Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH KEMINANGKABAUAN

SAKO, SANGSAKO DAN PUSAKO DI MINANGKABAU

OLEH:
KELOMPOK 3
1. MUHAMMAD HAFEZ
2. MUHAMMAD REYVAN ARASY
3. MUTIARA RACHMADANY
4. NADYA FAYRUZ CHALISA
5. SYAUQI AUFA HENDRI

SMAN 3 BATUSANGKAR
TAHUN AJARAN 2023/ 2023
BAB 1
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah


Di Minangkabau bila orang menyebut harta, maka sering tertuju penafsirannya kepada
harta yang berupa material saja. Harta yang berupa material ini seperti sawah lading,
rumah gadang, emas perak dan lain-lain. Sebenarnya di samping harta yang berupa
material ini, ada pula harta yang berupa moril seperti gelar pusaka yang diwarisi secara
turun temurun. Orang yang banyak harta material, dikatakan orang berada atau orang
kaya. Tetapi menurut pandangan adat orang berada atau banyak harta ditinjau dari
banyajnya harta pusaka ang turun temurun yang dimikinya.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang sako dan pusako
2. Untuk mengetahui tentang asal usul harta dan hak milik
3. Untuk mengetahui pandangan minangkabau terhadap harta waris
C.Rumusan Masalah
1. Pengerian Sako Pusako,dan sang sako ?
2. Asal Usul Harta dan Hak Milik?
3.Harta Waris menurut Adat Minangkabau ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sako Pusako dan sang sako

1. SAKO
Sako (saka) artinya bentuk harta warisan yang bersifat immaterial, seperti
gelar pusaka. Namun di samping itu ada juga yang mengartikan dengan asal
mula atau tua, seperti pada kalimat: Ado karambie sako pulo (ada kelapa tapi
sudah tua pula). Atau pada kalimat sang saka merah putih (saka di sini
bermakna asal mula atau pertama).
Sako dalam pengertian adat Minangkabau mengandung pengertian berupa
segala harta kekayaan asal yang tidak berujud, atau harta tua berupa hak atau
kekayaan tanpa ujud. Harta kekayaan yang non-material ini disebut juga
dengan Pusaka Kebesaran, seperti:
a. Gelar penghulu
b. Garis keturunan ibu (disebut juga “sako induk’, yang disebut juga
Matrilinial).
c. Gelar bapak (pada daerah rantau Pariaman gelar bapak diturunkan ke
anak, seperti Sidi, Marah, Sutan).
d. Hokum adat Minangkabau itu sendiri beserta pepatah-pepitih nya.
e. Adat sopan santun atau tatakrama.

Sako sebagai kekayaan tanpa wujud diwariskan secara turun temurun


menurut jalur sebagai berikut:
a. Gelar penghulu diwariskan secarara turun temurun kepada kemenakan
yang laki-laki.
b. Garis keturunan diwariskan secara turun temurun kepada anak
perempuan.
c. Gelar bapak khusus pada daerah rantau Pariaman diwariskan secara turun
temurun kepada anak laki-laki.
d. Hukum adat beserta pepatah-pepatih serta adat sopan santun dan tata
krama diwariskan kepada semua anak kemenakan dalam nagari, selingkup
Adat Alam Minangkabau.

Sako yaitu warisan gelar kebesaran adat atau kagadangan seperti gelar
penghulu, malin khatib, manti dan dubalang Gelar ini diwariskan turun
temurun (jawek bajawek) menurut cupak adat, ketentuan adat. Datuk
Katumangguangan dan Datuk Parpath Nan Sabtang adalah contoh gelar
kebesaran, dua tokoh peletak dasar adat Minangkabau Sako diwariskan
kepada kemenakan yang menurut garis lurus (paying sapatagak) bila
pemangkunya meninggal dunia. Namun tetap dalam lingkungan kaum itu.
Dikatakan sako diwariskan di tanah merah pekuburan dan tembilang
dihentakkan, kepada kemenakan laki- laki yang mempunyai hubungan
darah. Gelar pusaka (sako) dipakai apabila diperoleh kata sepakat kaum.
Kesepakatan itu disampaikan kepada kerapatan suku dan kerapatan adat
nagari untuk dapat diterima sahilia samudik, ikut serta dalam setiap
kegiatan.

Sako adalah warisan yang menurut sistem matrilineal yang bukan


berbentuk benda atau materi tetapi berupa gelar yang diwariskan kepada
kemenakan setelah mamak meninggal dunia

2.Pusako
Pusako atau harato pusako adalah segala kekayaan materi atau harta
benda yang juga disebut dengan pusako hurato. Yang termasuk pusako
harato ini seperti:
A Hutan tanah
b. Sawah ladang
c. Tabek dan parak
d.. dan pekarangan
e.Pandam pakuburan
f.Perhiasan dan uang
g. Balai dan mesjid
h.Peralatan dan lain-lain.

Pusako ini merupakan jaminan utama untuk kehidupan dan perlengkapan


bagi anak kemenakan di Minangkabau, terutama untuk kehidupan yang
berlatar belakang kehidupan desa yang agraris. Perubahan kehidupan
ekonomi ke arah industri dan usaha jasa dan berkembangnya kehidupan
kota, maka peranan harta pusaka sebagai sarana penunjang kehidupan
ekonomi orang Minang menjadi makin lama makin berkurang. Namun

Demikian, peranan harta pusaka sebagai simbol kebersamaan dan kebanggan keluarga
dalam sistim kekerabatan matrilineal di Minangkabau tetap bertahan.
Ketentuan adat mengenai sako dan harato pusako adalah sebagai
Berikut.
Hak bapunyo
Harato bamiliak
Barang sako maupun harato pusako pada dasarnya dikuasai atau menjadi milik
bersama, milik kolektif oleh kelompok-kelompok sebagai berikut:

1. Kelompok “samande” atau “seperinduan”


2. Kelompok “sajurai”
3. Kelompok “saparuik” atau “sapayuang”
4. Kelompok “sasuku”
5. Milik “nagari

3.Sang sako
Sangsako ialah gelar kebesaran yang diberikan oleh raja, oleh lembaga kerapatan
kepada suatu nagari atau suku atau perorangan oleh karena jasa-jasanya kepada nagari,
suku dan lain- lain. Sifat sangsako tidak turun temurun tapi berpindah-pindah dari
pejabat yang satu kepada pejabat yang lain menurut hasil musyawara dan mufakat oleh
Pangulu Andiko di dalam suku bersangkutan atau hasil musyawara penghulu-penghulu
dalam nagari untuk yang bersifat nagari. Tetapi perpindahan ini selalu menurut ketentuan
adat pula seperti

Sangsako pakai memakai


Manuruik barih balabeh

Gelar ini bisa saja berpindah-pindah dari suatu lingkungan cupak kepada lingkungan
cupak yang lain. Penempatan gelar sangsako senantiasa dilandaskan kepada kata
mufakat, dan menurut mungkin dan patut. Contoh seperti gelar sangsoko yang diberikan
kepada Irwan Husein Yaitu Datuak Pahlawan Gagah Malintang Lobich Kasatian Gajah
Tongga Koto Piliang. Gelar itu tidak termasuk di dalam struktur adat dalam nagari, tapi
merupakan gelar kebesaraan dan gelar kehormatan nagari, merupakan simbul kebesaran
nagari Silungkang Padang Sibusuk. Orang yang memangku gelar tersebut hanya akan
menjalankan seremonial atau perdamaian antarnagari. Gelar sangsoko tidak ada sangkut
pautnya dengan harta pusako. Begitu juga jabatan Imam, Khatib, Bilal, Ongku Kadhi.
Gelar itu gelar kehormatan untuk suku, gelar itu tidak boleh diturun temurunkan, apabila
yang bersangkutan tidak mampu lagi menjalankan tugasnya, maka dipilih, orang lain di
dalam suku yang bersangkutan untuk memangku jabatan tersebut. Orang yang akan di
angkat untuk memangku jabatan tersebut, sesuai menurut adat yaitu manuruik bari jo
balobe, manuruik mungkin jo patuik
B . Asal Usul Harta dan Hak Milik
Harta itu terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Harta pusako tinggi

Yang dimaksud dengan harta pusako tinggi adalah segala harta pusaka yang secara turun
temurun dari orang-orang tua terdahulu, yang tidak diketahui lagi siapa yang pertama-
tama memperoleh atau mendapatkan harta tersebut, seperti disebutkan dalam pepatah
adat:
Birik-birik tabang ka sasak
Tibo di sasak mancari makan
Dari niniak turun ka mamak
Dari mamak turun ka kamanakan

Proses pemindahan kekuasaan atas harta pusaka ini (dari mamak turun ka kamanakan)
dalam istilah adat disebut juga dengan Pusako bajawek. Bagi harta pusaka tinggi berlaku

Taja indak dimakan bali


Tasando indak dimakan gadat

Oleh karena harta pusaka tinggi sesungguhnya bukan hanya diwariskan dari mamak ke
kamanakan, tetapi jauh lebih tinggi yaitu dari ninik diwariskan ke uwo (nenek
perempuan). Dari uwo ka mande (ibu), dari ibu kepada saudara perempuan.

Dalam mendapatkan harta di Minangkabau, jika dikaji asal usulnya, bersumber dari
empat macam yaitu:
a. Cancang letih galung taruko sendiri.
b. Diterima sebagai warisan, dari ninik k mamak, dari mamak ke kemenakan.
c. Didapat karena dibeli.
d. Dari pemberian orang lain (hibah).

Dikatakan cancang letih galung taruko sendiri adalah seperti sawah dibuat sendiri, ladang
ditebas dan dicangkul sendiri, diberi batas pagar untuk menentukan batas-batasnya, yang
dibuat di atas tanah yang bukan milk kaum atau suku, seperti membuat sawah lading
dalam hutan rimba yang belum ada pemiliknya. Hal ini menjadi milik kaum nantinya,
sebab yang membuat telah dibesarkan dari harta-harta atau hasil panen tanah kaumnya.

Adapun harta yang diterima sebagai warisan, dari ninik ke amak, dari mamak ke
kemenakan adalah berupa harta yang dicancang letih galung taruko oleh ninik
moyangnya terdahulu.

Adapun harta yang didapat dengan dibeli adalah harta yang diperoleh oleh seseorang
dengan jalan membelinya dari pihak lain. Harta ini pada dasarnya mesti diwariskan
kepada kemenakan, buka kepada anak, walaupun harta itu dibeli dengan hasil pencarian
seseorang .Adapun harta yang didapat karena pemberian orang lain (hibah), diwariskan
kepada yang
Disukai oleh yang punya, sebab harta ini terang kepunyaannya sendiri, tidak dicampuri
oleh
Hak orang lain, sehingga haknya untuk melakukan perbuatan hukum apapun
terhadaphartanya tersebut, termasuk mengibahkannya kepada seseorang atau kelompok
masyarakat yang diinginkannya Hibah dalam hukum adat Minangkabau dapat dibagi tiga
macam
a. Hibah semata
b. Hibah beserta emas
c. Hibah selama-lamanya

2. Harta pusaka rendah


Yang dimaksud dengan harta pusaka rendah adalah segala harta hasil pencaharian
dari bapak atau ibu selama ikatan perkawinan, ditambah dengan pemberian mamak
kepada kemenakannya dari hasil pencaharian mamak itu sendiri. Harta pusaka
rendah ini merupakan calon atau cadangan di masa mendatang untuk menambah
harta pusaka tinggi dalam kaum. Harta pusaka rendah menurut garis adat, setelah ia
meninggal dunia nanti (si bapak) maka harta ini dibagi dua antara kaum bapak
dengan pihak yang menyelenggarakan atau membantu mencari (istri/anak), sebab
badan yang itu adalah kaumnya, sebagai modal dasar dibantu oleh anak dan istrinya,
sehingga dibagi dua antara pemilik modal dengan yang mengusahakannya. Hal ini
setelah adanya kesepakatan ninik mamak dengan kaum paderi yang melahirkan
filosofi: Adat basandi syara', syara' basandi kitabullah,Dengan demikian pusako
dapat disimpulkan sebagia warisan dalam bentuk kekayaan materil, yang sebagian
ahli adat membaginya dalam kriteria sebagai berikut

1.Harta Pusaka
Yang terdiri dari harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka
tinggi mempunyai cirri-ciri
a. Tidak dapat diketahui asal usulnya.
b. Harta tersebut dimiliki secara bersama oleh kaum dan digunakan untuk
kepentingan bersama
c. Tidak dapat berpindah tangan keluar kaum, kecuali memenuhi syarat-syarat
tertentu yang disetujui oleh seluruh anggota kaum

Sedangkan harta puaska rendah berupa warisan yang baru diturunkan dari satu
generasi saja (dari ibu dan bapaknya, atau mamaknya), sebagai hasil pencaharian
orang tuanya yang diwariskan untuk anak-anaknya dan kemenakan.

2. Harta pencaharian
Merupakan harta yang didapat oleh seseorang sebagai hasil usahanya sendiri.
3. Harta bawaan
Merupakan harta yang telah dimiliki oleh suami sebelum perkawinan, dan harta
tersebut ditempatkan suami di rumah istrinya, atau untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya.
4. Harta tepatan
Harta yang telah ada di rumah istri sebelum perkawinan berlangsung

5. Harta bersama
Harta yang didapat oleh suami istri selama ikatan perkawinan ada. Harta bersama
ini sesungguhnya merupakan milik bersama dari pasanag suami istri yang
terpisah dari harta pusaka dan harta bawaan, maupun harta tepatan.”

C.Harta Waris menurut Adat Minangkabau

Masyarakat adat Minangkabau pada dasarnya terikat dalam satu garis keturunan
ibu yang disebut dengan Matrilinial. Kesatuan atas dasar keturunan ibu itu
disebut sesuku. Karena keturunan itu hanya dihitung dan ditelusuri menurut garis
perempuan saja, maka bentuk kesatuan tersebut dinamkana kesatuan masyarakat
matriachaat. Dalam sistem kekerabatan matrilinial, harta warisan diturunkan
secara kolektif dalam garis keturunan ibu, di mana harta tersebut tidak dibagi-
bagikan kepemilikannya, tapi dikuasai dan diatur pemakaiannya oleh mamak
kepala waris.
Perbedaan pendapat tentang pewarisan harta pusaka di Minangkabau telah terjadi
sejak Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi, dimana dalam bukunya berjudul "
Ad Doi al Masmu Fil Raddi ala Tawaris al ikwati wa Awadi al Akawati ma'a
Wujud al usuli wa al Furu'" yang artinya "Dakwah yang didengar Tentang
Penolakan Atas Pewarisan-pewarisan Saudara dan anak Saudara disamping Ada
orang tua dan Anak". Kitab itu ditulis di Mekkah pada akhir abad ke-19. Dalam
buku tersebut khatib al Minangkabawi, tidak setuju dengan pewarisan yang
ditetapkan adat Minangkabau la lebih menekanan tentang pewarisan secara
hukum islam.

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
1.Sako adalah segala kekayaan asal yang tidak berwujud, atau harta tua berupa hak atau
kekayaan tanpa wujud.

2.Pusako adalah segala kekayaan materi atau harta benda yang juga disebut dengan pusako
harato.

3.Sangsoko ialah gelar kebesaran yang diberikan oleh raja, oleh lembaga kerapatan kepada
suatu nagari atau suku atau perorangan oleh karena jasa-jasanya kepada nagari, suku dan
lain-lain

B.Saran
Jika ada kesalahan dari makalah saya mohon untuk dapat dikoreksi oleh rekan rekan serta
guru pembimbing, sehingga saya dapat memperbaiki makalah saya, terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai