Anda di halaman 1dari 5

TUGAS INDIVIDU REVIEW ALAT BUKTI HUKUM ACARA PERDATA

Mata Kuliah : Hukum Acara

Dosen Pengampu :
Erna Yuliandari, S.H, MA

Disusun oleh :
Nama : Yudho Haksoro
NIM : K6422090
Kelas : D

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN


KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2023
Menurut Pasal 164 HIR/284 RBg terdapat 5 (lima) alat-alat bukti yang sah :
1. Alat bukti tertulis (surat),
2. Alat bukti saksi,
3. Persangkaan,
4. Pengakuan,
5. Sumpah

1. ALAT BUKTI TERTULIS


Alat bukti tulisan atau surat diatur pada Pasal 138,165 – 167 HIR/164, 285 – 305 RBG dan
Pasal 1867 – 1894 KUH-perdata. Alat bukti tertulis merupakan alat bukti yang utama
dalam hukum acara perdata dibandingkan dengan alat bukti lain. Karena dalam hukum
perdata yang di cari adalah kebenaran formal maka alat bukti surat memang sengaja dibuat
untuk dapat dipergunakan sebagai alat bukti dikemudian hari. Alat bukti tulisan atau surat
ialah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang bisa dimengerti dan
mengandung suatu pikiran tertentu. Tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan misalnya huruf
latin, huruf arab, huruf kanji dan lain sebagainya.Dengan demikian segala sesuatu yang
tidak memuat tanda-tanda bacaan, atau meskipun memuat tanda-tanda bacaan tetapi tidak
bisa dimengerti, tidaklah termasuk dalam pengertian alat bukti tulisan atau surat. Berikut
ini kekuatan pembuktian akta dibedakan ke dalam tiga macam yaitu :
 Kekuatan pembuktian lahir (pihak ketiga). Dimaksud dengan kekuatan pembuktian
lahir dari akta yaitu suatu kekuatan pembuktian surat didasarkan atas keadaan lahir,
bahwa suatu surat yang kelihatannya seperti akta, diterima/dianggap seperti akta
dan diperlakukan sebagai akta, sepanjang tidak terbukti kebalikannya. Jadi surat itu
diperlakukan seperti akta, kecuali ketidakotentikan akta itu dapat dibuktikan oleh
pihak lain, misalnya dapat dibuktikan bahwa tanda tangan yang Di dalam akta
dipalsukan.Dengan demikian, berarti pembuktiannya bersumber pada kenyataan.
 Kekuatan pembuktian formal Dimaksud dengan pembuktian formal dari akta yaitu
suatu kekuatan pembuktian yang didasarkan atas benar atau tidaknya pernyataan
yang ditandatanganinya dalam akta, bahwa oleh penanda tangan akta diterangkan
apa yang tercantum di dalam akta. Misalnya, antara A dan B yang melakukan jual
beli, mengakui bahwa tanda tangan yang tertera dalam akta itu benar, jadi
pengakuan mengenai pernyataan terjadinya peristiwa itu sendiri, bukan mengenai
isi dari pernyataan itu. atau dalam hal ini menyangkut pernyataan, “benarkah bahwa
ada pernyataan para pihak yang mendatanganinya”.
 Kekuatan pembuktian material Dimaksud dengan pembuktian material akta yaitu
suatu kekuatan pembuktian yang didasarkan atas benar atau tidaknya isi dari
pernyataan yang ditandatangani dalam akta, bahwa peristiwa hukum yang
dinyatakan dalam akta itu benar-benar telah terjadi, jadi memberi kepastian tentang
materi akta. Misalnya A dan B mengakui benar bahwa jual beli (peristiwa hukum)
telah terjadi.
Akta merupakan alat bukti tertulis yang paling utama dalam perkara perdata. Suatu bentuk
surat yang ditandatangani serta memuat keterangan mengenai peristiwa atau hal-hal yang
merupakan dasar suatu perjanjian. Akta dibedakan menjadi 2 yaitu akta otentik dan akta di
bawah tangan.
 Akta otentik diatur dalam Pasal 165 HIR, Pasal 285 Rbg dan Pasal 1868 KUH-
perdata. Akta otentik adalah akta yang dibuat dengan bentuk yang sesuai dengan
undang-undangoleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang di tempat akta
itu dibuat merupakan bukti lengkap antara para pihak serta keturunannya dan
mereka yang mendapatkan hak tentang apa yang dimuat Di dalamnya dan bahkan
tentang suatu pernyataan belaka, hal terakhir ini sepanjang pernyataan itu ada
hubungan langsung dengan apa yang menjadi pokok akta itu. Akta otentik
mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna (volledig bewijs) sehingga akta
tersebut harus dipercaya oleh hakim, yaitu harus dianggap sebagai benar, selama
ketidak benarannya tidak dibuktikan.
 Akta di bawah tangan pada dasarnya adalah suatu akta yang dibuat oleh para pihak
untuk suatu kepentingan atau tujuan tertentu tanpa mengikutsertakan pejabat yang
berwenang. Jadi dalam suatu akta di bawah tangan, akta tersebut cukup dibuat oleh
para pihak itu sendiri dan kemudian ditandatangani oleh para pihak tersebut,
misalnya kwitansi, surat perjanjian utang-piutang dll, ketidak ikut sertaan pejabat
yang berwenang inilah yang merupakan perbedaan pokok antara akta di bawah
tangan dengan akta otentik. Sehingga secara populer dikatakan “siapa yang hendak
membuat akta di bawah tangan memerlukan pengakuan sedangkan siapa yang
hendak memperoleh akta otentik mengambil notaris”. Akta di bawah tangan ini
diatur dalam Pasal 1874 – 1984 KUH-perdata. Terhadap akta di bawah tangan
apabila ada tanda tangan yang disangkal, maka pihak yang mengajukan akta di
bawah tangan itu harus membuktikan kebenaran tanda tangan itu melalui alat bukti
lain. Dengan demikian selama tanda tangan tidak diakui maka akta di bawah
tangan tersebut tidak banyak membawa manfaat bagi pihak yang mengajukannya
di muka pengadilan. Namun apabila tanda tangan tersebut sudah diakui maka akta
di bawah tangan itu bagi yang menandatangani, ahli warisnya dan orangorang yang
mendapat hak dari mereka, merupakan bukti yang sempurna sebagai kekuatan
formil dan kekuatan formil dari suatu Akta Otentik (Pasal 1875 KUH-perdata).

2. ALAT BUKTI SAKSI


Menjadi saksi dalam persidangan di pengadilan merupakankewajiban setiap warga negara.
Saksi yang dimaksudkan di sini adalah saksi fakta. Dalam konteks perkara perdata jika
bukti tulisan kurang cukup, pembuktian selanjutnya adalah dengan dalil-dalil yang
diajukan di muka sidang. Ada saksi yang dihadirkan ke pengadilan yang secara kebetulan,
melihat, medengar atau mengalami sendiri suatu peristiwa, namun ada juga saksi yang
dihadirkan yang dengan sengaja diminta untuk menyaksikan suatu peristiwa hukum pada
saat peristiwa itu dilakukan di masa lampau.
3. PERSANGKAAN
Dalam hukum acara perdata persangkaan-persangkaan atau vermoedens adalah alat bukti
yang bersifat pelengkap atau accessory evidence. Artinya, persangkaan-persangkaan
bukanlah alat bukti yang mandiri. Persangkaanpersangkaan dapat menjadi alat bukti
dengan merujuk pada alat bukti lainnya dengan. Demikian juga satu persangkaan saja
bukanlah merupakan alat bukti. Persangkaan-persangkaan ialah kesimpulan-kesimpulan
yang diambil berdasarkan undang-undang atau berdasarkan pemikiran hakim dari suatu
peristiwa. Dengan demikian, terdapat dua macam persangkaan, yaitu persangkaan menurut
undang-undang yang dikenal dengan istilah presumtio juris dan persangkaan yang tidak
berdasarkan undang-undang atau persangkaan beradasarkan fakta yang disebut sebagai
presumption factie.

4. PENGAKUAN
Dalam konteks hukum pembuktian, pengakuan dikenal dengan istilah confessions
evidence. Mengenai pengakuan yang dikemukakan oleh salah satu pihak, ada yang
dilakukan di depan persidangan ataupun di luar sidang pengadilan. Suatu pengakuan tidak
boleh dipisah-pisah sehingga merugikan pihak yang memberikan pengakuan. Akan tetapi,
hakim secara leluasa dapat memisah pengakuan tersebut jika si berutang dalam melakukan
pengakuan untuk membebaskan dirinya telah mengajukan hal-hal palsu. Pengakuan yang
diberikan di depan persidangan merupakan suatu bukti yang sempurna terhadap pihak yang
telah melakukannya, baik sendiri maupun dengan perantaraan seseorang yang khusus
dikuasakan untuk itu. Suatu pengakuan yang dilakukan di depan persidangan tidak dapat
ditarik kembali, kecuali apabila dibuktikan bahwa pengakuan itu merupakan akibat suatu
kekhilafan mengenai hal-hal yang terjadi. Suatu penagkuan tidak dapat ditarik kembali
dengan alasan seolah-olah orang yang melakukan khilaf mengenai hukum. Pengakuan
lisan yang dilakukan di luar sidang pengadilan tidak dapat dipakai sebagai bukti, kecuali
jika diizinkan pembuktian dengan saksi-saksi. Akan tetapi, kekuatan pembuktian suatu
pengakuan lisan di luar persidangan dikembalikan kepada pertimbangan dan kebijaksanaan
hakim. Artinya penilaian kekuatan pembuktian pengakuan sebagai bukti sepenuhnya ada
pada hakim.

5. SUMPAH
Salah satu bukti yang tidak terdapat pada pembuktian perkara di persidangan pada
umumnya, kecuali perkara perdata, adalah alat bukti sumpah. Secara garis besar sumpah
dibagi menjadi dua, yaitu sumpah promosioner dan sumpah confirmatoir. Sumpah
promisoir adalah sumpah yang diucapkan oleh seseorang ketika akan menduduki suatu
jabatan atau ketika akan bersaksi di pengadilan. Sementara itu, sumpah confirmatoir adalah
sumpah sebagai alat bukti.
SUMBER REFERENSI

Palit, Richard Cisanto. "Kekuatan Akta di Bawah Tangan Sebagai Alat Bukti di
Pengadilan." Lex Privatum 3.2 (2015).

Momuat, Octavianus M. "Alat Bukti Tulisan Dalam Pemeriksaan Perkara Perdata Di


Pengadilan." Lex Privatum 2.1 (2014).

Anda mungkin juga menyukai