Anda di halaman 1dari 39

HUKUM ACARA PERDATA

Pengertian Hukum Acara Perdata

▪ Sudikno Mertokusumo
Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yg mengatur
bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil
dengan perantaraan hakim.
▪ Retnowulan Sutantio
Hukum Acara Perdata disebut juga hukum perdata formil yaitu
kesemuanya kaidah hukum yg menentukan dan mengatur cara
bagaimana melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata
sebagaimana yg diatur dalam hukum perdata materiil
Azas-Azas
Hukum Acara Perdata
▪ Hakim Menunggu
▪ Hakim Bersifat Pasif
▪ Persidangan Terbuka Untuk Umum
▪ Mendengarkan Kedua Belah Pihak
▪ Putusan Hakim Disertai Alasan
▪ Beracara Dikenakan Biaya
▪ Tidak Ada Kewajiban Untuk Mewakilkan
DASAR HUKUM
HUKUM ACARA PERDATA
1. HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement) / Reglemen Indonesia yg diperbaharui : S. 1848 no. 16, S. 1941 no. 44  u/ daerah
Jawa dan Madura

2. Rbg (Rechtsreglement Buitengewesten) / Reglemen daerah seberang : S. 1927 no. 227  u/ luar Jawa dan Madura

3. Rv (Reglement op de Burgerlijke rechtsvordering) : S. 1847 no. 52, S. 1849 no. 63  u/ gol. Eropa

4. RO (Reglement op de Rechterlijke Organisatie in hed beleid der Justitie in Indonesie) / Reglemen tentang Organisasi Kehakiman :
S. 1847 no. 23

5. BW (Burgerlijk Wetboek) terutama Buku ke IV tentang Pembuktian dan Daluwarsa

6. WvK (Wetboek van Koophandel)

7. UU 20/1947 yg mengatur mengenai hukum acara perdata dalam hal banding bagi Pengadilan Tinggi  u/ daerah Jawa dan
Madura

8. SEMA 3/1963

9. UU 14/1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman jo. UU 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

10. UU 1/1974 tentang Perkawinan


11. PP 9/1975 tentang Pelaksanaan UU 1/1974 tentang Perkawinan
12. UU 7/1989 tentang Peradilan Agama jo. UU 3/2006
13. UU 14/1985 tentang Mahkamah Agung jo. UU 5/2004
14. UU 2/1986 tentang Peradilan Umum jo UU 8/2004
15. UU 5/1986 tentang PTUN
16. UU 31/1997 tentang Peradilan Militer
17. UU 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi
18. Yurisprudensi
19. Adat kebiasaan para hakim dalam melakukan pemeriksaan perkara perdata
20. Perjanjian Internasional, misal : Perjanjian Kerja Sama di bidang peradilan antara RI dgn Thailand
21. Doktrin atau ilmu pengetahuan
22. Instruksi & SEMA sepanjang mengatur hukum acara perdata & hukum perdata materiil
Perkara Perdata
Permohonan Gugatan
(Juridische Volountaire) (JuridischeContentiuesa)
▪ Hanya terdapat satu pihak (bukan berarti satu ▪ Sekurang – kurangnya terdapat dua pihak ;
orang), yang disebut pemohon. Penggugat dan Tergugat.
▪ Dalam perkara yang diajukannya tidak terdapat ▪ Dalam perkara yng diajukan terdapat sengketa.
sengketa.
▪ Diajukan pada Pengadilan Negeri diwilayah
▪ Diajukan pada Pengadilan Negeri diwilayah hukum dimana tergugat bertempat tinggal.
hukum dimana pemohon bertempat tinggal.
▪ Diperiksa oleh Hakim Majelis.
▪ Diperiksa oleh Hakim tunggal.
▪ Putusan berupa PUTUSAN.
▪ Putusan berupa PENETAPAN.
▪ Bukan perkara sebenarnya ▪ Adalah perkara sebenarnya
Pasal 118 HIR
Bunyi Pokok Pasal 118 HIR :
1. Gugatan diajukan diwilayah hukum tempat tergugat bertempat tinggal.
2. Dalam hal tergugat lebih dari 1 orang :
• Diajukan diwilayah hukum salah satu tempat tergugat bertempat tinggal
• Diajukan diwilayah hukum tempat perutang utama bertempat tinggal
• Diajukan diwilayah tempat tinggal penggugat bila penggugat kesulitan untuk
menentukan wilayah hukum tempat tinggal tergugat.
3. Dalam hal penggugat lebih dari satu dan tempat tinggal tergugat tidak diketahui, maka
gugatan diajukan di salah satu wilayah hukum dimana salah satu penggugat bertempat
tinggal.
4. Gugatan Diajukan di wilayah hukum dimana barang yang dijadikan sengketa berada.
5. Diajukan diwilayah hukum yang telah diperjanjikan secara syah.
Kewenangan Mutlak & Kewenangan
Relatif
1. Kewenangan Mutlak (Absolute Competentie)  menyangkut
pembagian kekuasaan antar badan-badan peradilan, dilihat dari
macamnya pengadilan menyangkut pemberian kekuasaan u/
mengadili (attributie van rechtsmacht)
2. Kewenangan relatif (Relative Competentie)  mengatur pembagian
kekuasaan mengadili antara pengadilan yg serupa, tergantung dari
tempat tinggal tergugat  Ps. 118 HIR
 azas “Actor Sequitur Forum Rei”  yg berwenang adalah PN
tempat tinggal tergugat
Gugat Lisan & Gugat Tertulis
▪ Ps. 118 HIR  gugatan harus diajukan secara tertulis dengan “surat
gugatan” yg di-ttd o/ penggugat atau wakil/kuasanya yg sah.
▪ Ps. 120 HIR  bagi mereka yg buta huruf, gugatan dilakukan secara
lisan melalui Ketua PN yg berwenang u/ mengadili perkara itu, Ketua
PN akan membuat/menyuruh membuat gugatan tsb.
▪ Ps. 121 (4) HIR  Setelah surat gugatan atau gugat lisan dibuat,
harus didaftarkan di Kepaniteraan PN yg bersangkutan serta
membayar uang perkara.
TAHAPAN BERACARA
PENGGUGAT

TAHAPAN ADMINISTRATIF

PENGADILAN

TAHAPAN BERACARA
SIDANG PERTAMA
JAWAB MENJAWAB
TAHAPAN YUDISIAL
PEMBUKTIAN
PUTUSAN HAKIM
Tahapan Administratif
Penggugat mengajukan Didaftar Penetapan & Penunjukann
gugatan & melunasi Kepaniteraan PN Majelis Hakim o/ Ketua PN
biaya perkara

Majelis Hakim :
Penyerahan Surat Panggilan Sidang 1. Menetapkan tgl. Hari sidang;
& Salinan Surat Gugatan 2. Memanggil para pihak pd
kpd Para Pihak o/ Juru Sita. hari sidang dgn membawa
saksi-saksi & bukti-bukti.

Juru Sita menyerahkan


PELAKSANAAN PEMERIKSAAN
Risalah (Relaas)
DI PERSIDANGAN
Panggilan kpd Majelis Hakim.
HARI SIDANG PERTAMA
PENGGUGAT – TERGUGAT HADIR
Hakim menawarkan perdamaian (Pasal 130 HIR), bila perdamaian tercapai harus
dituangkan dalam akta perdamaian. Bila perdamaian tidak tercapai maka
persidangan dilanjutkan

PENGGUGAT HADIR – TERGUGAT TIDAK HADIR


Hakim memeriksa relass, apakah pemanggilan sudah dilakkan dengan syah dan
4 KEMUNGKINAN patut (Pasal 122 HIR). Pemanggilan dilakukan sekai lagi (Pasal 126 HIR). Bila
penggugat tetap tidak hadir maka gugatan dianggap gugur. Penggugat dibebankan
HARI SIDANG PERTAMA biaya perkara (Pasal 124 HIR)

PENGGUGAT TIDAK HADIR – TERGUGAT HADIR


Hakim memeriksa relass, apakah pemanggilan sudah dilakkan dengan syah dan
patut (Pasal 122 HIR). Pemanggilan dilakukan sekai lagi (Pasal 126 HIR). Bila
tergugat tetap tidak hadir maka gugatan diputus verstek. Perlawanan hukum untuk
putusan verstekadalah verzet (pasal 129 HIR)
PENGGUGAT – TERGUGAT HADIR
Hakim memeriksa relass, apakah pemanggilan sudah dilakkan dengan syah dan
patut (Pasal 122 HIR). Pemanggilan dilakukan sekai lagi (Pasal 126 HIR). Bila tetap
tidak datanng maka gugatan dinyatakan gugur, dan biaya perkara dibebankan
kepada penggugat
VERSTEK
(PUTUSAN DILUAR HADIR)

▪ Apabila tergugat tdk hadir setelah dipanggil secara patut, maka gugatan dikabulkan dgn putusan diluar hadir
atau verstek, kecuali kalau gugatan itu melawan hak atau tdk beralasan.

▪ Kapan boleh dijatuhkan putusan verstek ?

Ps. 125 HIR; Ps. 149 Rbg  ada 2 pendapat :


1. pd hr sidang pertama;
2. tdk hanya pd hr sidang pertama;

Ps. 126 HIR; Ps. 150 Rbg  memberi peluang pemanggilan kedua.

“HIR tdk mewajibkan tergugat u/ datang di persidangan.”


VERSTEK
(PUTUSAN DILUAR HADIR)

▪ Putusan verstek tdk berarti selalu dikabulkannya gugatan penggugat. Krn pd hakekatnya lembaga verstek bertujuan merealisir asas “audi et
alteram partem”, shg seharusnya scr ex officio hakim harus mempelajari isi gugatan.

1. Jika gugatan tdk bersandarkan hukum, yaitu apabila peristiwa2 sbg dasar tuntutan tdk membenarkan tuntutan, mk gugatan akan
dinyatakan tdk diterima. Putusan tdk diterima ini bermaksud menolak gugatan diluar pokok perkara, shg di kmd hr penggugat masih
dpt mengajukan lg gugatannya.

2. Jika gugatan tdk beralasan, yaitu apabila tdk diajukan peristiwa2 yg membenarkan tuntutan, mk gugatan akan ditolak. Penolakan mrpk
putusan stl hakim mempertimbangkan pokok perkara, shg tdk terbuka lg kesempatan u/ mengajukan gugatan tsb u/ kedua kalinya kpd
hakim yg sama (nebis in idem).

▪ Dalam putusan verstek dimana penggugat dikalahkan, penggugat dpt mengajukan banding.

▪ Dalam putusan verstek, kalau tergugat hadir pd sidang pertama tp tdk hadir pd sidang berikutnya, maka perkaranya diperiksa secara
contradictoir.
JAWAB MENJAWAB

EKSEPSI / TANGKISAN

KONPENSI

JAWAB MENJAWAB REKONPENSI / GUGATAN BALIK

REPLIK

DUPLIK
▪ Ps. 121 ayat 2 HIR; Ps. 145 ayat 2 Rbg  tergugat dpt menjawab baik secara tertulis
maupun lisan.

▪ Dibedakan menjadi :
1. Jawaban yang tidak langsung mengenai pokok perkara (eksepsi/tangkisan)
Dasar Hukum Pasal 136 HIR
Terdiri dari :
a. Eksepsi Prosesuil ; contoh : mengenai error in persona, kewenangan
absolute/relative, nebis in idem
b. Eksepsi Materiil ;
i. Eksepsi Dillatoir  adalah eksepsi yang menyatakan bahwa gugatan
penggugat belum dapat dikabulkan
ii. Eksepsi Peremptoir  adalah eksepsi yang mengenai hal yang
menghalangi dikabulkannya gugatan

 
2. Jawaban yang langsung mengenai pokok perkara (rekonpensi)
Jawaban dalam Konpensi (gugatas asli/asal) berisi:
a. Pengakuan  membenarkan isi gugatan penggugat, baik sebagian maupun
seluruhnya.
b. Bantahan (verweer)  membantah apa yang dinyatakan dalam gugatan.
Bantahan ada 2 macam :
i. Tangkisan/Eksepsi  suatu sanggahan / bantahan dr pihak tergugat
terhadap gugatan penggugat yg tdk langsung mengenai pokok perkara, yg
berisi tuntutan batalnya gugatan.
ii. Sangkalan  sanggahan yg berhubungan dgn pokok perkara.
c. Referte  tidak membenarkan dan tidak menyangkal, menyerahkan semua
kepada putusan hakim.

• Akibat hukum dr adanya jawaban : penggugat tdk diperkenankan mencabut


gugatannya, kecuali dgn persetujuan tergugat.
PEMBUKTIAN
▪ Hakim membebani para pihak dengan pembuktian (bewijs last,
burden of proof)
▪ Asas pembagian beban pembuktian  “barang siapa yg mengaku
mempunyai hak atau yg mendasarkan pada suatu peristiwa u/
menguatkan haknya itu atau u/ menyangkal hak orang lain, harus
membuktikan adanya hak atau peristiwa itu”  Ps. 163 HIR (Ps. 283
Rbg, Ps. 1865 BW)
artinya : baik penggugat maupun tergugat dpt dibebani dgn
pembuktian, terutama penggugat wajib membuktikan peristiwa yg
diajukannya, sedang tergugat berkewajiban membuktikan
bantahannya.
ALAT BUKTI
(Ps. 164 HIR, 284 Rbg, 1866 BW)

SURAT AKTA
BUKTI SURAT
SURAT BIASA

UNDANG-UNDANG
PERSANGKAAN
HAKIM
ALAT BUKTI SAKSI
(Ps. 164 HIR) PENGAKUAN MURNI
PENGAKUAN PENGAKUAN DENGAN KUALIFIKASI
PENGAKUAN DENGAN KLAUSULA
SUPLETOIR
SUMPAH
DECISSOIR
SAKSI
• Dasar Hukum : Ps. 139-152, 168-172 HIR; Ps. 165-179 Rbg; Ps. 1895, 1902-1912 BW
• Kesaksian adalah kepastian yg diberikan kpd hakim di persidangan tentang peristiwa yg disengketakan
dgn jalan pemberitahuan secara lisan & pribadi o/ orang yg bukan salah 1 pihak dlm perkara, yg dipanggil
di persidangan
• Ps. 139 HIR, 165 Rbg, 1909 BW  setiap orang yg bukan salah 1 pihak dapat bertindak sbg saksi, kecuali :
I. segolongan orang yg dianggap tdk mampu bertindak sbg saksi :
a. tidak mampu secara mutlak (absolut)
i. keluarga sedara & keluarga semenda menurut keturunan yg lurus dr salah 1 pihak  Ps.
145 (1) sub 1 HIR, 172 (1) Sub 1 Rbg, 1910 alinea 1 BW
ii. suami/istri salah 1 pihak, meski sudah cerai  Ps. 145 (1) sub 2 HIR, 172 (1) Sub 3 Rbg, 1910
alinea 1 BW
b. tidak mampu secara nisbi (relatif)
i. anak-anak dibawah 15 th  Ps. 145 (1) sub 3 jo. (4) HIR, 172 (1) Sub 4 jo.
173 Rbg, 1912 BW
ii. orang gila  Ps. 145 (1) sub 4 HIR, 172 (1) Sub 5 Rbg, 1912 BW
II. Segolongan orang yg a/ permintaan mereka sendiri dibebaskan memberi kesaksian  hak ingkar
(verschoningsrecht)  Ps. 146 HIR, 174 Rbg, 1909 alinea 2 BW :
a. saudara pa & pi serta ipar pa & pi dr salah 1 pihak
b. keluarga sedarah menurut keturunan yg lurus & saudara pa & pi dr suami/istri salah 1 pihak
c. semua orang yg krn martabat, jabatan/hubungan kerja yg sah wajib mempunyai rahasia sehubungan
dgn martabat, jabatan/hubungan kerja yg sah itu

▪ Ps. 169 HIR, 306 Rbg, 1905 BW  azas “unus testis nullus testis”  satu saksi bukan saksi

▪ Ps. 171 (2) HIR, 308 (2) Rbg, 1907 BW  keterangan yg diberikan o/ saksi harus tentang peristiwa atau kejadian yg
dialaminya sendiri

▪ Kewajiban seorang saksi : menghadap, bersumpah, memberi keterangan

▪ Sifat kesaksian sbg alat bukti : tidak memaksa


PERSANGKAAN
▪ Dasar Hukum : Ps. 164, 173 HIR; Ps. 284, 310 Rbg; Ps. 1866, 1915 - 1922
KUHPerdata.

▪ Pasal 1915 KUHPerdata  Persangkaan ialah kesimpulan yang oleh


undang-undang atau oleh Hakim ditarik dari suatu peristiwa yang diketahui
umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum. Ada dua
persangkaan, yaitu persangkaan yang berdasarkan undang-undang dan
persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang.

▪ Ps. 173 HIR (Ps. 310 Rbg)  hanya mengatur persangkaan yg didasarkan a/
kenyataan atau praesumptiones facti (feitelijke atau rechterlijke vermoedens).
PENGAKUAN
(Bekentenis Confession)

▪ Dasar hukum : HIR (Ps. 174, 175, 176), Rbg (Ps. 311, 312, 313), BW
(Ps. 1923 – 1928).
▪ Pengakuan mrpk keterangan yg membenarkan peristiwa, hak atau
hubungan hukum yg diajukan o/ lawan.
▪ Ps. 1923 BW membedakan antara pengakuan yg diberikan di muka
hakim di persidangan (Ps. 174 HIR, 311 Rbg, 1925 & 1926 BW) &
pengakuan yg diberikan di luar persidangan (Ps. 175 HIR, 312 Rbg,
1927 & 1928 BW).
▪ Ps. 176 HIR, Ps. 313 Rbg, Ps. 1924 BW  pengakuan tdk boleh
dipisah-pisahkan (onsplitsbare aveu).
▪ Ilmu pengetahuan membagi pengakuan mjd 3 :
1. Pengakuan murni (aveu pur et-simple), ialah pengakuan yg sifatnya
sederhana & sesuai sepenuhnya dgn tuntutan pihak lawan
2. Pengakuan dgn kualifikasi (gequalificeerde bekentenis, aveu qualifie),
ialah pengakuan yg disertai dgn sangkalan thd sebagian dr tuntutan
3. Pengakuan dgn klausula (geclausuleerde bekentenis, aveu complexe),
ialah suatu pengakuan yg disertai dgn keterangan tambahan yg
bersifat membebaskan

▪ Pengakuan dgn kualifikasi maupun dgn klausula harus diterima dgn bulat
& tdk boleh dipisah-pisahkan dr keterangan tambahannya  onsplitsbare
aveu.
Pengakuan yang Diberikan di Muka Hakim di
Persidangan

▪ Pengakuan yg diberikan di muka hakim di persidangan (gerechtelijke


bekentenis), mrpk keterangan sepihak, baik tertulis maupun lisan yg
tegas & dinyatakan o/ salah 1 pihak dalam perkara di persidangan, yg
membenarkan baik seluruhnya atau sebagian dr suatu peristiwa, hak
atau hubungan hukum yg diajukan o/ lawannya, yg mengakibatkan
pemeriksaan lebih lanjut o/ hakim mjd tidak diperlukan.

▪ Ps. 1926 BW  pengakuan yg diberikan di muka hakim di


persidangan tidak dapat ditarik kembali, kecuali apabila terbukti
bahwa pengakuan itu adalah akibat dr suatu kesesatan atau
kekeliruan.
Pengakuan yang Diberikan di Luar Persidangan

▪ Pengakuan yg diberikan di luar persidangan adalah keterangan yg diberikan o/


salah 1 pihak dlm suatu perkara perdata di luar persidangan u/ membenarkan
pernyataan-pernyataan yg diberikan o/ lawannya.

▪ Pengakuan yg diberikan di luar persidangan :


1. Lisan  kekuatan pembuktian diserahkan pd pertimbangan hakim  bukan
mrpk alat bukti  masih harus dibuktikan di persidangan
2. Tertulis  kekuatan pembuktiannya bebas  mrpk alat bukti disamping alat
bukti tertulis

▪ Pengakuan yg diberikan di luar persidangan dapat ditarik kembali.


SUMPAH
▪ Dasar hukum : HIR (Ps. 155-158, 177), Rbg (Ps.182-185, 314), BW (Ps.
1929 -1945)

▪ HIR mengenal 3 macam sumpah sebagai alat bukti :


1. Sumpah penambah/pelengkap (suppletoir)
2. Sumpah penaksiran (aestimatoir, schattingseed)
3. Sumpah pemutus (decisoir)
Sumpah penambah/pelengkap (suppletoir)

▪ Dasar hukum : Ps. 155 HIR, 182 Rbg, 1940 BW

▪ Sumpah penambah/pelengkap (suppletoir) adalah sumpah yg diperintahkan o/ hakim


krn jabatannya kpd salah 1 pihak u/ melengkapi pembuktian peristiwa yg menjadi
sengketa sbg dasar putusannya

▪ Syarat : harus ada pembuktian permulaan yg lengkap terlebih dahulu

▪ Kekuatan pembuktian : bersifat sempurna & masih memungkinkan pembuktian lawan

▪ Tujuan : u/ menyelesaikan perkara, sehingga dgn telah dilakukannya sumpah, maka


pemeriksaan perkara dianggap selesai & hakim tinggal menjatuhkan putusannya
Sumpah penaksiran
(aestimatoir, schattingseed)

▪ Dasar hukum : Ps. 155 HIR, Ps. 182 Rbg, Ps. 1940 BW

▪ Sumpah penaksiran (aestimatoir, schattingseed) adalah sumpah yg


diperintahkan o/ hakim karena jabatannya kpd penggugat u/
menentukan jumlah uang ganti kerugian, demikian apabila
penggugat telah dapat membuktikan haknya a/ ganti kerugian itu
serta jumlahnya masih belum pasti & tdk ada cara lain u/
menentukan jumlah ganti kerugian tsb kecuali dgn taksiran

▪ Kekuatan pembuktian : bersifat sempurna & masih


memungkinkan pembuktian lawan
Sumpah pemutus (decisoir)

▪ Dasar hukum : Ps. 156 HIR, Ps. 183 Rbg, Ps. 1930 BW

▪ Sumpah pemutus (decisoir) adalah sumpah yg dibebankan atas permintaan salah 1


pihak kpd lawannya u/ memutuskan persoalan, menentukan siapa yg harus
dikalahkan & siapa yg harus dimenangkan

▪ Tidak memerlukan pembuktian permulaan terlebih dahulu, sehingga dapat


dilakukan setiap saat selama pemeriksaan di persidangan

▪ Tujuan : u/ menyelesaikan perkara, sehingga dgn telah dilakukannya sumpah, maka


pemeriksaan perkara dianggap selesai & hakim tinggal menjatuhkan putusannya
Alat Bukti Lain

1. Pemeriksaan Setempat (descente)


▪ Pemeriksaan setempat (descente) adalah pemeriksaan mengenai
perkara o/ hakim karena jabatannya yg dilakukan diluar gedung atau
tempat kedudukan pengadilan, agar hakim dengan melihat sendiri
memperoleh gambaran atau keterangan yg memberi kepastian ttg
peristiwa yg menjadi sengketa.
▪ Yang diperiksa adalah barang tetap, karena tidak bisa
dibawa/diajukan di persidangan yg berlangsung di gedung
pengadilan, misal : pemeriksaan letak gedung, batas tanah
▪ Dasar hukum : Ps. 153 HIR
▪ Kekuatan pembuktian diserahkan kpd pertimbangan hakim.
2. Keterangan Ahli (Expertise)
▪ Keterangan ahli adalah keterangan pihak ke 3 yg obyektif dan bertujuan u/
membantu hakim dalam pemeriksaan guna menambah pengetahuan hakim
sendiri.
▪ Dasar hukum : Ps. 154 HIR (Ps. 181 Rbg, 215 Rv)
Ps. 154 HIR tdk menegaskan apa & siapa ahli itu
▪ Ahli diangkat o/ hakim selama pemeriksaan berlangsung.
▪ Ahli wajib disumpah u/ menjamin obyektivitas keterangannya.
▪ Ahli dapat menunjuk ahli lain sbg gantinya atau hakim dapat mengangkat seorang
ahli secara ex officio  Ps. 222 Rv
▪ Seorang ahli yg telah disumpah u/ memberikan pendapatnya kmd tdk memenuhi
kewajibannya dapat dihukum u/ mengganti kerugian  Ps. 225 Rv
Perbedaan Saksi & Saksi Ahli
SAKSI SAKSI AHLI
▪ Kedudukannya tidak dapat diganti dgn saksi lain ▪ Kedudukannya dapat diganti dgn ahli lain

▪ Satu saksi bukan saksi ▪ Satu ahli cukup u/ didengar mengenai satu peristiwa

▪ Tidak diperlukan mempunyai keahlian ▪ Mempunyai keahlian ttt yg berhubungan dgn


peristiwa yg disengketakan
▪ Saksi memberi keterangan yg dialaminya sendiri
sebelum terjadi proses ▪ Ahli memberi pendapat/kesimpulan ttg peristiwa yg
disengketakan selama terjadinya proses
▪ Saksi harus memberikan keterangan secara lisan,
keterangan saksi yg tertulis mrpk alat bukti yg ▪ Keterangan ahli yg tertulis tidak termasuk dalam alat
tertulis bukti tertulis

▪ Hakim terikat u/ mendengarkan keterangan saksi ▪ Hakim bebas u/ mendengar atau tidak
PUTUSAN
PUTUSAN CONDEMNATOIR

PUTUSAN AKHIR PUTUSAN CONSTITUTIF

MACAM-MACAM PUTUSAN DECLARATOIR


JENIS PUTUSAN
Ps. 185 ayat 1 HIR
(Ps. 196 ayat 1 Rbg) PUTUSAN PRAEPARATOIR

PUTUSAN INTERLOCUTOIR
PUTUSAN SELA
PUTUSAN INSIDENTIL

PUTUSAN PROVISIONIL
PUTUSAN
PUTUSAN AKHIR PUTUSAN SELA

Merupakan putusan yang diucapkan Hakim dalam Merupakan putusan di sela sidang yang tidak memutus suatu
suatu persidangan yang mengakhiri suatu sengketa atau perkara
sengketa atau perkara.
a. Putusan Praeparatoir  Putusan sebagai persiapan putusan
a. Putusan Condemnatoir  Putusan yang akhir, tanpa mempunyai pengaruhnya terhadap pokok
bersifat menghukum pihak yang dikalahkan perkara atau putusan akhir
untuk memenuhi prestasi.
b. Putusan Interlocutoir  Putusan yang isinya
b. Putusan Constitutif  Putusan yang memerintahkan pembuktian, isinya mempengaruhi putusan
meniadakan atau menciptakan suatu keadaan akhir
hukum
c. Putusan Insidentil  Putusan yang berhubungan dengan
c. Putusan Declaratoir  Putusan yang isinya peristiwa yang menghentikan prosedur peradilan biasa
menerangkan atau menyatakan apa yang sah
d. Putusan Provisionil  Putusan yang menjawab tuntutan
provisional, yaitu permintaan pihak yang bersangkutan agar
sementara diadakan tindakan pendahuluan guna kepentingan
salah satu pihak, sebelum putusan akhir dijatuhkan
UPAYA HUKUM TERHADAP PUTUSAN
Perlawanan / Verzet
• Dasar hukum : Ps. 125 ayat 3 jo. 129 HIR; Ps. 149 ayat 3 jo. 153 Rbg
• upaya hukum thd putusan yg dijatuhkan di luar hadirnya tergugat (putusan
verstek). Perlawanan pd asanya disediakan bg pihak tergugat yg umumnya
dikalahkan
Biasa Banding
UU 4/2004 Ps. 21 (1) : Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama dapat
dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang
bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain

Upaya Hukum Kasasi


UU 4/2004 Ps. 22 : Terhadap putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat
dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang
bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain

Peninjauan Kembali / Request Civil


Istimewa
Perlawanan Pihak Ke-3 / Derdenverzet
Peninjauan Kembali /
Request Civil

▪ UU 4/2004 Ps. 23 ayat (1) : Terhadap putusan pengadilan yang telah


memperoleh kekuatan hukum tetap, pihakpihak yang bersangkutan
dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung,
apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam
undangundang.

▪ Yang dimaksud dengan ”hal atau keadaan tertentu” dalam ketentuan


ini antara lain adalah ditemukannya bukti baru (novum) dan/atau
adanya kekhilafan/kekeliruan hakim dalam menerapkan hukumnya.
Perlawanan Pihak Ke-3 / Derdenverzet

▪ Asas : Putusan hanya mengikat para pihak yg berperkara & tdk mengikat
pihak ke-3 (Ps. 1917 KUHPerdata).

▪ Apabila ada PPihak ke-3 yg hak2 nya dirugikan o/ suatu putusan, mk ia


dpt mengajukan perlawanan thd putusan tsb (Ps. 378 Rv).

▪ Perlawanan ini diajukan kpd hakim yg menjatuhkan putusan yg dilawan


itu dgn menggugat pr pihak ybs dgn cara biasa (Ps. 379 Rv).

▪ Apabila derdenverzet dikabulkan, mk putusan yg dilawan itu diperbaiki


sepanjang merugikan pihak ke-3 (Ps. 382 Rv).
SEKIAN & TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai