Anda di halaman 1dari 29

PEMBUKTIAN DAN

DALUARSA
PEMBUKTIAN
 PEMBUKTIAN adalah usaha yang
disampaikan pada hakim berkenaan
dengan suatu perkara yang bertujuan
agar hakim dapat memakainya untuk
menentukan keputusan.
 Apa yang harus dibuktikan?
Yang harus dibuktikan hanya hal-hal yang
disangkal/ dibantah oleh pihak lawan.
 Yang tidak perlu dibuktikan?
1. Hal-hal yang sudah diakui kebenarannya
2. Hal-hal yang sudah diketahui
masyarakat umum
3. Hal-hal yang kebetulan sudah diketahui
hakim.
DASAR HUKUM

 Pasal 162 – 177 HIR


 Pasal 282 – 388 Rbg
 Pasal 1865 – 1945 BW
Pembuktian

Hakim dlm melaksanakan tugas


pengadilan membutuhkan:
 Pengetahuan tentang hukum

 Pengetahuan tentang fakta


Pembuktian

Pengetahuan ttg hukum:


 hukum tertulis yg berlaku

 hukum kebiasaan

 kaedah-kaedah hukum asing


Pembuktian
Pengetahuan ttg fakta
 Dalam hal hakim menjatuhkan putusan verstek
 Dalam hal tergugat mengakui kebenaran gugatan
penggugat
 Dalam hal tidak ada penyangkalan
 Dalam hal hakim karena jabatannya dianggap telah
mengetahui fakta-faktanya yaitu:
 fakta notoir
 fakta prosesuil
Pembuktian
fakta notoir
 fakta yg tdk memerlukan pembuktian
karena dianggap sudah diketahui oleh
umum.
Ct: tgl 17 Agustus adalah hari libur.
fakta prosesuil
 fakta yg terjadi dalam proses dan
disaksikan sendiri oleh hakim.
Ct: tidak datangnya pgg/ tgg dalam
persidangan, pengakuan dalam sidang.
Beban pembuktian
Pasal 163 HIR:
“Barang siapa yg menyatakan ia
mempunyai hak atau ia menyebutkan
sesuatu perbuatan untuk menguatkan
haknya itu atau untuk membantah hak
orang lain, maka orang itu harus
membuktikan adanya hak itu atau adanya
kejadian itu”.
 Kesimpulan :
 Siapa yg mendalilkan sesuatu maka ia yg
harus membuktikan.
Titik tolak pembuktian

Pasal 162 HIR


“Tentang bukti dan tentang menerima
atau menolak alat-alat bukti dalam
perkara perdata, Ketua Pengadilan
Negeri wajib mengingat aturan utama
yg disebut dibawah ini”
Macam-macam alat bukti

Pasal 164 HIR


 Bukti surat (165-167 HIR);
 Bukti saksi (168-172 HIR);
 Persangkaan (173-174 HIR);
 Pengakuan (175-176 HIR);
 Sumpah (177 jo 155, 156 HIR).
Surat

Akta Otentik
Akta
Surat Akta di bawah tangan

Bukan Akta
Surat

Akta;
 Dibuat untuk ditujukan sebagai alat bukti.
 Dibagi menjadi akta otentik dan akta
bawah tangan.
Bukan akta.
 Dibuat tidak ditujukan untuk menjadi alat
bukti di pengadilan, Ct: memo, undangan
dll.
Akta otentik
Definisi:
Suatu akta yg dibuat dalam bentuk menurut
UU oleh atau dihadapan seorang pegawai
umum yg berwenang untuk itu, di tempat di
mana akta itu dibuat. (165 HIR atau pasal
285 Rbg)
 Kekuatan hukum akta otentik merupakan
bukti yg sempurna bagi para pihak dan ahli
warisnya. (Pasal 165 HIR )
 Terhadap pihak ketiga akta tersebut
merupakan alat bukti bebas.
Akta otentik

 Akta otentik mempunyai kekuatan


pembuktian yg sempurna, mengikat,
formil dan materil.
 Ct : surat-surat yang dibuat oleh
notaris, pegawai catatan sipil,
panitera pengadilan.
Akta di bawah tangan:

Definisi:
Surat yg dibuat dan ditandatangani oleh
para pihak dengan maksud untuk dijadikan
bukti dari suatu perbuatan hukum tetapi
akta tersebut tidak dibuat dihadapan
seorang pejabat umum.
 Apabila akta tsb sudah diakui oleh para
pihak akan memberikan kekuatan
pembuktian yang sempurna bagi akta
tersebut (ordonansi 1867/29 pasal 6, pasal
2)
Keterangan saksi
 Yang dapat diterangkan oleh saksi adalah
apa yang saksi lihat, dengar dan alami
sendiri
 171 HIR:
 Kesaksian harus terbatas pada peristiwa-
peristiwa yg dialaminya sendiri, sedangkan
pendapat-pendapat atau persangkaan yg
didapat secara berfikir bukan merupakan
kesaksian.
Saksi

 169 HIR:
 keterangan seorang saksi saja
dengan tidak ada sesuatu alat bukti
lainnya tidak dapat dianggap sebagai
bukti yg cukup.

Unus testis, Nullus testis (satu saksi


bukan saksi).
Saksi

 Pihak – pihak yg tidak dapat didengar


sebagai saksi (145 HIR)

 Pihak – pihak yg dapat


mengundurkan diri dalam
memberikan kesaksian (146 HIR)
Saksi

Saksi ahli
 Diatur dalam 154 HIR.
 Saksi ahli harus dibedakan dengan
saksi biasa. Keterangan yg diberikan
saksi ahli didasarkan bidang ilmu
pengetahuan yg dimilikinya atau
keahliannya.
Persangkaan

 HIR tidak menjelaskan, definisi dari persangkaan


diatur dalam pasal 1915 BW.

Persangkaan:
 Kesimpulan yg oleh UU atau oleh hakim ditarik
dari suatu peristiwa yang terang dan nyata kearah
peristiwa lain yg belum terang dan nyata.
Persangkaan
Persangkaaan ada dua macam:
 persangkaan hakim
Ct: dalam hal perkara gugatan perceraian atas
dasar perzinahan 
 persangkaan UU
Ct: Pasal 1394 BW yg menentukan bahwa tiga
kwitansi terakhir sudah dapat membuktikan suatu
perbuatan hukum kecuali jika dapat dibuktikan
sebaliknya;
Pengakuan

 Pengakuan sebagai alat bukti adalah


pengakuan yg diberikan oleh salah
satu pihak yang berperkara yang
dilakukan di depan persidangan atau
di luar sidang pengadilan.
 Pengakuan di dalam sidang
pengadilan mempunyai kekuatan
bukti yg sempurna (pasal 174 HIR).
Pengakuan

 Pengakuan di dalam sidang


pengadilan oleh salah satu pihak yg
berperkara dapat bersifat :
 suatu pernyataan kehendak,
 suatu perbuatan dan

 suatu perbuatan penguasaan.


Pengakuan

Pengakuan dibedakan:
 Pengakuan murni;
 Pengakuan dengan suatu kualifikasi;
 Pengakuan dengan suatu klausula.
Sumpah

Sumpah sebagai alat bukti berbeda


dengan sumpah yang sering dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari.

Arti sumpah disini yaitu dimana


sebelumnya ada suatu keterangan yg
diucapkan oleh salah satu pihak, dan
keterangan tersebut kemudian diperkuat
dengan sumpah.
Sumpah
Sumpah dibedakan menjadi :
 Sumpah yg diperintahkan oleh hakim karena
jabatannya kepada salah satu pihak yg berperkara
(sumpah supletoir) tujuannya untuk melengkapi
bukti yg telah ada ditangan salah satu pihak;
 Sumpah yg dimohonkan oleh pihak lawan (sumpah
pemutus/ sumpah decissoir)
Sumpah ini terdapat dalam salah satu pihak yg
berperkara mohon kepada hakim agar kepada pihak
lawan diperintahkan untuk melakukan sumpah
meskipun tidak ada pembuktian sama sekali
Sumpah

 Bila menyangkut perjanjian timbal


balik, sumpah ini dapat dikembalikan
(156 ayat 2 HIR)

 Sumpah ini harus bersifat Litis


Decisoir yaitu benar-benar mengenai
suatu hal yg menjadi pokok
perselisihan.
Sumpah

Mengangkat sumpah dapat diwakilkan


dengan suatu akta otentik yang
menyebutkan dengan seksama ttg
sumpah yg akan diangkat (157 HIR)

Anda mungkin juga menyukai