Anda di halaman 1dari 11

Nama : SINDI ELPINA

NIM : 12101193113

Kelas : HES 5C

SYARAT GUGATAN DAN JALANNYA PERSIDANGAN

A. Syarat Gugatan

1. Gugatan dapat dibuat dalam bentuk tertulis (Pasal 118 Ayat 1 HIR/142 Ayat 1 RBG) dan
Gugatan dalam bentuk lisan ( Pasal 120 HIR/144 ayat (1)RBg ). Gugatan dalam bentuk
lisan hanya dapat dilakukan bilamana penggugat buta huruf, maka surat gugatan dapat
dimasukkan dengan lisan kepada ketua pengadilan negeri yang mencatat gugatan itu atau
menyuruh mencatatnya. 1 Namun, di masa sekarang ini gugatan lisan sudah tidak lazim
lagi, bahkan menurut Yurisprudensi MA tanggal 4-12-1975 Nomor 369 K/Sip/1973 orang
yang menerima kuasa tidak diperbolehkan mengajukan gugatan secara lisan. Yurisprudensi
MA tentang syarat dalam menyusun gugatan:2

 Orang bebas menyusun dan merumuskan surat gugatan asal cukup memberikan
gambaran tentang kejadian materil yang menjadi dasar tuntutan (MA tgl 15-3-1970
Nomor 547 K/Sip/1972).

 Apa yang dituntut harus disebut dengan jelas (MA tgl 21-11-1970 Nomor 492
K/Sip/1970).

 Pihak-pihak yang berperkara harus dicantumkan secara lengkap (MA tgl 13-5-1975
Nomor 151 /Sip/1975)

 Khusus gugatan mengenai tanah harus menyebut dengan jelas letak, batas-batas dan
ukuran tanah (MA tgl 9-7-1973 Nomor 81 K/Sip/1971).

2. Diajukan oleh seseorang atau pihak yang memiliki kepentingan hukum (Point d’interes
point d’action dan asas Legitima persona standi in judicio)

B. Syarat Isi Gugatan

Menurut Pasal 8 ayat 3 Rv gugatan memuat :

1. Identitas para pihak

Dalam hal ini yang dimaksud dengan identitas meliputi ciri dari penggugat dan tergugat
yaitu, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, agama dan tempat tinggal, serta
1
Martha Efri Satria, Hukum Acara Perdata, (Ponorogo: CV Nata Karya, 2017), hlm. 19
2
Yulia, Hukum Acara Perdata, (Lhokseumawe: Unimal Press, 2018), hlm. 19
kewarganegaraan (kalau perlu). Pihak-pihak yang ada sangkut pautnya dengan persoalan
harus disebutkan dengan jelas mengenai kapasitas dan kedudukannya apakah sebagai
penggugat, tergugat, pelawan, terlawan, pemohon dan termohon;

2. Dasar atau dalil gugatan (posita atau fundamentum petendi) yang berisi tentang:

a. Bagian yang menjelaskan tentang kejadian dan duduk perkaranya (feitelijke gronden)

b. Bagian yang menjelaskan tentang tentang adanya hak atau hubungan hukum yang
menjadi dasar yuridis gugatan (recht sgronden)

3. Tuntutan/petitum terdiri dari tuntutan primer dan tuntutan subsider/tambahan

a. Tuntutan pokok atau tuntutan primer merupakan tuntutan yang sebenarnya atau apa
yang diminta oleh penggugat sebagaimana yang dijelaskan dalam posita;

b. Tuntutan tambahan, merupakan tuntutan pelengkap daripada tuntutan pokok yang


masih ada hubungannya dengan tuntutan pokok, contoh dari tuntutan tambahan ini
antara lain:

1) Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar biaya perkara;

2) Tuntutan uitvoerbaar bij voorraad yaitu tuntutan agar putusan dapat dilaksanakan
lebih dulu meskipun ada perlawanan, banding dan kasasi. Di dalam praktik,
permohonan uitvoerbaar bij voorraad sering dikabulkan, namun demikian
Mahkamah Agung menginstruksikan agar hakim jangan secara mudah
mengabulkan (permohonan tersebut, editor);

3) Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar bunga (moratair) apabila


tuntutan yang dimintakan oleh penggugat berupa sejumlah uang tertentu;

4) Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar uang paksa (dwangsom),


apabila hukuman itu tidak berupa pembayaran sejumlah uang selama ia tidak
memenuhi isi putusan.

5) Dalam hal putusan cerai sering disebut juga tuntutan nafkah bagi istri (Pasal 59
ayat [2], Pasal 62, Pasal 65 Huwelijks Ordonantie voor Christen Indonesiers, S.
1933 No. 74, S. 1936 No. 607 [HOCI] atau Ordonansi Perkawinan Kristen, Pasal
213, Pasal 229 KUHPerdata/Burgerlijk Wetboek) atau pembagian harta (Pasal 66
HOCI, Pasal 232 KUHPerdata).

c. Tuntutan subsider atau pengganti


Tuntutan ini diajukan untuk mengantisipasi apabila tuntutan pokok dan tambahan
tidak diterima oleh hakim. Biasanya tuntutan ini berbunyi “Ex Aequo Et Bono” yang
artinya hakim mengadili menurut keadilan yang benar atau mohon putusan seadil-
adilnya.

C. Syarat Formil Gugatan

Apabila dalam gugatan tidak memenuhi Syarat Formil maka akan Mengakibatkan
gugatan tidak sah. Syarat Formil yang harus dipenuhi :

1. Tidak melanggar Kompetensi Absolut dan Relatif,

2. Gugatan tidak Error in Persona. Contohnya : Penggugat tidak cakap atau tidak punya
kepentingan hukum yang cukup dan gugatan kurang pihak (plurium litis consortium)

3. Gugatan harus jelas dan tegas ( Pasal 8 RV ) serta tidak obscuur Libel , Misalnya : Posita
tidak menjelaskan kejadian serta dasar hukum tuntutan dalam gugatan,

a. Tidak jelas objek gugatan

b. Posita bertentangan dengan petitum, misalnya pada bagian posita, penggugat


mendalilkan telah terjadi perbuatan melawan hukum, tetapi dalam petitum terjadi
wanprestasi.

c. Petitum tidak terinci tapi hanya Kompositur ( Ex aequo et bono )

d. Tidak melanggar azas nebis in idem atau terhadap perkara yang sama tidak dapat
diadili untuk kedua kalinya. Dalam ranah hukum perdata, asas ne bis in idem ini
sesuai dengan ketentuan Pasal 1917 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(”KUHPerdata”),

e. Gugatan tidak Prematur/ belum waktunya diajukan Gugatan,

f. Tidak menggugat sesuatu yang telah dihapuskan/dikesampingkan oleh Penggugat.


Penggugat telah menghapuskan sendiri haknya dengan cara penolakan, ataupun karena
Verjaring ( daluwarsa)

g. Rei Judicata deductae atau apa yang digugat sekarang masih tergantung
pemeriksaannya dalam proses peradilan banding, Kasasi, maupun Peninjauan Kembali

Sebagai contoh, di Pengadilan Negeri Sleman ada beberapa syarat dan prosedur
pendaftaran perkara perdata gugatan atau permohonan, antara lain:3
3
PN Sleman, Syarat dan Prosedur Pendaftaran Perkara Perdata Gugatan/Permohonan,
http://pn-sleman.go.id/new//link/2020083107125010853666655f4ca2f29316e.html diakses pada 29 Oktober 2021
A. Persyaratan

1. Surat permohonan atau gugatan asli yang sudah ditandatangani, untuk surat gugatan
difotokopi sebanyak 5 (lima) rangkap tambah jumlah Tergugat. Sedangkan untuk
surat permohonan 3 (tiga) rangkap

2. Jika Pemohon/Penggugat tidak dapat menulis, maka permohonan/gugatan dapat


diajukan secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan Negeri yang membuat cacatan
atau memerintahkan untuk membuat catatan gugatan itu. Seorang kuasa tidak dapat
mengajukan gugatan secara lisan (Pasal 144 ayat 1 RBg)

3. Surat Kuasa Asli yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Hukum Pengadilan Negeri
Sleman beserta fotokopi kartu advokat dan Berita Acara Sumpah Advokat yang
masih berlaku

4. Bukti bukti yang menguatkan untuk mengajukan Gugatan atau Permohonan, seperti
KTP, KK, Surat Kuasa, Akte, dll

B. Prosedur

1. Penggugat/Pemohon/Kuasa Hukum datang ke meja PTSP Kepaniteraan Perdata


Pengadilan Negeri Sleman dan menyerahkan dokumen yang diperlukan untuk
mengajukan gugatan/permohonan;

2. Petugas PTSP meneliti kelengkapan berkas kemudian menyerahkan ke meja 1 untuk


dilakukan penghitungan biaya panjar berdasarkan SK Ketua Pengadilan Negeri
Sleman tentang radius, kemudian menuangkannya dalam SKUM;

3. Penggugat/Pemohon/Kuasa Hukum membayar biaya panjar melalui Bank yang


ditunjuk oleh Pengadilan Negeri Sleman;

4. Penggugat/Pemohon/Kuasa Hukum menyerahkan bukti transfer kepada kasir dan


menyimpan salinannya sebagai arsip;

5. Menerima tanda bukti penerimaan Surat Gugatan/Permohonan;

6. Menunggu Surat Panggilan sidang dari Pengadilan Negeri Sleman yang disampaikan
oleh Juru Sita/Juru Sita Pengganti;

7. Menghadiri Sidang sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.


D. SYARAT ATAU TATA TERTIB JALANNYA PERSIDANGAN

Pada Umumnya Syarat atau Tata Tertib Jalannya Persidangan di berbagai pengadilan itu
hampir sama, yaitu antara lain :

1. Pada saat Majelis Hakim memasuki dan meninggalkan ruang sidang, semua yang hadir
berdiri untuk memberi hormat.

2. Selama sidang berlangsung, pengunjung sidang harus duduk dengan sopan dan tertib di
tempatnya masing-masing dan memelihara ketertiban dalam ruang sidang.

3. Pengunjung sidang dilarang makan, minum, merokok, membaca koran atau melakukan
tindakan yang dapat mengganggu jalannya persidangan.

4. Dalam ruang sidang, siapapun wajib menunjukkan sikap hormat kepada Pengadilan.

5. Siapapun dilarang membawa senjata api, senjata tajam, bahan peledak atau alat maupun
benda yang dapat membahayakan keamanan.

6. Segala sesuatu yang diperintahkan oleh Hakim Ketua sidang untuk memelihara tata-tertib
di persidangan, wajib dilaksanakan dengan segera dan cermat.

7. Tanpa surat perintah, petugas keamanan Pengadilan karena tugas jabatannya dapat
mengadakan penggeledahan badan untuk menjamin bahwa kehadiran seseorang di ruang
sidang tidak membawa senjata, bahan atau alat maupun benda yang dapat membahayakan
keamanan sidang.

8. Pengambilan foto, rekaman suara atau rekaman TV harus meminta izin terlebih dahulu
kepada Hakim Ketua sidang.

9. Siapapun di sidang Pengadilan, bersikap tidak sesuai dengan martabat Pengadilan dan
tidak mentaati tata-tertib persidangan dan setelah Hakim Ketua sidang memberi
peringatan, masih tetap melanggar tata-tertib tersebut, maka atas perintah Hakim Ketua
sidang, yang bersangkutan dikeluarkan dari ruang sidang dan apabila pelanggaran tata-
tertib dimaksud bersifat suatu tindakan pidana, tidak mengurangi kemungkinan dilakukan
penuntutan terhadap pelakunya
Nama : LINGVANGLING SHERAKEN PAWESTI

NIM : 12101193114

Jurusan/Kelas : HES 5C

PENGARUH KEADAAN PARA PIHAK TERHADAP JALANNYA PERSIDANGAN

A. Tinjauan tentang Keadaan Tidak Hadir (Afwezigheid)


Keadaan tidak hadir (Afwezigheid) diatur dalam Bab kedelapan belas KUH Perdata.
Pasal 463 KUH Perdata dapat diketahui bahwa keadaan tidak hadir terdiri dari beberapa
unsur, yaitu:
1. Meninggalkan tempat kediamannya.
2. Tanpa memberikan kuasa kepada orang lain untuk mewakilinya.
3. Tidak merujuk atau memberikan kepada orang lain mengurus kepentingannya.
4. Kuasa yang pernah diberikan telah gugur.
5. Jika timbul keadaan yang memaksa untuk menanggulangi pengurusan harta bendanya
secara keseluruhan atau sebagian.
6. Untuk mengangkat seorang wakil, harus diadakan tindakan-tindakan hukum yang
mengisi kekosongan sebagai akibat ketidakhadiran tersebut.
7. Mewakili dan mengurus kepentingan orang yang tidak hadir, tidak hanya meliputi
kepentingan harta kekayaan saja, melainkan juga untuk kepentingankepentingan
pribadinya.4

B. Putusan Karena Tidak Hadir Pada Sidang Pertama


Pasal 148 RBg / 124 HIR memuat ketentuan: “Bila penggugat yang telah dipanggil
dengan sepatutnya tidak datang menghadap dan juga tidak menyuruh orang mewakilinya,
maka gugatannya dinyatakan gugur dan penggugat dihukum untuk membayar biayanya,
dengan tidak mengurangi haknyauntuk mengajukan gugatan lagi setelah melunasi biaya
tersebut”. Namun Ps. 150 RBg / Ps. 126 HIR masih memberi kelonggaran kepada Majelis
Hakim untuk tidak menjatuhkan putusan pada persidangan pertama, dan untuk
memerintahkan juru sita untuk memanggil penggugat sekali lagi untuk hadir dan juga
memanggil pihak yang sebelumnya telah hadir (tergugat) untuk menghadap lagi pada hari
persidangan berikutnya yang telah ditetapkan untuk itu.

Setelah penggugat dipanggil kedua kalinya, dan ternyata penggugat tidak hadir pula pada
persidangan yang telah ditetapkan tersebut, hakim akan menjatuhkan putusan menggugurkan
4
Primadya Allelaningrum, JURNAL AKIBAT HUKUM KEADAAN TIDAK HADIR (AFWEZIGHEID)DALAM
PERSIDANGAN MENURUT HUKUM PERDATA DI INDONESIA (2019), Hlm.15-17
gugatan penggugat dan menghukum tergugat membayar biaya perkara. Dalam putusan yang
menggugurkan gugatan penggugat, pokok perkaranya tidak dipertimbangkan oleh majelis
hakim, karena memang pemeriksaan perkara sesungguhnya belum dilakukan. Sebagai
catatan perlu diperhatikan, bahwa apabila penggugat hadir dalam persidangan pertama
namun tidak hadir dalam persidangan-persidangan berikutnya, maka perkaranya akan
diperiksa dan diputus secara contradictoir.
Apabila tergugat tidak hadir dalam sidang pertama, Ps. 149 RBg / Ps. 125 HIR
menentukan:
1) Bila pada hari yang telah ditentukan tergugat tidak datang meskipun sudah dipanggil
dengan sepatutnya, dan juga tidak mengirimkan wakilnya, maka gugatan dikabulkan
tanpa kehadirannya (verstek) kecuali bila ternyata menurut pengadilan negeri itu,
gugatannya tidak mempunyai dasar hukum atau tidak beralasan.
2) Bila tergugat dalam surat jawabannya seperti dimaksud dalam Ps. 145 RBg / Ps.121
HIR mengajukan sanggahan tentang kewenanangan pengadilan negeri itu, maka
pengadilan negeri, meskipun tergugat tidak hadir dan setelah mendengar penggugat,
harus mengambil keputusan tentang sanggahan itu dan hanya jika sanggahan itu tidak
dibenarkan, mengambil keputusan tentang pokok perkaranya.
3) Dalam hal gugatan dikabulkan, maka keputusan pengadilan negeri itu atas perintah
ketua pengadilan negeri diberitahukan kepada pihak tergugat yang tidak hadir dengan
sekaligus diingatkan tentang haknya untuk mengajukan perlawanan dalam waktu
serta dengan cara seperti ditentukan dalam Ps. 153 RBg / PS. 129 HIR kepada
pengadilan negeri yang sama.
4) Oleh panitera, di bagian bawah surat keputusan pengadilan negeri tersebut
dibubuhkan catatan tentang siapa yang ditugaskan untuk memberitahukan keputusan
tersebut dan apa yang telah dilaporkannya baik secara tertulis maupun secara lisan.

Sebagaimana disebut pada angka (1) diatas, putusan verstek tidak selalu berarti gugatan
penggugat dikabulkan. Pada dasarnya gugatan penggugat dikabulkan kecuali dalam dua hal
yaitu;
a. Gugatan tidak mempunyai dasar hukum. Dalam hal demikian, putusan pengadilan
menyatakan gugatan tidak diterima (nietonvankelijke verklaard).
b. Gugatan tidak beralasan. Dalam hal demikian, putusan pengadilan berupa menolak
gugatan penggugat. 17 Perlu diperhatikan pula bahwa, apabila tergugat pada sidang
pertama hadir dan pada persidangan-persidangan berikutnya tidak hadir, maka
pemeriksaan dan putusannya dilakukan dalam persidangan secara contradictoir.5

5
Nyoman A. Martana, Buku Ajar HUKUM ACARA DAN PRAKTEK PERADILAN PERDATA (2016). Hlm. 15
Menurut Tan Thong Kie, keadaan tidak hadir dapat dibagi ke dalam 3 masa, yaitu: masa
pengambilan tindakan sementara, masa ada dugaan hukum mungkin telah meninggal, dan
masa pewarisan definitif.

 Masa Pengambilan Tindakan Sementara


Masa yang pertama terjadi apabila seseorang meninggalkan tempat tinggalnya tanpa
mewakilkan kepentingannya kepada seseorang. Pada keadaan ini tindakan sementara
hanya diambil jika ada alasan yang mendesak untuk mengurus seluruh atau sebagian
akta harta kekayaan. Tindakan sementara tersebut dimintakan kepada pengadilan
negeri oleh orang yang mempunyai kepentingan harta kekayaan atau jaksa.
Selanjutnya hakim akan memerintahkan kepada Balai Harta Peninggalan untuk
mengurus seluruh atau sebagian harta serta kepentingan orang yang tidak hadir.
Kemudian Balai Harta Peninggalan memiliki kewajiban untuk:
a. Membuat pencatatan harta yang pengurusannya diserahkan kepadanya, jika perlu
sebelumnya disegel dahulu.
b. Membawa daftar pencatatan harta, surat-surat lain, dan lagi uang kontan serta
kertas berharga ke kantor Balai Harta Peninggalan.
c. Memperhatikan segala ketentuan untuk seorang wali mengenai pengurusan harta
seorang anak, kecuali diperintahkan lain oleh hakim.
d. Memberi pertanggungjawab setiap tahun kepada jaksa dengan memperlihatkan
surat-surat pengurusan dan efek-efek.

 Masa Ada Dugaan Hukum Mungkin Telah Meninggal


Masa kedua, yakni masa ada dugaan hukum kemungkinan sudah meninggal,
terjadi jika:
1. Ia tidak hadir selama 5 tahun tanpa meninggalkan kuasa.
2. Ia tidak hadir selama 10 tahun, surat kuasa ada, tetapi masa berlakunya sudah
habis.
3. Ia tidak hadir selama 1 tahun, apabila orangnya termasuk awak atau penumpang
kapal laut atau pesawat udara.
4. Ia tidak hadir selama 1 tahun, apabila orangnya hilang pada suatu peristiwa fatal
yang menimpa sebuah kapal laut atau pesawat udara.

Berdasarkan Putusan Makamah Agung tahun 1958 jika penggugat yang masih
dalam proses beracara meninggal dunia secara otomatis surat kuasa dari penggugat
tersebut gugur dan proses persidangan tidak dapat dilanjutkan. Namun perkara
tersebut dapat dilanjut kembali jika ahli waris penggugat atau almarhum mengajukan
permohonan untuk melanjutkan proses persidangan dengan menunjukkan bukti
bahwa ia adalah ahli waris yang sah. Mahkamah Agung mengatakan untuk
mengajukan gugatan cukup diajukan oleh salah seorang waris saja, selanjutnya ahli
waris dapat menunjuk pengacara yang lama atau baru guna melanjutkan perkara
tersebut. Sebelum itu ahli waris terlebih dahulu harus mengurus surat keterangan
ahli waris kemudian secara tertulis menyampaikan permohonan kepada pengadilan
tentang kehendaknya melanjutkan perkara tersebut.6

 Masa Pewarisan Definitif


Masa pewarisan definitif dimulai tiga puluh tahun setelah pernyataan persangkaan
meninggal dunia tercantum dalam putusan pengadilan atau seratus tahun setelah
kelahiran orang yang tidak hadir. Akibat dari timbulnya masa pewarisan definitif
adalah:
1) Semua jaminan dibebaskan.
2) Para ahli waris dapat mempertahankan pembagian harta warisan sebagaimana
telah dilakukan atau membuat pemisahan dan pembagian definitif.
3) Hak menerima warisan secara terbatas berhenti dan para ahli waris dapat
diwajibkan menerima warisan atau menolaknya.

Apabila orang yang tidak hadir tersebut kembali atau memberikan tanda-tanda
tentang masih hidupnya setelah masa pewarisan definitif, maka ia berhak untuk
meminta kembali harta kekayaannya dalam keadaan sebagaimana adanya beserta
harta yang telah dipindahtangankan, semuanya tanpa hasil dan pendapatan dari
hartanya, serta tanpa bunga. Apabila terdapat hibah wasiat atau warisan yang jatuh
kepada seorang yang tidak hadir yang apabila ia sudah meninggal dunia, harta
tersebut jatuh kepada orang lain, maka harta tersebut dapat dikuasai oleh orang yang
disebut terakhir ini seolah-olah orang yang tidak hadir telah meninggal dunia. Namun
penerima harta tersebut hanya berhak menguasai harta setelah ia memperoleh izin
dari pengadilan negara.

6
FJP Law Offices, https://fjp-law.com/id/dalam-hal-penggugat-yang-sedang-berperkara-meninggal-dunia/ , diakses pada 30
Maret 2020
Nama : Najmia An Azura

Nim : 12101193115

Kelas : Hukum Ekonomi Syari’ah 5C

TUGAS HUKUM ACARA PERDATA & PERADILAN

Didalam hukum acara perdata tentanglampau waktu akan berakibat bahwa kedudukan
yang sebenar-benarnya mengenai suatu hal sudah tidak dapat diketahui lagi dengan pasti oleh
karena terjadi dahulu. Selain itu saksi-saksi sudah tidak ada lagi yang dapat memberi keterangan
yang berguna, kalau masih ada mereka sekedar merupakan saksi-saksi deauditu.

Kesalahan penggugat bahwa ia telah sekian lama tanpa suatu alasan yang sah telah
berdiam diri, telah mengajukan gugatan sehingga ia sekarang sudah tidak dapat membuktikan
dalil yang menjadi dasar gugatan. Dalam soal warisan pada umumnya para ahli waris
membiarkan waktu berlalu tanpa meminta pembagian, setelah sekian lama timbullah suatu
sengketa. Dalam persoalan ini hakim harus berhati-hati untuk memberikan bagian yang
seharusnya diterima oleh masing-masing ahli waris

Menurut Prof. Mr. B. Ter Mar Bzn, pengaruh lampau waktu dapat berakibat:

1. Bahwa suatu hutang oleh karena dibiarkan terlalu lama tidak di tagih atau hak
seseorang ahli waris untuk menuntut menjadi hapus oleh karena dia sekian lama telah
diam meskipun ia tidak diikutsertakan dalam perjanjian jual beli sawah yang
merupakan bagian dari warisan tersebut.

2. Karena lampau waktu hal ini dianggap sebagai persangkaan untuk menganggap ada
atau menganggap telah hilang suatu hak atau fakta hukum. Bukti perlawanan dapat
diajukan hal tersebut dianggap telah terbukti.

3. Bahwa gugatan yang dinyatakan tidak dapat diterima oleh karena didasarkan hal-hal
terjadi dahulu. Perkara telah kadaluarsa merupakan perkara lama.

Dalam hal pihak tergugat hendak mengemukakan pengaruh lampau waktu sebagai alat
hukum untuk dapat memenangkan perkaranya. Dalam hukum adat hal itu tidak harus
dikemukakan, tidaklah dapat dibenarkan apabila hakim mengemukakan hal tersebut untuk
menyatakan gugatan tidak dapat diterima, karena putusan hakim yang demikian itu melanggar
tata tertib hukum acara.

Pengaruh lampau waktu terhadap hubungan-hubungan hukum adalah demikian, sehingga


hakim dapat menentukan bahwa sebagai akibat lampau waktu sebagai berikut:
1. Suatu hubungan hukum adalah lahir.
2. Suatu hubungan hukum adalah menjadi hapus.
3. Terbuktilah lahirnya suatu hubungan hukum.
4. Terbuktilah hapusnya suatu hubungan hukum.
5. Beban pembuktian pindah kepada pihak yang lain.
6. Perkara tidak dapat diperiksa.

Apabila hakim menentukan, bahwa sebagai akibat dari lampau waktu adalah lahir atau
telah hapus suatu hubungan hukum, maka lampau waktu itu mempunyai akibat atau fungsi
materil. Dalam hal ini perlawanan tidak diperkenankan. Apabila hakim, berhubung dengan
lampau waktu menganggap telah terbukti lahirnya atau hapusnya sesuatu hubungan hukum maka
lampau waktu itu mempunyai akibat atau fungsi pembuktian. Dalam hal ini pembukian lawannya
dapat diajukan. Apabila hakim berhubung dengan lampau waktu menganggap bahwa duduknya
perkara tidak dapat di selidiki lagi sehingga hakim tidak bersedia lagi mengadili perkara itu,
maka lampau waktu tidak berfungsi lagi.

Pasal 34 ayat (2) Ordonnansi Pengadilan Adat berbunyi bahwa apabila diajukan gugat
tentang pelanggaran hukum diundur-undurkan dengan tidak beralasan yang layak dengan waktu
yang lama, sehingga penyelidikan duduknya perkara atau pemulihan hukum menjadi sangat sulit
maka hakim dapat menolak gugatan tersebut. Bagi pengadilan Negeri tidak ada peraturan seperti
pasal tersebut dari Ordonansi Pengadilan Adat, akan tetapi hakim Pengadilan Negeri adalah
berkuasa menetapkan segala peraturan acara perdata yang sekedar memenuhi kebutuhan
praktek.7

7
Nurun Ainuddin, “Pengaruh Lampau Waktu Terhadap Gugatan”. Jurnal Hukum JATISWARA. Universitas Mataram,
hal. 373-374.

Anda mungkin juga menyukai