Anda di halaman 1dari 69

Dr. H. MAHSAN MA’ARIEF, SH.,M.Hum. CM.

PENGACARA/ADVOKAT –
KONSULTAN HUKUM – MEDIATOR
DOSEN
1990 – SEKARANG

ANGGOTA KPU PROPINSI NTB


2003 – 2008
HUKUM ACARA
PERADILAN AGAMA

PKPA – PERHAKHI – NTB


FH.45 - HOTEL BIDARI MATARAM
SABTU 20 AGUSTUS 2022
POKOK-POKOK 3
P E N D A H U L U A N

PENGAJUAN GUGATAN DAN PERMOHONAN

PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN

P E M B U K T I A N

P U T U S A N

PELAKSANAAN PUTUSAN

UPAYA HUKUM TERHADAP PUTUSAN


4

PENDAHULUAN
5

PRNDAPAT AHLI

•Sudikno Mertokusumo
Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yg mengatur bagaimana caranya
menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim.
•Retnowulan Sutantio
Hukum Acara Perdata disebut juga hukum perdata formil yaitu kesemuanya kaidah
hukum yg menentukan dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan kewajiban-
kewajiban perdata sebagaimana yg diatur dalam hukum perdata materiil
HUKUM ACARA YANG BERLAKU DI PENGADILAN AGAMA
Pasal 54 UU No: 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, menentukan:
“ Hukum acara perdata yang berlaku pada Peradilan Umum,
kecuali telah diatur secara khusus dalam UU ini”.

HUKUM ACARA PERDATA PENGECUALIAN KHUSUS


PERADILAN UMUM BERLAKU DI
1. HIR Stbl.1948/Rbg.Stbl.1927. PERADILAN AGAMA
2. RV (Reglement op de Burgerlijke (HUKUM ACARA)
Rechtsvordering) H.Ac. Bagi
Gol.Eropa. 1. UU NO: 7 Th.1989 Tentang
Peradilan Agama.
3. BW. Buku IV Tentang Pembuktian 2. UU No: 3 Th 2006 Tentang
dan Daluarsa. Perubahan Atas UU RI No:7 Th
4. Berbagai Per UU-an lain yang juga 1989.
berlaku di PN dan PA al: 3. UU No: 50 Th. 2009 Tentang
Perubahan Kedua Atas UU RI No: 7
a. UU No: 4 Th. 2004 Ttg Kekuasaan
Th.1989.
Kehakiman.
4. KOMPILASI HUKUM ISLAM DI INDONESIA
b. UU No: 1 Th 1974 Ttg Perkawinan. (Inpres N0;1/1991)
c. UU No: 14 Th. 2004 Ttg MA.
SUBYEK DAN OBYEK SENGKETA DI PA
SUBYEK HUKUM (LEGAL STANDING)
Pasal 49,50 UU No:3 Th,2006
1.Orang Islam
2.Orang dan/atau BH (Kata orang termasuk non Islam dan BH umumnya, ini perubhan mendasar
dg UU No:7/1989, dulu non muslim PA tdk berwenang. Cth: GUGAT CERAI, semula islam
kemudian keluar agama islam. Sengketa HARTA WARIS dikuasai non muslim atau oleh BH, baik
dasar sewa, jual beli dsb.

OBYEK SENGKETA
(Pasal 49 huruf a s/d. i) meliputi :
1.PERKAWINAN, 2. WARIS, 3. WASIAT, 4. HIBAH, 5. WAKAF, 6. ZAKAT, 7. INFAK,
8. SHADAQAH DAN 9. EKONOMI SYARI’AH.

DARI KE 9 KEWENANGAN TSB ADA 3 BIDANG SERING TERJADI SENGKETA DALAM PERAKTEK

PERKAWINAN
Ada 21 bidang (Pasal 49 WARIS EKONOMI SYARI’AH
penjelasan) meliput al : (Pasal 49 b). (Pasal 49 i)
1. Ijin beristri lebih dari Sbg Perluasan kewenangan PA.
1. Penentuan siapa
seorang; 1. Bank Syari’ah;
2. Pencegahan perkawinan;
menjadi ahli waris; 2. Lembaga keuangan mikro
3. Pembatalan perkawinan; 2. Penentuan syari’ah
4, Gugatan kelalaian atas mengenai harta 3. Asuransi syari’ah;
kewajiban suami istri; peninggalan; 4. Reksa dana syari’ah;
5. Gugat cerai talak 3. Penentuan bagian 5. Pembiayaan syari’ah;
6. Gugatan perceraian; masing-masing ahli 6. Pegadaian syari’ah;
7. Penyelesaian harta bersama; waris; 7. Dana Pensiun lembaga keuangan
8. Penguasaan anak-anak; dll. syari’ah. Dll.
SIFAT & FUNGSI
HUKUM ACARA PERDATA 8
SIFAT
•Bersifat mengikat / memaksa
•Inisiatif adanya perkara Perdata bergantung pada orang
yang merasa haknya dilanggar (penggugat/ para
penggugat)
•Berbeda dengan Hukum Acara Pidana yang tidak
tergantung ada/ tidak adanya inisiatif orang
•Ada Hukum acara pidana yang mirip dengan Hukum
acara perdata, yaitu Tindak Pidana Aduan
FUNGSI
• Melaksanakan dan mempertahankan atau
menegakkan hukum perdata materiil dengan
perantaraan kekuasaan negara (peradilan)
9
• Tak perlu inisiatif
ACARA • Kecuali tindak pidana
aduan
PIDANA • Negara/Aparat Hukum

• Perlu inisiatif
ACARA • Orang / BH
PERDATA
ASAS – ASAS
HUKUM ACARA PERDATA 10

1. Hakim bersifat menunggu


2. Hakim pasif
3. Sifat terbukanya persidangan
4. Mendengar kedua belah pihak
5. Putusan harus disertai alasan – alasan
6. Beracara dikenakan biaya
7. Tidak ada keharusan mewakilkan
11

PENGAJUAN
GUGATAN DAN PERMOHONAN
GUGATAN DAN PERMOHONAN 12
• Ada 2 Bentuk Perkara di Pengadilan yaitu
Gugatan dan permohonan
GUGATAN PERMOHONAN
Terdapat pihak Diajukan o/
penggugat & pihak seorang /lebih scr
tergugat bersama-sama
“pemohon”
Ada sengketa atau
konflik Tidak ada sengketa
atau konflik
KEWENANGAN MUTLAK dan
KEWENANGAN RELATIF 13

• Dalam Hukum Acara Perdata dikenal 2 macam


kewenangan :

1. Kewenangan Mutlak (Absolute Competentie) 


menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-badan
peradilan, dilihat dari macamnya pengadilan berupa
pemberian kekuasaan u/ mengadili (attributie van
rechtsmacht) – seperti Peradilan Umum dan Khusus
2. Kewenangan relatif (Relative Competentie) 
mengatur pembagian kekuasaan mengadili antar
pengadilan yg serupa, tergantung dari tempat tinggal
tergugat  Ps. 118 HIR – PA Mtram, PA. Selong dsb.
 azas “Actor Sequitur Forum Rei”  yg berwenang
adalah PA tempat tinggal tergugat
GUGAT LISAN dan GUGAT TERTULIS 14

• Ps. 118 HIR  gugatan harus diajukan secara tertulis


dengan “surat gugatan” yg di-ttd o/ penggugat atau
wakil/kuasanya yg sah.
• Ps. 120 HIR  bagi mereka yg buta huruf, gugatan
dilakukan secara lisan melalui Ketua PA yg berwenang u/
mengadili perkara itu, Ketua PA akan
membuat/menyuruh membuat gugatan tsb.
• Ps. 121 (4) HIR  Setelah surat gugatan atau gugat lisan
dibuat, harus didaftarkan di Kepaniteraan PA yg
bersangkutan serta membayar uang perkara.
15

PEMERIKSAAN
DI PERSIDANGAN
16
Penggugat mengajukan Didaftar Penetapan & Penunjukann
gugatan & melunasi Kepaniteraan PA Majelis Hakim o/ Ketua PA
biaya perkara

Majelis Hakim :
Penyerahan Surat Panggilan Sidang 1. Menetapkan tgl. Hari sidang;
& Salinan Surat Gugatan 2. Memanggil para pihak pd
kpd Para Pihak o/ Juru Sita. hari sidang dgn membawa
saksi-saksi & bukti-bukti.

Juru Sita menyerahkan


PELAKSANAAN PEMERIKSAAN
Risalah (Relaas)
DI PERSIDANGAN
Panggilan kpd Majelis Hakim.
Tahapan Pemeriksaan
Persidangan Peradilan Perdata
SIDANG - SIDANG
1.MEDIASI/PERDAMAIN
2.PEMBACAAN SURAT GUGATAN – Penggugat/Kuasa
Hukum
3.PEMBACAAN JAWABAN – Tergugat/ Kuasa Hukum 17
4.REPLIK
5.DUPLIK
6.PEMBUKTIAN
7.KESIMPULAN
8.MUSYAWARAH HAKIM
9.PUTUSAN
PERDAMAIAN 18
• Hakim harus berusaha mendamaikan kedua belah pihak (Ps. 130 HIR; Ps.
154 Rbg). Jo. PERMA No: 1/2016.Pengganti PERMA No. 1/2008 “Prosedur
Mediasi di Pengadilan”.

• Demi perdamaian ini, apabila para pihak tidak hadir pada sidang
pertama hakim akan mengundur sidang, & pd hr sidang berikutnya
apabila tjd perdamaian, mk harus akte perdamaian dibawah tangan yg
ditulis di atas kertas bermeterai. Demikian sbg dasar bg hakim
menjatuhkan putusan, yg isinya menghukum kedua belah pihak u/
memenuhi isi perdamaian yg telah dibuat diantara pr pihak.

• Apabila tjd perdamaian, mk tdk dimungkinkan u/ dilaksanakan banding.

• Usaha perdamaian terbuka sepanjang pemeriksaan di persidangan


bahkan sampai sidang terakhir pembacaan putusan .
Pengajuan Gugatan :
Pengertian Gugatan dan Permohonan 19

 Perbedaan Gugatan dengan Permohonan ada pada ada atau tidak


adanya konflik.
 Tuntutan dalam hal ini adalah tindakan yang bertujuan memperoleh
perlindungan hukum yang diberikan lembaga peradilan untuk
mencegah pemaksaan kehendak pihak lain atau main hakim sendiri
(eigenrichting)
 Dalam gugatan syarat utama adalah adanya orang/ sekelompok orang
yang merasa haknya dilanggar, dan orang yang dirasa melanggar hak
tersebut tidak mau secara sukarela melakukan sesuatu yang diminta
itu
 Dalam Perkara permohonan tidak ada sengketa, permohonan yang
umunya diajukan adalah pengangkatan anak, wali, pengampu
Pengajuan Gugatan:
Tempat Tinggal dan domisili 20

Pengajuan gugatan diajukan di tempat tinggal


tergugat (Pasal 118 Ayat 1 HIR)
Tempat tinggal adalah tempat dimana seorang
menempatkan pusat kediamannya (Pasal 17
KUHPerd) atau dengan kata lain dimana seorang
berdiam dan tercatat sebagai penduduk
Domisili/ kediaman adalah tempat seseorang
berdiam
Pihak-Pihak yang berperkara, perwakilan
orang, badan hukum, dan negara 21

Setiap orang boleh berpekara di depan


pengadilan, namun ada pengecualiannya yaitu
orang sakit ingatan, belum dewasa.
Bila badan hukum, maka orang yang mewakili
adalah wenang mewakili badan hukum, itu dapat
dilihat di ADRT
Surat kuasa yang dipakai adalah surat kuasa
khusus
Penambahan & Perubahan Gugatan 22

•Diperkenankan untuk menambah atau mengurangi gugatan selama tidak


merugikan
•Perubahan tuntutan tidak bertentangan dengan azas-azas hukum perdata,
selama tidak merubah/ menyimpang dari kejadian materil
•Perubahan dan penambahan gugatan diperkenankan kepada pihak
tergugat
•Penambahan gugatan diperboleh selama tidak merugikan pihak tergugat,
seperti semula tidak semua ahli waris diikutsertakan, kemudian ditambah
menjadi turut tergugat atau permohonan sita jaminan tetapi lupa
memohon menyatakan sah dan berharganya sita jaminan tersebut.
•Perubahan atau penambahan gugatan yang diajukan setelah jawaban,
harus mendapat persetujuan dari pihak tergugat
•Pengurangan gugatan selalu akan diterima dan senantiasa diperkenankan
Perubahan Gugatan Dilarang 23

• Perubahan gugatan dilarang apabila berdasar atas keadaan


hukum yang sama dimohon suatu pelaksanaan hak yang
baru sehingga dengan demikian memohon putusan hakim
tentang suatu hubungan hukum antara kedua-belah pihak
yang lain dari yang semula, contoh :
• Mohon ganti rugi atas dasar ingkar janji, kemudian dirubah
menjadi tergugat harus memenuhi janji
• Semula dasar gugatan perceraian adalah perzinahan, kemudian
dirubah menjadi keretakan rumah tangga yang tidak dapat
diperbaiki
Jawaban & gugat-ginugat 24

• Jawaban diajukan setelah upaya perdamaian, tidak


berhasil.
• Jawaban pada dasarnya dapat dilakukan secara lisan.
• Jawaban tergugat akan ditanggapi oleh penggugat dalam
replik
• Tanggapan atas replik dijawab tergugat dalam duplik
• Setelah itu apabila dikehendaki, maka para pihak dapat
membuat kesimpulan sebelum memohon putusan dengan
penawaran bukti
Jawaban & Eksepsi 25

• Jawab tergugat dapat dikategorikan 2 macam :


• Jawaban tidak langsung mengenai pokok perkara atau
disebut sebagi tangkisan/ eksepsi
• Jawaban mengenai pokok perkara
• Eksepsi yang dikenal HIR adalah berkenaan dengan
tidak berkuasanya hakim dalam mengadili apakah
itu kekuasan absolut atau relatif
• Eksepsi ini berkenaan dengan hukum acara/
prosesuil
Eksepsi 26

• Eksepsi berdasarkan hukum materil ada 2 macam:


• Eksepsi dilatoir, eksepsi yang menyatakan gugatan penggugat
belum dapat dikabulkan, misalnya karena penundaan pembayaran
• Eksepsi peremptoir, eksepsi yang menghalangi dikabulkannya
gugatan, misalnya gugatan yang diajukan daluarsa
• Pengajuan eksepsi, umumnya dilakukan pada awal
persidangan, yaitu sebelum tergugat mengajukan jawaban
• Terlambat memberikan eksepsi, mengakibatkan sia-sia
Jawaban & Gugat 27
Balasan/Rekonpensi
• Jawaban tergugat hendaknya singkat, padat, dan pada
pokok persoalan dengan mengemukakan alasan-alasan yang
berdasar
• Gugat balik/ gugat dalam rekonpensi adalah hak dari
tergugat
• Gugat balasan diajukan bersama-sama dengan jawaban atas
gugatan
• Manfaat gugat balasan :
• Menghemat ongkos perkara
• Mempermudah pemeriksaan
• Mempercepat penyelesaian sengketa
• Menghindarkan putusan yang saling bertentangan
Pengecualian :
Gugat balasan/Rekonpensi 28

• Gugat balasan dapat diajukan dalam setiap perkara kecuali


seperti yang diatur dalam pasal 132 a HIR, yaitu :
• Jika PA kepada siapa gugat asal itu dimasukkan, tidak
berhak memeriksa gugat balasan pokok perselisihan.

• Dalam perkara perselisihan tentang menjalankan


putusan

• Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak


dimasukkan gugat balasan, maka dalam tingkat banding
tidak boleh memajukan gugat balasan
29

PEMBUKTIAN
ARTI 30
“Membuktikan” mengandung beberapa pengertian :
1.Dalam arti logis  memberi kepastian yg bersifat mutlak, krn
berlaku bagi setiap orang & tdk memungkinkan adanya bukti lawan.
2.Dalam arti konvensionil  memberi kepastian yg bersifat
nisbi/relatif, baik berdasarkan perasaan belaka maupun
pertimbangan akal.
3.Dalam hukum acara perdata mempunyai arti yuridis
 memberi dasar-dasar yg cukup kpd hakim yg memeriksa
perkara guna memberi kepastian ttg kebenaran peristiwa yg diajukan
 hanya berlaku bagi pihak-pihak yg berperkara atau yg
memperoleh hak dari mereka
 tdk menuju kpd kebenaran mutlak
 mrpk pembuktian historis
TUJUAN 31

• Tujuan Pembuktian  meyakinkan hakim


yg didasarkan atas alat-alat bukti dari
para pihak dan atas dasar alat bukti tsb
memberikan dasar-dasar yg cukup kpd
hakim yg memeriksa perkara guna
memberi kepastian ttg kebenaran
peristiwa yg diajukan (kebenaran formal).
Pembuktian 32
• Hakim terikat oleh alat bukti dalam suatu proses
pembuktian, namun demikian hakim juga diberi kebebasan
untuk menilai alat bukti dan pembuktian tersebut (Pasal
172 HIR, 309 RBg, dan 1908 KUHPerd)
• Hakim melakukan penilaian terhadap bukti, dan dapat
dikatakan pembuktian merupakan penilaian terhadap
kenyataan yang ada (judex factie)
• Suatu Bukti dikatakan sempurna jika bukti yang diajukan
tersebut dinilai hakim telah memadai untuk memberikan
kepastian tentang peristiwa yang disengketakan
BEBAN PEMBUKTIAN 33

• Hakim membebani para pihak dengan pembuktian


(bewijs last, burden of proof)
• Asas pembagian beban pembuktian  “barang
siapa yg mengaku mempunyai hak atau yg
mendasarkan pada suatu peristiwa u/ menguatkan
haknya itu atau u/ menyangkal hak orang lain,
harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu”
 Ps. 163 HIR (Ps. 283 Rbg, Ps. 1865 BW)
artinya : baik penggugat maupun tergugat dpt
dibebani dgn pembuktian, terutama penggugat
wajib membuktikan peristiwa yg diajukannya,
sedang tergugat berkewajiban membuktikan
bantahannya.
ALAT – ALAT BUKTI
34
• Paton  alat bukti dapat bersifat oral, documentary atau material.

• Macam-macam alat bukti dalam hukum acara perdata (Ps. 164 HIR,
284 Rbg, 1866 BW), a.l. :
1. Alat Bukti Tertulis
2. Saksi-saksi
3. Persangkaan
4. Pengakuan (Bekentenis Confession)
5. Sumpah

Alat bukti lain :


6. Pemeriksaan setempat (PS/descente)
7. Keterangan Ahli (Expertise)
Alat Bukti Tertulis
• Dasar hukum :
Ps. 138, 165, 167 HIR; Ps. 164, 35
285 – 305 Rbg; S 1867 no. 29;
Ps. 1867 – 1894 KUHPerdata;
Ps. 138 – 147 Rv.
• Alat bukti tertulis  surat

AKTA OTENTIK
AKTA
AKTA
SURAT DIBAWAH TANGAN

BUKAN AKTA
Saksi-saksi
• Dasar Hukum : Ps. 139-152, 168-172 HIR; Ps. 165-179 Rbg; Ps. 1895, 1902-1912 BW
• Ssetiap orang yg bukan salah 1 pihak dapat bertindak sbg saksi, kecuali :
I. orang yg dianggap tdk mampu sbg saksi : 36
a. tidak mampu secara mutlak (absolut)
1. Keluarga sedarah, semenda yg lurus dr salah 1 pihak
2. suami/istri salah 1 pihak, meski sudah cerai
b. tidak mampu secara nisbi (relatif)
1. anak-anak dibawah umur
2. orang gila
II. orang atas permintaan sendiri dibebaskan jadi saksi (hak ingkar/verschoningsrecht)
a. saudara pa & pi serta ipar pa & pi dr salah 1 pihak
b. Keluarga sedarah menurut keturunan yg lurus & saudara pa & pi dr suami/istri
salah 1 pihak
c. semua orang yg krn martabat, jabatan/hubungan kerja yg sah wajib
mempunyai rahasia sehubungan dgn martabat, jabatan/hubungan kerja yg sah itu
• Aazas “unus testis nullus testis”  satu saksi bukan saksi
• Keterangan yg diberikan tentang peristiwa atau kejadian dilihat,didengar dan dialaminya
sendiri
• Kewajiban seorang saksi : menghadap, bersumpah, memberi keterangan
• Sifat kesaksian sbg alat bukti : tidak memaksa
Persangkaan
37
• Dasar Hukum : Ps. 164, 173 HIR; Ps. 284, 310 Rbg; Ps. 1866, 1915 -
1922 KUHPerdata.
• Pasal 1915 KUHPerdata  Persangkaan ialah kesimpulan yang oleh
undang-undang atau oleh Hakim ditarik dari suatu peristiwa yang
diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum.
Ada dua persangkaan, yaitu persangkaan yang berdasarkan undang-
undang dan persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang
disebut persangkaan hakim.
• Contoh Persangkaaan UU ; Psl 1323 KUH Pdt. Perjanjian dg paksaan
“alasan batal perjanjain” pasl 1446 KUH Pdt. Perjanjian dibuat org
gila/dibwah pengampuan “batal demi hukum”
• Persangkaan Hakim ditarik berdasarkan bukti2 & fakta hukum di
persidangan.
• Ps. 173 HIR (Ps. 310 Rbg)  hanya mengatur persangkaan yg
didasarkan a/ kenyataan atau praesumptiones facti (feitelijke atau
rechterlijke vermoedens).
Pengakuan (Bekentenis Confession) 38
• Dasar hukum : HIR (Ps. 174, 175, 176), Rbg (Ps. 311, 312, 313), BW (Ps.
1923 – 1928).
• Pengakuan mrpk keterangan yg membenarkan peristiwa, hak atau hubungan
hukum yg diajukan o/ lawan.
• Ps. 1923 BW membedakan antara pengakuan yg diberikan di muka hakim di
persidangan (Ps. 174 HIR, 311 Rbg, 1925 & 1926 BW) & pengakuan yg
diberikan di luar persidangan (Ps. 175 HIR, 312 Rbg, 1927 & 1928 BW).
• Ps. 176 HIR, Ps. 313 Rbg, Ps. 1924 BW  pengakuan tdk boleh dipisah-
pisahkan (onsplitsbare aveu).
• Ilmu pengetahuan membagi pengakuan mjd 3 :
1. Pengakuan murni (aveu pur et-simple), ialah pengakuan yg sifatnya
sederhana & sesuai sepenuhnya dgn tuntutan pihak lawan.
2. Pengakuan dgn kualifikasi (gequalificeerde bekentenis, aveu qualifie), ialah
pengakuan yg disertai dgn sangkalan thd sebagian dr tuntutan.
3. Pengakuan dgn klausula (geclausuleerde bekentenis, aveu complexe), ialah
suatu pengakuan yg disertai dgn keterangan tambahan yg bersifat
membebaskan.
Pengakuan dgn kualifikasi maupun dgn klausula harus diterima dgn bulat &
tdk boleh dipisah-pisahkan dr keterangan tambahannya  onsplitsbare
aveu.
Pengakuan Dalam persidangan 39

• Pengakuan yg diberikan di muka hakim di persidangan


(gerechtelijke bekentenis), mrpk keterangan sepihak,
baik tertulis maupun lisan yg tegas & dinyatakan o/
salah 1 pihak dalam perkara di persidangan, yg
membenarkan baik seluruhnya atau sebagian dr suatu
peristiwa, hak atau hubungan hukum yg diajukan o/
lawannya, yg mengakibatkan pemeriksaan lebih lanjut
o/ hakim mjd tidak diperlukan.

• Ps. 1926 BW  pengakuan yg diberikan di muka


hakim di persidangan tidak dapat ditarik kembali,
kecuali apabila terbukti bahwa pengakuan itu adalah
akibat dr suatu kesesatan atau kekeliruan.
Pengakuan di luar persidangan 40

• Pengakuan yg diberikan di luar persidangan adalah


keterangan yg diberikan o/ salah 1 pihak dlm suatu
perkara perdata di luar persidangan u/
membenarkan pernyataan-pernyataan yg diberikan
o/ lawannya.
• Pengakuan yg diberikan di luar persidangan :
1. Lisan  kekuatan pembuktian diserahkan pd
pertimbangan hakim  bukan mrpk alat bukti 
masih harus dibuktikan di persidangan
2. Tertulis  kekuatan pembuktiannya bebas  mrpk
alat bukti disamping alat bukti tertulis
• Pengakuan yg diberikan di luar persidangan dapat
ditarik kembali.
Sumpah 41

• Dasar hukum : HIR (Ps. 155-158, 177), Rbg


(Ps.182-185, 314), BW (Ps. 1929 -1945)
• HIR mengenal 3 macam sumpah sebagai alat
bukti :

1. Sumpah penambah/pelengkap (suppletoir)


2. Sumpah penaksiran (aestimatoir,
schattingseed)
3. Sumpah pemutus (decisoir)
Sumpah Penambah/pelengkap (suppletoir) 42

• Dasar hukum : Ps. 155 HIR, 182 Rbg, 1940 BW

• Sumpah penambah/pelengkap (suppletoir) adalah sumpah yg


diperintahkan o/ hakim krn jabatannya kpd salah 1 pihak u/
melengkapi pembuktian peristiwa yg menjadi sengketa sbg dasar
putusannya

• Syarat : harus ada pembuktian permulaan yg lengkap terlebih dahulu

• Kekuatan pembuktian : bersifat sempurna & masih memungkinkan


pembuktian lawan

• Tujuan : u/ menyelesaikan perkara, sehingga dgn telah dilakukannya


sumpah, maka pemeriksaan perkara dianggap selesai & hakim tinggal
menjatuhkan putusannya
Sumpah Penaksiran (aestimatoir) 43

• Dasar hukum : Ps. 155 HIR, Ps. 182 Rbg, Ps. 1940 BW

• Sumpah penaksiran (aestimatoir, schattingseed)


adalah sumpah yg diperintahkan o/ hakim karena
jabatannya kpd penggugat u/ menentukan jumlah
uang ganti kerugian, demikian apabila penggugat
telah dapat membuktikan haknya a/ ganti kerugian
itu serta jumlahnya masih belum pasti & tdk ada cara
lain u/ menentukan jumlah ganti kerugian tsb kecuali
dgn taksiran

• Kekuatan pembuktian : bersifat sempurna & masih


memungkinkan pembuktian lawan
Sumpah Pemutus (decisoir) 44

• Dasar hukum : Ps. 156 HIR, Ps. 183 Rbg, Ps. 1930 BW

• Sumpah pemutus (decisoir) adalah sumpah yg dibebankan atas


permintaan salah 1 pihak kpd lawannya u/ memutuskan
persoalan, menentukan siapa yg harus dikalahkan & siapa yg harus
dimenangkan

• Tidak memerlukan pembuktian permulaan terlebih dahulu,


sehingga dapat dilakukan setiap saat selama pemeriksaan di
persidangan

• Tujuan : u/ menyelesaikan perkara, sehingga dgn telah


dilakukannya sumpah, maka pemeriksaan perkara dianggap
selesai & hakim tinggal menjatuhkan putusannya
Pemeriksaan setempat (descente) 45
• Pemeriksaan setempat (descente) adalah pemeriksaan
mengenai perkara o/ hakim karena jabatannya yg
dilakukan diluar gedung atau tempat kedudukan
pengadilan, agar hakim dengan melihat sendiri
memperoleh gambaran atau keterangan yg memberi
kepastian ttg peristiwa yg menjadi sengketa.

• Yang diperiksa adalah barang tetap, karena tidak bisa


dibawa/diajukan di persidangan yg berlangsung di gedung
pengadilan, misal : pemeriksaan letak gedung, batas tanah

• Dasar hukum : Ps. 153 HIR


• Kekuatan pembuktian diserahkan kpd pertimbangan
hakim.
Keterangan Ahli (Expertise) 46

• Keterangan ahli adalah keterangan pihak ke 3 yg obyektif dan


bertujuan u/ membantu hakim dalam pemeriksaan guna
menambah pengetahuan hakim sendiri.
• Dasar hukum : Ps. 154 HIR (Ps. 181 Rbg, 215 Rv)
Ps. 154 HIR tdk menegaskan apa & siapa ahli itu
• Ahli diangkat o/ hakim selama pemeriksaan berlangsung.
• Ahli wajib disumpah u/ menjamin obyektivitas keterangannya.
• Ahli dapat menunjuk ahli lain sbg gantinya atau hakim dapat
mengangkat seorang ahli secara ex officio  Ps. 222 Rv
• Seorang ahli yg telah disumpah u/ memberikan pendapatnya kmd
tdk memenuhi kewajibannya dapat dihukum u/ mengganti
kerugian  Ps. 225 Rv
Perbedaan Saksi Dan Ahli :
47
SAKSI AHLI
 Kedudukannya tidak dapat diganti  Kedudukannya dapat diganti dgn
dgn saksi lain ahli lain

 Satu saksi bukan saksi  Satu ahli cukup u/ didengar


mengenai satu peristiwa

 Tidak diperlukan mempunyai  Mempunyai keahlian ttt yg


keahlian berhubungan dgn peristiwa yg
disengketakan

 Saksi memberi keterangan yg  Ahli memberi pendapat/kesimpulan


dialaminya sendiri sebelum terjadi ttg peristiwa yg disengketakan
proses selama terjadinya proses
 Saksi harus memberikan  Keterangan ahli yg tertulis tidak
keterangan secara lisan, termasuk dalam alat bukti tertulis
keterangan saksi yg tertulis mrpk
alat bukti yg tertulis
 Hakim terikat u/ mendengarkan  Hakim bebas u/ mendengar atau
keterangan saksi tidak
Sita (Beslag) 48

• Pada hakikat tujuan seseorang beracara perdata di pengadilan adalah


untuk mendapatkan penjaminan hak atau adanya jaminan bahwa
putusan dapat dilaksanakan.
• Agar terjamin hak penggugat, sekiranya dikabulkan hakim, undang-
undang menyediakan upaya penjaminan hak tersebut yaitu melalui
penyitaan (beslag)
• Penyitaan diartikan sebagai tindakan persiapan untuk menjamin dapat
dilaksanakannya putusan hakim dalam perkara perdata
• Barang-barang yang disita untuk kepentingan penggugat itu disimpan
dan dibekukan untuk jaminan agar barang tersebut tidak dapat
dialihkan atau dijual oleh pihak tergugat (Pasal 197 Ayat 9, Pasal 199
HIR, Pasal 212, 214 RBg)
• Penyitaan demikian selanjutnya disebut sebagai sita jaminan atau
conservatoir beslag
Akibat Hukum Sita (Beslag) 49

• Akibat adanya sita jaminan ini, tergugat kehilangan hak dan


wewenangnya untuk menguasai benda secara penuh
• Bila tergugat secara sadar melakukan tindakan pengalihan atas benda
yang telah disita, maka tindakan tersebut adalah tindakan tidak sah,
dan melawan hukum dan dapat dipidana (Pasal 231, 232 KUHP)
• Yang berwenang untuk melaksanakan penyitaan adalah panitera
pengadilan.
• Dalam praktek permohonan ini diajukan kepada Ketua PN, dan
umumnya diajukan dalam petitum, meskipun dapat diakukan
kemudian
• Bila permohonan diterima dan dikabulkan, maka hakim menyatakan
sah sah dan berharga (van waarde verklard)
50

PUTUSAN
Definisi Putusan 51

• Putusan Hakim adalah suatu pernyataan yg o/


hakim, sbg pejabat negara yg diberi wewenang u/
itu, diucapkan di persidangan & bertujuan u/
mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau
sengketa antara para pihak. (Sudikno
Mertokusumo)

• Putusan ≠ Penetapan
Putusan  penyelesaian perkara dalam peradilan
contentius
Penetapan  penyelesaian perkara dalam
peradilan voluntair
Jenis – jenis Putusan 52

• Ps. 185 ayat 1 HIR (Ps. 196 ayat 1


Rbg), jenis – jenis putusan :

1. Putusan akhir adalah putusan yg mengakhiri


suatu sengketa atau perkara dalam suatu
tingkatan peradilan ttt.
2. Putusan yg bukan putusan akhir/putusan
sela/putusan antara adalah putusan yg
fungsinya tdk lain u/ memperlancar
pemeriksaan perkara.
Putusan Akhir 53

• Jenis /Sifat Amar dalm putusan :


1. Putusan Condemnatoir adalah putusan yg bersifat
menghukum pihak yg dikalahkan u/ memenuhi
prestasi.
2. Putusan Constitutif adalah putusan yg meniadakan
atau menciptakan suatu kedaan hukum, misal :
pemutusan perkawinan, pengangkatan wali,
pemberian pengampuan, pernyataan pailit,
pemutusan perjanjian, dsb.
3. Putusan Declaratoir adalah putusan yg isinya bersifat
menerangkan atau menyatakan apa yg sah, misal :
putusan dalam sengketa mengenai anak sah.

• Pd hakekatnya semua putusan baik condemnatoir


maupun constitutif bersifat declaratoir.
Putusan yg Bukan Putusan Akhir/Putusan
Sela/Putusan Antara 54

• Putusan sela tetap harus diucapkan di dalam


persidangan tdk dibuat scr terpisah, tetapi
ditulis dlm berita acara persidangan.
(Ps. 185 ayat 1 HIR; Ps. 196 ayat 1 Rbg)

• Putusan sela hanya dapat dimintakan banding


bersama-sama dengan permintaan banding thd
putusan akhir.
(Ps. 190 ayat 1 HIR; Ps. 201 ayat 1 Rbg)
Jenis – jenis Putusan
Sela/Putusan Antara : 55

1. Putusan Praeparatoir adalah putusan sbg persiapan putusan akhir,


tanpa mempunyai pengaruh a/ pokok perkara atau putusan akhir,
misal : putusan u/ menggabungkan 2 perkara, putusan u/ menolak
diundurkannya pemeriksaan saksi.
2. Putusan Interlocutoir adalah putusan yg isinya memerintahkan
pembuktian, misal : putusan ini dpt mempengaruhi putusan akhir,
misal : putusan u/ dilaksanakannya pemeriksaan saksi atau
pemeriksaan setempat (rekonstruksi).
3. Putusan Insidentil adalah putusan yg berhubungan dgn insident, yaitu
peristiwa yg menghentikan prosedur peradilan biasa. Putusan ini
belum berhubungan dgn pokok perkara.
4. Putusan Provisionil adalah putusan yg menjawab tuntutan provisionil,
yaitu permintaan pihak ybs agar sementara diadakan tindakan
pendahuluan guna kepentingan salah 1 pihak, sebelum putusan akhir
dijatuhkan.
Isi Putusan Hakim 56
• Susunan dan isi putusan hakim adalah berdasarkan Pasal
183,184,187 HIR, Pasal 194,195,198 Rbg, Pasal 4 Ayat 1,
23 UU No. 14 Tahun 1970 Jo UU No. 35 Tahun 1999 Jo UU
No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 27
R.O dan 61 Rv, yang terdiri dari :
1.Kepala Putusan “Demi keadilan berdasarkan atas ketuhanan yang
maha esa”
2.Nomor register perkara, nama pengadilan yang memutus perkara
3.Identitas Para Pihak
4.Tentang duduk perkara
5.Pertimbangan hukum atau Considerans
6.Amar atau Dictum
7.Penandatanganan
Putusan Gugur & Verstek 57

Gugur terjadi apabila semua penggugat, meskipun sudah


dipanggil secara patut, tidak hadir ke pengadilan negeri
pada hari yang ditentukan, namun demikian si penggugat
dapat mengajukan gugat.
• Verstek adalah kebalikannya, yaitu bila semua tergugat
meskipun sudah dipanggil secara patut tidak hadir, dengan
demikian gugatan diputus secara verstek, yaitu tanpa
hadirnya tergugat. Upaya hukum yang dapat dilakukan
adalah Verzet. Lain halnya jika tergugat/ para tergugat
hadir pada sidang pertama, namun pada sidang-sidang
berikutnya tidak hadir, maka perkara diproses dengan
acara biasa namun diputus dengan secara contradictoir
58

PELAKSANAAN PUTUSAN /
EKSEKUSI
Hakekat Pelaksanaan Putusan 59
• Pelaksanaan Putusan/Eksekusi pd hakekatnya adalah realisasi drpd
kewajiban pihak ybs u/ memenuhi prestasi yg tercantum dlm putusan tsb.
• Putusan hakim mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan u/
dilaksanakan apa yg ditetapkan dalam putusan itu secara paksa o/ alat2
negara.
“Demi Keadilan berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa”
• Hanya putusan Condemnatoir sj yg dapat dilaksanakan scr paksa o/
pengadilan. Putusan declaratoir & constitutif tdk memerlukan sarana
pemaksa dlm melaksanakannya, krn tdk memuat hak a/ suatu prestasi.
• Setelah permohon eksekusi, Ketua Pengadilan Negeri memanggil pihak
yang dikalahkan untuk ditegur (anmaning) agar memenuhi keputusan
dalam jangka waktu 8 hari setelah teguran tersebut diberitahukan oleh
Juru Sita Pengadilan Negeri (Pasal 196 HIR, 207 Rbg). Jika dalam jangka
waktu tersebut sudah lewat putusan pengadilan tetap belum dilaksanakan
maka Ketua Pengadilan Negeri karena jabatannya memberi perintah agar
putusan hakim dilaksanakan dengan paksa dan bila perlu dengan bantuan
alat Negara.
Jenis – jenis Eksekusi : 60
1. Eksekusi putusan yg menghukum pihak yg dikalahkan u/ membayar
sejumlah uang. (Ps. 196 HIR; Ps. 208 Rbg)
2. Eksekusi putusan yg menghukum orang u/ melakukan suatu
perbuatan. Orang tdk dpt dipaksakan u/ memenuhi prestasi yg brp
perbuatan. Akan tetapi pihak yg dimenangkan dpt meminta kpd
hakim agar kepentingan yg akan diperolehnya dinilai dgn uang. (Ps.
225 HIR; Ps. 259 Rbg)
3. Eksekusi Riil, mrpk pelaksanaan prestasi yg dibebankan kpd debitur
o/ putusan hakim scr langsung. (Ps. 1033 RV; Ps. 200 ayat 11 HIR;
Ps. 218 ayat 2 Rbg)
4. Eksekusi langsung (Parate Executie), tjd apabila seorang kreditur
menjual barang2 ttt milik debitur tanpa mempunyai titel
eksekutorial (Ps. 1155. 1175 ayat 2 KUHPerdata)
61

UPAYA HUKUM
TERHADAP PUTUSAN
• Upaya hukum adalah upaya atau alat u/
mencegah atau memperbaiki kekeliruan dlm 62
suatu putusan.

PERLAWANAN /
VERZET

BIASA BANDING

KASASI
UPAYA HUKUM

PENINJAUAN KEMBALI /
REQUEST CIVIL
ISTIMEWA
PERLAWANAN PIHAK KE-3 /
DERDENVERZET
PERLAWANAN / VERZET 63

• Dasar hukum : Ps. 125 ayat 3 jo. 129 HIR; Ps.


149 ayat 3 jo. 153 Rbg.

• Perlawanan mrpk upaya hukum thd putusan yg


dijatuhkan di luar hadirnya tergugat (putusan
verstek). Perlawanan pd asanya disediakan bg
pihak tergugat yg umumnya dikalahkan.
BANDING 64

• UU 4/2004 Ps. 21 (1) : Terhadap putusan pengadilan


tingkat pertama dapat dimintakan banding kepada
pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan,
kecuali undang-undang menentukan lain.
• Dengan adanya banding tersebut, Pengadilan Tinggi
mengadakan sidang yang dilakukan oleh majelis hakim.
Sidang tingkat bandingjuga disebut sidang tingkat kedua,
karena cara pemeriksaannya sama dengan pada sidang
pemeriksaan tingkat pertama di Pengadilan Negeri. Di
sini yang diperiksa adalah pokok perkaranya. Hasil
sidang banding tersebut merupakan putusan Pengadilan
Tinggi. Putusan Pengadilan Tinggi dapat berupa
memperkuat Putusan Pengadilan Negeri, membatalkan,
menjatuhkan putusannya sendiri
KASASI 65
• UU 4/2004 Ps. 22 : Terhadap putusan pengadilan dalam tingkat
banding dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh
pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang
menentukan lain.
• Mengenai permohonan pencabutan kembali kasasi dalai beda
dengan tata cara pencabutan dalam tingkat banding. Dalam
pemeriksaan banding dapat sewaktu-waktu dicabut kembali
selama perkara belum diputus oleh Pengadilan Tinggi,
sedangkan pencabutan dalam kasasi hanya diperkenankan
untuk dicabut apabila berkas tersebut masih ada pada
Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
• Berbeda dengan alasan dalam tingkat pemeriksaan banding,
maka permohonan kasasi mutlak disertai memori kasasi ini
merupakan syarat formal sedangkan pihak lawan dapat
mengajukan kontra memori kasasi. Tenggang waktu diajukan
memori kasasi adalah 14 hari terhitung mulai hari diterimanya
permohonan kasasi
PENINJAUAN KEMBALI /
REQUEST CIVIL 66
• Syaratnya putusan telah berkekuatan hukum tetap (inkrachvangewijsde)
• UU 4/2004 Ps. 23 ayat (1) : Terhadap putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, pihakpihak yang bersangkutan dapat
mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila
terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undangundang.

• Yang dimaksud dengan ”hal atau keadaan tertentu” dalam ketentuan ini
antara lain adalah ditemukannya bukti baru (novum) dan/atau adanya
kekhilafan/kekeliruan hakim dalam menerapkan hukumnya.
• Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan secara lisan maupun
tertulis (Pasal 71) oleh para pihak sendiri (Pasal 68 Ayat 1) kepada
Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan yang memutus perkara pada
tingkat pertama. yang berhak mengajukan peninjauan kembali adalah
pihak yang berperkara, pihak yang berkepentingan misalnya pihak yang
kalah perkaranya atau ahli warisnya atau seseorang wakilnya yang
dikuasakan secara khusus. (PERMA No. 1 Tahun 1980) yang disempurnakan
PERLAWANAN PIHAK KE-3 /
DERDENVERZET 67

• Asas : Putusan hanya mengikat para pihak yg berperkara & tdk


mengikat pihak ke-3 (Ps. 1917 KUHPerdata).

• Apabila ada Pihak ke-3 yg hak2 nya dirugikan o/ suatu putusan, mk


ia dpt mengajukan perlawanan thd putusan tsb (Ps. 378 Rv).

• Perlawanan ini diajukan kpd hakim yg menjatuhkan putusan yg


dilawan itu dgn menggugat pr pihak ybs dgn cara biasa (Ps. 379 Rv).

• Apabila derdenverzet dikabulkan, mk putusan yg dilawan itu


diperbaiki sepanjang merugikan pihak ke-3 (Ps. 382 Rv).
LANGKAH2 ADVOKAT DALAM MENANGANI PERKARA
& PROSES BERPERKARA DI PA
PEMBACAAN SURAT
SIDANG GUGATAN

PENDAFTARAN MEDIASI
PERKARA OLEH HAKIM
- Daftar di MEDIASI JAWABAN
PENYUSUNAN Panitera/e- TERGUGAT
GUGATAN court
SURAT - Identifikasi masalah : - Bayar panjar
KUASA Kuasai ; kronologis, biaya perkara
Damai, REPLIK
KHUSUS issu hukum, per UU (Bank). dibuatkan PENGGUGAT
(Pasal 1797 BW) an, yurisprudensi - Mendapat Akta Perdamaian
dsb.; No.perkara. Cth.
Kewenangan - Bukti-bukti : surat & No:70/Pdt.G/
dibatasi jelas saksi-saksi 2012 /PA.MTr. DUPLIK
dan tertulis. - Gelar perkara internal TERGUGAT
(ADVOKAT) (cek & recek) - Menunggu
panggilan SURAT
- Menyusun Gugatan
sidang. leges di kantor
harus tepat & benar)
pos, metrai
(Pasal 8 No:3 RV) : PEMBUKTIAN
Rp.10.000
1. Identitas para pihak.
2. Fundamentum
petendi dan/atau SAKSI-SAKSI
(peristiwa hukum KESIMPULAN
dasar hum
3. Petitum (tuntutan).
- Digandakan sesuai
sejumlah para pihak. PUTUSAN

Anda mungkin juga menyukai