Anda di halaman 1dari 7

Review Hukum Acara Perdata dan TUN

Sistem Hukum Utama


Civil Law: Sosialis (Rusia) dan Eropa Kontinental (Romawi)

Common Law: Sub-Saharian (Afrika) dan Inggris/Amerika

Islamic Law: Far East dan Hindu

Struktur Ketatanegaraan RI
Legislatif: DPR, MPR, DPD

Eksekutif: Presiden dan Wakil Presiden

Yudikatif: BPK, MK (UU 24 Tahun 2003), MA (UU 14 Tahun 1985), KY (UU 22 Tahun 2004) dan (UU 48 Tahun
2009 ttg Kekuasaan Kehakiman)

Lembaga Peradilan di bawah MA:

a. Peradilan Militer (UU 31 Tahun 1987): Mahkamah Militer – Mahkamah Militer Tinggi
b. Peradilan Umum (UU 2 Tahun 1986): Pengadilan Negeri – Pengadilan Tinggi
c. Peradilan Agama (UU 7 Tahun 1989): Pengadilan Agama – Pengadilan Tinggi Agama
d. Peradilan TUN (UU 5 Tahun 1986): Pengadilan TUN – Pengadilan Tinggi TUN

Pengadilan Khusus di Lembaga Peradilan:

a. Peradilan Umum: Pengadilan HAM, Hubungan Industrial, Perikanan, Niaga, Anak, Tindak Pidana
Korupsi
b. Peradilan Agama: Mahkamah Syariah Islam/Arbitrase
c. Peradilan TUN: Pengadilan Pajak

Tujuan Hukum Acara Perdata


a. Menegakkan, mempertahankan dan menjamin penegakan atau ditaatinya hukum perdata materiil

Pengertian Hukum Acara Perdata


Subekti: Rangkaian peraturan yang diperlukan untuk mewujudkan hukum privat atau dengan perkataan lain
suatu rangkaian peraturan yang mengabdi pada hukum privat.

Sudikno mertokusumo: peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum
perdata materiil dengan perantara hakim. Atau tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak,
memeriksa serta memutusnya dan pelaksanaan dari putusannya.

Proses Hukum Acara Perdata


Gugatan > Panggilan sah > Perdamaian dading > Jawaban > Replik > Duplik > Pembuktian/Kesimpulan >
Putusan > Upaya Hukum

Gugatan
Bentuk Gugatan: tertulis dan lisan

Syarat Gugatan: identitas, dasar gugatan, dan petitum

Pencabutan Gugatan: sebelum dan sesudah tergugat menjawab (harus persetujuan tergugat)
Komulasi: subjektif (terdapat beberapa penggugat dan tergugat) dan objektif (terdapat beberapa tuntutan)

Tempat Pengajuan Gugatan: tempat tinggal tergugat; pengadilan tempat kediaman: pengadilan tempat
tinggal penggugat; PN tempat tinggal terutang; terkait benda tetap diajukan dimana benda tsb terletak (Psl
118 HIR/142 RBg).

Pihak-pihak: penggugat, tergugat dan turut tergugat

Eksepsi
Prosesuil: gugatan kabur (abscuur libel), tidak sesuai dengan kewenangan absolut/relatif (declinator), kurang
pihak (eror in persona), gugatan terhadap hal yang sudah pernah diputus (res judicata/nebis in idem); perkara
masih berproses (litis pendentie), belum waktunya (van beraad)

Materiil: prematur atau belum waktunya (dilatoir) dan kadaluwarsa (premptoir)

Psl 124 HIR/148 RBg: perkara gugur akibat penggugat atau kuasanya tidak hadir setelah pemanggilan yang
patut pada sidang pertama.

Psl 126 HIR/150 RBg: Panggilan sekali lagi bagi penggugat yang tempat tinggalnya jauh atau surat kuasa tidak
memenuhi syarat

Kewenangan Relatif PN
Psl 118 HIR: wewenang Pengadilan Negeri

(1) Gugatan kepada ketua PN tempat diam si tergugat > jika TD, di tempat tinggal sebenarnya.
(2) Jika beberapa tergugat beda tempat tinggal, ke ketua PN salah satu tergugat yang dipilih.
(3) Jika TD tempat diam atau tempat tinggal sebenarnya atau tidak dikenal orang tergugat, ke ketua PN
tempat tinggal Penggugat.
(4) Jika ada tempat tinggal yg dipilih dengan akta, boleh ke ketua PN di tempat tinggal yg dipilih.

Psl 118 HIR: tergugat tidak mengajukan eksepsi ttg kewenangan relatif pada sidang pertama, PN tidak boleh
menyatakan tidak berwenang.

Psl 133 HIR/Psl 159 RBg: eksepsi kewenangan relatif harus pada sidang permulaan, jika terlambat hakim
dilarang memperhatikan eksepsi.

Pengecualian: jika tergugat tidak cakap, gugatan ke ketua PN tempat tinggal orang tua atau pengampunya
(Psl 21 BW)

Psl 38 PP 9 Tahun 1975: permohonan pembatalan perkawinan ke PN tempat perkawinan berlangsung atau
tempat tinggal suami istri atau salah satunya.

Pengecualian: perceraian, gugatan ke PN tempat kediaman tergugat, jika TD ke PN kediaman penggugat (Psl
20 PP 9 Tahun 1975). Jika tergugat di LN, ke PN tempat kedinasan penggugat > Departemen LN Cq Ditjen
Protokol.

Kewenangan Absolut
Wewenang absolut/mutlak: menyangkut pembagian kekuasaan mengadili antar lingkungan peradilan.

Pasal 134 HIR: eksepsi kewenangan absolut dapat diajukan setiap waktu selama perkara berlangsung dan
hakim harus menyatakan dirinya tidak berwenang.

Jika eksepsi diterima: PN tidak berwenang mengadili perkara dan putusan PN dapat dimohonkan banding
ke PT.
Jika eksepsi ditolak: putusan sela dicatat melalui BA Persidangan, harus diucapkan dalam sidang tapi tidak
dibuatkan putusan tersendiri. (Psl 185 HIR/Psl 196 RBg)

Yurisdiksi Voluntair
Perkara di pengadilan: contensius/gugatan dan voulentair/permohonan

Permohonan yang dapat diajukan ke PN:

a. Izin Poligami (Psl 4 dan 5 UU 1 Tahun 1974)


b. Pencegahan Perkawinan (Psl 13 jo. Psl 17 UU 1 Tahun 1974)
c. Pembatalan Perkawinan ( Psl 25, 26, 27 UU 1 Tahun 1974)
d. Pengangakatan Pengampu (Curator) (Psl 433 KUH Perdata)
e. Pengakuan anak lahir di luar perkawinan
f. Dispensasi Nikah bagi Laki-Laki Belum 19 Tahun
g. Pengangkatan Anak
h. Memperbaiki kesalahan dalam akta catatan sipil
i. Menunjuk seseorang atau beberapa orang wasit (arbiter)
j. Pembatalan Putusan Arbitrase
k. Pernyataan dalam keadaan tidak hadir (Psl 463 BW) atau dinyatakan telah meninggal dunia (Psl 457
BW)
l. Pemegang Saham untuk penyelenggaraan RUPS
m. Pemeriksaan Yayasan
n. Pemeriksaan PT
o. Permohonan Izin Jual oleh wali/kuasa ahli waris

Permohonan yg dilarang tapi harus dengan gugatan ke PN:

a. Penetapan status kepemilikan atas suatu benda


b. Penetapan status keahliwarisan seseorang
c. Pernyataan sah dokumen atau akta

Pembuktian
Alat Bukti (Bewijs): informasi yang memberikan dasar-dasar yang mendukung keyakinan bahwa bagian atau
keseluruhan fakta itu benar

Pembuktian (proof): hasil suatu proses evaluasi dan menarik kesimpulan terhadap alat bukti atau dapat
juga digunakan lebih luas untuk mengacu pada proses itu sendiri.

Ruang lingkup hukum pembuktian: Menurut Eddy O. S. Hiariej: Ketentuan Pembuktian meliputi:

a. Alat bukti (bewijs)


b. Barang bukti (Bewijsmidellen)
c. Cara mengumpulkan dan memperoleh bukti sampai penyampaian bukti di pengadilan
(bewijsvoering)
d. Kekuatan pembuktian (bewijskrach)
e. Beban pembuktian (bewijslast)

Arti Penting Pembuktian:

a. Logis (memberikan kepastian yang bersifat mutlak)


b. Konvensional (memberikan kepastian yang bersifat nisbi atau relatif)
c. Membuktikan dalam arti yuridis
d. Luas
e. Sempit

Teori Pembuktian:

a. Negatif: hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kecuali dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti
yang sah
b. Positif: hakim terikat secara positif kepada alat bukti menurut UU.
c. Conviction rasionee: hakim diberikan kebebasan memakai alat bukti disertai dengan alasan yang
logis.
d. Conviction intime: pembuktiannya semata-mata pada keyakinan hakim.

Alat Bukti

Beban Pembuktian:

Psl 163 HIR/Psl 283 RGb/Psl 1865 BW: Kewajiban pembuktian ada pada pihak yang mendalilkan. (Acstori
incumbit probatio)

Sistem Pembuktian Perkara Pidana:

a. Due Process Model: Praduga tak bersalah


b. Crime Control Model: Praduga Bersalah

Kekuatan Pembuktian
Menjadi otoritas hakim dan sangat tergantung pada seberapa relevan dengan perkara yang disidangkan.

Dalam teori positif, akta otentik atau akta dibawah tangan memiliki pembuktian sempurna sepanjang tidak
dibuktikan sebaliknya atau diakui oleh para pihak.

Minimal alat bukti:

a. Pidana: minimal dua alat bukti + keyakinan hakim


b. Perdata: minimal dua alat bukti

Hakim aktif pada pemeriksaan perkara TUN

Kekuatan alat bukti akta:

a. Akta otentik
b. Akta dibawah tangan dilegalisasi notaris
c. Akta dibawah tangan di waarmerken notaris
d. Akta dibawah tangan dengan dua orang saksi
e. Akta dibawah tangan tanpa dua orang saksi

Putusan Pengadilan
Putusan pengadilan: pernyataan hakim diucapkan di persidangan bertujuan untuk mengakhiri sengketa
para pihak jika tidak ditaati sukarela dapat dipaksakan dengan bantuan alat negara.

Penjatuhan putusan hakim: pemeriksaan fakta > fakta dikonstatasi/ditetapkan kebenarannya > penerapan
hukum positif yg berlaku > mengkualifikasi atau menetapkan hubungan hukum dengan para pihak dalam
pertimbangan hukum > mengkonstitusinya dalam diktum putusan.

Istilah:

a. Vonnis: putusan hakim belum berkekuatan hukum tetap


b. Gewijsde/Inkracht: putusan telah berkekuatan hukum tetap
c. Beshikking/penetapan

Putusan berdasarkan isinya:

a. Mengabulkan: sebagian atau seluruhnya


b. Menolak
c. Tidak dapat menerima

Putusan berdasarkan sifatnya:

a. Condemnatoir: untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu


b. Declaratoir: menyatakan keadaan yang sah menurut hukum
c. Constitutif: meniadakan atau menciptakan keadaan baru, contohnya pembatalan perjanjian,
pemutusan perkawinan, pengangkatan wali, kepailitian.

Putusan interlocutoir: memuat perintah untuk melakukan pembuktian yg dapat mempengaruhi materi
perkara atau bunyi putusan akhir.

Putusan insidentil: berhubungan dengan adanya insiden yang menunda jalannya proses perkara. Contohnya
adanya permohonan pihak ketiga untuk ikut serta dalam proses perkara (voeging atau tussenkomst)

Jenis Putusan
Putusan Preparatoir: putusan yang mengakhiri perkara pada tingkat pemeriksaan di pengadilan untuk
kelancaran persidangan

Putusan Serta Merta: gugatan didasarkan pada alat bukti surat otentik, utang piutang yang jumlahnya pasti
dan tidak dibantah, sewa menyewa yang telah habis dan penyewa melakukan kewajiban sebagai penyewa
yang baik.

Pasal 173 HIR: hakim wajib memutuskan keseluruhan gugatan (2) dan tidak diperbolehkan memutus
melebihi dari yang dituntut (ultra petita) oleh penggugat (3)

Putusan Non-Executable
Apabila: putusan declaratoir dan konstitutif atas barang yang tidak berada di tangan tergugat dan barang
tidak sesuai dengan yang disebutkan dalam amar putusan

Upaya Hukum
Biasa: untuk setiap putusan selama masih dalam tenggang waktu, berupa perlawanan (verzet); banding
dan kasasi.
Luar Biasa/Istimewa: untuk keputusan yang inkracht, berupa peninjauan kembali (reques civil) dan
perlawanan pihak ketiga (derden verzet)

Perlawanan: terhadap putusan yang dijatuhkan tanpa hadirnya tergugat. Psl 129 HIR: hingga hari
kedelapan; Psl 153 RBg: sampai hari ke-14.

Banding
Psl 188-194 HIR/Psl 199-205 RBg: lembaga pemeriksaan ulang atas perkara yang telah diputus pada tingat
pertama.

Putusan yang tertutup dari upaya banding: putusan perdamaian dan putusan peradilan niaga tentang
kepailitan.

Prosedur Banding: diajukan tertulis/lisan dengan jangka waktu 14 hari setelah putusan/diberitahukan. Jika
berada di luar wilayah hukum pengadilan: 30 hari (jawa madura) dan 6 minggu (luar jawa madura: Psl 199
RBg).

Kasasi
Kasasi adalah pembatalan putusan atas penetapan pengadilan dari semua lingkungan peradilan. Pemeriksaan
terhadap penerapan hukumnya.

Alasan Kasasi: (Psl 30 UU 14 Tahun 1985 ttg MA)

a. Tidak berwenang atau melampaui kewenangan


b. Salah menerapkan hukum yang berlaku
c. Lalai memenuhi syarat yang diwajibkan oleh Peraturan PerUUan

Prosedur Kasasi: Permohonan tertulis (14 hari) > dicatat di kepaniteraan PN dan diberitahukan ke pihak lawan
paling lambat 7 hari > pemohon wajib menyampaikan memori kasasi (14 hari setelah permohonan dicatat) >
30 hari Kepaniteraan PN wajib memberitahukan kepada pihak lawan beserta salinan memori kasasi > 30 hari
setelah menerima memori/kontra memori kasasi, Panitera wajib mengirimkan kepada MA.

Peninjauan Kembali
Dasar Hukum PK:

a. Psl 21-23 UU 4 Tahun 2004 jo. Psl 34 dan 66 UU 5 Tahun 2004


b. PERMA 1 Tahun 1982

Syarat PK:
a. Terhadap putusan banding inkracht
b. Terdapat hal/keadaan baru/novum yang mematahkan kebenaran
c. Hanya dapat diajukan satu kali

Alasan PK:

a. Putusan didasarkan pada kebohongan


b. Ditemukan novum
c. Mengenai bagian dari tuntutan belum diputus tanpa pertimbangan
d. Ultra petita
e. Berlaku yurisprudensi tapi diputus berbeda
f. Kekhilafan hakim yang nyata

Perlawanan Pihak Ketiga/Derden Verset


Dasar Hukum:

a. Psl 1917 BW: putusan hakim hanya mengikat pihak yang berperkara dan tidak mengikat pihak ketiga
b. Psl 378 Rv: pihak ketiga dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan yang merugikan hak pihak
ketiga
c. Psl 379 Rv: pihak petiga yang dirugikan mengajukan gugatan dengan cara upaya hukum biasa

Eksekusi
Penyebab penundaan eksekusi:

a. Faktor internal peradilan berhubungan dengan alasan yuridis


b. Faktor eksternal (keamanan eksekusi)
c. Biaya eksekusi yang tidak sanggup dibayar oleh pemohon eksekusi
d. Tanah objek eksekusi tidak jelas batasnya
e. Dua putusan saling bertentangan
f. Objek eksekusi tidak ada
g. Putusan bersifat deklaratoir
h. Objek eksekusi ditangan pihak ketiga

Anda mungkin juga menyukai