DALAM KEGIATAN MONITORING DAN BIMBINGAN TEKNIS POLA BINDALMIN TAHUN 2009 Di :
PTA Surabaya, tgl 15 s/d 17 Juni 2009
SURAT GUGATAN / PERMOHONAN
a. Dalam penyebutan para pihak, harus
didahulukan pihak prinsipal drpd pihak formil. b. Dalam identitas pihak, yg perlu dicantumkan disamping nama, umur dan alamat juga agama dan pekerjaan. c. Dalam perkara perceraian perlu dilihat di mana nikah dilaksanakan, apakah di KUA atau Catatan Sipil. d. Surat gugatan tidak perlu memakai materai. GUGATAN KABUR (OBSCUUR LIBEL)
a. Dalam memeriksa suatu perkara, apabila sudah sampai tahap
pembuktian, hakim jangan memutus dengan menyatakan “gugatan tidak dapat diterima (NO), akan tetapi “ditolak”. b. Dalam gugatan yang berhubungan dengan benda tidak bergerak harus jelas mengenai batas, letak dan luas objek sengketa. c. Untuk menghindani putusan yang non executable, majelis hakim baik atas inisiatif sendiri atau karena ada eksepsi atau atas permintaan salah satu pihak perlu mengadakan descente (Lihat SEMA No. 7 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan Setempat). d. Patokan obscuur libel adalah: 1) Fundamentum petendi tidak menjelaskan dasar gugatan; 2) Tidak jelas objek yang disengketakan; 3) Penggabungan perkara yang tidak jelas; 4) Bertentangan posita dan petitum; 5) Petitum tidak dirinci. ERROR INPERSONA Untuk menentukan legal standing, para pihak yang berperkara harus jelas apakah berkualitas sebagal pihak atau tidak, misalnya : – anak di bawah umur atau – orang gila yang kadang-kadang sembuh atau – penerima kuasa yang surat kuasanya tidak benar. PLURIUM LITIS CONSORTIUM
– Dalam mengajukan perkara semua
pihak yang terkait harus dimasukkan sebagai pihak. – Jika dalam gugatan itu para pihak tidak lengkap, maka gugatan itu termasuk kategori plurium litis consortium. PATOKAN NEBIS IN IDEM (Pasal 1917 BW)
a. Apa yang diperkarakan sudah pernah diputus
oleh Pengadilan. b. Telah ada putusan yang BHT. c. Objek yang digugat sama. d. Subjeknya sama. e. Materi yang digugat juga sama. f. Objek yang disengketakan sudah diberi status tertentu oleh putusan Pengadilan terdahulu. FAKTA KEJADIAN Dalam mengungkap fakta kejadian ada dua teori :
– individualisering theory, di mana semua fakta
disebutkan dan – substantering teory, di mana yang disebut adalah fakta yang pokok-pokok saja.
Terserah mana yang mau dipakai.
FAKTA HUKUM • Ada dua pendapat mengenai pengungkapan fakta hukum dalam surat gugatan :
1. menyatakan fakta hukum tidak perlu
diungkapkan dalam surat gugatan, 2. menyatakan perlu diungkapkan dalam surat gugatan.
• Dalam praktek di lapangan, terserah pendapat
mana yang akan dianut. SITA • Apabila permohonan sita diajukan bersama- sama dengan surat gugatan, maka permohonan tersebut dicantumkan pada bagian akhir uralan posita (sebelum petitum gugatan, sedangkan pada petitum dimohonkan agar sita dinyatakan sah dan berharga. • Apabila sita dikabulkan maka dibuat surat penetapan, setelah sita dilaksanakan maka dilakukan sidang untuk mengumumkan apakah sita itu sah dan berharga. Pengumuman sita dicatat dalam Berita Acara Sidang guna untuk keperluan membuat putusan. • Penyitaan barang di luar negeri, tidak dibenarkan. PETITUM
Petitum di dalam surat gugatan harus jelas
(terinci, tertentu). PROVISI • Pada dasarnya hakim tidak boleh menjatuhkan putusan provisi sekali pun syarat-syarat telah terpenuhi. • Putusan provisi hanya dapat dijatuhkan dalam hal-hal yang tidak dapat dihindarkan (eksepsional) dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1. Apabila ada CB yang harga barang-barang yang disita tidak akan mencukupi untuk menutupi jumlah yang digugat; 2. Jika dipandang perlu dengan jaminan oleh pihak pemohon eksekusi yang seimbang dengan catatan: a. bahwa benda-benda jaminan hendaknya yang mudah disimpan dan mudah digunakan untuk pengganti pelaksanaan jika putusan yang bersangkutan tidak dibenarkan oleh hakim banding atau kasasi; b. jangan menerima borg untuk menghindarkan pemasukan pihak ketiga dalam proses; c. penentuan benda serta jumlahnya terserah kepada ketua pengadilan; d. benda-benda jaminan dicatat dalam daftar tersendiri seperti daftar benda-benda sitaan dalam perkara perdata.
Catatan: Lihat SEMA No. 06 Tahun 1975 Perihal Uitvoerbaar bij Voorraad. EKSEPSI RELATIF
a. Penolakan atas eksepsi kompetensi
dituangkan dalam putusan sela. b. Upaya hukum terhadap putusan sela dimaksud diajukan bersama-sama dengan putusan akhir. KUASA HUKUM a. Sesuai dengan SEMA No. 06 Tahun 1994 tentang Surat Kuasa Khusus. Surat kuasa harus bersifat khusus dan menurut undang- undang harus dicantumkan dengan jelas bahwa surat kuasa itu hanya dipergunakan untuk keperluan tertentu. b. SEMA No. 06 Tahun 1994 tentang Kuasa Khusus menyatakan bahwa apabila dalam surat kuasa khusus tersebut telah disebutkan bahwa kuasa tersebut mencakup pula pemeriksaan dalam tingkat banding dan kasasi, maka surat kuasa khusus tersebut tetap sah berlaku hingga pemeriksaan dalam kasasi. c. Bila advokat diwakili oleh asistennya, dalam surat kuasa harus ada penegasan “hak substitusi”. d. Kuasa khusus termasuk kategori perjanjian sepihak. OIeh karena itu pencabutannya adalah otoritas pemberi kuasa (Lihat pasal 1813 KUH Perdata). e. Pengadilan dapat menerima advokat yang beracara, baik yang berkartu PERADI atau KAI dan lain-lain. f. Ketentuan pemateraian dalam surat kuasa khusus yang tidak sesuai dengan UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai, yang ditemukan di tingkat banding seyogianya jangan langsung dinyatakan tidak diterima (NO), namun dibuat putusan sela yang memerintahkan agar pemateraian surat kuasa khusus tersebut diperbaiki. PANGGILAN a. Pemanggilan para pihak tetap berpedoman pada ketentuan pasal 390 ayat (1) HIR/pasal I Rv, yaitu disampaikan kepada yang bersangkutan di tempat kediamannya, jika tidak dijumpai pada alamat dimaksud, panggilan disampaikan melalui kepala desa/Iurah. b. Syarat formal pemanggilan adalah sah dan patut, yaitu disampaikan di tempat kediaman pihak dan atau kepala desa dan jarak antara tanggal pemanggilan dengan hari sidang sekurang- kurangnya 3 (tiga hari) kerja (Lihat pasal 122 HIR/pasal 146 RBg). c. Pengadilan Agama yang dimintai bantuan pemanggilan, hendaknya memprioritaskan pelaksanaan permohonan pemanggilan tersebut. d. Pemanggilan kepada pihak yang berada di luar negeni harus dilakukan sesuai prosedur, yaitu melalui Dirjen Protokol dan Konsuler Deplu. PANGGILAN untuk perkara perceraian Sesuai ketentuan pasal 27 PP No. 9 Tahun 1975, • Panggilan dilakukan dengan cara menempelkan gugatan pada papan pengumuman pengadilan dan mengumumkannya melalui satu atau beberapa surat kabar atau mas media lain yang ditetapkan oleh pengadilan sebanyak 2 (dua) kali • Panggilan dengan tenggat waktu antara pemanggilan pertama dan kedua selama 1 (satu) bulan. • Tenggat waktu antara pengumuman kedua dengan persidangan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan. • Pengumuman pertama dan kedua adalah untuk sekali persidangan, yaitu 4 (empat) bulan setelah pengumuman pertama. ITSBAT NIKAH • Sesuai ketentuan pasal 7 ayat (3) KHI, itsbat nikah dapat diajukan ke pengadilan agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan: 1) Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian; 2) Hilangnya akta nikah; 3) Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan; 4) Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya UU no. I Tahun 1974; 5) Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyal halangan perkawinan menurut UU No. I Tahun 1974. • Permohonan itsbat nikah diajukan di tempat kediaman pemohon. • Permohonan itsbat nikah yang diajukan oleh kedua suami isteri bersifat voluntair, produknya berupa penetapan. • Permohonan itsbat nikah yang diajukan oleh salah seorang suami atau isteri, anak, wali nikah dan pihak lain yang berkepentingan bersifat contentious, produknya berupa putusan. • Sebelum perkara permohonan pengesahan itsbat nikah disidangkan, pengadilan agama wajib mengumumkan permohonan pengesahan nikah yang diajukan kepadanya dalam jangka waktu 14 hari sejak majelis hakim menetapkan han sidang. • Pengumuman sebagaimana tersebut di atas dilakukan melalui mass media, atau sekurang-kurangnya ditempelkan pada papan pengumuman pengadilan agama. MEDIASI a. Pada prinsipnya semua sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama harus melalui mediasi. (Lihat: pasal 4 PERMA No. 01 Tahun 2008). b. Mediator yang berasal dan lingkungan pengadilan hanya hakim yang telah ditunjuk oleh Ketua Pengadilan. WALl ADHAL Terhadap penetapan wali adhal yang diajukan oleh calon mempelai pria dan I atau wanita, dapat dilakukan perlawanan oleh orang tua calon mempelai, keluarga dekat dan atau orang yang berkepentingan Iainnya kepada pengadilan agama yang mengeluarkan penetapan tersebut. GUGAT CLASS ACTION
Pengadilan agama dapat menerima
perkara gugatan class action. PEMBUKTIAN a. Alat bukti surat berupa foto copy harus dicocokkan dengan aslinya oleh ketua majelis dan harus diberi paraf ketua majelis di dalam foto copy tersebut serta dicatat dalam berita acara. b. Alat bukti surat yang tidak dapat ditunjukkan aslinya, tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti. c. Berdasarkan SE MARl surat yang akan diajukan sebagai alat bukti harus dilegalisasi oleh panitera, akan tetapi legalisasi ini tidak mempengaruhi sah tidaknya alat bukti. Yang menyatakan sah tidaknya alat bukti adalah hakim. d. Di samping dilegalisasi, surat yang akan diajukan sebagai alat bukti juga harus dinazegelen. e. Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan syiqaq, maka untuk mendapatkan putusan perceraian harus didengar keterangan saksi-saksi yang berasal dan keluarga atau orang-orang yang dekat dengan suami isteri (pasal 76 ayat (1) UU No.7 Tahun 1989/UU No. 3 Tahun 2006). f. Apabila pihak sudah mengucapkan sumpah decissoir, maka perkara harus segera diputus. g. Untuk perkara li’an, kedua belah pihak harus disumpah dengan urutan pihak suami Iebih dahulu kemudian pihak isteri. h. Pada asasnya perkara yang diputus verstek tidak perlu pembuktian, kecuali perkara perceraian. i. Di dalam perkara itsbat nikah, wakaf, dan sejenisnya dapat menggunakan alat bukti testimonium de auditu. namun demikian penerapannya harus hati- hati. j. Putusan arbitrase asing tidak bisa dijadikan alat bukti. WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELANGGAR HUKUM a. Wansprestasi (Pasal 1320 KUH Perdata) 1) Timbul dan persetujuan dan kesepakatan. 2) Salah satu pihak tidak memenuhi prestasi yang disepakati atau terlambat dan tidak Iayak memenuhi prestasi yang diperjanjikan. 3) Ada proses sebagaimana tersebut dalam Pasal 1243 KUH Perdata. 4) Ganti rugi sejak terjadinya kelalaian (Pasal 1237 KUH Perdata).
b. Perbuatan Melanggar Hukum (Pasal 1365 KUH Perdata)
1) Harus ada perbuatan; 2) Perbuatan itu harus melawan hukum; 3) Ada kerugian; 4) Harus ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian yang diderita. 5) Ada unsur kesalahan; 6) Ganti rugi meliputi kerugian materiil dan moril; 7) Ganti rugi berpegang pada Pasal 1372 KUH Perdata (pada penilaian sosial ekonomi kedua belah pihak). DESCENTE (pemeriksaan setempat) a. Untuk menghindari putusan yang tidak bisa dieksekusi (non executable), seyogianya objek sengketa berupa harta tidak bergerak dilakukan descente (SEMA No. 7 Tahun 2001. b. Teknis pelaksanaan descente adalah: 1) Sidang dibuka di tempat (objek sengketa atau kantor kelurahan). (M. Yahya Harahap: Hukum Acara Perdata, him. 785). 2) Apabila dipandang perlu dan atas persetujuan para pihak yang berperkara dapat pula dilakukan pengukuran dan pembuatan gambar situasi tanah/ objek perkara yang dilakukan oleh kantor BPN setempat dengan biaya yang disepakati oleh kedua belah pihak. PUTUSAN a. Hakim dalam menyusun putusan harus tahu pokok masalahnya. b. Dalam pertimbangan hukum, fakta dan rule harus benar. Kalau fakta dan rule benar, maka kesimpulan akan benar. Dalam praktek masih banyak kekeliruan tentang hal ini. c. Pertimbangan harus runtut. d. Amar harus menggunakan model yang baku. e. Perincian biaya perkara yang dicantumkan dalam amar putusan PTA adalah biaya: 1) Redaksi; 2) Materai; 3) Pemberkasan; SITA DALAM AMAR PUTUSAN a. Apabila gugatan dikabulkan, sita dinyatakan sah dan berharga. Sebaliknya apabila gugatan ditolak, sita harus dinyatakan diangkat. b. Pengangkatan sita harus dilakukan dalam putusan tersendiri. c. Apabila dalam amar tidak ada pengangkatan sita, maka harus ada permohonan baru untuk pengangkatan sita tersebut. BERITA ACARA SIDANG a. Ketua Majelis Hakim bertanggungjawab atas pembuatan dan kebenaran berita acara persidangan dan menandatanganinya sebelum sidang berikutnya. b. Panitera Pengganti yang ikut bersidang harus sudah menyusun berita acara sidang satu han setelah sidang (H + 1). Beita acara sidang tersebut antara lain memuat susunan persidangan, siapa- siapa yang hadir, serta jalannya pemeriksaan perkara. c. Berita Acara Sidang harus sudah ditandatangani sebelum sidang berikutnya. d. Nomor halaman berita acara sidang harus dibuat secara bersambung dan sidang pertama sampai sidang yang terakhir. e. Pada waktu musyawarah Majelis Hakim semua berita acara harus sudah diketik dan ditandatangani sehingga dapat dipakai sebagai bahan musyawarah oleh Majelis Hakim yang bersangkutan. f. Pengetikan berita acara sidang harus rapih dan baik. PENYUSUNAN BERKAS
Penyusunan berkas dilakukan secara
kronologis. UPAYA HUKUM (BANDING DAN KASASI) a. Apabila kedua pihak masing-masing mengajukan upaya hukum, nomor perkaranya pada tingkat banding atau kasasi tetap satu. b. Panitera dalam surat pengantar pengiriman berkas menerangkan bahwa kedua belah pihak masing-masing mengajukan upaya hukum banding atau kasasi. c. Sebelum berkas dikirim ke PTA atau MA, panitera harus meneliti secara cermat dan seksama isi dan kelengkapan berkas perkara. d. Berkas perkara yang dikirim: 1) Foto copy harus jelas dan dilegalisasi. 2) Berkas perkara harus lengkap. 3) Berkas yang dikirim ke MA cukup satu berkas yang terdiri dan bundel A dan bundel B. 4) Pengadilan agama harus menyimpan satu berkas sebagai arsip. SISA PANJAR a. Setelah perkara diputus, pada hari itu juga buku jurnal keuangan perkara harus ditutup. b. Jika setelah ditutup masih ada sisa panjar harus dikembalikan kepada pihak. c. Jika pada hari itu pihak tidak mengambil sisa panjar, pengadilan wajib memberitahukan melalui surat kepada yang bersangkutan untuk segera mengambil sisa panjar tersebut. d. Jika dalam waktu 6 bulan sejak diputus sisa panjar itu tidak diambil oleh pihak yang bersangkutan, maka sisa panjar dimaksud disetorkan ke kas negara. PNBP a. Biaya PNBP yang dipungut bersamaan dengan panjar biaya perkara adalah biaya pendaftaran dan hak redaksi. b. Biaya leges tidak masuk dalam rincian biaya perkara yang dimuat dalam putusan. c. Pertanggungjawaban pemungutan biaya leges dicantumkan dalam salinan putusan atau penetapan yang dikeluarkan oleh pengadilan agama atas permintaan pihak.