Anda di halaman 1dari 4

PEMBUKTIAN DAN LEWAT WAKTU (DALUARSA)

 Pembuktian
Setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu
peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang
lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan
itu.1Peraturan perihal pembuktian termuat dalam H.I.R yang memuat hukum acara
yang berlaku di Pengadilan Negeri. Dalam pemeriksaan di depan hakim hanyalah
hal - hal yang dibantah saja oleh pihak lawan yang harus dibuktikan. Hal - hal yang
diakui kebenarannya, sehingga antara kedua belah pihak yang berpekara tidak ada
perselisihan, tidak perlu dibuktikan.
Menurut undang - undang ada lima macam alat pembuktian.
1. Surat - surat.
Menurut undang - undang, surat - surat dapat dibagi dalam surat – surat akte
dan surat – surat lain.
 Surat akte, suatu tulisan yang semata - mata dibuat untuk
membuktikan suatu hal atau peristiwa, karenanya suatu akte harus
ditanda tangan. Surat akte dapat dibagi lagi atas surat akte resmi
(otentik) dan surat akte di bawah tangan (onderhands).
1. Surat Akte Resmi.
Suatu akte tang dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat
umum yang menurut undang – undang ditugaskan untuk
membuat surat – surat akte tersebut.
2. Surat Akte Bawah Tangan.
Tiap akte yang tidak dibuat oleh atau dengan perantaan
seorang pejabat umum.

Berbagai tulisan – tulisan lain, artinya tulisan yang bukan akte, seperti surat,
faktur, catatan yang dibuat oleh suatu pihak dan sebagainya, yang kekuatan

1
Pasal 1865, Kitab Undang Undang Hukum Perdata (Buku Ke- IV)
pembuktiannya diserahkan pada timbangan hakim, hakim leluasa untuk
mempercayai atau tidak mempercayai kebenarannya.

2. Kesaksian
Pembuktian dengan kesaksian merupakan cara pembuktian yang terpenting
dalam suatu perkara yang sedang diperiksa di depan hakim. Suatu kesaksian tidak
boleh, harus mengenai peristiwa – peristiwa yang dilihat dengan mata sendiri atau
yang dialami sendiri oleh seorang saksi. Kesaksian bukanlah suatu alat pembuktian
yang sempurna dan mengikat hakim, tetapi terserah pada hakim untuk
menerimanya atau tidak. Artinya, hakim leluasa untuk mempercayai atau tidak
keterangan seorang saksi.
3. Persangkaan
Persangkaan ialah suatu kesimpulan yang diambil dari suatu peristiwa yang
sudah terang dan nyata. Dari peristiwa yang terang dan nyata ini ditarik kesimpulan
bahwa suatu peristiwa lain yang harus dibuktikan juga telah terjadi.
Dalam hukum pembuktian, ada dua macam persangkaan, yaitu :
a) Persangkaan yang ditetapkan oleh undang – undang sendiri
(wattelijk vermoeden)
b) Persangkaan yang ditetapkan oleh hakim (rechtelijk vermoeden)
Persangkaan yang ditetapkan oleh undang – undang, pada hakekatnya
merupakan suatu pembebasan dari kewajiban membuktikan suatu hal untuk
keuntungan salah satu pihak yang berperkara.

4. Pengakuan
Menurut undang – undang, suatu pengakuan yang dilakukan di depan
hakim, merupakan suatu pembuktian yang sempurna tentang kebenaran hal
atau peristiwa yang diakui.
5. Sumpah
Dalam sumpah, terdapat dua macam.
1. Sumpah yang Menentukan
Sumpah yang diperintahkan oleh salah satu pihak yang
berperkara kepada pihak lawannya dengan maksud untuk
mengakhiri perkara yang sedang diperiksa oleh hakim
2. Sumpah Tambahan
Suatu sumpah yang diperiksa oleh hakim pada salah satu pihak
yang berperkara, apabila hakim itu berpendapat bahwa di dalam
suatu perkarasudah terdapat suatu “permulaan pembuktian”,
yang perlu ditambahkan dengan pemyumpahan, karena
dipandang kurang memuaskan untuk menjatuhkan putusan atas
dasar bukti – bukti yang terdapat itu.

 Lewat Waktu (Daluwarsa atau Verjaring)


Lewat waktu ialah suatu sarana hukum untuk memperoleh sesuatu atau
suatu alasan untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu tertentu
dan dengan terpenuhinya syarat-syarat yang ditentukan dalam undang-undang.
Seseorang tidak boleh melepaskan lewat waktu sebelum tiba waktunya tetapi boleh
melepaskan suatu lewat waktu yang telah diperolehnya.
Terdapat beberapa macam lewat waktu.
1. Lewat waktu sebagai cara untuk memperoleh hak milik atas
suatu benda (aqcuisitieve verjaring)
2. Akibat dari lewat waktu, yaitu seseorang dapat dibebaskan dari
suatu penagihan atau tuntutan hukum (extinctieve verjaring)
Dari daluwarsa atau verjaring yang diterangkan di atas, harus dibedakan
“pelepasan hak” atau “rechtsverwerking”, yaitu hilangnya sesuatu hak bukan
karena lewat waktu, tetapi karena sikap atau tindakan seseorang yang menunjukkan
bahwa ia sudah tidak akan mempergunakan sesuatu hak. Adakalanya undang –
undang memberikan hak hanya untuk suatu waktu tertentu. Apabila tidak
dipergunakan dalam jangka waktu tersebut, gugurlah hak tersebut. Dalam hukum
jangka waktu seperti itu dinamakan “decheance” atau “vervaltermijn”.

Sumber : KUHPerdata, Pokok pokok hukum perdata Prof. Subekti, S.H.

Anda mungkin juga menyukai