Anda di halaman 1dari 6

2.

1 Teknik Membuat Surat Gugatan


A. Pengertian Gugatan

Menurut Sarwono, gugatan adalah suatu tuntutan hak yang diajukan oleh penggugat
kepada tergugat melalui pengadilan. Gugatan dalam hukum acara perdata umumnya terdapat
2 (dua) pihak atau lebih, yaitu antara pihak penggugat dan tergugat. Pihak tergugat pada
umumnya melakukan suatu hal yang merugikan pihak penggugat. 1 Gugatan dapat diartikan
sebagai suatu tuntutan hak dari setiap orang atau pihak (kelompok) atau badan hukum yang
merasa hak dan kepentingannya dirugikan dan menimbulkan perselisihan, yang ditujukan
kepada orang lain atau pihak lain yang menimbulkan kerugian itu melalui pengadilan, yang
dalam objek pembahasan ini adalah pengadilan negeri.2

Prof Sudikno Mertokusumo. Gugatan yaitu tuntutan perdata tentang suatu hak yang
mengandung sengketa dengan pihak lain. Dalam perdata dikenal dengan dua gugatan yaitu
gugatan voluntair dan gugatan kontentiosa. Permohonan atau gugatan voluntair adalah
permasalahan perdata yang diajukan dalam bentuk permohonan yang ditandatangani
pemohon atau kuasanya yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Sedangkan gugatan
contentiosa, yaitu gugatannya mengandung sengketa antara dua pihak atau lebih. Gugatan
contentiosa inilah yang dimaksud dengan gugatan perdata dalam praktik.

Jadi dapat disimpulkan yang dimaksud dengan gugatan perdata adalah gugatan
contentiosa yang mengandung sengketa di antara pihak yang berperkara yang pemeriksaan
penyelesaiannya diberikan dan diajukan kepada pengadilan dengan posisi para pihak. 3

B. Formulasi Surat Gugatan

Formulasi surat gugatan ialah perumusan surat gugatan yang memenuhi syarat-syarat
formil menurut ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Syarat-
syarat formil tersebut wajib tercantum dalam surat gugatan serta disusun secara sistematis.
Pada dasarnya pasal 118 dan 12o HIR tidak menetapkan syarat atau formulasi isi gugatan,
akan tetapi sesuai dengan perkembangan praktiknya ada kecenderungan untuk menuntut
formulasi gugatan yang jelas.

1
Sarwono. (2011). Hukum Acara Perdata. (Sinar Grafika: Jakarta). hal. 31.
2
Nazra, W. A. (2021). Pengertian Gugatan dan Bentuk Gugatan dan Tuntutan Di Pengadilan Tata
Usaha Negara. hal. 3.
3
Harahap, M. Y. (2005). Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan. Persidangan, Penyitaan, Pembuktian
dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta. hal. 29-48.
Hal-hal yang harus dirumuskan dalam surat gugatan yaitu:

1. Kop surat
2. Nomor surat (jika ada)
3. Lampiran (jika ada)
4. Titel/hal gugatan4
Dicantumkan di bawah tulisan tempat surat gugatan pada bagian sebelah kiri
dari lembar awal dan dalam menentukan judul harus diperhatikan dengan isi karena
harus sesuai/sinkron agar gugatan tidak menjadi kabur/obscuur libel.
5. Ditujukan/dialamatkan kepada PN sesuai dengan kompetensi relatif.
Harus tegas dan jelas tertulis PN yang dituju, sesuai dengan kompetensi relatif
yang diatur dalam pasal 118 HIR.
6. Tanggal
Untuk menunjukan tempat dan waktu dibuatnya surat gugatan karena
konsekwensi hukumnya, bisa saja surat guatan prematur dan /atau kadaluarsa
pencantumannya dapat diletakan dibagian atas atau pada bagian bawah dari lembar
terakhir surat gugatan seperti pada umumnya surat-surat resmi lainnya.
7. Salam Pembuka
8. Ditandatangani penggugat atau kuasa
Ada dua jenis cara tandatangan yaitu
a. Tanda tangan ditulis dengan tangan sendiri
b. Cap jempol disamakan dengan tandatangan berdasarkan St. 1919-776, akan tetapi
dengan syarat dilegalisir oleh pejabat yang berwenang.
9. Identitas para pihak
Penyebutan identitas dalam surat gugatan, merupakan syarat formil keabsahan
gugatan. Identitas yang wajib disebut cukup meliputi:
a. Nama lengkap. Meliputi: nama terang dan lengkap (termasuk gelar atau alias).
b. Alamat atau tempat tinggal
c. Penyebutan identitas lain, tidak imperatif. Meliputi: umur, pekerjaan, agama, jenis
kelamin, dan suku bangsa.
10. Fundamentum petendi/posita
Dasar gugatan atau dasar tuntutan merupakan landasan pemeriksaan dan
penyelesaian perkara. Pemeriksaan dan penyelesaian tidak boleh menyimpang dari

4
Nursolih, E. (2019). Analisis Penyusunan surat gugatan. Jurnal Ilmiah Galuh Justisi, 7(1). hal. 89.
dalil gugatan sekaligus sebagai beban penggugat untuk membuktikan dalil gugatan
sesuai yang digariskan pasal 1865 KUHPerdata dan 163 HIR. Posita harus disusun
sedemikian rupa, dengan memperhatikan hal-hal seperti etika, pemilihan bahasa yang
tidak bermakna ganda, sinkron, menggunakan kalimat yang bermakna hubungan
sebab akibat (kausal), menyusun posita dengan menggunakan kronologi peristiwa
hukum dan lainnya.
11. Petitum gugatan
Petitum ialah tuntutan atau permintaan kepada pengadilan untuk dinyatakan
dan ditetapkan sebagai hak penggugat atau hukuman kepada tergugat atau kepada
kedua belah pihak. Ada beberapa macam petitum yaitu:
a. Bentuk tunggal
Deskripsi yang menyebut satu per satu pokok tuntutan, tidak diikuti dengan
susunan deskripsi petitum lain yang bersifat alternatif atau subsidair.
b. Bentuk alternatif

Dalam membuat petitum juga harus memperhatikan hal-hal seperti


kesesuaian /sinkronisasi dengan posita, orang yang ditetapkan dalam petitum harus
sebagai pihak dalam perkara, petitum harus jelas dan tegas, petitum tidak boleh
bersifat negatif, petitum harus runtut dan disusun sesuai dengan poin-poin posita serta
diberi nomor urut dan lainnya.

12. Perumusan gugatan asesor


Gugatan asesor adalah gugatan tambahan terhadap gugatan pokok. Tujuannya
untuk melengkapi gugatan pokok agar kepentingan penggugat ;ebih terjamin meliputi
segala hal yang dibenarkan hukum dan peraturan perundang-undangan. Ada beberapa
jenis gugatan asesor yaitu:5
a. Gugatan provisi, berdasarkan pasal 180 ayat 1 HIR.
Berupa permintaan agar PN menjatuhkan putusan provisi yang diambil sebelum
perkara pokok diperiksa, berkenaan dengan tindakan sementara untuk ditaati
tergugat sebelum perkara pokok memperoleh kekuatan hukum tetap. Misalnya
menjual barang objek perkara, mencairkan rekening bank, dan sebagainya.
b. Gugatan tambahan penyitaan, berdasarkan pasal 226 dan pasal 227 HIR.

5
Harahap, M. Y. (2005). Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan. Persidangan, Penyitaan, Pembuktian
dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta. hal. 51-72.
Merupakan tindakan yang dilakukan pengadilan menempatkan harta kekayaan
tergugat atau barang objek sengeketa berada dalam keadaan penyitaan untuk
menjaga kemungkinan barang-barang itu dihilangkan atau diasingkan tergugat
selama proses perkara berlangsung.
c. Gugatan tambahan permintaan nafkah, berdasarkan pasal 24 ayat 2 huruf a PP no.
9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan.

C. Perubahan Gugatan dan Syarat Perubahan Gugatan


1. Perubahan gugatan

Perubahan gugatan dapat mendatangkan kerugian kepada tergugat. Di lain sisi juga
menimbulkan prosess pemeriksaan yang lama. HIR maupun RBg tidak mengatur mengenai
perubahan gugatan. Menurut Soepomo, meskipun tidak diatur, tidak berarti bahwa perubahan
tuntutan tidak diperbolehkan. Padahal berdasarkan kenyataan, perubahan gugatan merupakan
kebutuhan dalam proses penyelesaian perkara.

Dalam praktik pengadilan pasal 127 Rv dijadikan landasan rujukan dalam merubah
gugatan yang berbunyi, ‘Penggugat berhak untuk mengubah atau mengurangi tuntutannya
sampai saat perkara diputus, tanpa boleh mengubah atau menambah pokok gugatannya’.
Supomo telah memperlihatkan bahwa landraad Purworejo pada tahun 1937 telah menjadikan
pasal 127 Rv sebagai pedoman pennyelesaian tuntutan. Kebolehan ini juga ditegaskan oleh
MA dalam buku II yang diantaranya menyatakan, ‘perubahan/perobahan gugatan
diperkenankan asal diajukan pada sidang hari pertama di mana para pihak hadir, dan harus
dinyatakan kepada pihak tergugat guna pembelaan kepentingan.’ 6

Menurut pasal 127 Rv, perubahan merupakan hak yang diberikan kepada penggugat.
Dapat dipahami bahwa hakim maupun tergugat tidak boleh menghalangi dan melarangnya.
Penggugat bebas menggunakan hak itu, asalkan berada dalam kerangka yang dibenarkan oleh
hukum. Dalam mengajukan perubahan gugatan ada batas waktunya hal ini dimaksudkan
untuk melindungi kepentingan tergugat dari kesewenangan penggugat. Batas waktu ini dibagi
menjadi beberapa jenis yaitu:

a. Sampai saat perkara diputus

6
Harahap, M. Y. (2005). Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan. Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan
Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta. hal. 96-98.
Pasal 127 Rv menjelaskan bahwa penggugat berhak mengubah atau
mengurangi gugatan sampai saat perkara diputus. M. Yahya Harahap tidak
menyetujui ketentuan jangka waktu ini, karena dapat menghambat penyelesaian serta
mengandung kesewenang-wenangan penggugat.
b. Batas waktu pengajuan pada hari sidang pertama
Dalam buku pedoman yang diterbitkan MA, selain harus diajukan pada hari
pertama sidang diisyaratkan ara pihak harus hadir. Pedoman ini dianggap tidak
realistis karena membatasinya hanya samapai hari pertama sidang. Terkadang
perbaikan/perubahan baru disadari penggugat setelah tergugat menyampaikan
jawaban.
c. Sampai pada tahap replik-duplik
Jangka waktu ini dianggap M. Yahya Harahap sebagai waktu pengajuan yang layakk
dan memadai untuk menegakkan keseimbangan para pihak.
2. Syarat Perubahan Gugatan

MA dalam Buku Pedoman yang diterbitkannya memuat persyaratan formil dalam


perubahan isi gugatan yaitu;

a. Pengajuan perubahan pada sidang yang pertama dihadiri para pihak.


b. Memberi hak kepada tergugat menanggapi.
c. Tidak menghambat acara pemeriksaan.7

D. Pencabutan Gugatan

Pencabutan gugatan merupakan kebutuhan praktik yang memerlukan pedoman dalam


pelaksaan penerapannya. Pada sisi lain, HIR dan RBg tidak mengaturnya. Landasan hukum
yang dianggap valid terdiri dari pasal 271 dan 272 Rv berdasarkan prinsip proses
doelmatigheid serta yurisprudensi. Pencabutan gugatan merupakan hak dari penggugat. Akan
tetapi, hukum perlu menjaga keseimbangan kepentingan dalam pencabutan gugatan. Sistem
pencabutan gugatan yang dianggap memberi keseimbangan sebagai berikut

1. Pencabutan mutlak hak penggugat selama pemeriksaan belum berlangsung


Penggugat dapat mencabut perkaranya, dengan syarat asalkan hal itu
dilakukan sebelum tergugat menyampaikan jawaban. Pencabutan mutlak ini apabila

7
Harahap, M. Y. (2005). Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan. Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan
Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta. hal. 98-102.
proses baru pada tahap pendaftaran dan mendistribusian pada majelis, serta proses
belum berlanut pada tahap pemanggilan.
2. Atas persetujuan tergugat apabila pemeriksaan telah berlangsung
Ketentuan ini bertujuan untuk melindungi kepentingan tergugat. Apabila
pencabutan tidak dibatasi/unlimited, berati ketentuan hukum meberikan pembenaran
kepada penggugat untuk bertindak sewenag-wenang terhdap tergugat. Penerapan ini
berpedoman pada aline kedua pasal 271 Rv yang menegaskan, ‘setelah ada jawaban
maka pencabutan istansi hanya dapat terjadi dengan persetujuan pihak lawan’.8

8
Harahap, M. Y. (2005). Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan. Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan
Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta. hal. 86-89.

Anda mungkin juga menyukai