Anda di halaman 1dari 3

1.

Yang dimaksud dengan harta Pusaka Tinggi dalam adat Minangkabau adalah harta yang
diwariskan secara turun menurun dari generasi ke generasi menurut garis keturunan ibu
kepada anak perempuan. Yang dimaksud dengan harta pusaka dalam pembahasan ini
adalah harta pusaka dalam pengertian khusus yaitu harta yang berada di tangan seseorang
atau kaum sebagai peninggalan dari generasi sebelumnya. Harta ini adalah unsur
penunjang tegaknya sistem kekerabatan matrilineal Minangkabau. Sebagaimana
disebutkan dalam pembahasan terdahulu, harta pusaka ditinggalkan oleh nenek moyang
penemu harta itu untuk kepentingan bersama anak cucunya di kemudian hari. Di
Minangkabau kedudukan harta pusaka tinggi pada realitanya mengalami perkembangan
di antaranya, yaitu kedudukan, fungsi dan peranan mamak kepala waris terhadap harta
pusaka tinggi yang akhir-akhir ini mengalami pergeseran. Misalnya di beberapa daerah
Minangkabau (di Kecamatan Banu Hampu Pemerintahan Kota Agam dan di
kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang), harta pusaka tinggi mengalami penyusutan,
dikarenakan adanya harta pusaka yang telah diperjualbelikan.
2. Pusaka rendah yaitu segala harta hasil pencaharian dari bapak bersama (orang tua kita)
selama di dalam perkawinan yang sah dan diwariskan secara hukum Islam (faraidh) atau
Hukum Perdata atau cara lain yang diingini orang tua, selama tidak melanggar
perundang-undangan yang ada. Perbandingan hukum waris Islam dan Hukum Waris
Adat Minangkabau, yakni hukum waris Islam dengan sistem bilateral dimana harta waris
diberikan kepada laki-laki dan perempuan dengan alasan hukum Al-Qur’an hadist yang
mutawattir tidak diragukan lagi kebenarannya. Berbeda dengan sistem matrilineal
dimana harta waris hanya diberikan kepada anak perempuan saja dengan landasan hukum
yang tertulis dalam tambo alam Minangkabau yang turun-menurun dari nenek moyang
orang Minangkabau. Harato Pusako Randah atau harta pusaka rendah merupakan harta
yang masih jelas asal usulnya. Pemakaiannya yang bersifat individual atau hak milik
pribadi berbeda dengan harta pusaka tinggi.
3. Harta pusaka tinggi tidak boleh di jual, akan tetapi dalam keadaan darurat atau terpaksa
hanya boleh di gadaikan. Harta pusaka tinggi yang akan digadaikan haruslah memenuhi
syarat yang telah di tentukan dan harus ada izin dari mamak kaum (mamak kepala waris).
dengan harta pusaka tinggi ialah segala harta yang diwarisi secara turun menurun. Proses
pemindahan kekuasaan atas harta pusaka ini dari mamak kepada kemenakan dalam
istilah adat disebut juga dengan “pusako bersalin” harta pusaka tinggi sesungguhnya
bukan diwariskan dari mamak kepada kemenakan, tetapi dari uoa (nenek) kepada mande(
ibu) kita dan dari ibu kita kepada saudara perempuan kita.
4. Harta pusaka rendah yang dimaksud dengan harta pusaka rendah adalah segala hasil
pencaharian dari bapak baersama ibu (orang tua kita) selama ikatan perkawinan yang
telah di diwariskan kepada anak perempuan, ditambah dengan pemberian mamak dan
tungganai kepada kemenakannya dari hasil pencaharian mamak dan tungganai itu
sendiri. Ahli waris dari harta pusaka ini adalah para ahli waris sah yang telah disebutkan
dalam al-Quran. Jadi, dalam adat Minangkabau jenis Harato Pusako yang dapat diwarisi
dengan pembagian sistem warisan dalam Islam adalah Harato Pusako Randah
5. Dalam norma hukum adat Minangkabau, masyarakat masih mempertahankan garis
keturunan perempuan atau ibu (Matrilineal), dimana hukum waris adatnya masih terkait
erat dengan sistem kekerabatan dari pihak ibu, yaitu mereka yang berasal dari satu ibu
asal yang dihitung dari garis ibu, yaitu saudara laki-laki dan saudara perempuan ibu dan
saudara-saudaranya baik laki-laki maupun perempuan, nenek beserta saudara-
saudaranya baik laki-laki maupun perempuan, dan seterusnya menurut garis keturunan
perempuan.
Oleh sebab itu dengan sendirinya semua anak dapat menjadi ahli waris dari ibunya
sendiri, baik untuk harta pusaka tinggi maupun untuk harta pusaka rendah. Jika yang meninggal
dunia adalah seorang laki-laki atau suaminya, maka anak-anaknya dan istri yang ditinggalkan
tidak menjadi ahli waris untuk harta peninggalan suaminya, namun yang menjadi ahli warisnya
adalah seluruh kemenakannya (anak-anak dari saudara perempuannya).
Kedudukan Mamak Kepala Waris pada masyarakat Minangkabau sangat penting, karena
merupakan jabatan dalam suatu kaum yang bertugas memimpin seluruh anggota kaum,
mengurus, mengatur, mengawasi dan bertanggung jawab atas harta pusaka kaum. Oleh sebab
itu mamak Kepala Waris tersebut dalam kedudukannya yang akan mengurus dan
mengembangkan harta pusaka tinggi untuk kepentingan anak kemenakannya.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam pembagian harta waris pada masyarakat
Minangkabau dapat menggunakan hukum Islam dan hukum waris adat Minangkabau.
Berdasarkan sistem kekerabatan matrilineal, kedudukan mamak kepala waris memegang
peranan penting karena dianggap sebagai pelindung anggota keluarga. Selain itu mamak kepala
waris juga bertanggung jawab terhadap kemenakan-kemenakannya. Oleh sebab itu mamak
kepala waris selalu menjadi juru bicara dalam setiap acara-acara rapat dan pertemuan terkait
dengan hukum adat Minangkabau. Dapat dikesimpulkan bahwa tugas dan tanggung jawab
seorang laki-laki Minangkabau sebagai Mamak Kepala Waris sangat besar terhadap
kemenakan-kemenakannya dan adanya hubungan timbal balik antara mamak dan kemenakan.
Sehingga menimbulkan tertib bermamak-berkemenakan dalam masyarakat Minangkabau yang
berdasarkan sistem kekerabatan Matrilineal. Oleh sebab itu tanggung jawab mamak kepala
waris sangatlah besar jika dibandingkan dengan tanggung jawab orang tua kepada anaknya.
Dalam hal ini dikarenakan tugas dan tanggung jawab serta kewajiban mamak kepala waris
sebagai saudara laki-laki dari ibu terhadap kemenakannya baik kemenakan laki-laki maupun
perempuan.

Anda mungkin juga menyukai