Anda di halaman 1dari 9

MEKANISME BERACARA DALAM PERKARA PEDATA

1. PERKARA PERMOHONAN
Permohonan harus diajukan dengan surat permohonan yang ditandatangani oleh
pemohon atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri,
tempat tinggal pemohon.
Permohonan disampaikan kepada Pengadilan Negeri, kemudian didaftarkan dalam
buku Register dan diberi Nomor urut, setelah pemohon membayar persekot biaya
perkara, yang besarnya sudah ditentukan oleh Pengadilan Negeri (pasal 121 HIR).
Bagi pemohon yang benar-benar tidak mampu membayar biaya perkara, hal mana
harus dibuktikan dengan surat keterangan dari Kepala Desa yang bersangkutan, dapat
mengajukan permohonannya secara prodeo.
Pemohon yang tidak bisa menulis dapat mengajukan permohonannya secara lisan
dihadapan Ketua Pengadilan Negeri, yang akan menyuruh mencatat permohonan
tersebut (pasal 120 HIR).
Perkara permohonan termasuk dalam pengertian yurisdiksi volunter. Berdasarkan
permohonan yang diajukan itu, Hakim akan memberi suatu penetapan.
Tidak semua permohonan dapat diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri.
Pengadilan Negeri hanya berwenang untuk memeriksa dan mengabulkan
permohonan, apabila hal itu ditentukan oleh suatu peraturan perundang-undangan atau
yurisprudensi.
1. Penggugat atau melalui Kuasa Hukumnya mengajukan gugatan yang ditujukan
kepada Ketua Pengadilan Negeri pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di Meja 1
bagian Perdata, dengan beberapa kelengkapan/syarat yang harus dipenuhi :
a. Surat Permohonan / Gugatan ;
b. Surat Kuasa yang sudah dilegalisir (apabila menggunakan Advokat);
2. Gugatan dan Surat Kuasa Asli harus mendapat persetujuan dari Ketua Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat;
3. Setelah mendapat persetujuan, maka Penggugat / Kuasanya membayar biaya
gugatan / SKUM di Kasir;
4. Memberikan SKUM yang telah dibayar ke Meja 2 dan menyimpan bukti asli untuk
arsip.
5. Menerima tanda bukti penerimaan Surat Gugatan dari Meja 2.
6. Menunggu Surat Panggilan sidang dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang
disampaikan oleh Juru Sita Pengganti.
7. Menghadiri Sidang sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.

2. GUGATAN
Gugatan harus diajukan dengan surat gugat yang ditandatangani oleh penggugat atau
kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri.
Gugatan disampaikan kepada Pengadilan Negeri, kemudian akan diberi nomor dan
didaftarkan dalam buku Register setelah penggugat membayar panjar biaya perkara,
yang besarnya ditentukan oleh Pengadilan Negeri (pasal 121 HIR).
Bagi Penggugat yang benar-benar tidak mampu membayar biaya perkara, hal mana
harus dibuktikan dengan surat keterangan dari Kepala Desa yang bersangkutan, dapat
mengajukan gugatannya secara prodeo.
Penggugat yang tidak bisa menulis dapat mengajukan gugatannya secara lisan
dihadapan Ketua Pengadilan Negeri, yang akan menyuruh mencatat gugatan tersebut
(pasal 120 HIR).
PELAKSANAAN PENDAFTARAN GUGATAN TINGKAT BANDING
1. Pemohon atau melalui Kuasa Hukumnya mengajukan permohonan kepada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di Meja 3 bagian Perdata, dengan beberapa
kelengkapan/syarat yang harus dipenuhi :
a. Surat Permohonan Banding;
b. Surat Kuasa yang sudah dilegalisir (apabila menggunakan Advokat);
c. Memori Banding
2. Pemohon / Kuasanya membayar biaya gugatan/SKUM di Kasir;
3. Memberikan SKUM yang telah dibayar ke Meja 3 dan menyimpan bukti asli untuk
arsip.
4. Menerima tanda bukti penerimaan Surat Permohonan dari Meja 3.
5. Menunggu Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Berkas (Inzage), Pemohon diberikan
jangka waktu 14 hari untuk datang ke Pengadilan Negeri setempat untuk
mempelajari berkas.
6. Menunggu Surat Pemberitahuan Kontra Memori Banding dan salinan Kontra
Memori Banding.
7. Menunggu kutipan putusan dari Pengadilan Tinggi yang akan disampikan oleh Juru
Sita Pengganti.

PELAKSANAAN PENDAFTARAN GUGATAN TINGKAT KASASI


1. Pemohon atau melalui Kuasa Hukumnya mengajukan permohonan kepada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat di Meja 3 bagian Perdata, dengan beberapa kelengkapan/syarat yang
harus dipenuhi :
a. Surat Permohonan Kasasi;
b. Surat Kuasa yang sudah dilegalisir (apabila menggunakan Advokat);
c. Memori Kasasi
2. Pemohon / Kuasanya membayar biaya gugatan / SKUM di Kasir;
3. Memberikan SKUM yang telah dibayar ke Meja 3 dan menyimpan bukti asli untuk arsip.
4. Menerima tanda bukti penerimaan Surat Permohonan dari Meja 3.
5. Menunggu Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Berkas (Inzage), Pemohon diberikan jangka
waktu 14 hari untuk datang ke Pengadilan Negeri setempat untuk mempelajari berkas.
6. Menunggu Surat Pemberitahuan Kontra Memori Kasasi dan salinan Kontra Memori
Kasasi.
7. Menunggu kutipan putusan dari Mahkamah Agung yang akan disampaikan oleh Juru Sita
Pengganti.
3. PENYITAAN ATAU SITA JAMINAN
Sita jaminan dilakukan atas perintah Hakim/Ketua Majelis sebelum atau selama proses
pemeriksaan berlangsung. Hakim/Ketua Majelis membuat surat penetapan. Penyitaan
dilaksanakan oleh Juru Sita/Panitera Pengadilan Negeri dengan dua orang pegawai
pengadilan sebagai saksi.
Dalam hal dilakukan sita jaminan sebelum sidang dimulai, maka harus diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
Penyitaan hendaknya dilakukan terhadap barang milik tergugat (atau dalam hal sita
revindicatoir terhadap barang bergerak tertentu milik penggugat yang ada di tangan tergugat
yang dimaksud dalam surat gugat) sekedar cukup untuk menjamin pelaksanaan putusan
dikemudian hari.
Tindakan tersita yang bertentangan dengan larangan tersebut adalah batal demi hukum.
Barang yang disita itu, meskipun jelas adalah milik penggugat yang disita dengan sita
conservatoir, harus tetap dipegang/dikuasai oleh tersita. Adalah salah, untuk menitipkan
barang itu kepada Lurah atau kepada Penggugat atau membawa barang itu untuk disimpan di
gedung Pengadilan Negeri.
Ada dua macam sita jaminan, yaitu sita conservatoir (terhadap milik tergugat), dan sita
revindicatoir (terhadap milik penggugat) - (pasal 227, 226 HIR).
SITA CONSERVATOIR:
Harus ada sangka yang beralasan, bahwa tergugat sedang berdaya upaya untuk
menghilangkan barang-barangnya untuk menghindari gugatan penggugat.
Yang disita adalah barang bergerak dan barang yang tidak bergerak milik tergugat. Penyitaan
dilakukan terutama atas barang bergerak milik tergugat juga jangan berlebihan, hanya cukup
untuk menjamin dipenuhinya gugatan penggugat. Apabila barang bergerak milik tergugat
tidak cukup, barulah tanahl/tanah dan rumah milik tergugat yang disita.
Apabila gugatan dikabulkan, sita jaminan dinyatakan sah dan berharga oleh Hakim dalam
amar putusannya. Apabila gugatan ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima, sita harus
diperintahkan untuk diangkat.
Apabila gugatan dikabulkan untuk sebagian dan selebihnya ditolak, sita jaminan untuk
sebagian dinyatakan sah dan berharga dan untuk bagian yang lain diperintah untuk diangkat.
Namun apabila yang disita itu adalah sebidang tanah dan rumah, seandainya gugatan
mengenai ganti rugi dikabulkan hanya untuk sebagian, tidaklah dapat diputuskan menyatakan
sah dan berharga sita jaminan (misalnya, atas 1/3 tanah dan rumah yang bersangkutan).
Sita jaminan dan sita eksekusi terhadap barang-barang milik negara dilarang, kecuali seizin
dari Mahkamah Agung, setelah mendengar Jaksa Agung (pasal 65 dan 66 ICW).
SITA REVINDICATOIR:

Yang disita adalah barang bergerak milik penggugat yang dikuasai/dipegang oleh tergugat.
Gugatan diajukan untuk memperoleh kembali hak atas barang tersebut. Kata revindicatoir
berasal dari kata revindiceer, yang berarti minta kembali miliknya.
Barang yang dimohon agar disita harus disebutkan dalam surat gugat secara jelas dan
terperinci, dengan menyebutkan ciri-cirinya.
Apabila gugatan dikabulkan untuk seluruhnya, sita revindicatoir dinyatakan sah dan berharga
dan tergugat dihukum untuk menyerahkan barang tersebut kepada penggugat.
Dapat terjadi, bahwa gugatan dikabulkan hanya untuk sebagian dan untuk selebihnya ditolak.
Apabila hal itu terjadi, maka sita revindicatoir untuk barang-barang yang dikabulkan, dengan
putusan tersebut akan dinyatakan sah dan berharga, sedangkan untuk barang-barang lainnya,
diperintahkan untuk diangkat.
Dalam rangka eksekusi barang yang dikabulkan itu diserahkan kepada penggugat.
Untuk selanjutnya, segala sesuatu yang dikemukakan dalam membahas sita conservatoir
secara mutatis mutandis berlaku untuk sita revindicatoir.
SITA EKSEKUSI

Ada dua macam sita eksekusi :


- Sita eksekusi langsung
Sita eksekusi yang langsung diletakkan atas barang bergerak dan barang tidak
bergerak milik debitur atau pihak yang kalah. Sita eksekusi lanjutan. Apabila barang-
barang yang disita sebelumnya dengan sita conservatoir, yang dalam rangka eksekusi
telah berubah menjadi sita eksekusi dan dilelang, hasilnya tidak cukup untuk
membayar jumlah uang yang harus dibayar berdasarkan putusan Pengadilan, maka
akan dilakukan sita eksekusi lanjutan terhadap barang-barang milik tergugat, untuk
kemudian dilelang.
- Sita eksekusi tidak langsung
Sita eksekusi yang tidak langsung adalah sita eksekusi yang berasal dari sita jaminan
yang telah dinyatakan sah dan berharga dan dalam rangka eksekusi otomatis berubah
menjadi sita eksekusi.
Dalam rangka eksekusi dilarang untuk menyita hewan atau perkakas yang benar-
benar dibutuhkan oleh tersita untuk mencari nafkah (pasal 197 (8) HIR, 211 RBg).
Perlu diperhatikan, bahwa yang tidak dapat disita adalah hewan, yang benar-benar
dibutuhkan untuk mencari nafkah oleh tersita, jadi satu atau dua ekor sapi/kerbau
yang benat-benar dibutuhkan untuk mengerjakan sawah. Jadi bukan sapi-sapi dari
sebuah perternakan, ini selalu dapat disita. Binatang-binatang lain, yaitu, kuda, anjing,
kucing, burung, yang kadang-kadang sangat tinggi harga, dapat saja disita.
SITA PERSAMAAN
Istilah dalam bahasa Belanda adalah Vergelijkend beslag, terjemahan baku belum ada. Ada
yang memakai istilah sita perbandingan, ada pula yang menerjemahkan dalam sita
persamaan. Mahkamah Agung memakai istilah sita persamaan.
Sita tersebut antara lain diatur dalam pasal 463 R.V. yang berbunyi:
Apabila jurusita hendak melakukan penyitaan dan menemukan bahwa barang-barang yang
akan disita itu sebelumnya telah disita terlebih dahulu, maka jurusita tidak dapat melakukan
penyitaan sekali lagi, namun ia mempunyai kewenangan untuk mempersamakan barang-
barang yang disita itu dengan Berita Acara penyitaan, yang untuk itu oleh tersita harus
diperlihatkan kepadanya. Ia kemudian akan dapat menyita barang-barang yang tidak disebut
dalam Berita Acara itu memerintahkan kepada penyita pertama untuk menjual barang-barang
tersebut secara bersamaan dalam waktu sebagaimana ditentukan dalam pasal 466 Rv. Berita
Acara sita persamaan ini berlaku sebagai sarana pencegahan hasil lelang kepada penyita
pertama. (diterjemahkan secara bebas oleh redaksi.)
Pasal 463 Rv termasuk dalam bab Eksekusi barang bergerak. Dengan demikian jelaslah,
bahwa pasal 463 Rv. berlaku untuk sita eksekusi terhadap barang bergerak. Jadi, apabila telah
dilakukan sita eksekusi, tidak dapat dilakukan sita eksekusi lagi terhadap barang bergerak
yang sama.
Ketentuan yang hampir serupa terdapat dalam pasal 11 (12) Undang-undang PUPN, Undang-
undang No. 49 tahun 1960, yang berbunyi sebagai berikut:
Atas barang yang terlebih dahulu disita untuk orang lain yang berpiutang tidak dapat
dilakukan penyitaan. Jika jurusita mendapatkan barang yang demikian, ia dapat rnemberikan
salinan putusan Surat paksa sebelum tanggal penjualan tersebut kepada Hakim Pengadilan
Negeri, yang selanjutnya menentukan, bahwa penyitaan yang dilakukan atas barang itu akan
juga dipergunakan sebagai jaminan untuk pembayaran hutang menurut Surat Paksa.
Apabila setelah dilakukan penyitaan, tetapi sebelum dilakukan penjualan barang yang disita
diajukan permintaan untuk melaksanakan suatu putusan Hakim yang diajukan terhadap
penanggung hutang kepada Negara, maka penyitaan yang telah dilakukan itu dipergunakan
juga sebagai jaminan untuk pembayaran hutang menurut putusan Hakim itu dan Hakim
Pengadilan Negeri jika perlu memberi perintah untuk melanjutkan penyitaan atas sekian
banyak barang yang belum disita terlebih dahulu, sehingga akan dapat mencukupi untuk
membayar jumlah uang menurut putusanputusan itu dan biaya penyitaan lanjutan itu.
Dalam hal yang dimaksud dalam ayat-ayat (1) dan (2)2, Hakim Pengadilan Negeri
menentukan cara pembagian hasil penjualan antara pelaksana dan orang yang berpiutang,
setelah mengadakan pemeriksaan atau melakukan panggilan selayaknya terhadap
penanggung hutang kepada Negara, pelaksana dan orang yang berpiutang.
Pelaksanaan dan orang yang berpiutang yang menghadap atas panggilan termaksud dalam
ayat (3), dapat minta banding pada Pengadilan Tinggi atas penentuan pembagian tersebut.
Segera setelah putusan tentang pembagian tersebut mendapat kekuatan pasti, maka Hakim
Pengadilan Negeri mengirimkan suatu daftar pembagian kepada juru lelang atau orang yang
ditugaskan melakukan penjualan umum untuk dipergunakan sebagai dasar pembagian uang
penjualan.
Oleh karena pasal tersebut berhubungan dengan penyitaan yang dilakukan oleh PUPN, maka
jelaslah pula, bahwa sita tersebut adalah sita eksekusi dan bukan sita jaminan. Obyek yang
disita bisa barang bergerak dan bisa barang tidak bergerak.
4.PERLAWANAN

PERLAWANAN TERHADAP PUTUSAN VERSTEK

Pasal 129 HIR/153 Rbg memberi kemungkinan bagi tergugat/para tergugat, yang dihukum
dengan verstek untuk mengajukan verzet atau perlawanan. Kedua perkara tersebut dijadikan
satu dan diberi satu nomor. Sedapat mungkin perkara tersebut dipegang oleh Majelis Hakim
yang sama. yaitu yang telah menjatuhkan putusan verstek. Hakim yang melakukan
pemeriksaan perkara verzet atas putusan verstek harus memeriksa gugatan yang telah diputus
verstek tersebut secara keseluruhan. Pembuktiannya agar meng acu pada SEMA No.9 Tahun
1964.

PERLAWANAN TEREKSEKUSI TERHADAP SITA EKSEKUSI

Perlawanan tereksekusi terhadap sita eksekusi barang bergerak dan barang yang tidak
bererak, diatur dalam pasal 207 HIR atau pasal 225 RBg. Perlawanan ini pada azasnya tidak
menang guhkan eksekusi (Pasal 207 ayat (3) HIR atau 227 RBg). Namun, eksekusi harus
ditangguhkan, apa bila segera nampak, bahwa perlawanan tersebut benar dan beralasan,
paling tidak sampai dijatuhkannya putusan oleh Pengadilan Negeri. Terhadap putusan dalam
perkara ini, permohonan banding diperkenankan.

PERLAWANAN PIHAK KETIGA TERHADAP SITA CONSERVATOIR, SITA


REVINDICATOIR, DAN SITA EKSEKUSI

Perlawanan pihak ketiga terhadap sita conservatoir, sita revindicatoir, dan sita eksekusi,
hanya dapat diajukan atas dasar hak milik, jadi hanya dapat diajukan oleh pemilik atau orang
yang merasa bahwa ia adalah pemilik barang yang disita dan diajukan kepada Ketua
Pengadilan Negeri dari Pengadilan Negeri yang secara nyata menyita (pasal 195 (6) HIR,
pasal 206 (6) RBg). Jelaslah bahwa penyewa, pemegang hipotik atau credietverband,
pemegang hak pakai atas tanah, tidak dibenarkan untuk mengajukan per lawanan semacam
ini.

Agar pelawan berhasil, maka ia harus mem buktikan, bahwa barang yang disita itu ada lah
miliknya. Apabila ia berhasil, maka ia akan dinyatakan sebagai pelawan yang benar dan sita
akan diperintahkan untuk diangkat. Apabila pelawan tidak dapat membuktikan, bah wa ia
adalah pemilik dari barang yang disita itu, pelawan akan dinyatakan sebagai pelawan yang
tidak benar atau pelawan yang tidak jujur, dan sita akan dipertahankan. Dalam praktek
banyak sekali diajukan perlawanan pihak ketiga oleh isteri atau suami dari tersita.

Perlawanan pihak ketiga adalah upaya hukum luar biasa dan oleh karenanya pada azasnya
tidak menangguhkan eksekusi.

5. EKSEKUSI

EKSEKUSI GROSSE AKTA

Menurut pasal 1224 HIR/pasal 258 R.Bg ada dua macam grosse yang mempunyai kekuatan
eksekutorial, eight grosse akta pengakuan hutang dan grosse akta hipotik. Yang dimaksud
dengan grosse adalah salinan pertama dari akta otentik. Salinan pertama ini diberikan kepada
kreditur. Oleh karena salinan pertama dari akta penga kuan hutang yang dibuat oleh Notaris
mempu nyai kekuatan eksekusi, maka salinan pertama ini sengaja diberi kepala/irah-irah
yang berbunyi "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Salinan lainnya
yang diberikan kepada debitur tidak memakai kepala/irah-irah.

Grosse akta pengakuan hutang yang berkepala Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa, oleh Notaris diserahkan kepada kreditur, untuk, apabila dikemudian hari
diperlukan, langsung dimohonkan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri. Orang yang
mengaku berhutang, yaitu debitur, diberi juga salinan dari akta pengakuan hutang itu, tetapi
salinan yang diserahkan kepada debi tur tidak memakai kepala "Demi Keadilan Berda sarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa". Eksekusi berdasarkan Grosse akta pengakuan hutang mengenai
Fixed Loan ini, hanya bisa dilaksanakan, apabila debitur sewaktu ditegur, membenarkan
jumlah hutangnya itu.

EKSEKUSI JAMINAN HIPOTIK

Salinan dari Akta yang dimaksud dalam pasal 4 ayat 2 (yang dimaksud adalah akta
pembebanan hipotik yang dibuat oleh PPAT) yang dibuat oleh Kepala Kantor Pendaf taran
Tanah, dijahit menjadi satu oleh pejabat tersebut dengan sertifikat hipotik, crediet verband
yang bersangkutan dan di berikan kepada kreditur yang berhak. Sertifikat hipotik dan crediet
verband, yang disertai salinan akta yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini, mempunyai fungsi
sebagai grosse akta hipotik dan crediet verband, serta mempunyai kekuatan eksekutorial
sebagai yang dimaksudkan dalam pasal 224 HIR/258 RBg serta pasal 18 dan 19 Peraturan
tentang credietverband (S. 1908-542).

EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE ATAU PERWASITAN

Putusan Arbitrase domestik, yang terdiri dari putusan Arbitrase ad hoc dan putusan Arbitrase
Institusional (seperti putusan Arbitrase dari Badan Arbitrase Nasional Indonesia-BANI) yang
berke kuatan hukum tetap dan tidak dilaksanakan se cara sukarela, dapat dimohonkan
eksekusi ke pada Ketua Pengadilan Negeri dimana putusan Arbitrase itu telah dijatuhkan
(pasal 637 RV). Perhatikan juga ketentuan yang terdapat dalam pasal 634 RV dan seterusnya.

Putusan Arbitrase Asing, yang berkekuatan hukum tetap, apabila tidak dilaksanakan secara
sukarela, dilaksanakan dengan berpedoman pada Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun
1990, tertanggal l Maret 1990.
EKSEKUSI PUTUSAN YANG BERKEKUATAN HUKUM TETAP

Putusan yang berkekuatan hukum tetap adalah putusan Pengadilan Negeri yang diterima baik
oleh kedua belah pihak yang berperkara, putusan perdamaian, putusan verstek yang
terhadapnya tidak diajukan verzet atau banding, putusan Pengadilan Tinggi yang diterima
baik oleh kedua belah pihak dan tidak dimohonkan kasasi, dan putusan Mahkamah Agung
dalam hal kasasi.

Menurut sifatnya ada 3 (tiga) macam putusan, yaitu:

-putusan declaratoir

-putusan constitutief

-putusan condemnatoir.

Putusan declaratoir, yang hanya sekedar menerangkan atau menetapkan suatu keadaan saja,
tidak perlu dieksekusi, demikian juga putusan constitutief, yang menciptakan atau menghapus
kan suatu keadaan, tidak perlu dilaksanakan. Yang perlu dilaksanakan adalah putusan
condemnatoir, yaitu putusan yang berisi penghukuman. Pihak yang kalah dihukum untuk
melakukan sesuatu. Putusan untuk melakukan suatu perbuatan, apa bila tidak dilaksanakan
secara sukarela, harus dinilai dalam sejumlah uang (pasal 225 HIR, pasal 259 RBg) dan
selanjutnya akan dilaksana kan seperti putusan untuk membayar sejumlah uang.

Putusan untuk membayar sejumlah uang, apabila tidak dilaksanakan secara sukarela, akan
dilaksanakan dengan cara melelang barang milik pihak yang dikalahkan, yang sebelumnya
harus disita (pasal 200 HIR, pasal 214 s/d pasal 224 RBg). Putusan mana dengan tergugat
dihukum untuk menyerahkan sesuatu barang, misalnya sebidang tanah, dilaksanakan oleh
jurusita, dengan disak sikan oleh pejabat setempat, apabila perlu dengan bantuan alat
kekuasaan negara.

PENANGGUHAN EKSEKUSI

Eksekusi hanya bisa ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Negeri, yang memimpin eksekusi.
Dalam hal sangat mendesak dan Ketua Pengadilan Negeri berhalangan, Wakil Ketua Pe
ngadilan Negeri dapat memerintahkan, agar ek sekusi ditunda. Dalam rangka pengawasan
atas jalannya peradilan yang baik, Ketua Pengadilan Tinggi selaku voorpost dari Mahkamah
Agung, dapat memerintahkan agar eksekusi ditunda atau di teruskan. Dalam hal sangat
mendesak dan Ketua Pengadilan Tinggi berhalangan, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi dapat
memerintahkan agar eksekusi ditunda.

Wewenang untuk menangguhkan eksekusi atau agar eksekusi diteruskan, pada puncak
tertinggi, ada pada Ketua Mahkamah Agung. Dalam hal Ketua Mahkamah Agung
berhalangan, wewe nang yang sama ada pada Wakil Ketua Mahka mah Agung. Kepercayaan
masyarakat dan wibawa Pengadilan bertambah, apabila eksekusi berjalan mulus, tanpa
rintangan.

6. LELANG

Pengumuman lelang dilakukan melalui harian yang terbit di kota itu atau kota yang
berdekatan dengan daerah dimana tanah itu terletak (Perhatikan pasal 195 HIR / pasal 206
RBg dan pasal 217 RBg). Lelang atau penjualan umum dilakukan berda sarkan Peraturan
Lelang, Lembaran Negara Tahun 1908 No.189, yang bersambung dengan Lembaran Negara
tahun 1940 No. 56. Lelang atau penjualan umum dilakukan dengan cara penawaran tertulis.
Surat penawaran harus dimasukkan kedalam kotak yang telah disedia kan ditempat lelang
atau diserahkan oleh calon peserta lelang sendiri kepada Pejabat lelang dari kantor lelang.
Surat penawaran harus tertulis dalam bahasa Indonesia dengan angka atau hu ruf latin yang
jelas dan lengkap dan ditanda tangani oleh penawar. Surat penawaran tersebut setelah
memenuhi syarat disahkan oleh pejabat lelang. Penawar tidak boleh mengajukan surat
penawar an lebih dari satu kali untuk satu bidang tanah, bangunan atau barang tertentu.

Orang yang telah menandatangani surat pe nawaran tersebut diatas, bertanggungjawab


sepenuhnya secara pribadi atas pembayaran uang pembelian lelang, seandainya dalam
penawaran itu, ia bertindak sebagai kuasa seseorang, per usahaan atau badan hukum. Pada
umumnya, untuk dapat turut serta dalam pelelangan, para penawar diwajibkan menye tor
uang jaminan yang jumlahnya ditentukan oleh pejabat lelang, uang mana akan diperhitung
kan dengan harga pembelian, jika penawar yang bersangkutan ditunjuk selaku pembeli.
Untuk menjaga agar tercapai maksud dan tuju annya, maka sebelum lelang dilaksanakan, ter
lebih dahulu kreditur dan debitur dipanggil oleh Ketua Pengadilan Negeri untuk mencari
jalan keluar, misalnya debitur diberi waktu selama 2 bulan untuk mencari pembeli yang mau
membeli tanah tersebut. Apabila hal itu terjadi, pembayaran harus dilakukan didepan Ketua
Pengadilan Negeri. Setelah itu pembeli, kreditur dan debitur menghadap PPAT untuk
membuat akte jual belinya, untuk selanjutnya dilakukan balik nama tanah tersebut atas nama
pembeli. Hipotik yang membebani tanah tersebut akan diperintahkan agar diroya.

Apabila setelah waktu 2 bulan lampau, debitur tidak berhasil mendapatkan pembeli, maka
ekse kusi dilanjutkan. Kreditur dan debitur, di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri,
menentukan harga limit dari tanah yang akan dilelang. Apabila selama 1 bulan tidak ada
penawaran, maka penjualan umum diumumkan lagi satu kali dalam harian yang terbit di kota
itu atau kota yang berdekatan dengan tanah yang akan dilelang. Jika pelelangan dengan harga
limit ti dak tercapai, maka kreditur akan memperoleh tanah tersebut dengan harga limit itu.
Hutang dibayar dan hipotik yang membebani tanah tersebut diroya.

Apabila penawaran tertinggi tidak mencapai harga limit yang ditentukan oleh penjualan,
maka jika dianggap perlu, seketika itu juga penjualan umum diubah dengan penawaran lisan
dengan harga naik-naik. Penawar/pembeli dianggap sungguh-sungguh telah mengetahui apa
yang telah ditawar/dibeli olehnya. Apabila terdapat kekurangan atau ke rusakan, baik yang
terlihat atau tidak terlihat atau terdapat cacat lainnya terhadap barang yang telah dibelinya itu,
maka ia tidak berhak untuk menolak menarik diri kembali setelah pembeliannya disahkan dan
melepaskan semua hak untuk meminta ganti kerugian berupa apapun juga. Barang yang
terjual, pada saat itu juga, menjadi hak dan tanggungan pembeli dan apabila barang itu berupa
tanah dan rumah, pembeli harus segera mengurus/membalik nama hak tersebut atas namanya.

Pembeli tidak diperkenankan untuk menguasai barang yang telah dibelinya itu sebelum uang
pembelian dipenuhi/dilunasi seluruhnya, yaitu harga pokok, bea lelang dan uang miskin.
Kepada pembeli lelang diserahkan tanda terima pembayaran. Apabila yang dilelang itu
adalah tanah/tanah dan rumah yang sedang ditempati/dikuasai oleh tersita/lelang, maka
dengan menunjuk kepada ketentuan yang terdapat dalam pasal 200 ayat (10) dan ayat (11)
HIR atau pasal 218 Rbg, apabila terlelang tidak bersedia untuk menyerahkan tanah/tanah dan
rumah itu secara kosong, maka terlelang, beserta keluarganya, akan dikeluarkan dengan
paksa, apabila perlu, dengan bantuan yang berwajib, dari tanah/tanah dan rumah ter sebut
berdasarkan permohonan yang diajukan oleh pemenang lelang.

Ketentuan yang sama berlaku bagi pembeli lelang, yang telah membeli tanah/tanah dan
rumnah dari pelelangan yang dilakukan oleh Panitia Urusan Piutang dan Lelang Negara
(PUPN). Perhatikan pasal 11 ayat (11) Undang-undang No. 49 tahun 1960, LN 1960 No. 156,
TLN No. 2014, yo TLN No. 2104, yang berbunyi:"Jika orang yang disita menolak untuk
mening galkan barang tak bergerak tersebut, maka Hakim Pengadilan Negeri mengeluarkan
perin tah tertulis kepada seorang yang berhak melak sanakan surat jurusita untuk berusaha
agar su paya barang tersebut ditinggalkan dan diko songkan oleh yang disita dengan
sekeluarganya serta barang-barang miliknya dengan bantuan Panitera Pengadilan Negeri lain
yang ditunjuk oleh Hakim jika perlu dengan bantuan alat kekuasaan Negara".i.

Anda mungkin juga menyukai