Anda di halaman 1dari 23

DISMISSAL PROSEDUR

DAN
UPAYA HUKUM PERLAWANAN

Oleh:
Dr. Enrico Simanjuntak, S.H., M.H.1

1. PENDAHULUAN

Sepanjang tidak dikecualikan oleh peraturan terkait, setiap gugatan yang


didaftarkan di Pengadilan TUN akan melewati tahapan dismissal2. Proses dismissal
merupakan proses penelitian administrasi perkara (judicial administration) terhadap
gugatan yang masuk di Pengadilan TUN oleh Ketua Pengadilan TUN. Dalam proses
penelitian itu Ketua Pengadilan TUN—jika diperlukan dapat mengadakan rapat
permusyawaratan—memutuskan dengan suatu Penetapan yang dilengkapi dengan
pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu dinyatakan tidak diterima
atau tidak berdasar menurut sudut pandang syarat formal suatu gugatan yang baik dan
benar. Maksud dan tujuan dari proses dismissal ini adalah untuk menentukan terpenuhi
tidaknya syarat formal suatu gugatan yang didaftarkan di Pengadilan TUN sehingga jika
memenuhi syarat formal akan dapat diteruskan ke tahapan selanjutnya yakni ke tahapan
pemeriksaan perkara oleh Majelis Hakim—tentunya dengan proses pemeriksaan
persiapan terlebih dahulu.

1
Hakim PTUN Jakarta. Disampaikan bagi para mahasiswa FH UI yang mengadakan kunjungan di
PTUN Jakarta pada tanggal 22 Oktober 2021.
2
Sengketa TUN khusus seperti sengketa proses Pemilu, sengketa pengadaan tanah untuk
kepentingan umum, sengketa pengujian ada tidaknya penyalahgunaan wewenang berdasarkan
Peraturan Mahkamah Agung terkait dikecualikan untuk menempuh dismissal proses pada tahap
pendaftaran gugatan.
-2-

2. PROSEDUR DISMISSAL

Dalam UU Peradilan TUN beserta penjelasannya3, istilah posedur dismissal


tidak dikenal, akan tetapi substansi dari makna tersebut diatur di dalam Pasal 62 UU.
Peradilan TUN.4 Istilah prosedur dismissal atau proses dismissal hanya dapat ditemui
dalam keterangan Pemerintah di hadapan sidang paripurna DPR-RI yang mengantarkan
RUU Tentang Peradilan TUN, yang disampaikan oleh Menteri Kehakiman Ismail Saleh,
pada tanggal 29 April 1986.5
Pasal 62 UU. Peradilan TUN tidak mengatur secara terperinci bagaimana
mekanisme pemeriksaan terhadap gugatan yang masuk yang dilakukan prosedur
dismissal. Untuk mengisi kekosongan hukum acaranya Mahkamah Agung dalam
SEMA No. 2 Tahun 1991 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Di Dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, angka
romawi II, antara lain mengatur sebagai berikut:6
a. Prosedur dismissal dilaksanakan oleh Ketua dan dapat juga
menunjuk seorang Hakim sebagai reporteur (raportir).
b. Pemeriksaan dilaksanakan dalam rapat permusyawaratan (di dalam
kamar Ketua) atau dilaksanakan secara singkat.
c. Ketua Pengadilan berwenang memanggil dan mendengarkan
keterangan para pihak sebelum menentukan Penetapan Dismissal
apabila dianggap perlu.

3
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perubahan Tentang Perubahan Kedua No. 5 Tahun 1986
Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, UU. No. 51 Tahun 2009 (LNRI tahun 2009 No. 160, TLN No. 5079)
4
Secara kontekstual arti dismissal ini dapat dimaknai sebagai proses penyaringan suatu gugatan
apakah memenuhi syarat formal atau tidak. Secara harafiah dan umum artinya jika diartikan dari bahasa
Inggris dapat diartikan sebagai “pemecatan” atau “pembubaran”.
5
Beberapa karakteristik hukum acara Peradilan TUN dalam perkembangannya telah diadopsi
dan dimodifikasi oleh hukum acara badan Peradilan lain maupun lembaga-lembaga yang menjalankan
fungsi ajudikasi semi yudisial. Beberapa mekanisme yang diatur dalam hukum acara Peradilan TUN
seperti Pemeriksaan Persiapan diadopsi oleh MK menjadi Pemeriksaan Pendahuluan. Selain itu dalam
perkara Pemilukada, lembaga Dismissal Proses diadopsi oleh MK maupun oleh Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam tata cara pelaporan pengaduan ke lembaga tersebut. Selanjutnya,
konsep Hakim Ad Hoc yang semula diatur pertama kali di Peradilan TUN kini diterapkan di berbagai jenis
pengadilan (Pengadilan Hak Asasi Manusia, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Hubungan
Industrial, Pengadilan Perikanan) dan lain sebagainya.
6
Lihat juga Check-List bagi pemeriksaan perkara di PTUN sebagai pedoman di dalam memeriksa
perkara-perkara sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana tertuang dalam Juklak No.
62/Td./TUN/IV/1993 Perihal Check-List Bagi Pemeriksaan Perkara di PTUN tertanggal 4 April 2003.
-3-

d. Penetapan Dismissal berisi gugatan dinyatakan tidak diterima atau


tidak berdasar dan Penetapan tersebut ditandatangani oleh Ketua
dan Panitera Kepala/Wakil Panitera. Wakil Ketua dapat pula
menandatangai Penetapan Dismissal dalam hal Ketua berhalangan.
e. Penetapan Dismissal diucapkan dalam rapat permusyawaratan
sebelum hari persidangan ditentukan dengan memanggil kedua
belah pihak untuk mendengarkan.
f. Dalam hal ada petitum gugatan yang nyata-nyata tidak dapat
dikabulkan, maka dimungkinkan ditetapkan dismissal terhadap
bagian petitum gugatan tersebut (dismissal parsial).
g. Dalam hal ditetapkan dismissal parsial, ketentuan perlawanan
terhadap Penetapan Dismissal berlaku juga dalam hal ini.
h. Di dalam “mendismissal gugatan” hendaknya Ketua Pengadilan
tidak terlalu mudah menggunakan Pasal 62 tersebut, kecuali
mengenai Pasal 62 ayat (1) butir a dan e.
Rapat permusyawaratan yang dimaksudkan Pasal 62 UU Peradilan TUN
tersebut adalah mekanisme yang dapat digunakan oleh Ketua Pengadilan sebelum
mengeluarkan penetapan tidak lolos dismissal untuk memanggil dan mendengar
keterangan para pihak sebelum mengeluarkan penetapan dismissal. Sebagai bahan
pertimbangan untuk mengeluarkan penetapan dismissal, apabila dipandang perlu, Ketua
Pengadilan dapat juga menunjuk seorang Hakim sebagai raporteur (raportir). Istilah
“rapat permusyawaratan” bukan dimaksudkan sebagai pemeriksaan yang dilakukan
oleh majelis hakim, namun mengandung makna bahwa ketua pengadilan dalam
menetapkan penetapan dismissal dapat memanggil pihak penggugat maupun tergugat.7
Apabila gugatan dipandang tidak memenuhi prasyarat pengajuan gugatan di Peradilan
TUN, maka ketua mengeluarkan penetapan yang dibacakan dalam rapat
permusyawaratan tentang gugatan yang didaftarkan tersebut tidak lolos dismissal yang
dinyatakan dengan tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaard).8

7
Enrico Simanjuntak, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Transformasi dan Refleksi
(Jakarta: Sinar Grafika, 2018), hlm. 260
8
Ibid.
-4-

3. ALASAN-ALASAN UNTUK “MENDISMISSAL GUGATAN”

Menurut Tri Cahya Indra Permana, filosofi dari diaturnya proses dismissal di
dalam hukum acara Peradilan TUN adalah untuk menunjukan bahwa UU Peradilan
Negara tidak hanya berusaha untuk melindungi masyarakat dari tindakan badan/atau
Pejabat TUN yang bertentangan dengan hukum, namun juga melindungi Badan
dan/atau Pejabat TUN dari tindakan masyarakat yang tidak bertanggung-jawab dengan
asal mengajukan gugatan yang tidak memenuhi kriteria-kriteria pendaftaran gugatan,
sehingga Badan dan/atau Pejabat TUN dapat berkonsentrasi dalam menjalankan
pekerjaannya tidak terganggu untuk melayani gugatan yang tidak memenuhi kriteria-
kriteria pendaftaran gugatan9. Sedangkan menurut Ronny E. Saputro, lembaga dismissal
prosedur masih layak untuk dipertahankan keberadaannya di masa yang akan datang
dengan mengacu pada cita-cita mewujudkan asas peradilan yang sederhana, cepat dan
biaya ringan dan guna memenuhi asas kepastian hukum.10
Alasan-alasan yang dapat dipakai untuk melakukan dismissal terhadap gugatan
ditentukan secara limitatif dalam Pasal 62 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e UU
Peradilan TUN, yaitu:
a. Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam
wewenang Pengadilan.11
b. Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak
dipenuhi oleh Penggugat sekalipun ia telah diberitahu dan
diperingatkan;12

9
Tri Cahya Indra Permana, Refleksi Perkembangan Hukum Administrasi Negara (Bandar
Lampung: Pusaka Media, 2017), hlm. 98.
10
Roni Erry Saputro, “Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dismissal Prosedur Serta Eksistensinya Dalam
Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara”, Tesis Magister Hukum (Yogyakarta: Universitas Gajah
Mada, 2012).
11
Yang dimaksud dengan “pokok gugatan”, menurut penjelasannya adalah fakta yang dijadikan
dasar gugatan. Atas dasar fakta tersebut Penggugat mendalilkan adanya suatu hubungan hukum
tertentu dan oleh karenanya mengajukan tuntutannya.
12
Pasal 56 UU Peradilan TUN:
(1) Gugatan harus memuat:
a. nama, kewarganegaraan, tempat tinggal, dan pekerjaan penggugat, atau kuasanya;
b. nama, jabatan, dan tempat kedudukan tergugat;
c. dasar gugatan dan hal yang diminta untuk diputuskan oleh Pengadilan.
-5-

c. Gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak;


d. Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh
Keputusan TUN yang digugat;
e. Gugatan diajukan sebelum waktunya, atau telah lewat waktunya.

Pelaksanaan proses dismissal sendiri tidak banyak diketahui karena jarang


disaksikan oleh masyarakat, sehingga masyarakat bertanya-tanya seperti apa
prakteknya. Proses dismissal dimulai sejak ketua pengadilan menerima berkas perkara
setelah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan TUN dan selanjutnya adalah:
(1) Ketua Pengadilan membaca dan mempelajari berkas gugatan;

(2) Jika diperlukan, Ketua Pengadilan dapat memanggil para pihak berperkara
untuk dimintai keterangan lebih lanjut atas gugatan yang didaftarkan;

(3) Setelah mempelajari berkas perkara dan setelah mendengar keterangan para
pihak (jika diperlukan), Ketua Pengadilan dapat menetapkan gugatan lolos
dismissal proses atau sebaliknya tidak lolos dismissal proses;

3.1 Jika penetapan tersebut berisi tentang gugatan tidak lolos dismissal
proses, penetapan ini dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk
umum dan pihak penggugat diberitahu haknya untuk dapat mengajukan
perlawanan;

3.2 Jika gugatan lolos dismissal proses, dibuatkan penetapan lolos namun
tidak dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum, melainkan cukup
ditindaklanjuti dengan pembuatan penetapan penunjukan
hakim/majelis hakim yang akan memeriksa perkara tersebut;

(4) Proses dismissal selesai dengan ditandatanganinya penetapan ketua tentang


proses dismissal.13

(2) Apabila gugatan dibuat dan ditandatangani oleh seorang kuasa penggugat, maka
gugatan harus disertai surat kuasa yang sah.
(3) Gugatan sedapat mungkin juga disertai Keputusan Tata Usaha Negara yang
disengketakan oleh penggugat.
13
Bandingkan dengan Tri Cahya Indra Permana, Refleksi Perkembangan Hukum Administrasi
Negara (Bandar Lampung: Pusaka Media, 2017), hlm. 100-101.
-6-

4. UPAYA HUKUM PERLAWANAN TERHADAP PENETAPAN DISMISSAL

Perlawanan terhadap Penetapan Dismissal oleh Ketua Pengadilan TUN diatur


dalam Pasal 62 ayat (3), (4), (5) dan (6) UU. Peradilan TUN, selengkapnya sebagai
berikut:

(3) a. Terhadap Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat


diajukan perlawanan kepada Pengadilan dalam tanggang waktu 14
hari setelah ditetapkan;
b. Perlawanan tersebut diajukan sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56.

(4) Perlawanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diperiksa dan


diputus oleh Pengadilan dengan acara singkat.

(5) Dalam hal perlawanan tersebut dibenarkan oleh Pengadilan, maka


Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) gugur demi hukum
dan pokok gugatan akan diperiksa, diputus, dan diselesaikan menurut
acara biasa.

(6) Terhadap putusan mengenai perlawanan itu tidak dapat digunakan


upaya hukum.

Isi perlawanan pada pokoknya menyatakan bahwa gugatan Penggugat telah


sempurna atau telah benar-benar sesuai dengan fakta-fakta yang didalilkan dalam
gugatan dan tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 62 ayat (1) huruf a sampai dengan e
UU Peradilan TUN. Selanjutnya dalam JUKLAK Mahkamah Agung RI
No.222/Td.TUN/X/1993 tanggal 14 Oktober 1993, ditentukan:

a. Dalam proses perlawanan terhadap Penetapan Dismissal, setidak-tidaknya


Penggugat/Pelawan maupun Tergugat didengar dalam persidangan tanpa
memeriksa pokok gugatan.

b. Putusan perlawanan terhadap Penetapan Dismissal tidak tersedia upaya


hukum apapun (vide Pasal 62 ayat 6 UU Peradilan TUN), baik upaya hukum
biasa maupun upaya hukum luar biasa.

c. Dalam hal pihak Pelawan mengajukan perlawanan, banding, atau upaya


hukum lainnya, maka Panitera berkewajiban membuat Akta Penolakan
Banding.
-7-

d. Nomor dalam perkara perlawanan adalah sama dengan Nomor gugatan asal
dengan ditambah kode PLW.

5. CARA PEMERIKSAAN UPAYA HUKUM PERLAWANAN TERHADAP


PENETAPAN DISMISSAL

Di dalam UU. Peradilan TUN tidak mengatur tata cara pemeriksaan terhadap
perlawanan Penetapan Dismissal. Untuk mengisi kekosongan hukum tersebut diatur
dalam Surat Mahkamah Agung RI No.224/Td.TUN/X/1993 tanggal 14 Oktober 1993
perihal JUKLAK yang dirumuskan dalam Pelatihan Hakim Pengadilan TUN Tahap III
Angka VII.1 sebagai berikut:

a. Pemeriksaan terhadap perlawanan atas Penetapan Dismissal tidak perlu


sampai memeriksa materi gugatannya, seperti memeriksa bukti-bukti,
saksi-saksi, ahli, dan sebagainya, sedangkan Penetapan Dismissal harus
diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

b. Barulah kalau perlawanan tersebut dinyatakan benar, maka dimulailah


pemeriksaan terhadap pokok perkaranya mulai dengan pemeriksaan
persiapan, dan seterusnya.

c. Majelis yang memeriksa pokok perkaranya adalah Majelis yang sama


dengan yang memeriksa gugatan perlawanan tersebut, tetapi dengan
Penetapan Ketua Pengadilan. Jadi tidak dengan secara otomatis.

Menurut Buku II Revisi:


- Pemeriksaan gugatan perlawanan terhadap dismissal ketua dilakukan oleh
Majelis Hakim.

- Pemeriksaan terhadap perlawanan atas Penetapan Dissmissal tidak perlu


sampai memeriksa materi gugatannya.

- Dalam hal perlawanan ditolak, maka bagi Pelawan tidak tersedia upaya
hukum. Dalam hal perlawanan diterima, maka pemeriksaan terhadap
perkaranya dilakukan dengan acara biasa oleh Majelis Hakim yang sama,
dengan nomor perkara yang sama.
-8-

Gugatan perlawanan terhadap penetapan dismissal Ketua PTUN diajukan dalam


waktu 14 (empat belas) hari setelah penetapan dismissal diucapkan. Perlawanan
terhadap penetapan dismissal dilakukan dengan cara mengajukan gugatan biasa14.
Gugatan perlawanan dilengkapi dengan melampirkan salinan penetapan dismissal
Ketua. Dasar gugatan atau hal-hal yang diminta untuk diputus dalam gugatan
perlawanan isinya menjelaskan mengenai hal-hal yang menurut pelawan, penetapan
dismissal ketua dianggap tidak tepat dengan disertai tuntutan agar penetapan dismissal
tersebut dinyatakan tidak berdasar. Apabila dianggap perlu, dalam gugatan
perlawanannya pelawan atau kuasa hukumnya dapat meminta agar dia didengar oleh
Majelis perlawanan. Gugatan perlawanan ditandatangani oleh pelawan atau kuasanya.

Pokok pemeriksaan yang dilakukan terhadap gugatan perlawanan oleh Majelis


perlawanan adalah:
a. Tepat atau tidaknya penetapan Ketua PTUN yang menyatakan gugatan
tidak diterima atau tidak berdasar.

b. Dengan demikian yang diuji adalah tepat atau tidaknya penggunaan salah
satu atau lebih alasan yang ditentukan dalam Pasal 62 huruf a sampai
dengan e UU. Peradilan TUN yang dipakai sebagai dasar untuk melakukan
dismissal gugatan Penggugat oleh Ketua PTUN.

Dalam hal penetapan dismissal Ketua PTUN dibenarkan oleh Majelis


perlawanan yang memutus gugatan perlawanan, maka putusannya harus disusun dalam
bentuk yang mengacu ketentuan Pasal 109 UU. Peradilan TUN, yaitu memuat:
a. Kepala putusan:
“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA
ESA”.
b. Nama, Jabatan, Kewarganegaraan, Tempat kediaman atau Tempat
kedudukan para pihak yang bersengketa.
c. Pertimbangan dan penilaian Ketua PTUN atau Majelis yang
memutusnya.
d. Alasan hukum yang menjadi dasar putusan.
e. Amar putusan terhadap sengketanya.

14
Lihat Pasal 62 ayat 3b dan Pasal 56 UU. Peradilan TUN
-9-

f. Hari, tanggal putusan, nama Majelis yang memutus, nama Panitera,


serta keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.
Apabila pihak-pihak tidak hadir pada waktu putusan diucapkan, kepada Panitera
diperintahkan untuk mengirimkan salinan putusan dengan surat tercatat kepada pihak
yang bersangkutan. Akibat hukum apabila penetapan dismissal Ketua PTUN dibenarkan
atau menurut pendapat majelis perlawanan gugatan perlawanan tidak berdasar atau tidak
dapat diterima, maka terhadap putusan Majelis perlawanan tidak dapat diajukan upaya
hukum15. Konsekuensinya, maka penetapan dismissal Ketua PTUN berkekuatan hukum
tetap seperti putusan akhir terhadap pokok perkaranya.

6. PEMERIKSAAN DISMISSAL PROSEDUR DAN UPAYA HUKUM


PERLAWANAN DILAKUKAN DENGAN ACARA SINGKAT

Di dalam UU. Peradilan TUN tidak diatur apa yang dimaksud dengan acara
singkat. Undang-undang tersebut hanya mengatur pemeriksaan dengan acara cepat yaitu
dalam Pasal 98. Menurut Indroharto maksud diterapkannya acara singkat adalah16:

1. Agar rintangan-rintangan yang mungkin terjadi di dalam penyelesaian


perkara secara cepat terhadap sengketa TUN sedapat mungkin disingkirkan.

2. Cara yang sederhana dan singkat untuk menanggulangi arus masuknya


perkara yang sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk diproses sebagai
suatu gugatan di PTUN.

Dengan demikian, sesuai dengan pendapat tersebut, dirumuskannya ketentuan


acara singkat oleh Pembentuk undang-undang, dimaksudkan agar hal-hal yang mungkin
akan menjadi penghalang penyelesaian sengketa tata usaha negara secara cepat dapat
dihindari. Di samping itu, sebagai upaya untuk mencegah gugatan yang sebenarnya
tidak memenuhi syarat untuk diproses dilanjutkan pemeriksaannya sampai dengan
terhadap pokok sengketanya. Cara pemeriksaannya dalam hal dismissal prosedur oleh
Ketua, sesuai dengan ratio legis-nya seharusnya memang sangat singkat, yaitu
pemutusannya hanya dilakukan dalam rapat permusyawaratan Ketua Pengadilan tanpa

15
Lihat Pasal 62 ayat 6 UU. Peradilan TUN
16
Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku II,
Cetakan IV, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993), hlm. 149
- 10 -

ada proses antar pihak dan tanpa dilakukan pemeriksaan di muka persidangan.
Sedangkan di dalam hal proses pemeriksaan gugatan perlawanan oleh Majelis
perlawanan, hanyalah menguji tepat tidaknya penggunaan Pasal 62 huruf a sampai
dengan e oleh Ketua PTUN di dalam mendismissal gugatan.

SKEMA DISMISSAL PROSEDUR


DAN UPAYA HUKUM PERLAWANAN

HAKIM
TUNGGAL

ACARA
CEPAT
LOLOS
K.PTUN HAKIM
PENELITIAN DISMISSAL MAJELIS
GUGATAN ADMINISTRASI DI PROSES
KEPANITERAAN ACARA
(ACARA BIASA
SINGKAT) TIDAK LOLOS

DITOLAK PENETAPAN
DISMISSAL
GUGATAN
PERLAWANAN
DITERIMA

DIPERIKSA MAJELIS
HAKIM

ACARA SINGKAT
SELESAI

GUGATAN PERLAWANAN
GUGATAN PERLAWANAN DITERIMA
DITOLAK
PENETAPAN DISMISSAL
PENETAPAN DISMISSAL TIDAK BERDASAR
DIKUATKAN

DIPERIKSA MENURUT ACARA


BIASA
SELESAI/
TIDAK
DAPAT
DIGUNAKAN
UPAYA
HUKUM
- 11 -

7. DISMISAL PROSEDUR DI PTUN JAKARTA

DISMISSAL PROSES JANUARI - SEPTEMBER 2021

NOMOR PERKARA PTUN KETERANGAN


NO.

1 2 9
1 50/G/2021/PTUN.JKT KEPEGAWAIAN
2 17/G/2021/PTUN.JKT LAIN-LAIN
3 29/G/2021/PTUN.JKT LELANG
4 34/G/2021/PTUN.JKT KEPEGAWAIAN
5 47/G/2021/PTUN.JKT BADAN HUKUM
6 51/G/2021/PTUN.JKT LAIN-LAIN
7 58/G/2021/PTUN.JKT LAIN-LAIN
8 177/G/2021/PTUN.JKT PERTANAHAN
9 181/G/2021/PTUN.JKT LAIN-LAIN
10 237/G/2020/PTUN.JKT BADAN HUKUM
11 238/G/2020/PTUN.JKT BADAN HUKUM
12 63/G/2021/PTUN.JKT LAIN-LAIN
13 65/G/2021/PTUN.JKT LAIN-LAIN
14 66/G/2021/PTUN.JKT LAIN-LAIN
15 71/G/TF/2021/PTUN.JKT LAIN-LAIN
16 72/G/TF/2021/PTUN.JKT LAIN-LAIN
17 74/G/2021/PTUN.JKT LAIN-LAIN
18 138/G/2021/PTUN.JKT LAIN-LAIN
19 141/G/2021/PTUN.JKT LAIN-LAIN
20 148/G/2021/PTUN.JKT LAIN-LAIN
21 170/G/2021/PTUN.JKT LAIN-LAIN
22 171/G/2021/PTUN.JKT LAIN-LAIN
23 189/G/2021/PTUN.JKT LAIN-LAIN
24 191/G/2021/PTUN.JKT LAIN-LAIN

Jumlah dismissal proses = 24 perkara


Lain-lain = 17 perkara
Kepegawaian = 2 perkara
Badan hukum = 3 perkara
Lelang = 1 perkara
Pertanahan = 1 perkara
- 12 -

Beberapa alasan gugatan tidak lolos dismissal di PTUN Jakarta, antara lain sbb:

(a) Penggugat belum menempuh upaya administratif sebelum mengajukan


gugatan.

Sebagian besar gugatan yang tidak lolos dismissal di PTUN Jakarta disebabkan
Penggugat belum menempuh upaya administratif secara tepat dan tuntas sebagaimana
disyaratkan ketentuan yang berlaku. Dikatakan secara tepat dan tuntas artinya bisa saja
Penggugat sebenarnya telah menempuh upaya administratif tetapi keliru menempuh
forum hukum (misalnya keliru mengajukan keberatan kepada pejabat yang bukan
mengeluarkan keputusan atau tidak terkait dengan suatu upaya administratif) sehingga
akhirnya Penggugat tetap dinilai belum menempuh upaya administratif sebagaimana
diwajibkan oleh Perma No. 6/2018.
Dalam perkara No. 150/G/2021/PTUN-JKT, alasan gugatan tidak lolos
dismissal diuraikan sbb:
“Menimbang, bahwa setelah Pengadilan meneliti dan mempelajari
gugatan Penggugat serta mendengarkan keterangan dari Para Pihak,
ternyata atas Keputusan Badan Pertimbangan Kepegawaian Nomor:
196/KPTS/BAPEK/2020, tanggal 22 Desember 2020, Pihak Penggugat
belum mengajukan upaya administrasi sebagaimana diatur dalam
ketentuan 48 UU Peradilan TUN, Pasal 7 ayat (4), Pasal 34 ayat (2),
Pasal 38 ayat (1) PP. No. 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai
Negeri Negeri Sipil sebagai aturan dasarnya dan Perma No. 6 Tahun
2018 Tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Administrasi
Pemerintahan setelah menempuh upaya administrasi;
Menimbang, bahwa oleh karena Penggugat belum mengajukan upaya
administrasi, maka gugatan yang diajukan oleh Penggugat belum
waktunya dan meskipun upaya administratif tersebut telah dilalui oleh
Penggugat, maka berdasarkan ketentuan Pasal 51 ayat (3) UU Peradilan
TUN menjadi kewenangan Pengadilan Tinggi TUN untuk memeriksa,
memutus dan menyelesaikan di tingkat pertama, sehingga oleh karenanya
cukup beralasan hukum bagi Pengadilan untuk menyatakan gugatan
Penggugat tidak diterima (Niet Onvenkelijk Verklaard).17

17
Gugatan-gugatan lain yang dinyatakan tidak lolos dismissal karena belum menempuh upaya
administratif sebelum pengajuan gugatan adalah sbb: perkara No. 17/G/2021/PTUN-JKT; perkara No.
29/G/2021/PTUN-JKT, perkara No. 34/G/2021/PTUN-JKT, perkara No. 41/G/2021/PTUN-JKT, perkara No.
51/G/2021/PTUN-JKT, perkara No. 58/G/2021/PTUN-JKT, perkara No. 177/G/2021/PTUN-JKT, perkara
No. 181/G/2021/PTUN-JKT, perkara No. 71/G/TF/2021/PTUN.JKT, perkara No. 72/G/TF/2021/PTUN.JKT,
perkara No. 74/G/2021/PTUN.JKT, perkara No. 138/G/2021/PTUN.JKT, perkara No.
141/G/2021/PTUN.JKT, perkara No. 148/G/2021/PTUN.JKT., perkara No. 170/G/2021/PTUN.JKT.,
perkara No. 171/G/2021/PTUN.JKT., perkara No. 189/G/2021/PTUN.JKT, perkara No.
- 13 -

b. Objek sengketa bukan kewenangan Pengadilan TUN.


Dalam perkara No. 35/G/2021/PTUN-JKT, alasan tidak lolos dismissal karena
Pengadilan berpendapat bahwa tindakan Tergugat yang tidak menerima dan memproses
permohonan Peninjauan Kembali yang kedua yang diajukan oleh Penggugat merupakan
tindak lanjut atas dasar hasil pemeriksan badan peradilan berdasarkan Pasal 2 huruf e
UU Peradilan TUN, sehingga PTUN Jakarta dinilai tidak berwenang untuk memeriksa,
memutus dan menyelesaikan sengketa yang diajukan. Dalam hal ini, tindakan Tergugat
yang tidak menerima dan memproses permohonan Peninjauan Kembali kedua yang
diajukan oleh pihak Penggugat tersebut nyata-nyata tidak termasuk wewenang PTUN
untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikannya, sehingga terhadap gugatan
Penggugat haruslah dinyatakan tidak dapat diterima.
Dalam perkara No. 50/G/2021/PTUN.JKT, objek sengketa dinilai bukan
merupakan kewenangan PTUN melainkan kewenangan PTTUN. Dalam perkara ini,
Penggugat telah mengajukan upaya banding administrasi ke Badan Pertimbangan
Pegawai (BAPEK) pada tanggal 18 Juli 2020, dan atas upaya Banding Administratif
yang diajukan oleh Penggugat tersebut Badan Pertimbangan Pegawai (BAPEK) telah
mengeluarkan Surat Keputusan Tentang Penguatan Keputusan Menteri Perhubungan
Mengenai Hukuman Disiplin. Oleh karena, pokok gugatan nyata-nyata tidak termasuk
wewenang PTUN Jakarta untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikannya,
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 62 ayat (1) huruf a UU Peradilan TUN,
maka terhadap gugatan Penggugat dinyatakan tidak diterima (Niet Onvenkelijk
Verklaard).
Hal yang sama, dalam perkara No. 63/G/2021/PTUN.JKT, pengadilan juga
menyatakan gugatan tidak lolos dismissal karena objek sengketa bukan kewenangan
Peradilan TUN. Dalam perkara ini pengadilan berpendapat bahwa objek sengketa
merupakan kewenangan dari Pengadilan Pajak, sehingga pokok gugatan nyata-nyata
tidak termasuk wewenang PTUN Jakarta untuk memeriksa, memutus dan
menyelesaikannya sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 62 ayat (1) huruf a
UU Peradilan TUN. Selanjutnya, gugatan Penggugat dinyatakan tidak diterima (Niet
Onvenkelijkverklaard).

191/G/2021/PTUN.JKT., perkara No. 208/G/2021/PTUN.JKT, perkara No. 211/G/2021/PTUN.JKT, perkara


No. 219/G/2021/PTUN.JKT., perkara No. 219/G/2021/PTUN.JKT.
- 14 -

(c) Gugatan diajukan prematur

Dalam perkara No. 237/G/2020/PTUN-JKT, Pengadilan berpendapat bahwa


gugatan penggugat diajukan secara prematur atau belum waktunya. Dalam perkara ini
Para Penggugat mengajukan upaya administratif berupa keberatan kepada Tergugat
pada tanggal 17 Desember 2020, sedangkan Gugatan Para Penggugat didaftarkan pada
Kepaniteraan PTUN Jakarta pada tanggal 30 Desember 2020, sehingga tenggang waktu
antara upaya keberatan yang diajukan dengan pengajuan gugatan oleh Penggugat di
Kepaniteraan PTUN Jakarta belum melebihi batasan waktu 10 (sepuluh) hari yang
memberikan kewenangan terhadap Tergugat untuk menanggapi keberatan dimaksud
sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 77 ayat (4) Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2014 Jo Perma No. 6 Tahun 2018, oleh karena itu gugatan yang diajukan oleh
Penggugat tersebut dinilai masih prematur atau belum waktunya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 62 ayat (1) huruf e UU Peradilan TUN, dengan demikian Pengadilan belum
berwenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikannya, maka Pengadilan
menyatakan gugatan Penggugat tidak diterima (Niet Onvenkelijk Verklaard).18

PENUTUP
Meskipun prosedur dismissal ini dimaksudkan untuk memastikan apakah suatu
gugatan yang diajukan ke Pengadilan TUN telah memenuhi syarat formal atau sesuai
dengan kompetensi absolut Peradilan TUN, namun harus dipahami bahwa tidak serta
merta pada putusan akhir oleh majelis hakim, suatu gugatan tidak dapat dinyatakan
tidak memenuhi syarat formal. Dengan kata lain, walaupun suatu sengketa telah melalui
pemeriksaan dismissal process oleh Ketua Pengadilan dan juga melalui pemeriksaan
persiapan oleh Majelis, akan tetapi pemeriksaan secara mendalam suatu sengketa adalah
pada saat pembuktian dalam persidangan yang terbuka untuk umum, sehingga sangat
mungkin terjadi karena pada saat dismissal proses atau pemeriksaan persiapan suatu
sengketa dinilai telah memenuhi syarat formal namun pada akhirnya, setelah proses
pembuktian, diketahui akhirnya suatu sengketa ternyata tidak memenuhi syarat formal,
misalnya Penggugat ternyata diketahui kemudian belum menempuh upaya administratif.
Hal seperti ini bisa terjadi karena pengertian upaya administratif sebenarnya adalah

18
Lihat juga perkara No. 238/G/2020/PTUN-JKT, perkara No. 65/G/2021/PTUN.JKT dan perkara
No. 66/G/2021/PTUN.JKT.
- 15 -

tidak sesederhana dalam rumusan teks peraturan perundang-undangan, pemaknaan


upaya penyelesesaian terlebih dahulu di internal pemerintahan oleh penggugat sebelum
mengajukan gugatan ke pengadilan perlu disesuaikan dengan fakta-fakta persidangan
yang terungkap setelah proses pembuktian.
Setiap pertimbangan putusan Peradilan TUN pada dasarnya terdiri dari dua
konstruksi yakni: (1) pertimbangan mengenai formalitas menggugat atau formalitas
gugatan (dengan eksepsi ataupun tanpa eksepsi); (2) Pertimbangan mengenai materi
pokok sengketa (menguji keabsahan obyek sengketa). Pertimbangan mengenai
formalitas menggugat atau formalitas gugatan, dapat berisi pertimbangan mengenai:

a) Kompetensi relatif pengadilan (ps 50 dan 51);


b) Kompetensi absolut pengadilan (ps 47 jo. ps 1 angka 1,9 dan10, ps 2, ps 49);
c) Tenggang waktu mengajukan gugatan (ps 55), termasuk apakah upaya
administratif telah ditempuh atau tidak sebelum mengajukan gugatan.
d) Kepentingan mengajukan gugatan (ps 53)
e) Gugatan prematur (ps 3 ayat (3)
Pada bagian dapat dipertimbangkan dengan adanya eksepsi maupun tanpa
adanya eksepsi. Peraturan yang diterapkan lebih dominan hukum formil
(hukum acara). Hasil (output) pertimbangan dapat berupa: gugatan tidak
diterima (n.o).
Pertimbangan mengenai formalitas gugatan di atas didasarkan kepada fakta
hukum. Apabila gugatan Penggugat atau kewenangan Pengadilan secara faktual tidak
memenuhi satu diantara prasyarat formalitas sebagaimana di atas, otomatis pemeriksaan
gugatan tidak dapat diteruskan ke tahap berikutnya. Sebaliknya, apabila formalitas
gugatan atau kewenangan formal Pengadilan sudah sesuai dengan ketentuan maka
tahapan berikutnya adalah memasuki pemeriksaan pokok sengketa yakni pengujian
keabsahan obyek sengketa (rechtmatigheids-toetsing). Obyek sengketa diuji apakah sah
(rechtmatig) atau tidak sah (onrechtmatig). Proses uji keabsahan adalah proses
penalaran hukum (legal reasoning) dengan menggunakan alat uji (toetsingsgronden):
(1) peraturan perundang-undangan yang berlaku; (2) AAUPB. Pada fase ini aspek yang
diuji: kewenangan, prosedur dan substansi diuji secara alternatif. Cara pengujian
keabsahan: menggunakan metode deduktif: argumentasi silogisme.
- 16 -

Silogisme Aristoteles berpangkal dari penggunaan premis mayor, kemudian


diajukan premis minor, kemudian ditarik suatu konklusi/kesimpulan. Dalam logika
silogistik premis mayor adalah aturan hukum, premis minor adalah fakta hukum.
Analisa dari kedua hal tersebut dapat ditarik suatu konklusi. Rumusan undang-undang
dimaknai sebagai premis mayor, sedangkan fakta persidangan dimaknai sebagai premis
minor, maka apabila terdapat korelasi dan kesesuaian antara satu dengan yang lain,
selanjutnya ditarik konklusi oleh Hakim sebagaimana kemudian direfleksikan dalam
putusannya. Namun sejatinya proses penegakan hukum di muka pengadilan tidaklah
sesederhana itu, bukan semata-mata soal logika formal yang diterapkan melalui metode
silogisme, melainkan jauh lebih kompleks daripada itu. Penegakan hukum oleh Hakim
tidak semata-mata persoalan yang menyangkut keterampilan teknikal, melainkan lebih
menyangkut kecerdasan intelektual serta kematangan dan kesimbangan antara
rasionalitas dengan nurani dan emosionalitas. Pada akhirnya dismissal proses adalah
satu diantara fitur hukum acara yang dimaksudkan agar Pengadilan mampu menegakan
hukum dan keadilan sebagaimana mestinya dimana dalam konstelasi praktek hukum
sulit dilepaskan terjadinya tarik menarik tiga nilai hukum: keadilan, kepastian dan
kemanfaatan. Dalam menetapkan putusan, setiap hakim dituntut untuk senantiasa
mempertimbangan hukum dengan itikad yang baik dan nalar yang baik juga sehingga
senantiasa dapat menentukan kapan berada lebih dekat dengan kepastian hukum, dan
kapan lebih dekat dengan keadilan atau kemanfaatan.
Demikianlah paparan singkat tentang dismissal prosedur dan upaya hukum
perlawanan terhadap Penetapan Dismissal, disertai contoh-contoh bentuk Penetapan
yang berkaitan dengan proses dismissal tersebut (terlampir).
- 17 -

Bahan Bacaan :

Enrico Simanjuntak, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Transformasi dan
Refleksi (Jakarta: Sinar Grafika, 2018)
Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
Buku II, Cetakan IV, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993)
Roni Erry Saputro, “Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dismissal Prosedur Serta
Eksistensinya Dalam Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara”, Tesis
Magister Hukum (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 2012).
Soemaryono & Anna Erliyana, Tuntunan Praktek Beracara Di Peradilan Tata Usaha
Negara, (Jakarta: PT Primamedia Pustaka, 1999)
Tri Cahya Indra Permana, Refleksi Perkembangan Hukum Administrasi Negara (Bandar
Lampung: Pusaka Media, 2017)
Juklak No. 62/Td./TUN/IV/1993 Perihal Check-List Bagi Pemeriksaan Perkara di
PTUN tertanggal 4 April 2003.
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perubahan Tentang Perubahan Kedua No. 5
Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, UU. No. 51 Tahun 2009
(LNRI tahun 2009 No. 160, TLN No. 5079)
18

P E N E T A P A N
Nomor : 171/G/2021/PTUN.JKT.
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta ;

Telah membaca gugatan Penggugat tertanggal 19 Juli 2021 yang didaftar di


Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta pada tanggal 19 Juli 2021 dibawah
Register Perkara Nomor : 171/G/2021/PTUN.JKT, yang diajukan oleh :

PT. PUDAN KREASI, Suatu Perusahaan Perseroan atau Badan Hukum Perdata, dalam
hal ini diwakili oleh Nathanael Simanjuntak, Warga Negara Indonesia, selaku
Direktur PT. Pudan Kreasi Utama, beralamat di Tasbi BHR No.61, Kelurahan
Asam Kumbang, Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan, Provinsi
Sumetera Utara, dalam perkara ini memberikan kuasa kepada :
1. Rapen A.M.S. Sinaga, S.H., M.M., CLA.
2. Lorense, S.H.
3. Jhon Frendi Nainggolan, S.H.

Kesemuanya Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Advokat pada Rapen


Sinaga & Partners, Beralamat Kantor di di ITC Fatmawati, Jalan
Fatmawati Blok D 2, No. 2, RT. 1, RW. 5, Cipete Utara, Kebayoran
Baru, Jakarta Selatan, Email kantorhukum.rsp@gmail.com, Website :
www.konsultanhukum.org, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal
16 Juli 2021, selanjutnya disebut sebagai PENGGUGAT ;

LAWAN:
PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN (PPK) SATUAN KERJA DIREKTORAT
PRASARANA TRANSPORTASI JALAN PADA BIRO LAYANAN PENGADAAN
DAN PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA, SEKRETARIAT JENDERAL
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN, berkedudukan di Jalan Medan Merdeka Barat
No. 8, Jakarta Pusat, selanjutnya disebut sebagai TERGUGAT ;

Menimbang, bahwa dalam Petitum Gugatannya Penggugat telah memohon


untuk menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Tata Usaha Negara berupa Surat
Penunjukan Penyedia Barang / Jasa (SPPBJ) untuk Tender Revitalisasi Penumpang
Tipe A Leuwipanjang dan mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut obyek
sengketa aquo, serta Memerintahkan kepada Tergugat untuk mengeluarkan surat
penolakan atas hasil pemilihan yang diusulkan oleh Pokja Pemilihan agar Pokja
Pemilihan segera melakukan Pemilihan / Pekerjaan Tender Ulang Revitalisasi
Penumpang Tipe A Leuwipanjang, dengan alasan bahwa penerbitan obyek
sengketa oleh Tergugat a quo, bertentangan dengan Pasal 4 dan Pasal 7 Peraturan
Presiden Nomor : 16 Tahun 2018, Pasal 22 Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Peraturan LKPP Nomor : 12 Tahun 2021

Halaman 18 dari 23 halaman Penetapan No. 171/G/2021/PTUN-JKT.


19

lampiran halaman110 angka 7.1, serta bertentangan dengan asas-asas umum


pemerintahan yang baik, yaitu Asas Kepastian Hukum, Asas Tertib Penyelengaraan
Negara, Asas Jaminan Penghormatan Dan Perlindungan Hak-Hak Konstitusional,
Asas Kepentingan Umum, Asas Keterbukaan, Asas Tidak Menyalahgunakan
Kewenangan dan Asas Proposionalitas ;

Menimbang, bahwa sebelum melakukan pengujian terhadap substansi/materi


pokok perkaranya terlebih dahulu Ketua Pengadilan akan melakukan pengujian
apakah pengajuan gugatan tersebut memenuhi syarat-syarat formal sebagaimana
diatur dalam ketentuan Pasal 62 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang
Peradilan Tata Usaha Negara ;

Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang


Nomor 5 tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, menyatakan bahwa dalam rapat
permusyawaratan Ketua Pengadilan berwenang memutuskan dengan suatu penetapan yang
dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan dinyatakan
tidak diterima atau tidak berdasar dalam hal :

a. Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang Pengadilan ;

b. Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh


Penggugat sekalipun ia telah diberitahu dan diperingatkan ;

c. Gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak ;

d. Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan Tata
Usaha Negara yang digugat ;

e. Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya ;

Menimbang, bahwa menyikapi gugatan Penggugat yang diajukan pada tanggal


tersebut Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dalam proses dismissal telah memanggil
Para Pihak pada rapat permusyawaratan yang dilaksanakan pada tanggal 29 Juli 2021
yang mana telah diperoleh keterangan dan penjelasan serta fakta-fakta hukum sebagai
berikut ;
- Bahwa Pihak Penggugat telah melakukan upaya keberatan berupa Somasi dengan
suratnya Nomor : 001/RSP-PKPML-Som/IV2021, tertanggal 9 April 2021;
- Bahwa surat tersebut tidak ditujukan kepada Tergugat (Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK) Satuan Kerja Direktorat Prasarana Transportasi Jalan Pada Biro Layanan
Pengadaan Dan Pengelolaan Barang Milik Negara Sekretariat Jenderal Kementerian
Perhubungan ;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum sebagaimana yang telah diuraikan
tersebut diatas selanjutnya Pengadilan akan mempertimbangkan apakah pengajuan gugatan
yang diajukan oleh Penggugat telah memenuhi syarat formal sehingga menjadi kewenangan
Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan
sengketa a quo :

Halaman 19 dari 23 halaman Penetapan No. 171/G/2021/PTUN-JKT.


20

Menimbang, bahwa ketentuan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung


Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Administrasi
Pemerintahan setelah menempuh upaya administrasi menyatakan bahwa Pengadilan
berwenang menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa
administrasi pemerintahan setelah menempuh upaya administrasi;

Menimbang, bahwa dalam ketentuan Pasal 48 ayat (1) dan ayat (2) Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyatakan
bahwa :

(1) Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh
atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara
administratif sengketa tata usaha negara tertentu, maka sengketa Tata Usaha
Negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia :

(2) Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa


Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya
administratif yang berangkutan :telah digunakan :

Menimbang, bahwa dalam penjelasan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 5


Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyatakan :
(1) Upaya administratif adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh oleh seseorang
atau badan hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu Keputusan Tata
Usaha Negara, prosedur tersebut dilaksanakan dilingkungan pemerintahan
sendiri dan terdiri dari dua bentuk. Dalam hal penyelesaiannya harus dilakukan
oleh instansi atasan atau instansi lain dari yang mengeluarkan keputusan yang
bersangkutan, maka prosedur tersebut dinamakan banding administratif :
(2) Apabila seluruh prosedur dan kesempatan tersebut pada penjelasan ayat (1)
telah ditempuh, dan pihak yang bersangkutan masih tetap belum merasa puas,
maka barulah persoalannya adapat digugat dan diajukan ke Pengadilan :
Menimbang, bahwa upaya administratif tersebut selain diatur dalam ketentuan
Pasal 48 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara juga diatur dalam ketentuan Pasal 75 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2014 tentang Administrasi Pemerintahan menyatakan bahwa :
(1) Masyarakat yang dirugikan terhadap keputusan dan/atau tindakan dapat
mengajukan upaya administratif kepada Pejabat pemerintahan atau Atasan
Pejabat yang menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan :
(2) Upaya administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
a. keberatan ; dan,
b. banding ;

Menimbang, bahwa selanjutnya ketentuan Pasal 76 ayat (2) dan ayat (3)
Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan tersebut mengatur bahwa dalam
Halaman 20 dari 23 halaman Penetapan No. 171/G/2021/PTUN-JKT.
21

hal warga masyarakat tidak menerima atas penyelesaian upaya administratif baik
berupa keberatan dan banding oleh Pejabat dan Atasan Pejabat yang bersangkutan,
warga masyarakat dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan ;
Menimbang, bahwa dengan demikian dengan merujuk ketentuan Pasal 48
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Pasal 75 ayat (1), dan ayat (2) Jo Pasal 76
ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Jo. Pasal 2 Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 2018 tersebut maka sebelum mengajukan
gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, Penggugat terlebih dahulu harus
menempuh upaya administratif ;
Menimbang, bahwa selanjutnya Pasal 3 ayat (1) dan (2) Peraturan Mahkamah
Agung Nomor : 6 Tahun 2018 tersebut mengatur bahwa Pengadilan dalam
memeriksa, memutus dan menyelesaikan gugatan administrasi pemerintahan
menggunakan peraturan dasar yang mengatur upaya administratif tersebut, dan
dalam hal peraturan dasar penerbitan keputusan dan/atau tindakan tidak mengatur
upaya administratif, Pengadilan menggunakan ketentuan yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor : 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan ;
Menimbang, bahwa dalam ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang
mengatur tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah diatur secara tegas dengan
Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah Nomor : 9
Tahun 2018 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui
Penyedia, dimana sanggah diatur dalam poin 4.2.13 dan sanggah banding diatur
dalam poin 4.2.14 ;
Menimbang, bahwa sanggah dapat diajukan oleh Peserta dalam tahap
Kualifikasi dan sanggah atas penetapan hasil pemilihan, sedangkan sanggah
banding merupakan protes dari Penyanggah kepada KPA pada pengadaan
Pekerjaan Konstruksi yang tidak setuju atas jawaban sanggah ;
Menimbang, bahwa dengan mencermati ketentuan / peraturan dasar yang
mengatur tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah Nomor : 9 Tahun 2018
Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia, dimana
peraturan tersebut telah mengatur secara jelas dan tegas upaya administratif apa
yang harus ditempuh oleh Penggugat apabila tidak puas atas terbitnya Keputusan
Tata Usaha Negara yang diterbitkan oleh Tergugat berupa Surat Penunjukan
Penyedia Barang / Jasa (SPPBJ) untuk Tender Revitalisasi Penumpang Tipe A
Leuwipanjang, yaitu dengan merujuk pada ketentuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 2018 yang manyatakan bahwa Pengadilan dalam
memeriksa, memutus dan menyelesaikan gugatan administrasi pemerintahan
menggunakan peraturan dasar yang mengatur upaya administratif yaitu sebagaimana
diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Perubahan

Halaman 21 dari 23 halaman Penetapan No. 171/G/2021/PTUN-JKT.


22

Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang / Jasa
Pemerintah dan Peraturan Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang /
JasaPemerintah Nomor : 9 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang / Jasa Melalui Penyedia, yaitu mengajukan sanggah sebagaimana diatur
dalam poin 4.2.13 dan sanggah banding diatur sebagaimana diatur dalam poin
4.2.14;

Menimbang, bahwa setelah Pengadilan mempelajari secara seksama terhadap


berkas gugatan yang diajukan oleh Penggugat, Pengadilan menemukan fakta bahwa atas
Keputusan Tata Usaha Negara berupa Surat Penunjukan Penyedia Barang / Jasa (SPPBJ)
untuk Tender Revitalisasi Penumpang Tipe A Leuwipanjang yang diterbitkan oleh Tergugat
tersebut, Penggugat telah melakukan upaya administratif berupa Somasi dengan suratnya
Nomor : 001/RSP-PKPML-Som/IV/ 2021, tertanggal 9 April 2021, yang ditujukan kepada
Kelompok Kerja Pemilihan Penyedia Barang / Jasa Paket Pekerjaan Satuan Kerja Direktorat
Prasarana Transportasi Jalan Pada Biro Layanan Pengadaaan Dan Pengelolaan Barang
Milik Negara Sekretariat Jenderal Kementeraian Perhubungan, Kepala Biro LPPBMN,
Direktur Prasara Transportasi Jalan dan Direktur Jenderial Perhubungan Darat yang nota
bene bukan sebagai Pihak Tergugat dalam perkara ini ;

Menimbang, bahwa oleh karena upaya administrasi yang dilakukan oleh


Pihak Penggugat tersebut tidak ditujukan kepada Pejabat pemerintahan yang
menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan / atau Tindakan, sehingga Pihak
Penggugat belum melakukan upaya administrasi yang diajukan secara tertulis
kepada badan dan / atau pejabat pemerintahan yang menetapkan keputusan
sebagaimana ketentuan Pasal 77 ayat (2) dan pasal 78 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2014 ;

Menimbang, bahwa oleh karena Penggugat belum mengajukan upaya


administrasi, maka gugatan diajukan oleh Penggugat masih bersifat premature /
belum waktunya, dengan demikian Pengadilan tidak berwenang memeriksa,
memutus dan menyelesaikannya sebagaimana ditentukan oleh Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2014 Jo. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 2018,
sehingga oleh karenanya cukup beralasan hukum bagi Pengadilan untuk menyatakan
gugatan Penggugat tidak diterima ;

Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Penggugat dinyatakan tidak diterima,


maka sesuai ketentuan pasal 110 dan 112 Undang-undang Peradilan Tata Usaha
Negara, Penggugat dihukum untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam
sengketa ini yang besarnya akan disebutkan dalam amar penetapan ini ;

Memperhatikan, Pasal 62 Undang-undang Nomor : 5 Tahun 1986 tentang


Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor : 9 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor : 51 Tahun 2009 serta

Halaman 22 dari 23 halaman Penetapan No. 171/G/2021/PTUN-JKT.


23

peraturan perundang-undangan dan ketentuan hukum lain yang berkaitan;

MENETAPKAN

1. Menyatakan gugatan Penggugat tidak diterima ;

2. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp 341.000,-


(Tiga ratus empat puluh satu ribu rupiah)

Demikian ditetapkan dalam rapat permusyawaratan pada hari Kamis, tanggal,


19 Agustus 2021 oleh INDARYADI, S.H.,M.H. Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara
Jakarta, dan diucapkan pada hari dan tanggal itu juga dalam persidangan yang
terbuka untuk umum oleh Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta tersebut,
yang dibantu oleh MUHAMMAD, S.H. Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara
Jakarta, yang dihadiri oleh Kuasa Hukum Penggugat, tanpa dihadiri Tergugat
ataupun kuasanya.

PANITERA KETUA,

MUHAMMAD, S.H. INDARYADI, S.H.,M.H.

Rincian biaya perkara :


- Pendaftaran : Rp. 30.000,-
- ATK (alat tulis kantor) : Rp. 125.000,-
- Panggilan-Panggilan : Rp 141.000,-
- Fotokopi berkas : Rp. 55.000,-
- Meterai : Rp. 10.000,-
- Redaksi : Rp. 10.000,-
- Leges : Rp. 10.000,-+
Jumlah : Rp 341.000,-
(Tiga ratus empat puluh satu ribu rupiah)

Halaman 23 dari 23 halaman Penetapan No. 171/G/2021/PTUN-JKT.

Anda mungkin juga menyukai