Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH HUKUM KORPORASI

SEJARAH PERKEMBANGAN KOPERASI DAN YAYASAN BESERTA


PENGELOLAAN, ORGAN DAN PERTANGGUNG JAWABAN HUKUMNYA

DOSEN PENGAMPU :

Dr. M. Iqbal Asnawi, S.H.,M.H.

DISUSUN OLEH

GADIS ADIATI

210101009

PROGRAM STUDI HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SAMUDRA
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "SEJARAH PERKEMBANGAN KOPERASI
DAN YAYASAN BESERTA PENGELOLAAN, ORGAN DAN PERTANGGUNG
JAWABAN HUKUMNYA" dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah hukum korporasi. Selain itu, makalah
ini bertujuan menambah wawasan tentang koperasi serta yayasan kepada para pembaca.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah hukum korporasi.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Langsa, 9 Maret 2024

Penulis

1
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR..............................................................................................1

DAFTAR ISI.............................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................3

A. Latar Belakang...............................................................................................3
B. Rumusan Masalah..........................................................................................3
C. Tujuan Penulisan............................................................................................3
BAB II KOPERASI..................................................................................................4
A. Sejarah Perkembangan Koperasi....................................................................4
B. Sistem Pengelolaan Koperasi.........................................................................8
C. Organ Dalam Koperasi...................................................................................10
D. Pertanggung Jawaban Hukum Koperasi........................................................12
BAB III YAYASAN.................................................................................................13
A. Sejarah Perkembangan Yayasan....................................................................13
B. Sistem Pengelolaan Yayasan..........................................................................15
C. Organ Dalam Yayasan...................................................................................16
D. Pertanggung Jawaban Hukum Yayasan.........................................................20
BAB IV PENUTUP..................................................................................................22
Kesimpulan...............................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................23

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut UU No 25 tahun 1992, koperasi dapat diartikan sebagai sebuah badan usaha
yang beranggotakan sekumpulan orang yang kegiatannya berlandaskan prinsip
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi kerakyatan yang berasas kekeluargaan.
Sementara itu, menurut bapak proklamator kita, Mohammad Hatta, yang sekaligus
menjadi bapak Koperasi, koperasi adalah suatu jenis badan usaha bersama yang
menggunakan asas kekeluargaan dan gotong royong. Secara sederhana, koperasi
adalah gerakan ekonomi rakyat yang kegiatannya berdasarkan asas-asas
kekeluargaan. Organisasi ekonomi ini dioperasikan untuk kepentingan dan
kesejahteraan bersama. Koperasi adalah badan usaha yang mengorganisir
pemanfaatan dan pendayagunaan sumber daya ekonomi para anggotanya atas dasar
prinsip-prinsip koperasi dan kaidah usaha ekonomi.
Yayasan merupakan salah satu entitas non-pemerintah yang didirikan sebagai
perusahaan nirlaba atau kepercayaan amal, dengan tujuan utama membuat hibah
organisasi terkait, lembaga atau individu untuk ilmiah, pendidikan, budaya, agama,
atau tujuan amal lain. Yayasan sendiri tidak memiliki anggota dan yayasan didirikan
dengan memperhatikan persyaratan formal yang telah ditentukan oleh undang-
undang.
Di Indonesia, yayasan diatur oleh undang-undang nomor 16 Tahun 2001 dan Undang-
undang nomor 28 tahun 2004 tentang perubahan atas undang-undang nomor 16 tahun
2001 tentang yayasan. Untuk mendirikan sebuah yayasan, dilakukan dengan akta
notaris dan mempunyai status badan hukum, karena yayasan merupakan badan hukum
yang resmi sehingga dibutuhkan pengesahan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia atau pejabat yang ditunjuk.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan koperasi dan yayasan?
2. Bagaimana sistem pengelolaan antara keduanya?
3. Apa saja susunan organ koperasi dan yayasan?
4. Bagaimana pertanggung jawaban hukum koperasi dan yayasan?
C. Tujuan Penulisan

3
Untuk mengetahui sejarah perkembangan yayasan dan koperasi dan mengetahui
sistem pengelolaan, susunan organ serta bentuk pertanggung jawaban keduanya.

BAB II

KOPERASI

A. Sejarah Perkembangan Koperasi


1. Perkembangan koperasi di dunia
Perkembangan koperasi dimulai pada pertengahan abad 18 dan awal abad 19
di Inggris. Pada masa itu, berdirilah sebuah lembaga yang bernamakan “KOPERASI
PRAINDUSTRI”. Dulunya gerakan tersebut dipelopori oleh Robert Owen pada tahun
1771 sampai 1858, yang pada masa itu, koperasi pertama kali diterapkan pada usaha
pemintalan kapas di New Lanark, Skotlandia. Gerakan koperasi ini dikembangkan
lebih lanjut oleh William King pada tahun 1786 sampai 1865 dengan mendirikan toko
koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1 Mei 1828, King menerbitkan publikasi bulanan
yang bernama The Cooperator, yang berisi berbagai gagasan dan sarana-sarana
praktis tentang mengelola toko dengan menggunakan prinsip koperasi. Hingga pada
tahun 1852 jumlah koperasi di inggris sudah mencapai 100 unit. Lalu pada tahun 1862
dibentuklah pusat koperasi pembelian “The Cooperative Whole”.
Setelahnya, koperasi pun berkembang sampai di negara Jerman yang pada saat
itu dipelopori oleh Ferdinan Lasalle, Fredrich W. Raiffesen. Lalu pada tahun 1896 di
London terbentuklah ICA (International Cooperative Alliance) maka setelahnya
koperasi resmi menjadi suatu gerakan Internasional.
2. Sejarah lahirnya koperasi di Indonesia
Sejarah perkembangan koperasi Indonesia secara garis besar dapat dibagi
dalam dua masa, yaitu masa penjajahan dan masa kemerdekaan.
Pada zaman penjajahan banyak rakyat Indonesia yang hidup menderita,
tertimdas, dan terlilit hutang dengan para rentenir. Karena hal itu pada tahun 1896,
Patih Purwokerto yang bernama R. Aria Wiriaatmaja mendirikan koperasi kredit
untuk membantu para rakyat yang terlilit hutang, lalu pada tahun 1908, perkumpulan
Budi Utomo memperbaiki kesejahteraan rakyat melalui koperasi dan pendidikan
dengan mendirikan koperasi rumah tangga, yang dipelopori oleh Dr. Sutomo dan
Gunawan Mangkusumono.

4
Setelah Budi Utomo sekitar tahun 1911, Serikat Dagang Islam (SDI) dipimpin
oleh H. Samanhudi dan H.O.S Cokroaminoto mempropagaandakan cita-cita toko
koperasi (sejenis waserda KUD), hal tersebut bertujuan untuk mengimbangi dan
menentang politik pemerintah kolonial Belanda yang banyak memberikan fasilitas
dan menguntungkan para pedagang asing, namun koperasi yang dibentuk oleh Budi
Utomo maupun SDI tidak dapat berkembang dan mengalami kegagalan, hal ini
karena lemahnya pengetahuan perkoperasian, pengalaman berusaha, kejujuran dan
kurangnya penelitian tentang bentuk koperasi yang cocok diterapkan di Indonesia.
Upaya pemerintah kolonial Belanda untuk memecah belah persatuan dan kesatuan
rakyat Indonesia ternyata tidak sebatas pada bidang politik saja, tapi kesemua bidang
termasuk perkoperasian. Hal ini terbukti dengan adanya undang-undang koperasi pada
tahun 1915, yang disebut “Verordening Op De Cooperative Vereeniginen” yakni
undang-undang tentang perkumpulan koperasi yang berlaku untuk segala jenis
bangsa, jadi bukan khusus untuk Indonesia saja. Undang-undang koperasi tersebut
sama dengan undang-undang koperasi Nederland pada tahun 1876 (kemudian diubah
pada tahun 1952), dengan perubahan ini maka peraturan koperasi di Indonesia juga
diubah menjadi peraturan koperasi tahun 1933 LN nomor 108. Di samping itu pada
tahun 1927 di Indonesia juga mengeluarkan undang-undang nomor 23 tentang
peraturan-peraturan koperasi, namun pemerintah Belanda tidak mencabut undang-
undang tersebut, sehingga terjadi terjadi dualisme dalam bidang pembinaan
perekonomian di Indonesia.
Meskipun kondisi Undang-undang di Indonesia demikian, pergerakan dan
upaya bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari kesulitan ekonomi tidak pernah
berhenti, pada tahun 1929 Partai Nasionalis Indonesia (PNI) di bawah pimpinan Ir.
Soekarno mengobarkan semangat berkoperasi kepada kalangan pemuda. Pada periode
ini sudah terdaftar 43 koperasi di Indonesia. Pada tahun 1903, dibentuk bagian urusan
koperasi pada kementrian dalam negeri di mana tokoh yang terkenal masa itu adalah
R.M. Margono Djojohadikusumo. Lalu pada tahun 1939, dibentuk jawatan koperasi
dan berdagangan dalam negeri oleh pemerintah. Dan pada tahun 1940, di Indonesia
sudah ada sekitar 656 koperasi, sebanyak 574 koperasi merupakan koperasi kredit
yang bergerak di pedesaan maupun di perkotaan.
Setelah itu pada tahun 1942, pada masa kedudukan Jepang keadaan
perkoperasian di Indonesia mengalami kerugian yang besar bagi pertumbuhan
koperasi di Indonesia, hal ini disebabkan pemerintah Jepang mencabut undang-

5
undang nomor 23 dan menggantikannya dengan kumini (koperasi model Jepang) yang
hanya merupakan alat mereka untuk mengumpulkan hasil bumi dan barang kebutuhan
Jepang.
Koperasi pada Masa Mempertahankan Kemerdekaan dalam suasana perang,
sambil bertempur mempertahankan kemerdekaan pemerintah Republik Indonesia
dapat membebani diri sehingga seluruh tugas-tugas pemerintah dapat berjalan
sebagaimana mestinya, termasuk juga tugas-tugas yang diemban jawatan koperasi.
Tentang koperasi telah dengan jelas dicantumkan pada pasal 33 Undang-Undang
Dasar 1945 yang mulai berlaku secara resmi sejak tanggal 18 Agustus 1945, terutama
ayat 1 yang menjaamin berlangsungnya perkoperasian di negara kita dengan
memainkan peranan yang penting dalam mengembangkan perekonomian masyarakat
Indonesia.
Semangat berkoperasi yang sesungguhnya telah luntur pada masa ini karena
tugas-tugas pelaksanaan “kumiai” (koperasi yang didirikan oleh pemerintahan
Jepang). Kemudian mulai timbul kembali pada saat bergeloranya “Semangat Nilai-
nilai Perjuangan 45”, dimana rakyat bahu-membahu bersama pemerintah untuk
mengatasi masalah-masalah ekonomi. Agar pengembangan koperasi dapat berjalan
dengan lancar maka pada bulan Desember 1946 oleh pemerintah RI diadakan
reorganisasi koperasi dan oerdagangan dalam negeri menjadi dua instansi yang
terpisah dan berdiri sendiri. Koperasi dengan tugas-tugas mengurus dan menangani
pembinaan gerakan koperasi, sedangkan perdagangan dengan tugas-tugas mengurus
perdagangan.
Ketahanan rakyat Indoneisa dalam menghadapi berbagai masalah yang
dihadapi dengan semangat kekeluargaan, gotong royong untuk mencapai masyarakat
yang dapat meningkatkan taraf hidupnya yang lebih mendorong lahirnya berbagai
jenis koperasi dengan pesat, koperasi pada kurun waktu ini merupakan alat perjuangan
dibidang ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Pergerakan koperasi di RI telah
berhasil mewujudkan dua kegiatannya yang akan selalu tercatat dalam sejarah
perkoperasian Indonesia yaitu :
 Koperasi Desa
Gagasan tentang perlu dibentuknya koperasi di desa-desa adalah gagasan dari
Sir Horace Plunkett yang berkebangsaan Inggris sebelumnya beliau
mengembangkannya di India yang terkenal dengan “Multy Purpose

6
Cooperative” dan beliau berpendapat bahwa “Dengan Koperasi Desa akan
tercapai pertanian yang lebih baik, usaha perdagangan yang lebih baik dan
kehidupan ynag lebih baik.
Tugas dari koperasi unit desa meliputi meningkatkan produksi, pemasaran
hasil produksi secara terpadu, dan mengusahakan kredit untuk memperlancar
usaha tani. Jika kita hubungkan dengan peranan KUD pada waktu sekarang
pada umunya petani yang bergabung dalam KUD tingkat kesejahteraan
hidupnya adalah lebih baik karena KUD telah dapat menimbulkan kegairahan
kerja untuk meningkatkan produksi dan parampetani dibimbing untuk
mengelola lebih lanjut hasil dari pertanian itu untuk menjadi komoditi
perdagangan yang harganya lebih tinggi.
 Koperasi alat pembangunan ekonomi
Tanggal 11 Juli sampai dengan 14 Juli 1947 gerakan koperasi Indonesia
menyelenggarakan kongresnya yang pertama di Tasikmalaya. Pelaksanaan
kongres dan keputusan-keputusan yang dihasilkannya telah memberi warna
bahwa gerakan koperasi Indonesia merupakan alat perjuangan kemerdekaan,
keputusannya adalah :
a. Terwujudnya kesepakatan untuk mendirikan SOKRI (Sentral
Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia)
b. Ditetapkannya azas koperasi indonesia (berdasar asas kekeluargaan
dan gotong royong)
c. Ditetapkannya tanggal 122 Juli sebagai “Hari Koperasi Indonesia”
d. Diperluasnya pengertian dan pendidikan tentang perkoperasian agar
para anggotanya dapat lebih loyal terhadap moperasinya.
e. Peraturan koperasi tahun 1949 nomor 179.
Undang-undang atau peraturan koperasi tahun 1927, Stb (staatsblaad) no 91
telah ditinjau kembali ternyata masih banyak diantara ketentuan tersebut yang kurang
cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia sehingga diadakan Peraturan Koperasi
yang baru yaitu, peraturan 1949 nomor 179 yang menyatakan “Koperasi merupakan
perkumpulan orang-orang atau badan hukum Indonesia yang memberi kebebasan
kepada setiap orang atas dasar persamaan untuk menjadi anggota atau dan
menyatakan berhenti padanya, maksud utama mereka dalam wadah koperasi ini yaitu

7
memajukan tingkat kesejahteraan anggota dengan melakukan usaha-usaha bersama di
bidang perdagangan, usaha kerajinan.
Koperasi pada masa pertumbuhan dan perkembangan orde lama tahun 1950
sampai 1959 koperasi pada waktu itu merupakan organisasi pemerintah dibawah
kementrian perdagangan dan perindustrian, secara aktif melaksanakan tugasnya sesuai
dengan program kerja yang telah ditentukan oleh kemetriannya, yaitu merealisasikan
pembentukan kader-kader dan pendidikan perkoperasian bagi para pegawainya dalam
mengolah dan mengembangkan koperasi sebagai alat perekonomian untuk mencapai
cita-cita perjuangan bangsa Indonesia.

B. Sistem Pengelolaan Koperasi


Dalam hal menjalani koperasi, tentunya ada alur sistem yang harus diikuti agar
jalannya koperasi dapat berjalan dengan sesuai alur, untuk itu, sistem pengelolaan
koperasi terdiri dari :
1. Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah menetapkan suatu cara untuk bertindak sebelum tindakan itu
sendiri dilaksanakan. Dengan kata lain bahwa dalam perencanaan hendaknya
orang harus berfikir dahulu tentang apa yang dilakukan, bagaimana cara
melakukannya serta tanggung jawab terhadap kegiatan tersebut. Oleh karena itu
perencanaan sangat penting bagi organisasi dalam rangka mencapai tujuannya.
Maka dari itu perlulah perencanaan menyesuaikan dengan syarat-syarat yang
sudah terkandung yaitu :
 Berdasarkan pada alternative
Agar dapat menetapkan perencanaan yang baik maka sebelumnya agar disusun
berbagai alternative, misalnya untung dan rugi kelebihan dan kekurangannya,
kendala dan dukungannya, sehingga dapat menentukan perencanaan yang
paling baik.
 Harus realistis
Bila perencanaan tidak realistis, mungkin baik diatas kerja sama akan tetapi
tidak dapat dilaksanakan dalam prakteknya. Misalnya : keterbatasan dalam
teknologi, keterbatasan sumber dana, tenaga kerja dll.
 Harus ekonomis

8
Disamping keterbatasan diatas, juga harus mempertimbangkan tingkat
ekonomis dalam suatu rencana. Hindarkan faktor pemborosan, biaya, waktu
sertrta tempat.
 Harus luwes (fleksibel)
Dalam hal ini perencanaan harus fleksibel, artinya setiap saat dapat dievaluasi
sesuai dengan perkembangan organisasi, situasi dan kondisi pada waktu
tersebut. Pada dasarnya perencanaan itu disusun berdasarkan hasil penelitian
sebelumnya, namun dalam prakteknya sering terjadi berbagai penyimpangan
yang tidak dapat dihindarkan.
 Didasari partisipasi
Dalam pembuatan perencanaan hendaknya dapat diikutkan berbagai pihak
untuk memperoleh masukan agar lebih sempurnya. Dengan adanya partisipasi,
perusahaan akan memperoleh manfaat ganda, karena disamping rencana
menjadi lebih baik, juga dapat menambah semangat kerja para karyawan.
Dalam hal ini, perencanaan juga memiliki manfaat yang sangat dibutuhkan dalam
sebuah organisasi koperasi, manfaatnya adalah sebagai berikut :
 Sebagai alat pengawasan dan pengendalian kegiatan
 Untuk memilih dan menetapkan skala prioritas
 Untuk mengarahkan dan menuntun pelaksanaan kegiatan
 Untuk mengurangi dan menghadapi ketidakpastian (uncertainly)
 Mendorong tercapainya tujuan, misalnya kesejahteraan anggota, memperluas
usaha
2. Pengorganisasian (Organizing)
Definisi organisasi adalah sekumpulan orang yang berkumpul dalam suatu wadah
yang terdiri dari pimpinan dan anggota-anggotanya yang saling mengikatkan diri
dalam sistem. Memiliki Visi, misi dan tujuan bersama. Organisasi dibangun oleh
struktur kompleks yang melibatkan banyak aspek. Komponen utama organisasi
adalah people. Faktor ini kemudian biasa disebut sebagai SDM. Kemudian
kelengkapan organisasi meliputi perangkat organisasi dan pendukungnya.
3. Actuating (pergerakan untuk bekerja)
Koperasi hakekatnya dibangun untuk memberdayakan masyarakat dari kesulitan,
kekurangan, kelemahan dan kemiskinan. Misi ini sangat erat kaitannya dengan
pola pengaturan kelembagaan dari masyarakat itu (komunitas anggota koperasi)

9
sendiri membangun kesejahteraan bersama. Untuk mencapai tujuan koperaasi
tersebut maka koperasi harus menunjukkan jati dirinya sendiri.
4. Pengawasan (Controling)
Pengawasan adalah merupakan tindakan atas proses kegiatan untuk mengetahui
hasil pelaksanaan, kesalahan, kegagalan, kemudian dilakukan perbaikan dan
mencegah terulangnya kembali kesalahan tersebut. H. Koonzt dan CO Donnel,
mengatakan bahwa perencanaan dan pengawasan ibarat kedua sisi mata uang yang
sama. Dalam hal ini fungsi pengawasan adalah sebagai berikut :
 Mencegah terjadinya berbabagi penyimpangan atau kesalahan
 Memperbaiki berbagai penyimpangan atau kesalahan yang terjadi
 Untuk mendinamisir organisasi/koperasi serta segenap kegiatan
manajemen lainnya
 Untuk mempertebal rasa tanggung jawab.

C. Organ Koperasi
Dalam koperasi, tentunya ada organ perangkat yang mendukung jalannya tugas
koperasi agar berjalan sesuai dengan harapan, dalam hal ini, koperasi memiliki tiga
perangkat prganisasi yaitu :
1. Rapat Anggota
Tugas dan wewenang rapat anggota :
 Membahas dan mengesahkan pertanggung jawaban pengurus dan
pengawas tahun buku yang bersangkutan
 Membahas dan menetapkan AD ART dan atau pembubaran koperasi
 Menetapkan pembagian sisa hasil usaha (SHU)
2. Pengurus
Dalam koperasi, jumlah pengurus sekurang kurangnya tiga orang yang terdiri dari
unsur ketua, unsur sekertaris dan unsur bendahara. Dan secara umum, pengurus
bertugas untuk :
 Memimpin organisasi dalam kegiatan usaha
 Membinan dan membimbing anggota
 Memelihara kekayaan koperasi
 Menyelenggarakan rapat anggota
 Mengajukan rencana RK dan RAPB

10
 Mengajukan laporan keuangan dan pertanggung jawaban kegiatan
 Menyelenggarakan pembukaan keuangan secara tertib
 Memelihara buku daftar anggota, daftar pengurus dan daftar buku
pengawas.
Pengurus berfungsi sebagai perencana, personifikasi badan hukum koperasi
kesatuan pimpinan dan penyedia sumberdaya dan pengendali koperasi. Serta
pengurus juga berwenang dalam :
 Mewakili koperasi didalam dan diluar pengadilan
 Memutuskan penerimaan, penolakan dan pemberhentian anggota sementara
sesuai dengan AD
 Mengangkat dan memberhentikan pengelola dan karyawan koperasi
 Melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan anggota sesuai dengan
tanggung jawabnya.
Dalam hal ini pengurus memiliki tiga unsur yang terdiri dari ketua, sekertaris dan
bendahara yang masning masing memiliki tugas sebagai berikut :
a. Ketua
 Bertugas mengkoordinasikan kegiatan seluruh anggota dan menangani
tugas mengurus yang berhalangan, memimpin rapat dan mewakili
koperasi di dalam dan diluar pengadilan.
 Berfungsi sebagai pengurus selaku pimpinan
 Berwenang melakukan segala kegiatan sesuai dengan keputusan rapat
anggota
b. Sekertaris
 Bertugas melakukan pembinaan dan pengembangan dibidang
kesekertariatan, keanggotaan dan pendidikan
 Berfungsi sebagai pengurus selaku sekertaris
 Berwenang menentukan kebijaksanaan dalam melakukan segala
perbuatan yang berhubungan dengan bidangnya sesuai keputusan rapat
pengurus serta menandatangani surat bersama unsur ketua.
c. Bendahara
 Bertugas mengelola keuangan (menerima dan menyimpan serta
melakukan pembayaran), membina administrasi keuangan dan
pembukuan.

11
 Berfungsi sebagai pengurus selaku bendahara
 Berwenang menentukan kebijakan dan melakukan segala perbuatan
yang berhubungan dengan bidangnya serta menandatangani surat-surat
berharga bersama ketua
 Bertanggung jawab kepada rapat pengurus lengkap melalui ketua.
3. Pengawas
Jumlah pengawas sekurang kurangnya tiga orang arau sesuai dengan AD koperasi.
Unsur pengawas terdiri dari ketua yang merangkap anggota, sekertaris yang
merangkap anggota dan para anggota. Dalam hal ini tugas serta fungsi pengawas
antara lain sebagai berikut :
 Melakukan pengawasan dan pemeriksaan sekurang-kurangnya tiga bulan
sekali atas tata kehidupan koperasi yang meliputi organisasi, manajemen,
usaha, keuangan, pembukuan dan kebijakansanaan pengurus.
 Sebagai pengawas dan pemeriksa
 Berwenang melakukan pemeriksaan tentang catatan dan atau harta
kekayaan koperasi
 Bertanggung jawab kepada rapat anggota.

D. Pertanggung Jawaban Hukum Koperasi


Dengan statusnya sebagai suatu badan hukum, maka sebuah badan usaha
koperasi menjadi subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban. Sehingga,
terhadap pihak ketiga dapat dengan jelas dan tegas mengetahui siapa yang dapat
diminta bertanggung jawab atas jalannya usaha badan hukum tersebut.
Selain itu, status hukum antara koperasi sebagai suatu organisasi dan status hukum
para pendirinya sudah secara tegas terpisah. Hal ini berguna untuk membedakan
pendiri dan para anggotanya dengan organisasi koperasi dalam operasional sehari-
hari. Pemisahan tegas secara status badan hukum ini termasuk juga pemisahan secara
tegas status kekayaan.
Pertanggung jawabannya dapat berupa sebagai berikut :
 Pengurus korporasi sebagai pembuat dan penguruslah yang bertanggung jawaba
 Lorporasi sebagai pembuat dan pengurus yang bertanggung jawab
 Korporasi sebagai pembuat dan juga swbagai yang bertanggung jawab.

12
BAB III
YAYASAN

A. Sejarah Perkembangan Yayasan


Yayasan sudah lama ada dan telah dikenal oleh manusia sejak awal sejarah.
Yayasan dengan tujuan khusus pun seperti “keagamaan” dan “pendidikan” sudah
sejak lama pula ada. Para Pharaoh, lebih dari seribu tahun sebelum masehi, telah
memisahkan sebagian kekayaannya untuk tujuan keagamaan. Xenophon mendirikan
Yayasan dengan cara menyumbangkan tanah dan bangunan untuk kuil bagi pemujaan
kepada Artemis, pemberian makanan dan minuman bagi yang membutuhkan, dan
hewan-hewan korban. Pada tahun 347 sebelum masehi, sebelum menjelang
kematiannya Plato memberikan hasil pertanian dari tanah yang dimilikinya, untuk
disumbangkan bagi akademia yang didirikannya. Ini mungkin merupakan Yayasan
yang pertama tercatat dalam sejarah.
Eksistensi Yayasan di Indonesia berawal dengan diberlakukannya Staatblad 1917
Nomor 12, yang mengatur tentang ketentuan penundukan diri bagi golongan
Bumiputera pada semua ketentuan Burgelijk Wetboek (BW). Jadi untuk memahami
tentang dasar hukum Yayasan maka perlu kita arahkan pandangan kita pada hukum
tentang Yayasan yang berlaku di Nederland. Perlu diketahui bahwa sejak tahun 1965,
Nederland sudah mengubah dasar hukumnya (Burgelijk Wetboek) bahkan untuk
membentuk Yayasan yang sudah terdapat ketentuan khusus dalam BW-nya yang
menggantikan Wet op de Stichtingen dari tahun 1954. Sebelum tahun 1954 bisa
dikatakan Nederland menghadapi keadaan yang sama seperti di Indonesia, artinya
sebelum tahun 1954 tidak ada peraturan yang mengatur hukum tentang Stichting,
walaupun pada tahun 1873 dan 1925 oleh Nederlandse Juristenvereniging dan tahun
1919 dalam pra advice OUD telah didesak untuk diberlakukannya peraturan tentang
Stichtingen tetapi ternyata gagal juga. Dan dalam tahun 1937 diajukan lagi suatu
rancangan peraturan tentang Stichting tetapi belum juga berhasil. Bahkan dalam tahun
1948 rencana peraturan itu ditarik kembali dan diumumkan bahwa pengaturan
Stichting akan bersamasama dengan BW baru. Tahun 1954 diajukan lagi rancangan

13
baru dan setelah diadakan berbagai perubahan dalam rancangan, akhirnya pada
tanggal 21 mei 1956 diberlakukan Wet op de Stichtingen Stb, Nomor: 327.
Masyarakat Indonesia pada masa lalu memiliki banyak permasalahan,
khususnya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar, sumber kehidupan yang
cukup, atau kesempatan memperoleh pendidikan yang layak. Pada stuktur pendidikan
khususnya, untuk menciptakan generasi muda yang berbobot dibutuhkan sarana
pendidikan formal untuk membimbing para calon pemimpin di masa depan dengan
pendidikan yang layak dan mencukupi.
Sering kali manusia tidak dapat memperoleh hak-haknya yang paling asasi sekalipun.
Disini timbul pertanyaan, siapa yang akan memenuhi hak-hak manusia yang
paling asasi itu. Hak selalu dihubungkan dengan kewajiban. Dalam hubungan inilah
Pendiri dan Pengurus Yayasan mempunyai tanggung jawab sosial dari hati nurani
mereka ketika melihat manusia yang menderita. Tanggung jawab sosial ini bukan
merupakan belas kasihan atau amal (charity). Manusia melakukan pekerjaan sosial
bukan saja untuk kepentingan sesama, tapi juga untuk dirinya sendiri. Hal ini
mengakibatkan manusia bukan lagi “homo homini lupus”, melainkan “homo homini
socius”.
Jelas disini bahwa Pendiri dan Pengurus Yayasan mempunyai tanggung jawab sosial,
sekaligus tanggung jawab moral. Dari sudut pandang moral, maka tanggung jawab
sosial itu merupakan suatu kewajiban. Kewajiban ini sebenarnya juga berada di
pundak semua orang yang mampu. Salah satu definisi Yayasan yang lain adalah
sarana atau tempat dimana golongan kaya memberikan sumbangannya bagi
kepentingan umum.
Maksud dan tujuan sosial dari Yayasan inilah yang membuat perkembangan Yayasan
di Indonesia berlangsung dengan pesat. Banyaknya ditemukan Yayasan yang
didirikan di seluruh penjuru kota di Indonesia dengan segala macam aturan yang
diterapkan dalam pengelolaannya, dikarenakan pada kala itu Yayasan masih
didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan yang berlangsung disekitarnya. Hal ini yang
membuat aturan yang diterapkan pada suatu Yayasan tergantung pada kebiasaan di
lingkungan masing-masing Yayasan.
Umumnya di Indonesia Yayasan didirikan oleh beberapa orang atau dapat juga
oleh seorang saja, dengan memisahkan suatu harta dari seorang atau beberapa orang
pendirinya, dengan tujuan sosial yang tidak mencari keuntungan. Yayasan
mempunyai Pengurus yang diwajibkan mengurus dan mengelola segala sesuatu yang

14
bertalian dengan kelangsungan hidup Yayasan. Dan umumnya Pendiri merupakan
donatur, sekaligus sebagai Pengurus, sehingga betul bertanggung jawab atas
kelangsungan Yayasan.

B. Pengelolaan Yayasan
Berbeda dengan Koperasi dan PT yang memakai istilah “modal”, Yayasan
menamakan harta benda awalnya dengan istilah “kekayaan”. Hal ini dikarenakan
Koperasi dan PT memiliki kedudukan sebagai badan usaha atau perusahaan yang
mencari keuntungan. Hal ini jelas berbeda dengan Yayasan yang tercantum secara
jelas dalam tujuannya yakni merupakan wadah kegiatan sosial untuk mencapai tujuan
tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Dalam Pasal 9 ayat (1) UU
Yayasan ditentukan Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan
sebagian harta kekayaan pendirinya, sebagai kekayaan awal. Jumlah kekayaan awal
yang didirikan oleh orang Indonesia, yang berasal dari pemisahan harta kekayaan
pribadi Pendiri, paling sedikit senilai Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah),
sedangkan jumlah kekayaan awal yang didirikan oleh orang asing ataupun orang
asing bersama orang Indonesia, yang berasal dari pemisahan harta kekayaan pribadi
Pendiri, paling sedikit senilai Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Dalam pendirian Yayasan, pemisahan harta kekayaan oleh Pendiri bisanya
dibuktikan dengan surat pernyataan Pendiri mengenai keabsahan harta kekayaan yang
dipisahkan tersebut dan bukti yang merupakan bagian dari dokumen keuangan yang
dipisahkan. Hal ini sebagai pernyataan bahwa harta itu diperoleh tidak dengan cara
melawan hukum, misal tindak pidana korupsi maupun tindak pidana pencucian uang
yang dilakukan oleh Pendiri Yayasan. Pemisahan harta kekayaan ini merupakan salah
satu syarat materiil pendirian suatu Yayasan untuk menghindari adanya percampuran
antara kekayaan Yayasan dengan harta pribadi Pendiri atau harta bersama Pendiri.
Kekayaan Yayasan yang dipisahkan ini merupakan kekayaan awal Yayasan yang
nantinya dipergunakan untuk mengelola kelangsungan hidup Yayasan demi mencapai
tujuannya. Dalam hal ini berarti Pendiri tidak lagi mempunyai kendali ataupun hak
atas harta kekayaan yang diberikan tersebut, karena harta yang dipisahkan olehnya
telah menjadi milik Yayasan. Dan Pendiri Yayasan bukanlah merupakan pemilik
Yayasan. Organ Yayasanlah yang bertanggung jawab secara penuh terhadap
pengelolaan kekayaan Yayasan untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan.

15
C. Organ Yayasan
UU Yayasan yang lahir menyebabkan terjadinya perubahan terhadap perangkat/organ
suatu Yayasan, dimana menjadi terbagi dalam tiga perangkat yang meliputi Pembina,
Pengawas dan Pengurus. Ketiga perangkat tersebut bertanggung jawab penuh atas
kelangsungan hidup suatu Yayasan dalam menjadi tujuan Yayasan.
1. Pembina
Dalam Pasal 28 UU Yayasan disebutkan Pembina adalah organ Yayasan yang
mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada Pengurus atau Pengawas
oleh Undang-Undang atau Anggaran Dasar. Dalam hal ini Pembina adalah
merupakan organ Yayasan yang mempunyai kewenangan dalam membuat
keputusan mengenai segala hal yang menyangkut Yayasan, yang tidak dapat
diserahkan pada organ lain oleh UU Yayasan ataupun Anggaran Dasar Yayasan.
Pembina juga merupakan organ tertinggi dalam Yayasan jika dibandingkan
dengan organ lain seperti Pengurus ataupun Pengawas. Adapun kewenangan yang
dimaksud di atas yakni meliputi :
 Keputusan mengenai perubahan anggaran dasar
 Pengangkatan dan pemeberhentian anggota pengurus dan anggota
pengawas
 Penetapan kebijakan umum yayasan berdasarkan AD
 Pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan yayasan
 Penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran yayasan.
Selain memiliki wewenang seperti di atas, Pembina juga mempunyai
kewajiban lain seperti melakukan evaluasi tentang kekayaan, hak dan kewajiban
Yayasan selama satu tahun buku dimana evaluasi tersebut dilakukan dalam rapat
tahunan yang diadakan paling kurang sekali setahun, dan kewajiban lainnya
untuk menunjuk likuidator jika Yayasan bubar.
Pengangkatan anggota Pembina dilakukan berdasarkan dengan rapat anggota
Pembina. Pengangkatan Pembina juga tidak selalu didasarkan pada siapa

16
Pendirinya, dalam artian tidak selamanya seorang Pembina adalah Pendiri
Yayasan. Adapun kualifikasi yang dapat dijadikan Pembina yakni orang
perseorangan sebagai Pendiri Yayasan (dikarenakan pendirilah yang merancang
tujuan maupun maksud pendirian Yayasan), atau seseorang yang berdedikasi
tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan, dan yang bukan seorang
Pengurus atau Pengawas (agar tidak terjadi tumpang tindih dalam menjalankan
kewenangan dan tugas).
Diciptakannya organ Pembina, sebagai pengganti Pendiri disebabkan dalam
kenyataannya, Pendiri Yayasan pada suatu saat dapat tidak ada sama sekali, yang
diakibatkan karena Pendiri meninggal dunia ataupun mengundurkan diri.
Keadaaan dimana tidak ada seorang pun Pendiri atau Pendiri hanya tinggal satu
orang memberikan kesempatan pada Pendiri yang masih ada untuk memanipulasi
Yayasan untuk kepentingan diri sendiri. Hal yang sama juga dapat dilakukan
Pengurus dalam hal ketiadaan Pendiri. Adapun organ Pembina ini merupakan
suatu hal yang baik untuk menghindarkan hal-hal yang mengakibatkan Yayasan
beralih dari tujuannya.
Dalam hal terjadinya kekosongan Pembina, apakah dikarenakan meninggal
dunia atau pengunduran diri, dan tidak adanya anggota Pembina lain yang dapat
mengisi kekosongan tersebut, sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 28 ayat
(4) UU Yayasan, paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal kekosongan itu,
anggota Pengurus dan anggota Pengawas wajib mengadakan rapat gabungan
untuk mengangkat anggota Pembina. Adapun pengangkatan anggota Pembina
tersebut dengan memerhatikan Pasal 28 ayat (3), yakni anggota Pembina yang
diangkat dinilai memiliki dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan
Yayasan.
2. Pengurus
Pengurus adalah organ Yayasan yang melaksanakan kepengurusan Yayasan.
Orang yang dapat diangkat menjadi Pengurus adalah orang perseorangan yang
mampu melakukan perbuatan hukum, dan Pengurus tidak boleh merangkap
sebagai Pembina atau Pengawas. Struktur kepengurusan sebagaimana ditentukan
dalam UU Yayasan, terdapat susunan Pengurus sekurang-kurangnya terdiri dari 3
(tiga) bagian yaitu seorang Ketua, seorang Sekretaris dan seorang Bendahara.
Ketentuan minimal tersebut dapat dipahami apabila sebuah Yayasan tergolong
dalam Yayasan yang kecil, sehingga dengan tiga personel Yayasan dianggap

17
cukup untuk mengelola Yayasan. Namun apabila sebuah Yayasan tergolong maju
dan banyak kegiatannya, kemungkinan tidak cukup Pengurusnya hanya berjumlah
tiga orang, maka susunan kepengurusan juga perlu dikembangkan. Jika Ketua
Yayasan tugasnya banyak dan kesibukannya tergolong tinggi, bisa dibentuk
jabatan Wakil Ketua. Selain itu juga dapat dikembangkan jabatan Ketua yaitu
Ketua I dan Ketua II, begitu pula untuk Sekretaris dan Bendahara. Selanjutnya
masih dapat dikembangkan lagi dengan pembentukan Seksi-Seksi, misalnya Seksi
Umum, Seksi Keuangan, Seksi Personalia, dan sebagainya.
Sebuah Yayasan tidak dikehendaki diurus oleh seorang Pengurus saja. Dalam
UU Yayasan menginginkan Pengurus lebih dari satu orang, agar pekerjaan
Pengurus dapat dibagi-bagi dengan Pengurus-Pengurus lainnya, sehingga beban
kepengurusan dapat menjadi ringan untuk dipikul secara bersama-sama.
Pengangkatan Pengurus Yayasan dilakukan oleh Pembina dalam rapat Pembina.
Dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2001, Pengurus yang diangkat akan
mengurus Yayasan selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk
mengurus Yayasan dalam 1 (satu) kali masa jabatan. Akan tetapi setelah
perubahan pada UU No. 28 Tahun 2004 tepatnya pada pasal 32 ayat (2) tidak
membatasi jangka waktu kepengurusan, dan diserahkan masa jabatannya kepada
apa yang ditentukan dalam Anggaran Dasar Yayasan.
Apabila pengangkatan, pemberhentian atau penggantian Pengurus dilakukan
tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, maka atas permohonan yang
berkepentingan atau permintaan Kejaksaan, Pengadilan dapat membatalkannya
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
permohonan pembatalan diajukan.
Dalam menjalankan tugasnya Pengurus wajib menanamkan itikad baik, dan
penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan Yayasan, sesuai dengan
yang tertuang dalam Pasal 35 ayat (2) UU Yayasan. Konsekuensi pun menanti
apabila Pengurus dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan Anggaran
Dasar yang menyebabkan kerugian terhadap Yayasan ataupun pihak ketiga.
Konsekuensi ini terdapat dalam pasal 35 ayat (5) UU Yayasan, dimana tanggung
jawab atas kerugian tersebut dipikul secara pribadi oleh Pengurus yang
bersangkutan. Dalam hal Pengurus melakukan perbuatan yang merugikan
Yayasan, maka Pengurus tersebut dapat diberhentikan sebelum masa
kepengurusannya berakhir berdasarkan Rapat Pembina. Ketika terjadinya

18
pergantian Pengurus, yang memberitahukan kepada Menteri ialah Pengurus yang
baru dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
tanggal penggantian. Hal ini berbeda dengan apa yang diatur dalam UU No. 16
Tahun 2001 pasal 33, dimana Pembinalah yang wajib memberitahukan kepada
Menteri apabila terjadi pergantian Pengurus. Apabila Pengurus dinyatakan
bersalah dalam melakukan kepengurusan Yayasan dan tindakannya tersebut
membawa kerugian bagi Yayasan, masyarakat ataupun Negara, berdasarkan
putusan Pengadilan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal
putusan tesebut memperoleh kekuatan hukum yang tetap, tidak dapat diangkat
menjadi Pengurus Yayasan manapun. Adapun kewajiban dari pengurus adalah
sebagai berikut :
 Membuat dan menyimpan catatan atau tulisan yang berisi keterangan
mengenai hak dan kewajiban serta hal lain yang berkaitan dengan kegiatan
usaha Yayasan.
 Membuat dan menyimpan dokumen keuangan Yayasan berupa bukti
pembukuan dan data pendukung administrasi keuangan.
 Dalam hal Yayasan mengadakan transaksi dengan pihak lain yang
menimbulkan hak dan kewajiban bagi Yayasan, transaksi tersebut wajib
dicantumkan dalam laporan tahunan sebagai cerminan dari asas
keterbukaan dan akuntabilitas pada masyarakat yang harus dilaksanakan
Yayasan dengan sebaik-baiknya.
3. Pengawas
Selain Pembina dan Pengurus, organ Yayasan yang terakhir ialah Pengawas.
Pengawas adalah organ Yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta
memberikan nasihat kepada Pengurus dalam menjalankan roda kegiatan Yayasan.
Berbeda dengan Pembina yang tidak disebut secara jelas, jumlah Pengawas sesuai
dengan yang ditetapkan dalam Pasal 40 ayat (2) UU Yayasan berjumlah minimal
satu orang. Akan tetapi dalam realitanya, jumlah Pengawas dalam suatu Yayasan
disesuaikan dengan kebutuhan Yayasan itu sendiri.
Adapun syarat untuk diangkat menjadi Pengawas ialah orang perseorangan yang
mampu melakukan perbuatan hukum (Pasal 40 ayat (3), dan tidak boleh
merangkap sebagai Pembina atau Pengurus (Pasal 40 ayat (4).

19
Anggota Pengawas diangkat oleh Pembina dalam rapat Pembina untuk masa
jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali dalam jangka waktu sesuai
dengan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar Yayasan.
Pengawas diberi kewenangan untuk memberhentikan sementara anggota
Pengurus. Dalam catatan pemberhentian sementara ini dilakukan dengan alasan
yang jelas dan dapat membuktikan pelanggaran yang dibuat oleh anggota
Pengurus tersebut. Pengawas diwajibkan Pasal 43 ayat (2) untuk melapor secara
tertulis kepada Pembina dalam tempo tujuh hari terhitung sejak tanggal
pemberhentian. Berdasar laporan tersebut, Pembina wajib memanggil anggota
Pengurus yang bersangkutan untuk membela diri dalam tempo tujuh hari. Dan
dalam tempo paling lambat tujuh hari terhitung sejak pembelaan diri anggota
Pengurus, dalam Pasal 43 ayat (4) Pembina diwajibkan untuk mengambil
keputusan bersifat final, apakah mencabut keputusan pemberhentian sementara
tersebut, atau memberhentikan anggota Pengurus yang bersangkutan. Dan dalam
hal apabila Pembina tidak mengambil sikap apapun terhadap pemberhentian
sementara tersebut, maka berdasarkan ketentuan Pasal 43 ayat (5) pemberhentian
sementara tersebut batal demi hukum.
D. Pertanggung jawaban hukum yayasan

Perbuatan merupakan sebuah subjek hukum yang dapat berupa sebuah tindakan
perbuaan hukum dan bukan perbuatan hukum yang dilakukan oleh sebuah yayasan.
Sehingga pada dasarnya sebuah tindakan hukum dapat timbul dari sebuah perjanjian,
sedangkan perbuatan yang bukan perbuatan hukum yang timbul berasal dari undang-undang
sehingga dengan demikian suatu sebuah tanggung jawab hukum yang timbul berasal dari
sebuah perjanjian dan berdasarkan undang- undang. Menurut ahli hukum Schut
menyatakan bahwasannya tanggung jawab dapat timbul dari perjanjian yang lebih tepat
mengacu kepada terhadap tindakan wanprestasi dan dari sebuah tindakan perbuatan melawan
hukum. Dalam hal tersebut yang pertama kali kerugian harus diganti karena merupakan
sebuah kewajiban utama atau hal sampingan yang berdasarkan pernajian yang tidak dipenuhi.
Sedangkan yang kedua kerugian harus diganti karena pelanggaran yang diakibatkan dengan
suatu norma hukum yang berbentuk sebuah perintah dan larangan.

Banyaknya bentuk tanggung jawab terasa sangat sulit untuk merumuskan kata nya
menjadi lebih mudah untuk dimengerti, Tetapi apabila dicermati lebih jauh pengertian
tanggung jawab berkisar pada kesadaran untuk melakukan kesediaan untuk melakukan, dan

20
kemampuan untuk melakukan. Pada pengertian lain yaitu suatu keharusan kita untuk
menanggung akibat yang ditimbulkan oleh seseorang. Pada suatu yayasan mempunyai organ
yang terdiri dari Pembina, Pengurus, dan Pengawas. Pada pengelolaan harta kekayaan dan
pelaksaan suatu kegiatan yayasan dilakukan oleh
pengurus,dan pengurus juga wajib membuat laporan tahunan keuangan dan
perkembangan yayasan yang akan disampaikan kepada Pembina.Pengawas bertugas
melakukan pengawasan dan pemberi nasihat kepada Pengurus dalam menjalankan
yayasan.Pengurus dan Pengawan sangat dituntut untuk menlibatkan keahlian mereka dalam
menjalankan tugasnya masing-masing karena prinsip tersebut sudah diatur Pada pasal 39 dan
pasal 47 UU yayasan di jelaskan bahwa: Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau
kelalaian pengurus dan kekayaan yayasan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat
kepailitan tersebut, maka setiap anggota pengurus secara gotong royong bertanggung jawab
atas kerugian tersebut.
Apabila anggota pengurus dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena
kelalaiannya maka tidak ikut serta tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
Anggota pengurus yang dinyatakan bersalah dalam melakukan pengrususan yayasan
yang menyebabkan kerugian bagi yayasan,masyarakay,atau negara berdasarkan putusan
pengadilan, maka dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal putusan tersebut
memperoleh kekuatan hukum yang tetap tidak dapat diangkat menjadi pengurus yayasan
manapun,dan dalam pasal 47 UU tentang yayasan menegaskan bahwa : Dalam hal
kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian pengawas dalam melakukan tugas
pengawasan dan kekayaan yayasan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan
tersebut ,setiap anggota pengawas secara gotong royong bertanggung jawab atas kerugian
tersebut dan apabila anggota pengawas yayasan bisa membuktikan bahwa kepailitan bukan
karena kesalahan atau kelalaiannya maka anggota pengawas tidak bertanggung jawab atas
kerugian tersebut.

21
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Koperasi dan yayasan merupakan dua entitas yang memiliki peran penting dalam
memajukan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Koperasi adalah suatu bentuk organisasi
ekonomi yang dimiliki dan dioperasikan oleh anggotanya untuk saling memenuhi kebutuhan
ekonomi bersama. Di sisi lain, yayasan adalah badan hukum nirlaba yang didirikan untuk
melakukan kegiatan sosial, pendidikan, atau kemanusiaan tanpa tujuan mendapatkan
keuntungan finansial.
Dalam makalah ini, telah dibahas secara mendalam mengenai karakteristik, tujuan,
struktur, dan manfaat dari koperasi dan yayasan. Koperasi dikenal sebagai instrumen
ekonomi yang memberdayakan anggotanya, meningkatkan akses terhadap sumber daya dan
layanan, serta mempromosikan partisipasi aktif dalam pengambilan keputusan. Sementara itu,
yayasan berperan dalam membangun keberlanjutan sosial, menyediakan layanan sosial dan
pendidikan, serta mengatasi berbagai masalah sosial.
Kedua entitas ini memiliki kelebihan dan tantangan tersendiri dalam operasional dan
pengelolaannya. Koperasi sering kali menghadapi tantangan terkait manajemen internal,
keberlanjutan keuangan, dan perkembangan pasar. Di sisi lain, yayasan sering kali
bergantung pada dukungan eksternal dan memerlukan strategi penggalangan dana yang
efektif untuk menjalankan program-programnya.
Meskipun demikian, koperasi dan yayasan keduanya memiliki peran yang tak
tergantikan dalam mendukung pembangunan ekonomi dan sosial. Kolaborasi antara
keduanya dapat menciptakan sinergi yang kuat dalam mencapai tujuan bersama untuk

22
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mempromosikan pembangunan yang inklusif
dan berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Adam, A. W. 2009. Membongkar manipulasi Sejarah. Jakarta: Kompas.

Syarah Ermayanti. 2015. Tinjauan Yuridis Tentang Statusyayasan yang dididrikan sebelum
berlakunya UU No 16 tahun 2001.

Ayal, Ruth Fransiska. 2015. Sejarah Lahirnya Koperasi

Danardono. 2022. Mekanisme Tanggung Jawab Badan Hukum Terhadap Pengurus Yayasan
Yang Diakibatkan Oleh Pailitnya Suatu Yayasan.

Wulandari, Dyah. 2020. Makalah Tentang yayasan.

23

Anda mungkin juga menyukai