Anda di halaman 1dari 5

1. Dasar hukum gugatan dapat dilihat dari bentuknya.

Bentuk gugatan terdapat 2 macam,


yaitu gugatan lisan dan gugatan tertulis. Dasar hukum mengenai gugatan diatur dalam
Pasal 118 ayat (1) Herziene Inlandsch Reglement (HIR) juncto Pasal 142 Rectsreglement
voor de Buitengewesten (RBg) untuk gugatan tertulis dan Pasal 120 HIR untuk gugatan
lisan. Akan tetapi, yang paling diutamakan tetaplah gugatan tertulis.
Ciri khas dari gugatan, adalah:
1. Permasalahan hukum yang diajukan mengandung sengketa;
2. Terjadi sengketa diantara pihak, minimal 2 (dua) pihak (penggugat dan tergugat);
3. Tidak dapat dilakukan secara sepihak;
4. Kekuatan mengikat, keputusan hakim hanya mempunyai kekuasaan mengikat kepada
para pihak yang bersengketa dan keterangan saksi yang diperiksa ataupun didengarkan
keterangannya
Proses pemeriksaan gugatan di pengadilan berlangsung secara kontradiktor
(contradictoir), yaitu memberikan hak dan kesempatan kepada tergugat untuk membantah
dalil-dalil penggugat dan sebaliknya penggugat juga berhak untuk melawan bantahan
tergugat. Dengan kata lain, pemeriksaan perkara berlangsung dengan proses sanggah
menyanggah baik dalam bentuk replik-duplik maupun dalam bentuk kesimpulan
(conclusion). Pengecualian terhadap pemeriksaan contradictoir dapat dilakukan melalui
verstek atau tanpa bantahan, apabila pihak yang bersangkutan tidak menghadiri
persidangan yang ditentukan tanpa alasan yang sah, padahal sudah dipanggil secara sah
dan patut oleh juru sita. Setelah pemeriksaan sengketa antara 2 (dua) pihak atau lebih
diselesaikan dari awal sampai akhir, maka pengadilan akan mengeluarkan putusan atas
gugatan tersebut. Contoh sederhana dari gugatan ialah gugatan wanprestasi atas kelalaian
seseorang dalam memenuhi kewajibannya dan gugatan ganti rugi yang dialami seseorang
atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan pihak lain.
Syarat Materiil Membuat Surat Gugatan
Apa saja isi surat gugatan? Isi surat gugatan atau syarat materiil surat gugatan
mengacu pada Pasal 8 ayat (3) Rv yang pada pokoknya harus memuat:[3]
1. Identitas para pihak
Ciri-ciri dan keterangan yang lengkap dari para pihak yang berperkara yaitu,
nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, agama dan tempat tinggal. Kalau
perlu agama, umur, status, kewarganegaraan.
Pihak-pihak yang ada sangkut pautnya dengan persoalan harus disebutkan
dengan jelas mengenai kapasitas dan kedudukannya apakah sebagai penggugat atau
tergugat.
2. Dasar Gugatan atau Fundamentum Petendi atau Posita
Dasar gugatan atau posita berisi dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan
hukum yang merupakan dasar-dasar dan alasan-alasan dari gugatan.
Posita terdiri dari dua bagian, yaitu:
• Bagian yang menguraikan kejadian atau peristiwanya (feitelijke gronden);
• Bagian yang menguraikan tentang dasar hukumnya (rechts gronden) sebagai uraian
tentang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis gugatan;

1. Petitum atau Tuntutan


Petitum berisi apa yang diminta atau tuntutan supaya diputuskan oleh
pengadilan. Petitum akan dijawab dalam dictum atau amar putusan.
Dalam praktiknya, selain mengajukan tuntutan pokok atau tuntutan primer, juga
disertai dengan tuntutan tambahan/pelengkap (accessoir) dan tuntutan pengganti
(subsidair) yang dijelaskan sebagai berikut:[4]
A. Tuntutan pokok atau tuntutan primer adalah tuntutan utama yang diminta oleh
penggugat untuk diputuskan oleh pengadilan yang berkaitan langsung dengan
pokok perkara atau posita.
Contohnya, apabila tergugat punya utang kepada penggugat maka tuntutan utama
penggugat adalah melunasi utang yang belum dibayar tergugat.
B. Tuntutan tambahan (accessoir) adalah tuntutan yang sifatnya melengkapi atau
sebagai tambahan dari tuntutan pokok. Tuntutan tambahan ini tergantung pada
tuntutan pokoknya. Jika tuntutan pokok tidak ada maka tuntutan tambahan juga
tidak ada.
Terdapat lima contoh tuntutan tambahan yaitu:
1. Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar biaya perkara;
2. Tuntutan agar putusan dapat dilaksanakan lebih dulu meskipun ada
perlawanan, banding dan kasasi (uitvoerbaar bij voorraad);
3. Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar bunga (moratoir) apabila
tuntutan yang dimintakan oleh penggugat berupa sejumlah uang tertentu;
4. Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar uang paksa
(dwangsom/astreinte), apabila hukuman itu tidak berupa pembayaran sejumlah
uang selama ia tidak memenuhi isi putusan;
5. Tuntutan atas nafkah bagi istri atau pembagian harta bersama dalam gugatan
perceraian.
C. Tuntutan pengganti (subsidair) adalah tuntutan yang berfungsi untuk
menggantikan tuntutan pokok apabila tuntutan pokok ditolak pengadilan. Tuntutan
ini digunakan sebagai tuntutan alternatif agar kemungkinan dikabulkan oleh hakim
lebih besar.
Biasanya tuntutan ini berupa permohonan kepada hakim agar dijatuhkan putusan
yang bijaksana dan seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Menurut Ridwan Halim, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat surat
gugatan khususnya terkait isi gugatan meliputi:[5]
1. Isi gugatan haruslah berdasarkan alasan-alasan dan fakta-fakta yang sebenarnya.
Artinya gugatan dapat dibuktikan kebenarannya dan sesuai dengan alat bukti yang
diajukan.
2. Menyebutkan, memaparkan, dan menggambarkan uraian yang benar mengenai
fakta-fakta kejadian yang sebenarnya, dari awal hingga kesimpulan.
3. Pengajuan gugatan dilandasi dengan akal sehat atau logika kewajaran yang patut
berdasarkan kerugian yang diderita oleh penggugat dan terbukti bahwa kerugian
tersebut disebabkan oleh tergugat.

Syarat Formil Membuat Surat Gugatan


Adapun syarat formil yang harus terpenuhi dalam surat gugatan adalah:[6]
1. Tidak melanggar kompetensi/kewenangan mengadili, baik kompetensi absolut
maupun relatif.
2. Gugatan tidak mengandung error in persona.
3. Gugatan harus jelas dan tegas. Jika gugatan tidak jelas dan tidak tegas (obscuur
libel) dapat mengakibatkan gugatan dinyatakan tidak diterima. Misalnya posita
bertentangan dengan petitum.
4. Tidak melanggar asas ne bis in idem. Artinya gugatan tidak boleh diajukan kedua
kalinya apabila subjek, objek dan pokok perkaranya sama, di mana perkara
pertama sudah ada putusan inkracht yang bersifat positif yaitu menolak atau
mengabulkan perkara.
5. Gugatan tidak prematur atau belum saatnya menggugat sudah menggugat.
6. Tidak menggugat hal-hal yang telah dikesampingkan, misalnya gugatan
kedaluwarsa.
7. Apa yang digugat sekarang masih dalam proses peradilan (aanhanging geding/rei
judicata deductae). Misalnya ketika perkara yang digugat sudah pernah diajukan
dan sedang proses banding atau kasasi.

Dari segi kacamata yuridis, konsep ganti rugi dalam hukum dikenal dalam dua
bidang, yaitu sebagai berikut: yang pertama konsep ganti rugi karena wanprestasi
kontrak, dan yang kedua: konsep ganti rugi karena perikatan berdasarkan undang-
undang termasuk ganti rugi karena perbuatan melawan hukum. Banyak persamaan
antara konsep ganti rugi karena wanprestasi kontrak dengan konsep ganti rugi karena
perbuatan melawan hukum, akan tetapi perbedaannya juga banyak. Ada juga konsep
ganti rugi yang dapat diterima dalam system ganti rugi karena perbuatan melawan
hukum, tetapi terlalu keras jika diberlakukan terhadap ganti rugi karena wanprestasi
kontrak. Untuk sahnya suatu perjanjan diperlukan empat syarat:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu hal tertentu.
4. Suatu sebab yang halal.

2. Berdasarkan ketentuan mengenai syarat sahnya suatu perjanjian tersebut, tidak ada
satupun syarat dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang mengharuskan suatu perjanjian dibuat
secara tertulis. Dengan kata lain, suatu Perjanjian yang dibuat secara lisan juga mengikat
secara hukum bagi para pihak yang membuatnya, pacta sun servanda (vide: Pasal 1338
KUH Perdata).
Pada kasus ini Suryani berencana menggugat suhanda namun kasus mereka tidak
merupakan perjanjian tertulis maka Untuk itu, jika seorang pihak (Penggugat) ingin
mendalilkan mengenai adanya suatu suatu perjanjian utang-piutang secara lisan ke
Pengadilan, maka Penggugat tersebut dapat mengajukan alat bukti saksi yang dapat
menerangkan adanya perjanjian utang-piutang secara lisan tersebut. Artinya bahwa
seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan suatu peristiwa atau perjanjian, karena
terdapat batas minimal pembuktian dalam mengajukan alat bukti saksi, yaitu paling sedikit
dua orang saksi, atau satu orang saksi disertai dengan alat bukti yang lain, misalnya adanya
pengakuan dari pihak lawan yang membuat perjanjian tersebut. Membuat per- janjian
dalam bentuk lisan tetaplah sah, selama telah memenuhi syarat sahnya perjanjian yang
tercantum dalam Pasal 1320. Perjanjian lisan juga sah selama tidak ada undang-undang
yang menentukan bahwa perjanjian yang akan dibuat harus berbentuk tertulis.
Suhanda melakukan Wanprestasi kepada Suryani maka Suhanda harus menukar
kerugian materil akibat perbuatannya.

Anda mungkin juga menyukai