0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
53 tayangan20 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang hukum acara perdata Indonesia. Secara garis besar mencakup prinsip-prinsip hukum acara perdata seperti bersifat pasif, persidangan terbuka untuk umum, mendengar kedua belah pihak, dan putusan harus disertai alasan. Dokumen ini juga menjelaskan tentang surat kuasa, gugatan, jawaban tergugat, replik dan duplik, intervensi pihak ketiga, pembuktian, serta alat bu
Dokumen tersebut membahas tentang hukum acara perdata Indonesia. Secara garis besar mencakup prinsip-prinsip hukum acara perdata seperti bersifat pasif, persidangan terbuka untuk umum, mendengar kedua belah pihak, dan putusan harus disertai alasan. Dokumen ini juga menjelaskan tentang surat kuasa, gugatan, jawaban tergugat, replik dan duplik, intervensi pihak ketiga, pembuktian, serta alat bu
Dokumen tersebut membahas tentang hukum acara perdata Indonesia. Secara garis besar mencakup prinsip-prinsip hukum acara perdata seperti bersifat pasif, persidangan terbuka untuk umum, mendengar kedua belah pihak, dan putusan harus disertai alasan. Dokumen ini juga menjelaskan tentang surat kuasa, gugatan, jawaban tergugat, replik dan duplik, intervensi pihak ketiga, pembuktian, serta alat bu
1. Hukum bersifat Pasif: inisiatif mengajukan tuntutan hak
diserahkan sepenuhnya kepada yang berkepentingan (Pasal118 HIR/142 RBg). 2. Persidangan terbuka untuk umum. 3. Mendengar kedua belah pihak. 4. Persidangan terbuka untuk umum. 5. Mendengar kedua belah pihak. 6. Putusan harus disertai dengan alasan-alasan. SURAT KUASA
Jenis-Jenis Surat Kuasa
1. Surat Kuasa Umum : Pasal 1795 KUHP Perdata; 2. Surat Kuasa Khusus : Pasal 123 HR; 3. Surat Kuasa Istimewa 4. Kuasa perantara Berakhirnya Surat Kuasa 1.Pemberi Kuasa menarik kembali surat kuasa secara sepihak. 2.Salah satu pihak meninggal dunia. 3.Penerima Kuasa melepas kuasa. Kuasa menurut Hukum 1.Wali terhadap anak di bawah perwalian; 2.Kurator atas orang tidak waras; 3.Orang tua terhadap anak yang belum dewasa; 4.Balai Harta Peninggalan (BHP) sebagai kuragator kepailitan. 5.Direksi/Penggunaan badan hokum; 6.Direksi perusahaan perseruan; 7.Pimpinan perwakilan perusahaan asing; GUGATAN 1.Identitas Para Pihak 2.Adanya Posita atau Fundamentum Petendi, yang terdiri dari dua bagian; Bagian yang menguraikan tentang kejadian atau peristiwanya; Bagian yang menguraikan tentang dasar hukumnya; Uraian tentang kejadian yang merupakan penjelasan duduk perkara tentang adanya hak atas hubungan hokum yang menjadi dasar yuridis dari pada tuntutan. Mengenai uraian yurisis tersebut tidak berarti harus menyebutkan peraturan-peraturan hokum yang dijadikan dasar tuntutan, melainkan cukup hak atau peristiwa yang harus dibuktikan di dalam persidangan nanti sebagai dasar dari tuntutan.
3.Petitum atau Tuntutan: apa yang diminta
atau diharapkan Penggugat agar diputuskan oleh hakim, jadi itu akan Biasanya sebagai tuntutan tambahan berwujud : - Tuntutan agar Tergugat dihukum untuk membayar biaya perkara. - Tuntutan uitvoebaar bij voorraad yaitu tuntutan agar putusan dapat dilaksanakan lebih dulu meskipun ada perlawanan, banding atau kasasi, di dalam praktik permohonan uitvoebaar bij voorraad sering dikabulkan. Namun demikian Mahkamah Agung menginstrikusikan agar hakim jangan secara mudah memberi putusan uitvoebaar bij vooraad (Instruksi MA tanggal 13 Februari 1958). - Tuntutan agar Tergugat dihukum untuk membayar bunga (moratair) apabila tuntutan yang dimintakan oleh Penggugat berupa sejumlah uang tertentu. - Tuntutan agar Tergugat dihukum untuk membayar uang paksa (dwangsom), apabila hukuman itu tidak berupa pembayaran sejumlah uang selama ia tidak memenuhi isi putusan. Mengenai tuntutan subsidair selalu diajukan sebagai pengganti apabila hakim berpendapat lain. Biasanya tuntutan subsidair itu berbunyi mohon putusan yang seadil-adilnya (aeqwo et bovo) JAWABAN 1.Eksepsi TERGUGAT Bentuk jawaban dalam eksepsi ialah suatu tangkisan bahwa syarat- syarat prosessuil gugatan tidak benar atau eksepsi berdasarkan ketentuan materil (eksepsi diclaratoir dan eksepsi paremtoir), sehingga gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima (niel ontvankelijk verklaard). Dasar-dasar dari pada eksepsi antara lain sebagai berikut : Gugatan diajukan kepada pengadilan yang tidak berwenang Gugatan salah alamat (tergugat tak ada hubungan hokum) Penggugat tak berkualitas (penggugat tidak mempunyai hubungan hokum) Tergugat tidak lengkap Penggugat telah memberi penundaan pembayaran (eksepsi) Gugatan tidak jelas, kabur (obscuur libel). Eksepsi yang dikenal H1R adalah berkenaan dengan tidak berwenangnya hakim dalam mengadili apakah itu kewenangan absolut atau relatif Eksepsi ini berkenaan dengan hokum acara/prosesuil 2. Dalam Pokok Perkara Jawaban dalam pokok perkara ini merupakan bantahan terhadap dalil-dalil atau fundamentum petendi yang dapat meminta kepada hakim agar gugatan ditolak. Permohonan atau Petitum : Sifat permohonan sudah barang tentu harus menguntungkan tergugat sendiri, misalnya : Primair : Agar gugatan ditolak secara keseluruhan Agar hakim menerima seluruh jawaban tergugat Replik dan Duplik Jawaban tergugat akan ditanggapi oleh penggugat dalam replik Tanggapan atau replik dijawab tergugat dalam deplik INTERVENSI (PIHAK KETIGA) Ikut sertanya pihak ketiga dalam proses perkara yaitu voeging, intervensi/tussenkomsi, dan vrijwaring yang tidak diatur dalam HIR atau RBg, tetapi dalam praktrek ketiga lembaga hukum ini dapat dipergunakan. Intervensi terdiri dari: 1. Voeging: ikut sertanya pihak ketiga bergabung kepada penggugat atau tergugat. 2. Tussenkomsi: ikut sertanya pihak ketiga atas keinginannya sendiri untuk ikut dalam proses perkara itu atas alasan ada kepentingannya yang terganggu. Vrijwaring adalah penarikan pihak ketiga untuk bertanggung jawab (untuk membebaskan tergugat dari tanggung jawab kepada penggugat), Vrijwaring diajukan dengan sesuatu permohonan dalam proses pemeriksaan perkara oleh tergugat, diatur dalam pasal 72-76 Rv. PEMBUKTIAN Para pihak yang berperkawa diwajibkan untuk membuktikan tentang duduk perkara. Oleh karenanya mereka harus mengajukan alat-alat bukti dan sekaligus membuktikan kebenaran alat bukti yang kemudian oleh Hakim dicari kebenarannya dan dikonstantir peristiwa tersebut. Hakim terikat oleh alat bukti dalam suatu proses pembuktian, namun demikian hakim juga diberi kebebasan untuk menilai alat bukti dan pembuktian tersebut (Pasal 172 HIR, 309 RBg, dan 1508 KUHPerd). Hakim melakukan penilaian terhadap bukti, dan dapat dikatakan pembuktian merupakan penilaian terhdap kenyataan yang ada(judex facric). Suatu Bukti dikatakan sempurna jika bukti yang diajukan tersebut dinilai hakim telah memadai untuk memberikan kepastian tentang peristiwa yang disengketakan. ALAT BUKTI Alat bukti diatur dalam pasal HIR dan pasal 1866 KUHPerdata (BW) adalah: 1. Alat bukti Surat 2. Saksi 3. Persangkaan-persangkaan 4. Pengakuan 5. Sumpah Bukti Surat Bukti Surat (akta) yaitu surat yang memuat suatu informasi/ketertangan tentang adanya suatu peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan. Surat (akta) terbagi menjadi; Akta Otentik Akta dibawah tangan Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kekuatan akta otentik : - Kekuatan pembuktian lahir akta otentik, artinya terlihat secara lahiriah telah memenuhi syarat yang telah ditentukan (Pasal 138 HIR, Pasal 164 RBg, Pasal 148 RV) - Kekuatan pembuktian formil akta otentik, suatu otentik membuktikan kebenaran dan kepastian terhadap apa yang dilihat didengar dan dilakukan oleh pejabat yang berwenang dalam pembuktian akta. Di sini yang dipastikan adalah tanggal, tempat, dan keaslian tanda tangan dari akta itu sendiri. Akta dibawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian yang pihak bantuan dari pejabat berwenang dan hanya untuk kepentingan para pihak yang membuatnya. Akta dibawah tangan meliputi surat-surat daftar (register), catatan mengenai rumah tangga, atau surat-surat lainya yang dibuat tanpa bantuan seorang pejabat yang berwenang. Akta dibawah tangann yang membuat utang sepihak, membayar sejumlah uang tunai atau menyerahkan suatu benda, hanya ditulis seluruhnya dengan ditandatangani sendiri oleh orang yang menandatanganinya Saksi Alat Bukti Saksi atau selanjutnya disebut dengan kesaksian adalah keterangan yang diberikan seseorang kepada hakim dimuka siding tentang peristiwa yang disengketakan dengan cara memberitahu secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam sengketa, yang dipanggil secara patut oleh pengadilan. Keterangan yang diberikan oleh saksi haruslah tentang peristiwa atau kejadian yang dilihat, didengar atau dialami sendiri. Kekecualian adalah testimonium de auditu, yaitu kesaksian/keterangan yang diperoleh dari orang lain, ia tidak mendengarkan atau mengalami, namun demikian dapat diterima setidak-tidaknya sebagai petunjuk dan bahkan sebagai sumber persangkaan. Prinsip yang berlaku adalah unus testis nullus testis (satu saksi bukanlah saksi). Seorang saksi dilarang untuk mengambil suatu kesimpulan karena itu adalah tugas hakim. Saksi dalam memberikan keterangannya, harus disumpah menurut agama atau berjanji bahwa ia akan menerangkan yang sebenarnya. Penilaian terhadap saksi yang memberikan kesaksian sepenuhnya merupakan hak hakim untuk menilai. Tidak dapat didengar sebagai saksi Menurut pasal 145 HIR, yang tidak dapat didengar sebagai saksi adalah: 1. Keluarga sedarah dan keluarga semenda dari salah satu pihak menurut keturunan yang lurus, kecuali dalam perkara perselisihan kedau belah pihak tentang keadaan menurut hokum perdata atau tentang sesuatu perjanjian pekerjaan; 2. Istri atau laki dari salah satu pihak, meskipun sudah ada perceraian; 3. Anak-anak yang tidak diketahui benar apa sudah cukup umurnya 15 tahun; 4. Orang gila, meskipun ia terkadang-kadang mempunyai ingatan terang. Selain orang-orang di atas ada juga orang-orang yang boleh mengundurkan diri dari kewajiban sebagai saksi (pasal 146 HIR), yakni 1. Saudara laki dan saudara perempuan, dan ipar laki-laki dan perempuan dari salah satu pihak; 2. Keluarga sedarah menurut keturunan yang lurus dan saudara laki-laki dan perempuan dari laki-laki atau istri salah satu pihak; 3. Semua orang yang karena kedudukan pekerjaan atau jabatannya yang ayah, diwajibkan menyimpan rahasia; tetapi semata-mata hanya mengenai hal demikian yang dipercaya padanya. Persangkaan Pada hakikatnya persangkaan adalah alat bukti tidak langsung. Persangkaan adalah kesimpulan yang diambil dari suatu peristiwa yang telah terbukti ke arah suatu peristiwa yang belum terbukti. Yang memiliki hak mengambil kesimpulan adalah hakim atau undang-undang sehingga dikenal persangkaan hakim dan persngkaan undang-undang. Persangkaan dibedakan sebagai berikut : - persangkaan atas dasar kenyataan yaitu upaya membuktikan apakah suatu peristiwa y memiliki hubungan yang cukup erat dengan x yang sedang diajukan. - persangkaan atas dasar hokum, di sini undang-undang menetapkan hubungan antara peristiwa yang diajukan dengan peristiwa yang tidak diajukan. Ini dibedakan dalam 2 jenis : Praesumptioners juris tantum, yaitu persangkaan berdasarkan hokum yang memungkinkan adanya pembuktian lawan Praesumptioners juris et de jure, persangkaan berdasarkan hukum yang tidak memungkinkan pembuktian lawan. UPAYA HUKUM Bagi para pihak yang tidak puas terhadap putusan yang dijatuhkan, dalam hukum secara perdata telah diberikan suatu hak untuk mengajukan upasa hokum atas ketidakpuasan putusan tersebut. Upaya hokum acara perdata terdiri dari : - Banding - Kasasi - Peninjauan Kembali - Perlawanan Pihak Ketiga (Derdeverzent) TERIMA KASIH