Anda di halaman 1dari 9

MATERI KULIAH PRAKTEK PERADILAN

A. SURAT KUASA KHUSUS


Dalam setiap beracara di Pengadilan maupun di lembaga-lembaga lain yang
sifatnya mewakili, maka setiap pihak yang mewakili salah satu pihak harus dapat
menunjukkan keabsahannya dalam mewakili tersebut. Keabsahan tersebut
diwujudkan dalam suatu surat pelimpahan yang dikenal dengan sebutan Surat
Kuasa. Dilihat dari jenisnya Surat Kuasa terbagi kepada empat macam yaitu;
Kuasa Umum, Kuasa Khusus, Kuasa Istimewa dan Kuasa Perantara. Dalam
Tulisam ini akan lebih fokus pada pembahasan tentang Surat Kuasa Khusus
(bijzondere schriftelijke machtiging ) yang dalam hal ini merupakan jenis kuasa
yang digunakan dalam beracara di Pengadilan.
1. PENGERTIAN
Pemberian Kuasa atau lebih sering disebut dengan Kuasa ialah suatu
persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada kepada seorang
lain  yang menerimanya untuk dan atas namanya  menyelenggarakan suatu urusan
(lihat Pasal 1792 KUHPer), sedangkan yang dimaksud dengan Khusus adalah
kuasa tersebut hanya mengenai satu kepentingan tertentu dalam hal-hal yang
terbatas khusus  pada apa yang tertuang dalam surat kuasa yang berupa tindakan
yang dapat menimbulkan akibat hukum, hal ini pula yang dipegang sebagai doktrin
pada kalangan praktisi hukum bahwa surat kuasa khusus yang digunakan sebagai
kuasa untuk beracara harus menyebutkan secara rinci dan jelas apa saja yang
dikuasakan, wewenang dan akan digunakan pada Pengadilan Mana.
Surat kuasa khusus adalah pemberian kuasa yang dilakukan hanya untuk
satu kepentingan tertentu atau lebih (lihat Pasal 1975 KUHPer). Dalam surat
kuasa khusus, di dalamnya dijelaskan tindakan-tindakan apa saja yang boleh
dilakukan oleh penerima kuasa. Jadi, karena ada tindakan-tindakan yang
dirinci dalam surat kuasa tersebut, maka surat kuasa tersebut menjadi surat kuasa
Khusus.

2. SYARAT-SYARAT MEMBUAT SURAT KUASA


Dari Pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kuasa khusus terdiri dari 3 unsur
yaitu
1. Adanya pemberi dan penerima kuasa.
Seperti kuasa pada umumnya, kuasa khusus adalah sebuah perikatan yang
dibangun berdasarkan adanya pemberi dan penerima, meskipun dalam hal ini
para praktisi bersilang pendapat tentang apakah kuasa khusus bersifat ikatan
sepihak atau ikatan timbal balik. Mengenai hal ini akan dibahas pada bagian
tersendiri dalam tulisan ini.
2. Untuk dan atas nama pemberi kuasa.
bahwa tindakan yang dilakukan oleh penerima kuasa adalah semata-mata untuk
kepentingan pemberi kuasa  dan akibat hukum yang timbul dari tindakan
penerima kuasa mengikat terhadap pemberi kuasa  sepanjang penerima kuasa
tidak melampaui batasan yang telah ditentukan.
3. Pada hal-hal atau tindakan yang terbatas pada apa yang tertulis atau dikuasakan.
Artinya bahwa tindakan yang boleh dilakukan oleh Penerima Kuasa adalah
terbatas pada hal-hal yang tertulis atau dikuasakan secara khusus, sehingga
dalam hal ini surat kuasa harus secara detail dan lengkap menyebut apa saja
tindakan yang boleh dilakukan penerima kuasa untuk dan atas nama pemberi
kuasa.

B. GUGATAN DAN PERMOHONAN


A. Gugatan
1. Pengertian Gugatan
Gugatan adalah suatu surat tuntutan hak (dalam permasalahan perdata) yang
didalamnya mengandung suatu sengketa dan merupakan landasan dasar
pemeriksaan perkara yang diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dimana salah
satu pihak sebagai penggugat untuk menggugat pihak lainnya sebagai tergugat.
2. Dasar Hukum
Dasar hukum gugatan dapat dilihat dari bentuknya. Bentuk gugatan terdapat 2
macam, yaitu gugatan lisan dan gugatan tertulis. Dasar hukum mengenai gugatan
diatur dalam Pasal 118 ayat (1) Herziene Inlandsch Reglement (HIR) juncto Pasal
142 Rectsreglement voor de Buitengewesten (RBg) untuk gugatan tertulis dan
Pasal 120 HIR untuk gugatan lisan. Akan tetapi, yang paling diutamakan tetaplah
gugatan tertulis.
3. Ciri Khas Gugatan
a. Permasalahan hukum yang diajukan mengandung sengketa;
b. Terjadi sengketa diantara pihak, minimal 2 (dua) pihak (penggugat dan
tergugat);
c.  Tidak dapat dilakukan secara sepihak;
d. Kekuatan mengikat, keputusan hakim hanya mempunyai kekuasaan
mengikat kepada para pihak yang bersengketa dan keterangan saksi yang
diperiksa ataupun didengarkan keterangannya.
4. Proses pemeriksaan
Proses pemeriksaan gugatan di pengadilan berlangsung secara kontradiktor
(contradictoir), yaitu memberikan hak dan kesempatan kepada tergugat
untuk membantah dalil-dalil penggugat dan sebaliknya penggugat juga
berhak untuk melawan bantahan tergugat. Dengan kata lain, pemeriksaan
perkara berlangsung dengan proses sanggah menyanggah baik dalam bentuk
replik-duplik maupun dalam bentuk kesimpulan (conclusion). Pengecualian
terhadap pemeriksaan contradictoir dapat dilakukan melalui verstek atau
tanpa bantahan, apabila pihak yang bersangkutan tidak menghadiri
persidangan yang ditentukan tanpa alasan yang sah, padahal sudah dipanggil
secara sah dan patut oleh juru sita. Setelah pemeriksaan sengketa antara 2
(dua) pihak atau lebih diselesaikan dari awal sampai akhir, maka pengadilan
akan mengeluarkan putusan atas gugatan tersebut.

B. Permohonan
1. Pengertian Permohonan
Permohonan adalah suatu surat permohonan permasalahan perdata yang
ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri,
yang didalamnya berisi tuntutan hak oleh suatu pihak yang berkepentingan
terhadap suatu hal yang tidak mengandung unsur sengketa, sehingga badan
peradilan yang mengadili dapat dianggap suatu proses peradilan yang bukan
sebenarnya.
2.     Dasar Hukum
Permohonan dapat disebut juga sebgaia gugatan voluntair dimana maksdunya
adalah gugatan permohonan dilakukan secara sepihak tanpa ada pihak lain yang
ditarik sebagai tergugat. Landasan hukum permohonan merujuk pada ketentuan
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU 14/1970). Meskipun UU 14/1970
tersebut telah diganti oleh Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman. 
 
3.     Ciri khas Permononan 
a. Masalah yang diajukan bersifat sepihak saja;
b. Permasalahan yang dimohon penyesuaian kepada pengadilan negeri
pada prinsipnya tanpa sengketa dan tanpa pihak lain;
c. Tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan,
tetapi bersifat mutlak satu pihak.
d. Keputusan hakim mengikat terhadap semua orang.
 4.     Proses Pemeriksaan
Proses pemeriksaan permohonan di pengadilan dilakukan secara ex-
parte yang bersifat sederhana yaitu hanya mendengarkan keterangan pemohon,
memeriksa bukti surat atau saksi yang diajukan pemohon dan tidak ada tahap
replik-duplik dan kesimpulan. Setelah permohonan diperiksa, maka pengadilan
akan mengeluarkan penetapan atau ketetapan (beschikking; decree). Bentuk ini
membedakan penyelesaian yang dijatuhkan pengadilan dalan gugatan contentiosa
dengan bentuk putusan berupa vonis (award).

5. Isi Gugatan
Identitas para pihak
Yang dimaksud dengan identitas ialah ciri dari penggugat dan tergugat yaitu,
nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, agama dan tempat tinggal,
kewarganegaraan (kalau perlu). Pihak-pihak yang ada sangkut pautnya dengan
persoalan harus disebutkan dengan jelas mengenai kapasitas dan kedudukannya
apakah sebagai penggugat, tergugat, pelawan, terlawan, pemohon dan
termohon;
Alasan-alasan gugatan (fundamentum petendi atau posita) yang terdiri dari dua
bagian:
1)     Bagian yang menguraikan kejadian atau peristiwanya (fetelijkegronden);
2)     Bagian yang menguraikan tentang dasar hukumnya (rechtgronden);
Tuntutan atau petitum:
1)     Tuntutan pokok atau tuntutan primer yang merupakan tuntutan sebenarnya
atau apa yang diminta oleh penggugat sebagaimana yang dijelaskan dalam
posita;
2)     Tuntutan tambahan, bukan tuntutan pokok yang langsung berhubungan
dengan pokok perkara yang merupakan tuntutan pelengkap daripada
tuntutan pokok, tuntutan tambahan berwujud:
3) Tuntutan subsider atau pengganti
Tuntutan ini diajukan dalam rangka mengantisipasi apabila tuntutan pokok
dan tambahan tidak diterima oleh hakim. Biasanya tuntutan ini berbunyi “Ex
Aequo Et Bono” yang artinya hakim mengadili menurut keadilan yang benar
atau mohon putusan seadil-adilnya.
C. JAWABAN
Pada dasarnya jawaban bukanlah suatu kewajiban yang harus diberikan oleh
Tergugat di dalam persidangan. Melainkan adalah hak Tergugat untuk membantah
dalil-dalil yang Penggugat sampaikan di surat gugatannya.
Jawaban terhadap surat gugatan dibuat dengan tertulis, sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 121 ayat (2) Herzien Inlandsch Reglement (“HIR”) yang
berbunyi:  “ketika memanggil yang digugat, maka sejalan dengan itu hendak
diserahkan juga sehelai salinan surat tuntutan, dengan memberitahukan
kepadanya bahwa ia kalau mau boleh menjawab tuntutan itu dengan surat”.

  Biasanya jawaban diberikan oleh Tergugat kepada Majelis Hakim dan


Penggugat pada sidang pertama setelah gagalnya proses mediasi yang difasilitasi
oleh pengadilan. Namun apabila Tergugat belum siap, maka Majelis Hakim akan
memberikan kesempatan lagi pada sidang berikutnya untuk menyertakan jawaban
tersebut.
Isi dari jawaban tersebut tidak hanya berisi bantahan terhadap pokok
perkara, namun Tergugat juga boleh dan dibenarkan memberi jawaban yang berisi
pengakuan (confession), terhadap sebagian atau seluruh dalil gugatan Penggugat.
D. Intisari dari JAWABAN
1. Eksepsi dan bantahan terhadap pokok perkara di dalam konteks hukum acara
memiliki makna yang sama yaitu sebuah tangkisan atau bantahan
(objection). Namun di dalam eksepsi ditujukan kepada hal-hal yang
menyangkut syarat-syarat atau formalitas gugatan, yaitu jika gugatan yang
diajukan mengandung cacat atau pelanggaran formil yang mengakibatkan
gugatan tidak sah yang karenanya gugatan tidak dapat diterima
(inadmissible).
 
2. Bantahan dalam pokok perkara adalah bantahan yang dilakukan oleh
Tergugat yang menyinggung mengenai pokok perkara atau pembuktian
mengenai benar atau tidaknya dalil yang diajukan oleh Penggugat dalam
surat gugatannya.

Jenis eksepsi

a. Eksepsi kewenangan absolut adalah bantahan Tergugat mengenai


Penggugat dinilai salah mendaftarkan gugatannya di pengadilan yang tidak
berwenang mengadili perkara yang bersangkutan. Ini berkaitan dengan
pembagian lingkungan peradilan dan peradilan khusus.
b. eksepsi kewenangan relatif adalah bantahan Tergugat yang menyatakan
Penggugat salah mendaftarkan gugatannya di pengadilan yang tidak
berwenang mengadili perkara yang bersangkutan. Tetapi yang berwenang
adalah pengadilan lain dalam lingkungan pengadilan yang sama
c. Eksepsi Surat Kuasa Khusus tidak sah adalah eksepsi yang diajukan oleh
Tergugat dalam hal surat kuasa bersifat umum; surat kuasa dibuat orang
yang tidak berwenang atau surat kuasa yang diajukan oleh kuasa Penggugat
tidak sah karena tidak memenuhi syarat formil
d. Eksepsi error in persona adalah eksepsi yang dilakukan oleh Tergugat
dalam hal Penggugat tidak memiliki kapasitas atau hak untuk mengajukan
perkara tersebut, atau pihak yang digugat adalah tidak memiliki urusan
dengan perkara tersebut, atau pihak yang digugat tidak lengkap.
e. Eksepsi ne bis in idem adalah eksepsi yang diajukan oleh Tergugat dalam
hal perkara yang digugat oleh Penggugat sudah pernah diajukan dan sudah
dijatuhkan putusan yang berkekuatan hukum tetap.
f. Eksepsi Obscuur Libel, yaitu eksepsi yang diajukan oleh Tergugat dalam
hal gugatan Penggugat tidak terang atau isinya tidak jelas, contohnya tidak
jelas dasar hukumnya, tidak jelas obyek sengketanya, petitum tidak rinci
dijabarkan dan permasalahan antara posita wanprestasi atau perbuatan
melawan hukum.

Anda mungkin juga menyukai