PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai masyarakat Indonesia, kita harus mengetahui berbagai macam
kebudayaan yang ada di negara kita. Indonesia terdiri dari banyak suku dan budaya,
dengan mengenal dan mengetahui hal itu, masyarakat Indonesia akan lebih mengerti
kepribadian suku lain, sehingga tidak menimbulkan perpecahan maupun perseteruan.
Pengetahuan tentang kebudayaan itu juga akan memperkuat rasa nasionalisme kita
sebagai warga negara Indonesia yang baik. Selain hal-hal di atas, kita juga dapat
mengetahui berbagai kebudayaan di Indonesia yang mengalami akulturasi. Karena
proses akulturasi yang terjadi tampak simpang siur dan setengah-setengah. Contoh,
perubahan gaya hidup pada masyarakat Indonesia yang kebarat-baratan yang seolah-
olah sedikit demi sedikit mulai mengikis budaya dan adat ketimurannya. Salah satunya
mengenai hal pewarisan di adatnya sendiri. Namun, masih ada beberapa masyarakat
yang masih sangat kental dan hampir tidak mempedulikan perkembangan dan
kemajuan dunia luar dan mereka tetap menjaga kebudayaan asli mereka.
Karena latar belakang di atas kita menyusun makalah tentang sistem kewarisan
dalam masayarakat Minangkabau, baik pewarisan sako dan puasako serta kedudukan
harato diMinangkabau. Makalah ini akan memberikan wawasan tentang masyarakat
Minangkabau yang memiliki ciri khas dalam pewarisannya, baik pewarisan sako (gelar)
maupun pewarisan pusako (harta) dalam masyarakat adat Minangkabau.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sistem Kewarisan dalam Masyarakat Minangkabau?
2. Bagaimana Proses Pewarisan Sako dan Pusako di Minangkabau?
3. Bagaimana Kedudukan Harato Suarang dalam Masyarakat Minangkabau?
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
c. Asas Keutamaan
Asas keutamaan berarti bahwa dalam penerimaan harta pusaka atau
penerimaan peranan untuk mengurus harta pusaka, terdapat tingkatan-tingkatan hak
yang menyebabkan satu pihak lebih berhak dibanding yang lain dan selama
yang berhak itu masih ada maka yang lain belum akan menerimanya. Memang asas
keutamaan ini dapat berlaku dalam setiap sistem kewarisan, mengingat keluarga
atau kaum itu berbeda tingkat jauh dekatnya dengan pewaris. Tetapi asas keutamaan
dalam hukum kewarisan Minangkabau mempunyai bentuk sendiri. Bentuk
tersendiri ini disebabkan oleh bentuk-bentuk lapisan dalam sistem kekerabatan
matrilineal Minangkabau.
Perilaku atau pribawa yang diterima dari aliran darah sepanjang garis keturunan ibu
juga di sebut soko. Istilah soko induak ini dipersamakan dengan istilah matrilinial;
3. Pepatah petitih
4. Pidato adat
5. Hukum adat;
6. Tata krama dan hukum sopan santun diwariskan kepada semua anak kemenakan
dalam suatu nagari, dan kepada seluruh ranah Minangkabau.
7. Sifat perangai bawaan juga di sebut dengan soko
3
Soko sebagai kekayaan tanpa wujud merupakan rohnya adat dan memegang
peranan yang sangat menentukan dalam membentuk moralitas orang Silungkang
dan kelestarian adat salingka nagari dan adat Minangkabau pada umumnya.
B. PUSAKO
Pusako atau Harato Pusako adalah segala kekayaan materi dan harta benda yang
juga disebut dengan Pusako Harato. Yang termasuk Pusako Harato ini seperti:
1. Hutan tanah;
2. Sawaah lading;
3. Kolam dan padang;
4. Rumah dan pekarangan;
5. Pandam perkuburan (Tanah perkuburan yang dimiliki oleh suku, oleh kaum,
kampung);
6. Perhiasan dan uang;
7. Balai mesjid dan surau;
8. Peralatan dan lain-lain;
9. Banda buatan jo batang aie;
10. Lambang kebesaran seperti keris baju kebesaran, soluak, deta dll.
Harta pusako sebagai alat pemersatu di Minangkabau tetap bertahan. Harta pusaka
sebagai alat pemersatu keluarga, masih tetap berfungsi dengan baik namun sebaliknya
harta pusaka sebagai milik kolektif tak jarang pula menjadi “Biang Keladi” dalam
menimbulkan silang sengketa dalam keluarga Minang. Dengan demikian harta pusaka
disamping berfungsi sebagai alat pemersatu, sekaligus juga berpotensi sebagai alat
pemecah belah.
Ketentuan adat mengenai barang sako dan Harato Pusako adalah sebagai berikut :
Barang sah maupun Harato Pusako pada dasarnya dikuasai atau menjadi milik
bersama-milik kolektif oleh kelompok-kelompok sebagai berikut :
4
3. Kelompok “ Sasuku”
4. Kelompok “Nagari”
Proses pemindahan kekuasaan atas harta pusaka ini dari mamak ka kemenakan
dalam istilah adat disebut juga dengan “ Pusako Basalin “ bagi harta pusaka tinggi
berlaku ketentuan adat seperti pantun berikut :
Hal ini berarti bahwa harta pusaka tinggi tidak boleh dijual. Oleh karena harta
pusaka tinggi sesungguhnya bukan diwariskan dari mamak kepada kemenakan,
tetapi dari ande atau nenek kita, jadi harta pusako tinggi tidak saja milik kita yang
hidup pada masa sekarang ini tetapi juga milik anak cucu kita, yang akan lahir
seratus atau seribu tahun lagi, kita yang hidup sekarang wajib menjaga dan
memelihara dan boleh memanfaatkannya, untuk kepentingan dan kehidupan kita
saat sekarang, seperti mamang adat : aianyo buliah disauak, buahnyo buliah di
makan tanah jo buminya adat nan punyo.
5
2. Harato Pusako Randah
Yang disebut dengan harta pusaka rendah adalah segala harta hasil pencarian
dari bapak bersama ibu (orang tua kita) selama ikatan perkawinan, ditambah
dengan pemberian,dan hasil pencaharian ongku bersama nenek kita dan
pemberian mamak kepada kamanakannya dari hasil pencarian mamak
dan tungganai itu sendiri. Harta pencaharian dari orang tua atau bapak bersama
ibu ini, setelah diwariskan kepada anak-anaknya disebut dengan “ harta-susuk”.
“harta-susuk” ini mempunyai potensi besar dimasa mendatang untuk menambah
“ harta pusaka tinggi” di Minangkabau, baik di Ranah Minang sendiri, lebih-lebih
di rantau. Bila harta pusaka diluar Ranah Minang dapat dinaikkan statusnya
menjadi harta pusaka tinggi yang tidak boleh dijual atau dipindah tangankan diluar
orang “ sasuku”, maka akan bertambah luaslah harta pusaka tinggi milik orang di
perantauan.
7
Yang dimaksud dengan harta tepatan atau harta dapatan ialah harta yang telah
ada pada istri padawaktu suami kawin dengan istri itu. Harta yang didapati oleh
suami di rumah istri itu dari segiasal-usulnya ada dua kemungkinan
yaitu harta pusaka yang ada di rumah itu dan harta hasilusahanya sendiri. Kedua
bentuk harta itu adalah untuk anak anaknya kalau ia telah meninggal.Perbedaannya
ialah bahwa harta hasil usahanya adalah untuk anak-anaknya saja, sedangkan
harta pusaka di samping hak anak-anaknya, juga merupakan hak bagi saudara-
saudaranya karena hartaitu diterimanya bersama dengan saudara-saudaranya. Bila
si suami meninggal, maka hartatersebut tidak akan beralih keluar dari rumah
istrinya itu. Kaum si suami tidak berhak samasekali atas kedua bentuk harta itu.
Apa yang dilakukan selama ini hanyalah mengusahakan hartaitu yang hasilnya telah
dimanfaatkannya bersama dengan keluarga itu. Suami sebagai pendatang,karena
kematiannya itu tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap harta yang sudah ada
dirumah si istri waktu ia datang kesana.
d. Pewarisan Harta Pencarian
Harta pencarian yang didapat seseorang dipergunakan untuk menambah
harta pusaka yang telah ada. Dengan demikian, harta pencarian menggabung
dengan harta pusaka bila yang mendapatkannya sudah tidak ada. Dengan
menggabungkannya dengan harta pusaka, dengan sendirinya diwarisi oleh
generasi ponakan.
Perubahan berlaku setelah kuatnya pengaruh hukum islam yang menuntut
tanggung jawab seseorang ayah terhadap anaknya. Dengan adanya perubahan ini,
maka harta pencaharian ayah turun kepada anaknya. Dalam penentuan harta
pencarian yang akan diturunkan kepada anak itu diperlukan pemikiran, terutama
tentang kemurnian harta pencarian itu. Adakalanya harta pencarian itu milik kaum,
namun adakalanya pula harta pencarian itu merupakan hasil usaha yang modalnya
dari harta kaum, jadi tidak dapat dikatakan bahwa semuanya adalah pencarian
murni.
Dalam keadaan demikian tidak mungkin seluruh harta pencarian itu diwarisi
oleh anak. Dalam bentuk yang kabur ini maka berlaku cara pembagian menurut alur
dan patut. Tidaklah adil bila semua harta diambil oleh anak. Bila harta pencarian
tercampur langsung dengan harta pusaka, maka masalahnya lebih rumit
dibandingkan dengan harta pencarian yang didalamnya hanya terdapat unsur harta
8
kaum. Kerumitan itu disebabkan oleh karena hak ponakan pasti terdapat
didalamnya, hanya kabur dalam pemisahan harta pencarian dari harta kaum.
Oleh karena tidak adanya kepastian tentang pemilikkan harta itu, sering timbul
sengketa yang berakhir di pengadilan antara anak dan ponakan. Ponakan
menganggap harta itu adalah harta pusaka kaum, ssedangkan si anak menganggap
harta itu adalah pencarian dari ayahnya. Penyelesaian biasanya terletak
pada pembuktian asal usul harta itu.
e. Pewarisan Harta Bersama
Yang dimaksud harta bersama disini ialah harta yang didapat oleh suami istri
selama ikatan perkawinan. Harta bersama ini dipisahkan dari harta bawaan, yaitu
dibawa suami ke dalam hidup perkawinan dan harta tepatan yang didapati si suami
pada waktu ia pulang ke rumah istrinya itu walaupun sumber kekayaan bersama itu
mungkin pula berasal dari kedua bentuk harta tersebut. Harta bersama dapat
ditemukan secara nyata bila si suami berusaha dilingkungan istrinya, baik mendapat
bantuan secara langsung dari istrinya atau tidak. Dengan demikian hasil usaha
suami diluar lingkungan si istri dalam keluarga yang tidak, disebut harta bersama.
9
dan tinggal di tempat istri (matrilokal) dan cenderung mendapat nafkah mengikut sistem
kekerabatan isteri secara adat melalui harta kaum istri sebagai modal.
10
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Sistem kewarisan berdasarkan kepada pengertian keluarga karena
kewarisan itu adalah peralihan sesuatu, baik berwujud benda atau bukan
benda dari suatu generasi dalam keluarga kepada generasi berikutnya.
Hukum adat Minangkabau mempunyai asas-asas tertentu dalam kewarisan.
Beberapa asas pokok darihukum kewarisan Minangkabau adalah sebagai
berikut: Asas Unilateral, Asas Kolektif, Asas Keutamaan. dalam sistem
pewarisan dalam minangkabau juga dikenal dengan istilah dengan
pewarisan sako dan pusako.
2. Sako adalah segala kekayaan asal atau harta tua berupa hak atau kekayaan
tanpa wujud. Pusako adalah segala kekayaan materi dan harta benda. harato
pusako terbagi dua yaitu harato pusako tinggi dan harato pusako rendah.
Dalam minangkabau harta pewarisan terbagi atas: a) Pewarisan harta
pusaka, b) Pewarisan Harta Bawaan, c) Pewarisan Harta Tepatan d)
Pewarisan Harta Pencarian, e) Pewarisan Harta Bersama.
3. Kedudukan harta suarang di Minangkabau, di Minangkabau harta suarang
yang dibawa ke dalam perkawinan tidak tergolong sebagai harta bersama.
Harta bersama tidak dikenal di Minangkabau pada masa itu karena seorang
laki-laki selalu hidup dan tinggal di tempat istri (matrilokal) dan cenderung
mendapat nafkah mengikut sistem kekerabatan isteri secara adat melalui
harta kaum istri sebagai modal. Pewarisan Harta Pencaharian Dalam Adat
Minangkabau Adalah harta yang diperoleh seseorang dari hasil usaha
perseorangan. Jika harta itu murni hasil dari usaha sendiri maka yang
menjadi ahli warisnya adalah anak-anaknya sendiri, namun adakalanya
harta pencaharian itu merupakan hasil usaha yang modalnya dari harta
kaum, baik dari harta tambilang basi ataupun dari harta tambilang ameh,
kalau itu yang terjadi tidak mungkin seluruh harta itu diwarisi oleh anaknya.
11