Anda di halaman 1dari 24

BAB VII

ALAT BUKTI SAKSI DAN PERSANGKAAN

1. Alat Bukti Saksi


• Dasar hukum:
• Pasal 168 s.d 172 HIR
• Pasal 1895 KUH Perdata
• Pasal 139 s.d 152 HIR
• Pasal 1902 s.d 1908 KUH Perdata
• Persaksian merupakan alat pembuktian yang wajar dan penting,
karena:
1.Sudah selayaknya diperlukan keterangan pihak ketiga yang bukan
pihak berperkara dan mengalami langsung peristiwa ybs.
2. Tidak ditemukannya bukti tertulis, sehingga keasaksian berperan
penting.
Kesaksian :
• Kepastian yang wajib diberikan kepada
hakim di persidangan tentang peristiwa
yang disengketakan, dengan jalan
pemberitahuan secara lisan dan pribadi
oleh orang yang bukan pihak yang
bersengketa yang dipanggil di
persidangan.
Kelemahan Pembuktian Saksi:
• Kemungkinan adanya saksi palsu
yang sengaja didatangkan.
• Tidak dapat dapat dipercayanya
kesaksian dengan itikad baik.
Kewajiban Saksi :
A. Menghadap di persidangan setelah dipanggil patut
• Pasal 139 s.d 141 HIR mengatur tentang sanksi bagi
saksi yang tidak mau menghadap setelah dipanggil
patut yaitu:
1. Dihukum untuk membayar biaya yang telah
dikeluarkan
2.Mengganti kerugian yang diderita pihak akibat
ketidakhadirannya.
3.Hakim dapat memerintahkan agar saksi dibawa
paksa oleh polisi ke pengadilan.
B. Kewajiban bersumpah menurut agamya
• Sebelum memberi keterangan saksi harus
disumpah bersadasarkan agama atau keyakinannya
dihadapan para pihak di muka sidang.(sumpah
promissoire)

C. Kewajiban memberikan keterangan


• Apabila saksi telah disumpah, tetapi tidak mau
memberi keterangan, maka atas permintaan dan
biaya orang mendatangkan saksi, hakim dapat
memerintahkan untuk menyandera saksi tersebut
sampai ia mau memberikan kesaksiannya.
Perkecualian/pembatasan dalam pemberian
kesaksian:
A. Mereka yang oleh undang-undang dianggap tidak
mampu secara mutlak untuk dijadikan saksi, yaitu:
1. Keluarga sedarah dan keluarga senenda menurut
keturunan yang lurus dari salah satu pihak.
• Misalnya: menantu, mertua.
• Namun menurut Pasal 145 HIR ayat 92), mereka
tidak bleh ditolak sebagai saksi dalam perkara yang
menyangkut kedudukan perdata seperti kelahiran,
perkawinan dan perjanjian kerja.
2. Suami/isteri salah satu pihak atau bekas
suami/ bekas isteri apabila mereka telah
bercerai.
Alasannya:
a. Mereka dianggap kurang cukup objektif
apabila didengar sebagai saksi.
b. Untuk menjaga hubungan kekeluargaan yang
baik.
c. Untuk mencegah kemungkinan adanya
petentangan batin dalam diri saksi.
B. Ketidakmampuan secara relatif.
1. Orang/anak yang belum mencapai usia 18 tahun
2. Orang gila.
• Mereka bisa dimintai keterangan, hal mana
keterangannya hanya merupakan penjelasan
bagi hakim.
• Untuk kebenarannya dapat dibuktikan dengan
bukti lain.
Penilaian Kesaksian:
1. Pasal 169 HIR Unus Testis Nullus Testis
• Untuk setiap perkara tidak boleh dibuktikan
dengan satu saksi saja akan tetapi harus
disertai bukti lain.
2. Pasal 170 HIR tentang Pembuktian Berantai
• Untuk setiap kejadian tidak diperlukan dua
orang saksi, dan keterangan saksi-saksi tentang
kejadian-kejadian yang berlainan dapat saling
mengisi apabila kejadian itu ada hubungan
satu sama lain.
3. Pasal 171 ayat (1) HIR:
• Seorang saksi tidak cukup dengan menerangkan
bahwa ia mengetahui tentang peristiwanya saja,
akan tetapi ia juga harus menerangkan tentang
bagaimana ia dapat mengetahui peristiwa
tersebut.
4. Pasal 172 HIR:
• Hakim tidak berkewajiban dan tidak dipaksa
untuk mempecayai keterangan seorang saksi.
• Karena itu seorang saksi/kesaksian berlainan
dengan alat bukti surat.
C. Mereka yang mempunyai hak undur diri untuk memberikan
kesaksian.
• Yaitu mereka yang memiliki hak ingkar atas permintaan sendiri
dibebaskan dari kewajiban memberi kesaksian.
• Menurut Pasal 146 HIR orang-orang yang boleh meminta undur
diri adalah:
1. Saudara laki-laki dan perempuan serta ipar laki-laki dan
perempuan dari salah satu pihak.
2. Keluarga sedarah menurut garis lurus dan saudara laki-laki dan
permpuan dari slah satu pihak.
3.Sekalian orang yang karena martabat, jabatan/hubungan
pekerjaan yang sah diwajibkan menyimpan rahasia, akan tatapi
semata-mata hanya tentang hal yang diberitahukan kepadanya
karena martabat, jabatan, atau hubungan pekerjaan yang sah.
Misalnya notaris, dokter, advovat, polisi.
• Perasaan/dugaan yang istimewa timbul karena akal
tidak dipandang sebagai kesaksian, karena hal itu
hanya merupakan kesimpulan yang tidak didasarkan
atas penangkapan panca indera secara langsung.

Testimonium de auditu/hear say


Adalah kesaksian yang berasal dari pendengaran pihak
ketiga.
1. Kesaksian tersebut dilarang karena keterangan itu
tidak mengenai peristiwa yang dialaminya sendiri.
2. Diperkenankan, karena keterangan itu dapat
digunakan untuk menyusun persangkaan atau
melengkapi keterangan saksi yang dapat dipercaya.
Pemeriksaan Saksi Istimewa :
1. Valentudinaire Anquete (Pasal 893 BRv)
• Ada kemungkinan kesaksian sebagai alat bukti
akan hilang disebabkan saksi ybs telah berusia
lanjut, mendertita sakit yang tidak mungkin
disembuhkan atau akan pergi ke luar
negeribtanpa diketahui dimana akan menetap.
• Dalam hal demikian selayaknya pihak yang akan
atau sedang dalam proses perkara diberi izin
untuk menyuruh didengar kesaksiannya oleh
hakim.
• Apabila permohonan dikabulkan oleh hakim,
maka dari pemeriksaan saksi tersebut dibuat
berita acaranya, akan tetapi keterangan saksi
itu tidak dapat dipakai sebagai alat bukti
selama saksi tersebut dapat didengar secara
biasa. Bila hal itu tidak mungkin karena saksi
telah meninggal dunia, barulah berita acara
tersebut dapat dipakai sebagai alat bukti,
dimana kekuatannya diserahkan kepada
kebijaksanaan hakim.
2. Rogatoire Commissie (Pasal 173 BRv)
• Apabila seorang saksi tinggal di luar negeri maka
hakim dapat meminta dengan perantaraan hakim
luar negeri untuk melakukan pemeriksaan terhadap
saksi tersebut.
• Dapat pula hakim meminta bantuan
konsultan/perwakilan di negeri itu untuk keperluan
tersebut.
• Dari pemeriksaan saksi tersebut dibuat berita
acaranya, yang kekuatan pembuktiannya sama
dengan berita acara seperti berita acara yang dibuat
oleh hakim di Indonesia.
3. Akhli (Pasal 154 HIR).
Keterangan seorang ahli merupakan nasihat
kepada hakim untuk membantu hakim dalam
menjalankan tugasnya, tetapi tidak memberikan
kepastian tentang suatu peristiwa dalam arti
tidak merupakan alat bukti.

Menurut Wiryono Prodjodikoro:


• Kesaksian dari seorang ahli merupakan alat
bukti, karena dengan kesaksian seorang ahli
dapat mengungkapkan apa yang terjadi.
Perbedaan antara saksi dengan ahli ditinjau dari
segi:
1. Dapat tidaknya diganti.
• Seorang ahli dapat diganti dengan ahli lain asal
keahliannya sama.
• Seorang saksi tidak bisa diganti dengan saksi lain.
2. Kecakapan hukumnya
• Seorang ahli mempunyai kecakapan/keahlian
khusus seorang saksi meskipun ia mungkin
mempunyai kecakapan khusus, akan tetapi
kesaksiannya bukan mengenai kecakapannya.
3. Saat pengawasannya
Seorang ahli dimintai keterangannya/pendapatnya tentang
hal-hal yang diawasi atau dilihatnya di persidangan saja.
Seorang saksi memberikan keterangan tentang peristiwa
yang terjadi yang ditangkap dengan panca inderanya
sebelum persidangan.

4. Tujuan Prosesuil
Seorang ahli dipanggil ke persidangan untuk memberikan
pertimbangannya atau pendapatnya mengenai suatu
peristiwa
Seorang saksi dipanggil ke persidangan untuk memberikan
hal-hal yang baru.
Persamaan antara ahli dan saksi
1.Sebelum meberikan keterangan
harus disumpah terlebih dulu
2. Pasal 145 HIR dan 146 HIR mengenai
kewenangan absolut dan relatif
berlaku bagi keduanya.
3. Alat Bukti Persangkaan
• Dasar Hukum:
• Pasal 173 HIR, Pasal 1915 sd Pasal 1922 KUH
Perdata.

• Menurut Pasal 1915 KUH Perdata:


Persangkaan adalah kesimpulan-kesimpulan
yang ditarik oleh undang-undang atau hakim
dari suatu peristiwa yang terang dan nyata ke
arah peristiwa lain yang belum terang
kenyataannya.
• Menurut Pasal 1915 KUH Perdata
menyebutkan bahwa yang
berwenang menarik kesimpulan
adalah:
1. Hakim
• Kesimpulannya disebut persangkaan
hakim (fetelijke vermoeden) atau
praesumption facti karena
kesimpulan ditarik berdasarkan
kenyataan.
2. Persangkaan Undang-undang/Hukum
• Apabila yang menarik kesimpulan tersebut adalah
undang-undang/hukum.
• Persangkaan undang-undang merupakan suatu
pembebasan dari kewajiban membuktikan
sesuatu untuk keuntungan salah satu pihak yang
berperkara.
• Contoh Pasal 1394 KUH Perdata.:
• Tiga helai kuitansi berturut-turut untuk
pembayaran sewa, menurut undang-undang
menimbulkan suatu persangkaan bahwa uang
sewa untuk waktu sebelumnya telah terbayar.
• Pembuktian lawan diperkenankan apabila
berdasarkan undang-undang menyatakan
batalnya perbuatan tersebut karena
perbuatan tersebut sifat dan wujudnya
dianggap telah dilakukan untuk menyelundupi
undang-undang
• Persangkaan sangat berguna apabila dalam
suatu perkara sangat sulit diperoleh saksi-
saksi, misalnya dalam perkara gugat cerai
karena perzinahan.

• Persangkaan hakim dapat ditarik pula dalam


persidangan, misalnya tidak tegasnya jawaban
dari para pihak menimbulkan persangkaan
Bahwa memang peristiwa tersebut tidak
beres.

Anda mungkin juga menyukai