
• Yurisprudensi MK RI
2. Sumber Tidak Langsung
• UU Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Peradilan Tata
Usaha Negara dan Hukum Acara Pidana Indonesia
• Pendapat sarjana (doktrin)
• Hukum Acara dan yurisprudensi MK negara lain
PROSEDUR BERPEKARA DI MK

1. Pengajuan permohonan
– Permohonan diajukan scra trtlis dlm Bhsa Indo
– Ditandatangani oleh pemohon/kuasanya
– Permohonan dibuat rangkap 12
– Jenis perkara
– Permohonan mnjlaskan secara rinci mngenai materi
permohonan (sesuai dengan yurisdiki MK)
– Selain dlm bentuk formal, jg diajukan softcopy-nya yg
disimpan dlm media penyimpanan elektronik
(disket, compact disc, dll)
Isi Permohonan
• Identitas pemohon
• Uraian mngenai hal yg mjd dasar prmhonan
• Hal2 yg dimohonkan utk diputus
• Prmhonan hrs disrtai dg alat2 bukti yg mdkung
Tata Cara Pengajuan Permohonan
• Pemohon > Panitera MK > Akta Penerimaan Berkas/
Akta Pmbritahuan Kekuranglengkapan kpd pemohon >
registrasi/tdk teregistrasi apabila memohon tdk
melengkapi kekuranglengkapan
• Petugas kepaniteraan berkewajiban utk mlkukan
pemeriksaan kelengkapan, yg skrang2nya:
a.) Bukti diri pemohon sesuai kualifikasi (Pasal 51 ayat 1 UU MK):
– Fotokopi KTP sbg bukti bhw pemohon adalah WNI
– Bukti kbradaan masy hukum adat mnrut UU dlm hal
pemohon adalah masy hukum adat
– Akta pendirian dan pengesahan badan hukum baik publik
maupun privat dlm hal pemohon adalah badan hukum
– Peraturan perundang-undangan pembentukan lembaga
negara yang bersangkutan dlm hal pemohon adalah lembaga
negara
b.) Bukti surat atau tulisan yang berisikan alasan permohonan
c.) Daftar calon saksi ahli dan/atau saksi disertai pernyataan
singkat ttg hal2 yg akan diterangkan terkait dg alasan
permohonan srt prnyataan bersedia menghadiri persidangan
dlm hal pemohon akan mengajukan saksi ahli dan /atau saksi.
d.) Daftar bukti-bukti lain yang dapat berupa informasi yang
disimpan dalam atau dikirim melalui media elektronik, bila
dipandang perlu
2. Pendaftaran
• Permohonan yg sdh lengkap, dicatat dlm BRPK (Buku
Registrasi Perkara Konstitusi) dan diberikan nomor perkara.
• MK akan mbrikan salinan permohonan kepada :
– Presiden, DPR, dan MA srta mbritahukan kpd MA utk
mnghentikan sgl pengujian prturan prndang2an di bwhnya.
(Terhadap perkara pengujian undang-undang)
– Lembaga negara termohon. (Terhadap perkara sengketa
kewenangan antar lembaga negara)
– Parpol yang bersangkutan. (Terhadap perkara
pembubaran partai politik)
– Presiden dan/atau wapres. (Terhadap pendapat DPR
mengenai adanya pelanggaran hukum oleh presiden
dan/atau wapres)
• Pnympaian salinan prmhonan dismpaikan olh Juru Panggil yg
dibuktikan dg berita acara penyampaian.
• Dlm hal prmhonan tlh dictat di dlm BRPK dan tdpt pnrikan
prmhonan, mk panitera bkwjiban utk mbuatkan Akta
Pmbtalan Registrasi yg dismpaikan kpd pmhon bsrta
pngmbalian brkas permohonan.
3. Penjadwalan sidang
• Ketua MK mnrima berkas yg tlh diregistrasi dan menetapkan
panel hakim.
• Ketua panel hakim mntukan hr sidang pertama yg dismpaikan
kpd pmhon dg surat pmnggilan yg tlh ditandatangani olh
Panitera dan dismpaikan scra lngsung olh Juru Panggil mllui
berita acara penyampaian.
• Pntapan hr sidang jg diumumkan kpd masy dg mnempelkan
pd papan pengumuman khusus dan dlm situs MK
(www.mahkamahkonstitusi.go.id) serta disampaikan melalui
4. Pemeriksaan pendahuluan
• Pemeriksaan terhadap:
– Kelengkapan dan kejelasan permohonan
– Dasar legal standing
– Saran2 hakim untuk
perbaikan posita dan petitum
– Pemeriksaan tumpang tindih kewenangan
– Pemeriksaan dapat dilanjutkan atau tidak
• Dalam hal diharuskan adanya perbaikan, pemohon
diberikan waktu 14 hari.
• Tujuan pemeriksaan pendahuluan:
a. Adanya persiapan persidangan
b. Memudahkan pengujian dan klarifikasi
c. Penentuan jumlah saksi dan/atau saksi ahli
d. Penentuan sidang pleno lebih cepat dan mudah
e. Pemeriksaan persidangan
• Hal yg hrs dipersiapkan dlm prsdangan pendahuluan:
a. Kualifikasi pemohon, kewenangan bertindak, dan surat-
surat kuasa
b. Legal standing
c. Statement of Constitutional Issue ( Permasalahan
konstitusional yang diajukan)
d. Alat bukti
e. Saksi dan ahli yang pokok pernyataannya mendukung
5. Pemeriksaan persidangan
• Terbuka untuk umum
• Memeriksa permohonan dan alat bukti
• Pmberian ktrangan olh saksi, ahli&lmaga ngra (lmbga
ngra yg diminta wjb mbrikan ktrangan pling lambat 7 hari)
6. Putusan
• Diputus paling lambat dalam tenggang waktu:
– Prkra pmbbaran prtai pltik : 60 hari kerja sejak
teregistrasi
– Perselisihan hasil pemilu :
a. Pilpres – 30 hari kerja sejak teregistrasi
b. Pilkada – 14 hari kerja sejak teregistrasi
c. Pemilu DPR, DPD, dan DPRD – 30 hr krja sejak
teregistrasi
– Perkara pendapat DPR : 90 hari kerja sejak teregistrasi
• Cara mengambil putusan
– Musyarah mufakat
– Setiap hakim menyampaikan pendapat secara tertulis
– Diambil suara terbanyak apabila tidak mencapai
mufakat
• Jenis putusan :
a. Putusan sela / provisional
b. Putusan akhir
– Menolak
– Mengabulkan
– Tidak dapat diterima ( Niet Ontvantkelijk Verklaard )
c. Putusan tanpa / dengan Dissenting Opinion
d. Putusan beryarat ( Conditionaly Constitutional )
• Isi putusan:
– Identitas para pihak
– Ringkasan permohonan
– Pertimbangan thdp fakta yang terungkap di
dlm persidangan
– Amar putusan
– Hari dan tanggal putusan, nama dan tanda
tangan hakim konstitusi serta panitera
– Pendapat berbeda hakim ( Dissenting
Opinion )
SEKIAN
DAN
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai