Anda di halaman 1dari 86

HUKUM ACARA PERDATA

oleh
Dr. M. Syahrul Borman, SH MH
• Pengertian Hukum Acara Perdata :
Prof. Wiryono Projodikoro adalah rangkaian peraturan
yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak
terhadap dan dimuka pengadilan dan seperangkat
hukum perdata formil yang mengatur cara dan
prosedur hukum dalam mengajukan, memeriksa,
memutuskan dan melaksanakan putusan tentang
tuntutan hak dan kewajiban tertentu sehingga
menjamin terlaksananya hukum perdata (materiel)
melalui lembaga peradilan.
• Sumber Hukum Acara Perdata:
1. RV (Reglement op de Burgerlijk Rechtsvordering) untuk golongan
Eropah
2. HIR (Herziene Indlandsch Reglement) untuk golongan Bumi Putra-Timur
Asing di Pulau Jawa-Madura);
3. RBG ( Reglement Voor de Buitengewesten )untuk golongan Bumi Putra-
Timur Asing di luar Jawa-Madura);
Saat ini yang masih berlaku
1. HIR dan RBG
2. UU No. 20 Tahun 1947 (Prosedur banding untuk Jawa & Madura, tapi
praktek berlaku juga
seluruh Indonesia);
3. UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan PP 9/ 1975
4. UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman
• ASAS-ASAS HUKUM PERDATA :
• 1. Hakim bersifat menunggu > inisiatif
mengajukan tuntutan hak diserahkan sepenuhnya
kepada yang berkepentingan (pasal 118 HIR) dan
(Pasal 142 RBg).
• Perkara yang diajukan kepada hakim tidak boleh
menolak dengan alasan tidak ada hukumnya.
Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami
nilai-nilai hukum dan rasa keadilan dalam
masyarakat.
2. Hakim Bersifat Pasif >ruang lingkup atau luas
sempitnya pokok perkara ditentukan para pihak
berpekara bukan oleh hakim. Pengadilan
membantu para pencari keadilan dan berusaha
mengatasi segala hambatan dan rintangtan
untuk tercapainya peradilan yang sederhana
cepat dan biaya ringan Pasal 4 ayat 2 UU 48/2009
dan Hakim tuidak boleh menjatuhkan putusan
melebihi dari yang dituntut (pasal 178 ayat 2,3
HIR/Ps 189 ayat 2,3 RBg.
• Persidangan terbuka untuk umum >pasal 13
ayat 1 UU 48 tahun 2009 setiap orang
diperbolehkan hadir dan mendengarkan
pemeriksaan perkara, walaupun ada beberapa
perkara yang dilakukan pemeriksaanya secara
tertutup (contoh perkara perceraian.
• Mendengarkan kedua belah pihak
• Putusan harus disertai dengan alasan –alasan
• Bayar biaya perkara
• Tidak ada keharusan untuk diwakilkan.
• Beracara tidak harus diwakilkan >bisa
langsung pihak yang berpekara beracara di
Pengadilan atau dapat diwakilkan
• Peradilan dilakukan “demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan YME”
• Asas Objektivitas> pengadilan mengadili
menurut Hukum dengan tidak membedakan-
bedakan orang >pasal 4 ayat 1 UU 48 tahun
2009
• Asas Persidangan berbentuk Majelis >Pasal
11 ayat 1 UU 48 Tahun 2009 Pengadilan
memeriksa dengan susunan majelis sekurang-
kurang 3 orang hakim, kecuali UU
menentukan lain.
. Pemeriksaan dalam dua tingkat Tk Pertama
>Original Yurisdiksion. Tk Banding >Apellate
Yuridiction)>Judex Fakctie. >mahkamah Agung
>Judex Iuris
• Pengertian Gugatan :
• Sudikno Mertokusumo : Tuntutan Hak adalah tindakan
yang bertujuan memperoleh perlindungan yang
diberikan oleh Pengadilan untuk mencegah main hakim
sendiri.
• Darwan Prinst adalah suatu permohonan yang
disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang
berwenang mengenai suatu tuntutan terhadap pihak
lainnya dan harus diperiksa menurut tatacara tertentu
oleh pengadilan serta kemudian diambil putusan
terhadap gugatan tersebut.
• Gugatan pada prinsipnya didefinisikan
merupakan tuntutan hukum guna pemenuhan
hak dan kewajiban tertentu, yang diajukan
oleh seseorang atau lebih (sebagai penggugat)
terhadap seseorang /suatu badan hukum
sebagai tergugat.
• Gugatan dapat diajukan, baik itu secara lisan
(Ps 120 HIR) ataupun tertulis (Ps 118 HIR) oleh
seseorang/pihak yang dirugikan.
• Syarat dan isi Gugatan
• Syarat Gugatan
1. Gugatan dalam bentuk tertulis ps 118 HIR
ayat 1
2. Diajukan oleh orang yang berkepentingan
hukum >legal standing
3. Diajukan ke pengadilan yang berwenang
memeriksa dan memutus
• Isi Gugatan
1. Identitas para pihak
2. Dasar dan dalil
gugatan/posita/fundamentum petendi berisi
tentang kejadian, peristiwa menjelaskan
duduk perkara dan menguraikan tentang
hukumnya.
3. Tuntutan/petitum terdiri dari tuntutan
primer dan tjtutan subsider/tambahan
• Syarat materiil gugatan
• Menurut Yurisprudensi MA No.
547K/SIP/1972.
• Pada dasarnya orang bebas menyusun dan
merumuskan surat gugatan, asal cukup
memberikan gtambran tentang kejadian
materiil yang menjadi dasar tuntutan
(Gugatan)
• Syarat Formil Suatu Gugatan
• Syarat Formil tidak dipenuhi maka akan
mengakibatkan gugatan tidak sah > Gugatan
dinyatakan tidak dapat diterima (Niet
onvankelijke verklaard) atau pengadilan tidak
berwenang mengadili.
• Syarat formil yang harus dipenuhi :
1. Tidak melanggar kompetensi absolut dan
relatif
4. Tdk melanggar azas nebis in idem misalnya
perkaranya sama dimana perkara pertama sudah
ada putusan yang mempunyai kekuatan hukum
tetap yang bersifat positif/negatif (mengabulkan
atau menolak gugatan.
5. Gugatan prematur belum waktunya diajukan
gugatan,
6. Tidak menggugat sesuatu yg telh
dihapuskan/dikesampingkan oleh P >P telah
menghapuskan sendiri haknya dengan cara
penolakan ataupun karena verjaring (Daluwarsa)
• SURAT KUASA
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat Surat Kuasa untuk mengajukan
Gugatan:
1. Identitas dan alamat pemberi kuasa dan penerima kuasa;
2. Kewenangan pemberi kuasa;
3. Dibuat secara khusus, dlam hal:
- khusus menangani suatu pokok/objek perkara;
- khusus dalam hal untuk apa kuasa diberikan;
- khusus satu tingkat peradilan atau di pengadilan mana suatu gugatan diajukan;
- kusus mengenai dasar hukum suatu gugatan;
- khusus mengenai pihak-pihak yang digugat;
4. Surat Kuasa cukup dibuat dibawah tangan dan bermeterai cukup;
5. Surat Kuasa yang dibuat di luar negeri harus dilegalisasi oleh perwakilan RI di
Negara setempat;
• Surat Edaran MARI No. 6 Tahun 1994 tentang
Surat Kuasa khusus mengatur tentang sangat
perlunya kekhususan sebuah Surat Kuasa.

Dalam praktek seringkali gugatan dinyatakan


tidak diterima (NO/niet ontvanklijk
verklaard) karena tidak khususnya suatu Surat
Kuasa.
• Asas Persidangan berbentuk Majelis > Pasal 11
ayat 1 UU 48 Tahun 2009 pengadilan memeriksa
dengan susunan majelis sekurang-kurangnya 3
orang hakim, kecuali UU menentukan lain.
• Pemeriksaan dalam dua tingkat, Tingkat pertama
original yurisdiction. Tingkat banding (apellate
jurisdiction) tingkat banding ? Judex pakctie. >
Judex Fakctie> Mahkamah Agung> judec luris.
CONTOH SURAT KUASA
• Yang bertanda tangan dibawah ini :

• Nama
• Tempat tanggal lahir
• Umur
jenis kelamin
• Agama
• Warganegara
• Alamat
• Pekerjaan
• Status perkawinan
• Pendidikan

• Dalam hal ini memilih tempat kediaman
(domisili) di tempat Kuasanya yang tersebut
dibawah ini,
• Dengan ini menerangkan memberikan Kuasa kepada,
• Nama
• Tempat tanggal lahir
• Umur
• jenis kelamin
• Agama
• WargaNegara
• Alamat
• pekerjaan
• status Perkawinan
• Pendidikan
• No. Induk KTPA :
• Tanggal mulai berlakunya KTPA :
• Tanggal berakhirnya :
• adalah Advokat dan Konsultan Hukum yang
berkantor di Jalan.
• Baik secara bersama-sama maupun sendiri –
sendiri,
• KHUSUS

• Untuk mendampingi / Mewakili Pemberi Kuasa


sebagai TERGUGAT. di Pengadilan Negeri Surabaya
.perkara Nomor : 100/Pdt.G/2017/PN.Sby

• Untuk itu Penerima Kuasa diberi hak dan wewenang


menghadiri persidangan, mengajukan Eksepsi dan
jawaban, duplik, bukti surat dan saksi, mengajukan
kesimpulan dan mengambil putusan.dan melakukan
upaya hukum demi kepentingan Pemberi Kuasa selama
tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku
• Dan Surat Kuasa ini diberikan dengan hak
Substitusi.

• Surabaya,

• Penerima Kuasa Pemberi Kuasa


• GUGATAN
Isi dan substansi suatu Gugatan:
Berdasarkan pasal 8 ayat (3) RV, Isi suatu surat Gugatan harus
memenuhi beberapa hal :
1. Identitas dan alamat para pihak, baik dirinya sendiri maupun
kuasanya;
2. Posita (fundamentum petendi) atau duduk persoalan yang
menjadi masalah (factual ground)
disertai dasar-dasar hubungan hukum yang ada (legal ground);
3. Petitum gugatan atau permohonan yang diminta dari suatu
gugatan:- primair (tuntutan pokok)
- subsidair (tuntutan pengganti/biasanya : mohon putusan yang
seadil-adilnya)
• PROSEDUR PENGAJUAN GUGATAN
Gugatan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri,3) diajukan
secara tertulis dibuat rangkap 5 (lima), aslinya ditandatangani
diatas meterai. Dalam hal Tergugat lebih dari satu, maka surat
gugatan ditambah sesuai dengan banyaknya (jumlah) tergugat;
2. Gugatan harus memuat secara jelas identitas para pihak,
fundamentum petendi, alasan-alasan serta dasar hukum dari
tuntutan dan petitum;
3. Gugatan diajukan sendiri oleh penggugat atau dapat juga
diajukan oleh kuasanya yang sah dengan melampirkan surat kuasa
khusus yang sudah didaftar terlebih dahulu di bagian hukum;
• 4. Gugatan diajukan di Kepaniteraan Pengadilan
Negeri bagian Perdata yang khusus menangani
pendaftaran gugatan , untuk dicatat dan diberi nomor
(register);
5. Melakukan pembayaran biaya pendaftaran gugatan
berdasarkan Surat Keterangan Untuk Membayar
(SKUM) yang dikeluarkan oleh Panitera Pengadilan
6. SKUM dibayar kemudian diserahkan , meregistrasi
ulang dan menyerahkan salinan resmi gugatan dan
Surat Kuasa yang telah diberi nomor dan stempel
pengadilan kepada penggugat
• 7. Dalam waktu 2-3 minggu (tergantung pengadilan)
Ketua Pengadilan Negeri membentuk Tim Majelis
Hakim yang akan menangani perkara tersebut, dengan
menurunkan berkas tersebut kepada Panitera Muda
Perdata, selanjutnya didistribusikan perkara tersebut
kepada Majelis Hakim;
8. Atas perintah Ketua Majelis Hakim, Panitera Muda
Perdata melalui Juru Sita/pengganti memanggil para
pihak yang berperkara. Selanjutnya Majelis Hakim
memeriksa, dan memutuskan perkara. Setelah itu
putusan diserahkan oleh Majelis Hakim kepada
Panitera Muda Perdata untuk diminutasi
• Pasal 118 HIR menentukan
• (1) Gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri tempat
tinggal tergugat,
• (2) Jika tergugat lebih dari satu di Pengadilan Negeri
salah satu tergugat,
• (3) Jika tidak diketahui tempat tinggal tergugat di PN
tempat objek sengketa,
• (4) Jika para pihak telah memilih tempat penyelesaian,
gugatan dapat diajukan ke PN yang dipilih/disepakati;
• PROSEDUR PERSIDANGAN PERDATA

a. Majelis hakim setelah menerima berkas perkara dalam
waktu 7 (tujuh) hari harus menetapkan hari sidang;
b. Setelah hari sidang ditetapkan, Panitera menunjuk
Jurusita untuk memanggil para pihak yang berperkara
untuk menghadiri sidang yang telah ditetapkan;
c. Bila pada hari sidang yang telah ditetapkan Penggugat
tidak hadir, Majelis memerintahkan memanggil sekali lagi
dan jika tidak datang juga gugatan digugurkan;
• d. Jika Tergugat yang tidak hadir pada hari sidang yang
telah ditetapkan, Majelis Hakim memerintahkan untuk
memanggi lagi (sampai 3X panggilan) dan jika ternyata
tidak hadir juga tanpa alasan yang sah atau tidak
mengirimkan wakilnya, maka Majelis Hakim melanjutkan
pemeriksaan dan memutuskan perkara tanpa kehadiran
tergugat (Verstek);
e. Setelah para pihak hadir dalam persiidangan, maka
Majelis Hakim membuka siding pertama, dengan berusaha
menganjurkan kepada para pihak untuk berdamai
(MEDIASI) sebelum proses persidangan dilanjutkan, yaitu
menunjuk mediator agar perkara dapat diselesaikan
dengan cara mediasi;4)
• f. Jika usaha perdamaian melalui mediasi tidak berhasil, maka
tergugat dapat mengajukan jawaban , dalam jawaban tersebut
tergugat dapat juga mengajukan gugatan balik terhadap penggugat
(rekonpensi), sehingga kedudukan tergugat menjadi penggugat
rekonpensi dan penggugat asal (konpensi) berubah menjadi
tergugat rekonpensi;
g. Kemudian pemeriksaan berlanjut dengan jawab menjawab,
yaitu REPLIK sebagai jawaban penggugat atas jawaban tergugat dan
DUPLIK sebagai jawaban tergugat atas Replik penggugat. Dalam
proses jawab menjawab ini dapat juga terjadi Intervensi atau
ikutnya pihak ketiga dalam suatu perkara yang sedang diperiksa.
• h. Setelah jawab menjawab, para pihak diberi
kesempatan untuk membuktikan dalilnya masing-
masing melalui persidangan dengan cara pembuktian;

i. Tahap selanjutnya para pihak diberi kesempatan


untuk menyampaikan kesimpulan dari keseluruhan
proses persidangan yang telah dilalui;

j. Atas semua proses persidangan yang telah dilalui,


maka puncak dari suatu pemeriksaan perkara/gugatan
adalah mendengarkan Putusan Majelis Hakim
• Berdasarkan PERMA RI No. 1 tahun 2008
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,
waktu untuk menyelesaikan mediasi perkara
dibatasi selama 41 (empat puluh satu) hari.
Setelah waktu tersebut tercapai ataupun tidak
perkara harus diserahkan kepada Majelis
Hakim yang memeriksanya.
• JAWABAN dapat dibagi menjadi dua
bagian,yaitu :
• Eksepsi (jawaban diluar pokok perkara)
dan Pokok Perkara.
• Eksepsi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
• a) Eksepsi Kompetensi (absolute & relatief),
• b) Eksepsi Non Competensi (gugatan tidak
jelas, nebis in idem, kualitas penggugat,
premature dsb
• INTERVENSI dapat dibagi menjadi 3 jenis:
• a) Voeging: untuk membela kepentingan salah
satu pihak,
• b) Tussemkomst: membela kepentingan diri
sendiri,
• c) Vrijwaring: ditarik/diminta salah satu pihak
sebagai penanggung/pembebas menurut
hukum
• Biasanya acara KESIMPULAN ini oleh para
pihak digunakan untuk memberikan
tanggapan atas pembuktian baik surat
maupun saksi yang diajukan oleh para pihak,
disamping menyimpulkan seluruh proses
jawab menjawab
• PENYITAAN (Beslag)
Penyitaan merupakan suatu tindakan yang diambil oleh
pengadilan melalui penetapan hakim, atas
permohonan Penggugat, guna menempatkan barang
(milik penggugat atau tergugat) berada dalam
penguasaan/pengawasan pengadilan, sampai adanya
suatu putusan yang pasti tentang suatu perkara, untuk
menjamin dapat dilaksanakannya suatu putusan
perdata. Penyitaan juga dimaksudkan agar barang yang
disita tidak dipindah tangankan.
• JENIS – JENIS PENYITAAN:
a. Sita jaminan thdp barang milik tergugat:
- Sita jaminan (Conservatoir Beslag) Pasal 227 HIR;
b. Sita jaminan terhadap barang milik sendiri:
- Revindicatoir Beslag (Sita atas barang yang berada
pada tergugat atau orang lain) Pasal 226 HIR;
- Marital Beslag (Sita atas harta perkawinan) Pasal
190
KUHPerdata;
- Pand Beslag (Sita Gadai) Pasal 1139, 1140
KUHPerdata
• PROSEDUR MENGAJUKAN SITA
1. Permohonan diajukan secara terpisah dengan gugatan, dengan
menyebutkan secara jelas mengenai objek, luas, nomor dan letak
objek yang dimohonkan sita;
2. Pertmohonan sita diajukan kepada Ketrua Pengadilan Negeri
atau kepada Ketua Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut;
3. Penetapan sita;
4. Permohonan pelaksanaan sita kepada Ketua Pengadilan Negeri
dengan melakukan pembayaran SKUM, di mana biaya SKUM
tersebut dibayarkan jumlahnya tergantung jumlah objek yang disita
• 5. Ketua Pengadilan Negeri menentukan jadwal penyitaan dan
menunjuk 3 (tiga) orang Juru Sita atau Juru Sita Pengganti yang
cakap/mampu bertindak untuk melakukan penyitaan dan yang ain
bertindak sebagai saksi;
6. Juru Sita atau JS pengganti datang ke tempat objek sita dengan
membawa Berita Acara Penyitaan dan melakukan penyitaan
terhadap objek sita dengan disaksikan oleh Juru Sita yang lain;
7. Setelah penyitaan dilaksanakan, maka JS menyerahkan salinan
Berita Acara Penyitaan kepada pemilik objek yang disita, atau
apabila pemiliknya tidak berada ditempat, maka ditiipkan kepada
orang yang menjaga objek sita atau dititipkan kepada Kelurahan;
• 8. Selanjutnya JS mendaftarkan pelaksanaan
sita tersebut kepada instansi terkait untuk
sahnya peletakan sita tersebut. Sebagai
contoh untuk sita atas tanah didaftarkan
kepada kantor pertanahan setempat (BPN);

9. Untuk memenuhi azas publisitas, biasanya


peletakan sita diumumkan di media massa,
akan tetapi tidak wajib dilakukan;
• 10.Dalam hal gugatan penggugat dikabulkan dan sita
jaminan yang telah diletakkan dinyatakan sah dan
berharga, maka penggugat dapat mengajukan eksekusi
terhadap objek sita tersebut setelah putusan perkara
mempunyai kekuatan hukum mengikat (in-kraht).
Demikian juga sebaliknya jika gugatan penggugat
dinyatakan ditolak/tidak dapat diterima dan penggugat
tidak mengajukan upaya hukum, maka peletakan sita
tersebut dinyatakan tidak berharga dan harus diajukan
pengangkatan sita atas objek tersebut;
• . PEMBUKTIAN

Pembuktian secara juridis adalah penyajian fakta-


fakta yang cukup untuk memberikan kepastian
kepada hakim tentang suatu peristiwa atau
hubungan hukum.
• ALAT – ALAT BUKTI
a) Surat, terdiri dari:
1. Akta Otentik;
diatur dalam pasal 165 HIR ( lihat juga psl 1868 KUHPerdata)
2. Akta di bawah tangan
diatur dalam pasal 1874-1880 KUHPerdata;
3. Surat-surat lain yang bukan akta
diatur dalam pasal 1881 dan pasal 1883 KUHPerdata
(catatan-catatan dibelakang alas hak)
4. Salinan
Diatur dalam pasal 1888 KUHPerdata
(diakui sepanjang sesuai dengan aslinya).
• ALAT BUKTI SAKSI
Diatur dalam Pasal 168-172 HIR
Dalam pembuktian saksi hendaknya digunakan lebih dari satu
orang saksi, karena keterangan saksi tanpa didukung alat bukti lain
tidak dapat dipercaya (psl 169 HIR);
c) Keterangan Ahli
Diatur dalam pasal 154 HIR
d) Persangkaan / dugaan (diatur dalam Pasal 173 HIR)
Persangkaan adalah kesimpulan yang oleh hakim ditarik dari
suatu peristiwa yang terang nyata kearah perisrtowa lain yang
belum terang kenyataannya.
• Pengakuan (bekentenis)
Diatur dalam pasal 174 – 176 HIR, psl 1923- 1928 KUHPerdata
Pengakuan dimuka hakim merupakan bukti sempurna bagi orang
yang memberikan pengakuan baik diucapkan sendiri maupun
perantaraan kuasanya.

g) Pemeriksaan setempat (descentre) f) Sumpah


HIR menyebutkan 3 macam sumpah
- sumpah suppletoir (pelengkap) Pasal 155 HIR dan pasal 1940
KUHPerdata;
- sumpah aestimatoir (penaksir) pasal 155 HIR dan pasal 1940
KUHPerdata;
- sumpah decisoir (pemutus) pasal 156 HIR dan 1830 KUHPer;
• Pemeriksaan setempat (descentre) Diatur dalam pasal 164 HIR
dan pasal 1866 KUHPerdata
Dengan pemeriksaan setempat hakim mendapat kepastian
tentang peristiwa yang dikemukakan dalam persidangan.
_______________________________________________________
_____
8) Pasal 163 HIR menentukan: a) barangsiapa mendalilkan hak,
maka harus membuktikan adanya hak itu, b) barang siapa
menyebut suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya, maka harus
membuktikan adanya hak itu, c) Barang siapa menyebutkan
peristiwa untuk membantah hak orang lain, maka harus
membuktikan adanya peristiwa itu.
• PUTUSAN
Jenis-jenis putusan
- Putusan Sela yaitu putusan sebelum diputus pokok perkara
dengan tujuan untuk mempermudah atau memperlancar
persidangan;
- Putusan Akhir, yaitu putusan yang berkaitan dengan pokok
perkara:
1. Putusan Sela dapat dibedakan dalam bentuk:
- Putusan preparatoir: yaitu putusan untuk mempersiapkan dan
mengatur pemeriksaan perkara, dimana putusan ini tidak
mempengaruhi pokok perkara (mis: putusan pemeriksan ditempat);
• - Putusan insidentil, yaitu putusan yang
dijatuhkan berkaitan dengan adanya kejadian
yang menunda kelangsungan proses
pemeriksaan perkara ;

- Putusan provisional, yaitu putusan yang


bertujuan untuk menetapkan suatu tindakan
sementara / pendahuluan bagi kepentingan
salah satu pihak (mis: menyatakan objek
perkara status quo
• Putusan Akhir, dapat dibedakan dalam bentuk:
- Putusan declalatoir, yaitu putusan yang bersifat
menegaskan
suatu keadaan hukum (seperti kedudukan waris atau
anak);
- Putusan constitutive, yaitu putusan yang bersifat
menetapkan
suatu keadaan baru atau menghapuskan keadaan
hukum yang
telah ada (seperti: putusan pailit, perceraian,
pembatalan
perjanjian);
• Putusan Condemnatoir, yaitu putusan yang
bersifat menghukum salah satu pihak atau
kedua belah pihak utk
memenuhi prestasi tertentu
• ISI PUTUSAN
Pasal 183, 184, 187 HIR mengatur apa yang harus dimuat dalam
suatum keputusan hakim, yang terdiri dari:
- Kepala Putusan;
- Nomor register perkara;
- Nama pengadilan yang memutus perkara;
- Identitas para pihak;
- Tentang duduknya perkara;
- Pertimbangan hukum;
- Amar putusan;
- Tanggal musyawarah;
- Putusan diucapkan dalam siding terbuka untuk umum;
- Hadir tidaknya para pihak pada saat putusan dijatuhkan;
• UPAYA HUKUM TERHADAP PUTUSAN
- sifat dan berlakunya upaya hukum ini berbeda,
tergantung pada apakah upaya hukum biasa atau
upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa pada
asasnya terbuka untuk setiap putusan selama tenggang
waktu yang ditentukan oleh undang-undang, dimana
wewenang untuk menggunakannya hapus dengan
diterimanya putusan. Upaya hukum iasa bersifat
menghentikan pelaksanaan putusan untuk sementara,
seperti perlawanan (verzet), banding dan kasasi;
• Upaya hukum istimewa / luar biasa dibolehkan
dalam hal-hal tertentu yang disebut dalam
undang-undang, seperti peninjauan kembali;

VI. Upaya hukum istimewa / luar biasa


dibolehkan dalam hal-hal tertentu yang disebut
dalam undang-undang, seperti peninjauan
kembali;
• BANDING
Prosedur Mengajukan Banding (pasal 199–2002
Rbg)
- Permohonan banding diajukan kepada Ketua
Pengadilan Tinggi melalui kepaniteraan
Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan,
dalam tenggang waktu 14 hari terhitung setelah
pembacaan putusan atau setelah putusan
pengadilan diberitahukan kepada pemohon
secara sah jika pemohon banding tidak hadir;
• Pemohon banding harus menyatakan banding, dengan
menandatangani Akta Pernyataan banding dan melakukan
pembayaran uang muka biaya perkara banding sesuai SKUM;
- Panitera mencatat dalam daftar perkara dan memberitahukan
kepada pihak terbanding, selambat-lambatnya 14 hari setelah
permohonan banding;
- Kedua belah pihak diberi kesempatan melihat berkas perkara di
Pengadilan Negeri dalam tenggang waktu 14 hari sebelum dikirim
ke Pengadilan Tinggi (in-zage);
- Memori banding dan atau kontra memori banding dapat (tidak
wajib) diserahkan setiap saat selama perkara belum diputus;
• . KASASI
.
Prosedur Mengajukan Kasasi
- Permohonan Kasasi harus diajukan kepada
Ketua Mahkamah Agung RI melalui Kepaniteraan
Pengadilan Negeri yang memutus perkara
tersebut pada tingkat pertama dalam tempo 14
hari terhitung sejak diterimanya Putusan pada
tingkat banding, dengan menandatangani Akta
Pernyataan Kasasi dan membayar biaya kasasi
sesuai SKUM;
• Pemohon kasasi wajib menyerahkan Memori Kasasi paling lambat
14 hari sejak permohonan kasasi didaftarkan dengan mengajukan
alasan-alasan yang relevan;
- Panitera memberitahukan dan menyerahkan Memori Kasasi
kepada pihak lawan / terbanding selambat-lambatnya 30 hari sejak
diterimanya Memori Kasasi;
- Pihak lawan / terbanding harus menyerahkan Kontra memori
Kasasi selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari sejak dterimanya
pemberitahuan tersebut;
- Panitera Pengadilan Negeri menyerahkan berkas perkara kepada
Kepaniteraan Mahkamah Agung RI dalam waktu 30 hari sejak
diterimanya Kontra Memori Kasasi;
• Peraturan Mahkamah Agung (PERMA RI) No. 1
tahun 2001 mengatur :
“Keterlambatan pengajuan Memori Kasasi
dan/atau Kontra Memori Kasasi
mengakibatkan permohonan kasasi
dinyatakan tidak dapat diterima atau dapat
diterima atau dapat ditolak oleh Panitera
Pengadilan Negeri yang memutus perkara
tingkat pertama
• Alasan-alasan mengajukan Kasasi:
1). Pengadilan tidak berwenang atau melampaui
batas wewenang;
2). Hakim salah dalam menerapkan hukum atau
melanggar hukum yang berlaku;
3). Hakim lalai memenuhi syarat yang diwajibkan
oleh peraturan perundangan yang akibat
kelalaian tersebut dapat mengancam batalnya
putusan yang bersangkutan;
• PENINJAUAN KEMBALI
Peninjauan kembali (Psl 66 UU No. 14 Thn 1985 dan psl
393 HIR)
- Peninjauan Kembali (PK) merupakan upaya hukum
luar biasa terhadap putusan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap, tetapi permohonan PK tidak
menangguhkan atau menghentikan pelaksanan
putusan pengadilan. Permohonan PK dapat dicabut
selama perkara belum diputuskan ddan hanya dapat
diajukan satu kali.
• Alasan-alasan untuk dapat mengajukan PK (psl 67 UU No. 14 Tahun
1985), Jo Undang – Undang No, 5 Tahun 2004 Jo Undang – Undang
No. 3 Tahun 2009
a) Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu
muslihat yang dilakukan pihak lawan, yang diketahui setelah
perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang
kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
b) Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti
yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak
dapat ditemukan;
c) Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau
lebih dari yang dituntut;
d) Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus
tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya
• e) Apabila antara pihak-pihak yang sama
mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang
sama oleh Pengadilan yang sama atau sama
tingkatannya telah diberikan putusan yang
bertentangan satu dengan yang lain;
f) Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu
kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang
nyata;
Tenggang Waktu Mengajukan PK
• Tenggang waktu untuk mengajukan permohonan
PK atas dasar alasan seperti terdapat dalam pasal
67 UU No. 14 Tahun 1985 tersebut adalah dalam
tempo 180 (seratus delapan puluh) hari, untuk :
a) putusan yang didasarkan pada suatu
kebohongan atau tipu muslihat (huruf a), maka
tempo 180 hari dihitung sejak diketahuinya
kebohongan atau tipu muslihat yang dilakukan
oleh pihak lawan tersebut, atau sejak putusan
hakim pidana memperoleh kekuatan hukum
tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang
berperkara;
• b) alasan karena ditemukannya surat-surat bukti baru
/ novum (huruf b), maka jatuh tempo 180 hari dihitung
sejak ditemukannya novum tersebut, dimana hari dan
tanggal ditemukannya harus dinyatakan dibawah
sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang;
c) untuk alasan yang disebut pada huruf c, d, e dan f,
maka 180 hari tersebut dihitung sejak putusan tersebut
memperolah kekuatan hukum tetap dan telah
diberitahukan kepada pihak yang berperkara;
• Prosedur Mengajukan Peninjauan Kembali
- Permohonan PK harus diajukan kepada Ketua
Mahkamah Agung RI melalui kepaniteraan Pengadilan
Negeri yang memutus perkara tersebut pada tingkat
pertama;
- Pemohon PK harus menyerahkan Memori PK disertai
alasan-alasan yang dijadikan dasar permohonan. Memori
PK diajukan pada saat mengajukan permohonan PK dengan
menandatangani Akta Pernyataan PK dan membayar biaya
PK sesuai dengan SKUM;
• - Panitera memberitahukan dan menyerahkan
Memori PK kepada pihak lawan, selambat-lambatnya
dalam waktu 14 hari sejak diterimanya permohonan PK
tersebut;
- Pihak lawan dapat menyerahkan Kontra memori PK
kepada Mahkamah Agung RI melalui kepaniteraan
Pengadilan Negeri yang memutus perkara pada tingkat
pertama dalam waktu 30 hari sejak diterimanya
pemberitahuan dan Memori PK tersebut;
• Tujuan pengiriman salinan PK adalah untuk
memberikan kesempatan bagi pihak lawan
untuk mengajukan jawaban dan agar pihak
lawan dapat mengetahui dengan jelas alasan
PK tersebut;
• . PERLAWANAN
Perlawanan (verzet)
Verzet merupakan upaya hukum terhadap putusan
yang dijatuhkan di luar hadirnya tergugat (pasal 125
ayat 3 jo 129 HIR). Pada dasarnya Perlawanan ini
disediakan bagi pihak tergugat yang pada umumnya
dikalahkan dalam putusan verstek. Akan tetapi jika
Penggugat tidak puas dengan putusan verstek maka
tidak dimungkinkan baginya untuk mengajukan verzet,
tapi dengan cara mengajukan banding (Pasal 8 ayat 1
UU No. 20/1947
• PROSEDUR MENGAJUKAN VERZET
(Perlawanan/Bantahan)
- Permohonan verzet hanya dapat diajukan satu kali,
dan harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri
yang menjatughkan putusan semula dalam tempo 14
hari terhitung sejak diberitahukannya putusan verstek
tersebut kepada tergugat;
- Permohonan Verzet dilakukan seperti mengajukan
surat gugatan biasa dengan melakukan pembayaran
biaya perkara sesuai SKUM
• - Kedudukan pemohon verzet (tergugat) tetap
sebagai tergugat dan kedudukan penggugat awal
tetapsebagai penggugat. Oleh karena itu pihak
yang mengajukan pembuktian terlebih dahulu
adalah pihak penggugat (terlawan);
- Verzet menangguhkan eksekusi, kecuali
putusan verstek dijatuhkan secara serta merta
(uitvoerbaar bij vooraad).
• EKSEKUSI
- Eksekusi adalah pelaksanaan putusan hakim yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van
gewijsde), dimana putusan tersebut mempunyai
kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk
dilaksanakan atas apa yang ditetapkan dalam putusan
tersebut, kalau perlu secara paksa oleh aparat Negara.
Dimana yang memberikan kekuatas eksekutorial itu
adalah irah-irah: “Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan yang Maha Esa”.
• Permohonan eksekusi harus diajukan kepada
Ketua Pengadilan Negeri, karena Pengadilan
Negeri satu-satunya institusi yang berwenang
melaksanakan putusan.
• MACAM MACAM EKSEKUSI

- Eksekusi Riil, eksekusi ini dalam praktek sering


dilakukan, tetapi tidak diatur secara tegas dalam
HIR, hanya diatur dalam pasal 1033 RV mirip
Pasal 200 ayat (1) HIR, seperti : pengosongan,
eksekusi hak tanggungan, dll;
• Parate Eksekusi (Eksekusi langsung) yang diatur
dalam pasal 1155 KUHPerdata (gadai), dimana
seorang kreditur menjual tanpa mempunyai
title eksekutorial;
- Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang
dikalahkan untuk membayar sejumlah uang atau
untuk melakukan suatu perbuatan tertentu
(pasal 196 dan 225 HIR)
• Tahap-tahap Permohonan Eksekusi
Landasan yuridisnya: Pasal 14 ayat (2), pasal 20 ayat (1) UU No, 4 tahun 1996:
1. Tahap Aanmaning (Pasal 196 HIR)
a. Permoohonan Aanmaning;
b. Penetapan Aanmaning;
c. Panggilan terhadap debitur, penjamin atau pemberi jaminan dalam waktu
paling lama 8 hari,
maksimal 2 kali pemanggilan;
d. Berita Acara Aanmaning;
2. Tahap Sita Eksekusi (pasal 197 HIR)
a. Permohonan Sita Eksekusi;
b. Penetapan Sita Eksekusi;
c. Pelaksanaan Sita Eksekusi;
d. Berita Acara Eksekusi.
• 3. Tahap Lelang (Penjualan di muka umum –
Pasal 200 HIR)
a. Permohonan Lelang;
b. Penetapan Lelang;
c. Koordinasi PN dengan kantor Lelang ---
Jadwal lelang
d. Pengumuman dalam waktu 2 x 14 hari
(eksekusi HT)
e. Pelaksanaan Lelang ---- Risalah Lelang.
• 4. Tahap Pengosongan
a. Permohonan pengosongan
b. Penetapan Aanmaning;
c. Penetapan pengosongan;
d. Pemberitahuan Eksekusi pengosongan;
e. Berita Acara Pengosongan
• PROSES EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN

PERMOHONAN 1. Surat Kuasa


Eksekusi Hak Tanggungan
2. Bukti di
nazegelen (pemeteraian)
3. SKUM
• PENDAFTARAN 1. Nomor perkara
2. Tanda Bukti

AANMANING 1. Penetapan
2. panggilan
kepada Termohon Eksekusi.
3. Ditegur dalam
waktu 8 hari
SITA EKSEKUSI 1. Permohonan
Sita
2. Biaya
Sita
3. Penetapan
sita
4. Berita Acara
Sita

EKSEKUSI LELANG 1. Penetapan


Lelang
2. Tanggal lelang
3. SKPT
4. Peserta lelang
5. Harga limit
6. pengumuman
Lelang
• DILELANG Pelaksanaan
Lelang
- Risalah lelang
- Kwitansi
Pembayaran lelang dan Bea lelang
• DITUNDA Proses perkara
(?)

PERMOHONAN LELANG LANJUTAN.

HAMBATAN-HAMBATAN LELANG

Anda mungkin juga menyukai