Anda di halaman 1dari 11

SOAL 2020

1. “Meskipun tersangka berdalih bahwa dia tidak akan menghilangkan barang


bukti, mengulangi perbuatan pidana dan melarikan diri, jika Polisi
berdasarkan intuisi dan pengalaman lapangan mereka masih dapat
melakukan penahanan” (Pernyataan seorang Kapolsek, Koran JP )
1. Analisa pernyataan diatas berdasarkan hukum di Indonesia?
- Pasal 1 angka 21 KUHAP (Definisi PENAHANAN)
- Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2)
- Bukti yang cukup (Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014)
- Jadi, sudah ada dasar-dasar hukum seperti adanya alat bukti
yang cukup, kekhawatiran penyidik, dsb kemudian atas
pernyataan tsb yg dijadikan dasar intuisi dan pengalaman
lapangan maka tidak bisa melakukan penahanan karena intuisi
perlu dijabarkan dan abstrak untuk dijadikan sebagai alasan
yang rasional.
- Notes: Jika ada penahanan hanya berdasar intuisi dan tidak ada
alasan rasional (tidak sesuai prosedur) maka upaya hukum yang
bisa ditempuh adalah praperadilan dengan dasar penahanan
tidak sesuai prosedur (Pasal 77 huruf a KUHAP)
2. Jika klien anda ditahan polisi dan anda mendapatkan bukti bahwa
klien anda dipukul oleh salah satu petugas waktu diinterogasi, langkah
hukum apa yang anda lakukan?
- Apakah polisi boleh melakukan kekerasan
terlapor/tersangka/terdakwa? Tidak diatur KUHAP tetapi hanya
mengacu ke KUHP. Pasal 11 Perkapolri 8/2009 – tidak boleh
tetapi pada Pasal 45 terdapat pertimbangan melakukan
kekerasan sesuai parameter yg diatur pada pasal tsb (limitatif).
Jadi kekerasan merupakan ultimum remedium.
- Jika terbukti dalam uraian di atas adalah melaporkan kepada
komisi kode etik polri dan/atau memproses secara pidana
terhadap dugaan penganiayaan atau penyiksaan.
- Bukan praperadilan karena tidak masuk ke dalam objek
praperadilan di Pasal 77 KUHAP ditambah Putusan MK 2014
- Praperadilan punya 3 konsekuensi hanya ganti rugi,
rehabilitasi, dan penghentian penahanan (upaya paksa).
Kecuali error in persona. Praperadilan tidak ada kaitan dengan
perkara utama (tindak pidananya).
2. “SKPP dalam perkara BSR dan CMH adalah kewenangan diskresi yang
didasarkan atas alasan baik secara Sosiologis maupun Yuridis. Secara
Sosiologis jutaan masyarakat melalui facebook mendukung agar kasus mereka
dihentikan dan memperkarakan mereka selaku pimpinan KPK adalah upaya
“penggembosan” pemberantasan korupsi di Indonesia. Secara Yuridis
perbuatan pidana mereka adalah apa yang dimaksud dalam melaksanakan
“Perintah Jabatan”. “(Jaksa ME, pendapat di salah satu program tv)
1. Analisa pendapat diatas ?
- Pengaturan SKPP: Pasal 14 ayat (2) huruf a KUHAP
- Alasan yuridis: TP ada tetapi tidak menyadari perbuatan tsb
(alasan pembenar) karena sudah sesuai kewenangan atau
diskresi, tetapi sejauh mana?
- Alasan sosiologis
2. Apa yang dimaksud Deponering ?
- Tindakan pengesampingan perkara demi kepentingan umum
oleh jaksa agung. Dasar hukum →
-
3. Menurut anda, bagaimana cara mengontrol agar kewenangan diskresi
dalam hukum acara pidana tidak disalahgunakan?

SOAL 2018

Kasus Posisi

Silo (61 th), seorang tukang pijat menempati sebuah rumah peninggalan
orang tuanya yang berlokasi di daerah Gresikan, Surabaya. Setelah tinggal selama 40
tahun di rumah tersebut, Silo dikagetkan dengan tindakan tetangganya, Minto
(30th) yang meminta Silo meninggalkan rumah tersebut dengan dalih bahwa tanah
yang diatasnya berdiri bangunan rumah tempat tinggal Silo merupakan tanah
miliknya. Minto memiliki sertifikat sementara yang dikeluarkan oleh BPN pada
tahun 1992 yang menunjukkan bahwa Silo berdiri diatas tanah miliknya, dan
mengancam akan mempolisikan Silo bilamana dia tidak meninggalkan rumah
tersebut tanpa syarat dalam jangka waktu 20 hari. Dengan dasar Surat Hijau yang
dikeluarkan Pemkot Surabaya pada tahun 1972, yang diperpanjang tiap 5 tahun
olehnya, Silo menolak untuk meninggalkan rumah peninggalan orang tuanya
tersebut.

Tidak lama berselang, Minto membangun pagar yang menutup satu-satunya


akses jalan menuju rumah Silo sehingga menghalangi Silo melintas dan beraktifitas
seperti biasa. Karena emosi, Marjono (16th) keponakan Silo yang tinggal serumah
dengannya bersama sama dengan teman temannya membongkar pagar yang
didirikan oleh Minto menggunakan balok kayu, karena tidak dapat memasukkan
becaknya ke rumah tempatnya dan Silo tinggal. Tersinggung melihat pagar yang
dibangunnya rusak Minto melaporkan Silo dkk pada Polrestabes Surabaya pada 26
September 2018. Akibat laporan tsb, pada 28 September 2018 Silo dipanggil untuk
pertama kalinya dipanggil untuk dimintai keterangannya sebagai tersangka bersama
dengan keponakannya, dan tanpa didampingi Kuasa hukumnya.

Pertanyaan

1. Jawab, sertai dengan dasar hukumnya:


a. Identifikasi, adakah kemungkinan kesalahan prosedur pada proses
tersebut diatas? Sudah tepatkah prosedur yang dilaksanakan sampai
pada penetapan tersangka Silo?
-
b. Apabila dilaksanakan upaya paksa kepada diri tersangka, berupa
penahanan, berapa jangka waktu maksimal penahanan yang dapat
diterapkan?
c. Apabila penetapan Tersangka dibatalkan oleh putusan Praperadilan,
dan Minto merasa tidak puas, apakah ia dapat membuat laporan/
aduan baru pada perkara yang sama?
2. Dalam hal dugaan tindak pidana diputus bebas atau lepas, dapatkah ahli
waris menuntut ganti-rugi dan rehabilitasi? Bagaimana prosedur
permohonannya?
3. Jelaskan disertai dengan dasar hukumnya,
a. Dapatkah seorang yang bertugas sebagai Penyidik menjadi saksi dalam
perkara pidana yang ditanganinya?
b. Apakah SPDP wajib diberikan kepada Terlapor, ataukah diwajibkan
untuk diserahkan kepada Tersangka?
c. Dapatkah dalam persidangan Terdakwa mencabut keterangan yang
telah ia berikan dan telah ditandatanganinya dalam BAP?

SOAL 2017

Silo, warga desa RanduBlatung, Kabupaten Mojokerto mendapatkan luka sabetan


parang di bagian dada dan lengannya. Kejadian terjadi pada saat Silo mengendarai
motornya di daerah Sumobito, Jombang pada pukul 02.00 WIB. Dua orang yang
mengendarai sepeda motor menghentikan laju sepeda motor Silo dengan
menebaskan parang yang mengenai dada dan lengan Silo. Setelah Silo terjatuh dari
sepeda motornya, kedua pelaku membawa kabur sepeda motor korban dan
meninggalkan korban yang bersimbah darah di jalan. Beberapa hari setelah kejadian
tersebut terjadi, polisi meringkus Marjono, 16th, warga desa Sompelan, desa
sumberanyar Situbondo. Tersangka ditangkap di daerah Ranurejo, Situbondo,
sekitar pukul 03:00 dini hari. Saat ditangkap tersangka bersama temannya yang
merupakan pelaku utama curanmor yaitu Minto, 28h sedang mengendarai mobil
rental di jalan desa Ranurejo. Pihak kepolisian pun akhirnya menggelandang
tersangka dan menyita mobil tersebut guna kelengkapan barang bukti.

Dalam pemeriksaan polisi, tersangka mengakui terlibat dalam aksi curanmor di


beberapa tempat, namun dia hanya bertugas mengendarai sepeda motor yang
digunakan untuk menempel korban, sedangkan yang mengambil motornya adalah
Minto. Selain itu, dalam pengakuannya, Marjono mengaku tidak pernah diberi
bagian sepeda motor yang dicuri. Tersangka Minto hanya diberi (mungkin memberi)
bagian sepeda yang juga merupakan hasil pencurian di daerah Karangtekok. Barang
bukti sepeda pancal tsb diamankan oleh petugas.
Pertanyaan

1. Jawab:
a. Kasus di atas apakah masih dalam tahap penyelidikan atau sudah
tahap penyidikan? Sudah tepatkah prosedur yang telah dijalankan
petugas kepolisian? Jelaskan disertai dasar hukumnya.

Jawab:

· Kasus diatas telah masuk ke dalam tahap penyidikan karena


petugas telah berusaha untuk menemukan siapa sebenarnya pelaku
dari kasus Tindak Pidana Tersebut kemudian petugas tersebut juga
telah berusaha untuk mengumpulkan barang bukti seperti yang ada
pada kasus diatas yang mana ini juga termasuk ke dalam pengertian
Penyidikan (Pasal 1 angka 2 KUHAP).

- Seharusnya agar sesuai dengan prosedur, penyidikan harus


dibarengi dengan surat perintah. hal ini tercantum dalam pasal
13 ayat (1) PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2019
TENTANG PENYIDIKAN TINDAK PIDANA.

· Mengenai tepat atau tidaknya prosedur yang telah dijalankan oleh


petugas kepolisian jawabannya adalah tidak sesuai dengan
prosedur karena tidak dipenuhinya syarat penahanan seperti ada
pada Pasal 17 KUHAP yang menyebutkan “Perintah Penangkapan
dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak
pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup” Maka dalam hal
penangkapan diharuskan adanya 2 bukti permulaan yang cukup dan
di kasus tersebut tidak disebutkan bukti-bukti yang dianggap telah
mencukupi untuk dapat dilakukannya penangkapan terhadap
marjino dan juga manto,

· Kemudian dalam melakukan penangkapan di kasus tersebut tidak


disebutkan bahwa adanya surat perintah penangkapan yang mana
hal ini menyalahi syarat penangkapan dan juga ketentuan Pasal 18
ayat (1) KUHAP

· Kemudian berkenaan dengan penyitaan barang-barang milik


tersangka alias Marjono dan Minto tidaklah berkesinambungan
dengan barang-barang yang digunakannya dalam melakukan tindak
pidana pencurian dan juga penganiayaannya kepada korban Silo
dimana hal ini menyalahi ketentuan Pasal 39 ayat (1) KUHAP
Pasal 39 :
(1) Yang dapat dikenakan penyitaan adalah :
a. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau
sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai
hasil dari tindak pidana;
b. benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk
melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
c. benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi
penyidikan tindak pidana;
d. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan
tindak pidana;

b. Apabila dilaksanakan upaya paksa kepada diri tersangka, berupa


penahanan, berapa jangka waktu maksimal penahanan yang dapat
diterapkan?

Jawab: Berdasarkan Pasal 24 AYAT 1 KUHAP Perintah penahanan


yang diberikan penyidik sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 20
hanya berlaku paling lama 20 hari , Pasal 24 ayat 2 jangka waktu
sebagaimana ayat 1 apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan
yang belum selesai dapat diperpanjang oleh penuntut umum paling
lama 40 hari . ADA DI BUKU PROF DIDIK HAL 77 SAM HAL 75
DIBACA JG

berdasarkan ketentuan Pasal 24-29 KUHAP.


c. Apabila penetapan Tersangka dibatalkan oleh putusan Praperadilan,
upaya hukum apa yang dapat dilakukan oleh aparat yang berwenang
terkait dengan kasus tersebut? Jelaskan dasar hukumnya.

Jawab:

Pasal 82 ayat (2) KUHAP mengatur bahwa: (halaman 84 & 86 prof


didik)

- dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan


atau penahanan tidak sah, maka penyidik atau jaksa penuntut
umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera
membebaskan tersangka.
- dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian
penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau
penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan
- dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau
penahanan tidak sah, maka dalam putusan dicantumkan jumlah
besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan,
sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau
penuntutan adalah sah dan tersangkanya tidak ditahan, maka
dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya
- dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada
yang tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan
dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan
kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita
- Ganti kerugian dapat diminta, yang meliputi hal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77 dan Pasal 95.

Berdasarkan ketentuan Pasal 83 disebutkan bahwa terhadap putusan


praperadilan dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Pasal
80 dan Pasal 81 tidak dapat dimintakan banding.

d. Perbuatan pidana apa saja yang terjadi diatas? dan jenis format surat
dakwaan apa yang tepat untuk digunakan untuk kasus diatas? Jelaskan
disertai dasar hukumnya.
Jawab:

Dakwaan Kombinasi (Alternative-Kumulatif)

Pertama Ke-Satu :

Pasal 362 Kuhp jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo. Pasal 64 KUHP

atau

Kedua :

Pasal 363 ayat (4) jo. Pasal 64 KUHP

dan

Dakwaan Kedua :

Pasal 353 KUHP jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 KUHP

- Pencurian Pasal 362 KUHP (motor)


- Penganiayaan pasal 353 KUHP (lempar parang dada lengan)
- Penyertaan (Pasal 55 KUHP) karena dilakukan lbh dr 1 orang
- Syarat surat dakwaan, Syarat formil identitas lengkap terdakwa
(143 ayat (2) huruf a KUHAP) syarat materiil uraian yg cermat
jelas lengkap waktu dan tempat tindak pidana(143 ayat (2) huruf
b KUHAP)
- Jenis format surat dakwaan yang dapat digunakan untuk kasus
tersebut adalah Dakwaan Kumulatif yang mana dalam satu surat
dakwaan didakwakan beberapa tindak pidana sekaligus yang
masing-masing berdiri sendiri baik ancaman pidana sejenis maupun
tidak sejenis. sehingga, Semua dakwaan ini harus dibuktikan satu demi
satu.
- Hal ini dikarenakan dalam kasus tersebut telah terjadi gabungan
tindak pidana berupa Concursus Realis yang dimana dalam hal
ini pelaku Tindak Pidana melakukan 2 perbuatan Tindak Pidana
sekaligus atau bersamaan yang dianggap berdiri sendiri.
2. Sebutkan 5 (lima) fungsi dan wewenang PPNS, dan dapatkah PPNS
mengajukan secara langsung berkas penyidikan yang dirasa sudah sempurna
kepada Jaksa? Jelaskan, disertai dengan dasar hukumnya.
● 5 fungsi dan wewenang gatawww
● PPNS tidak dapat mengajukan langsung berkas penyidikan kepada
jaksa melainkan perlu dikoordinasikan dengan Penyidik dari POLRI
baru dari Penyidik POLRI disampaikan ke Jaksa (Pasal 7 ayat (2)
KUHAP dan Pasal 107 ayat (3) KUHAP)
● Diatur dalam pasal 107 KUHAP yang mana tahapan penyidikan oleh
PPNS yaitu :
1. Polri memberi petunjuk kepada PPNS dan memberikan bantuan
penyidikan yang diperlukan ( Ps.107 ayat 1 KUHAP)
2. PPNS harus melapor kepada penyidik Polri jika menemukan
bukti yang kuat untuk mengajukan tindak pidananya kepada
penuntut umum ( Ps. 107 ayat 2 KUHAP)
3. Hasil penyidikan PPNS diserahkan kepada PU melalui Penyidik
Polri ( Ps.107 (3) KUHAP)

3. Jelaskan disertai dengan dasar hukumnya,

a. Jelaskan alur beracara dalam sidang praperadilan.

berdasarkan Pasal 82 (1) KUHAP alurnya yakni:

● Pengajuan permohonan → penunjukan Hakim → 3 hari


penentuan sidang pertama → 7 hari sejak sidang pertama
putusan
● menggunakan Acara cepat dan Hakim Tunggal
● menggunakan prinsip acara HAPER
● urutan sidang:

pengajuan permohonan → jawaban termohon → pembuktian


alat bukti tertulis → pemeriksaan saksi → kesimpulan →
putusan
● putusan dapat berupa putusan Declaratoir (pernyataan
penetapan) atau Condemnatoir (menghukum pihak tergugat
untuk melakukan sesuatu)
b. Dapatkah praperadilan dilakukan upaya hukum?
● berdasarkan Pasal 83 ayat (1) dan (2) KUHAP, terhadap semua
putusan praperadilan tidak dapat dimintakan banding ke
pengadilan kecuali dalam hal tidak sahnya penghentian
penyidikan atau penghentian penuntutan. namun dengan
adanya putusan MK nomor 65/PUU-IX/2011 menyatakan
bahwa Pasal 83 ayat (2) KUHAP bertentangan dengan UUD NRI
1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Sehingga
dapat disimpulkan putusan praperadilan tentang tidak sahnya
penghentian penyidikan atau tidak sahnya penghentian
penuntutan tidak dapat diajukan banding ke pengadilan tinggi.
● mengenai kasasi, terhadap putusan praperadilan berdasarkan
SEMA no 8/2011 tentang perkara yang tidak boleh diajukan
kasasi yang mana terdapat pada butir 2, disebutkan bahwa
mengenai praperadilan tidak dapat diajukan kasasi.
c. Apakah putusan praperadilan apabila dimenangkan oleh Tersangka
berimbas pada perkara yang tidak dapat diajukan kembali dikarenakan
ne bis in idem?
● Pada dasarnya putusan praperadilan tidak ada kaitannya sama
sekali maupun berimplikasi pada perkara pokoknya. (GATAU
DASAR HKNYA HEHE)
● sependek pengetahuanku, Nebis in idem itu sebenarnya bukan
dipermasalahkan di praperadilan, tp itu udh masuk pokok
perkara… jd ini nnt ngajuinnyaa pas eksepsi, kalo ternyata yg
diajukan oleh ph nebis in idem memenuhi unsur Pasal 76 KUHP
dan dikabulkan oleh MH, maka dakwaan tidak dapat diterima…
dan terdakwa bisa lepas dr segala tuntutan..
● ijin nambahin yaa, mungkin bisa pake pasal 1 angka 10 KUHAP,
terus pasal 77 huruf a KUHAP (tentang sah atau tidaknya
penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan dan
penghentian penuntutan),
pasal 95 dan 97 KUHAP tentang ganti kerugian dan rehabilitasi

pasal 97 (3) tentang rehabilitasi atas penangkapan atau


penahanan tanpa alasan undang-undang

PUTUSAN MK No. 21/PUU-XII/2014 tentang penetapan


tersangka

● Menurut M. Yahya Harahap dalam bukunya menyatakan unsur


ne bis in idem baru dapat dianggap melekat pada suatu perkara
mesti memenuhi syarat-syarat yang ditentukan pasal 76 KUHP
yakni:
1. Perkaranya telah diputus dan diadili dengan putusan positif,
yakni tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa telah
diperiksa materi perkaranya di sidang pengadilan, kemudian
atas hasil pemeriksaan hakim telah dijatuhkan putusan;
2. Putusan yang dijatuhkan telah memperoleh kekuatan hukum
yang tetap.

Anda mungkin juga menyukai