Anda di halaman 1dari 12

TEKNIK MENYUSUN GUGATAN PERDATA DI PENGADILAN NEGERI

BAB I PENDAHULUAN
a. Defenisi Gugatan
b. Pengumpulan Bahan Gugatan
c. Analisa Permasalahan
BAB II HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM MENYUSUN GUGATAN
A. Tempat dan tanggal surat gugatan
B. Judul Surat Gugatan
C. Pengadilan Negeri Yang Dituju
D. Subyek Gugatan
1. Pihak Penggugat
a. Penggugat Orang Pribadi (natuurlijk person)
b. Penggugat Yang Belum Dewasa
c. Penggugat Yang Berada Dibawah Pengampuan
d. Penggugat Badan Hukum (recht person)
e. Penggugat Yang Mewakili Badan Usaha Atau Persekutuan Yang Bukan Badan Hukum
2. Pihak Tergugat
a. Tergugat Orang Pribadi (natuurlijk person)
b. Tergugat Yang Belum Dewasa
c. Tergugat Yang Berada Dibawah Pengampuan
d. Tergugat Badan Hukum (recht person)
e. Tergugat Yang Mewakili Badan Usaha Atau Persekutuan Yang Bukan Badan Hukum
3. Pihak Turut Terguat
4. Pihat Turut Penggugat
5. Teknik Menentukan Tergugat
6. Kuasa
E. Objek Gugatan
1. Tanah dan Bangunan
2. Barang Bergerak
F. Dasar Gugatan
1. Ingkar Janji (wanprestatie)
2. Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad)
3. Hak Kebendaan Mengenai Hak Milik
4. Perceraian
5. Pembagian Harta Bersama
6. Hak Mengasuh Anak
7. Pembagian Harta Warisan
G. Posita Gugatan
1. Etika
2. Estetika
3. Bahasa Baku
4. Memilih Kata-kata Yang Tidak Bermakna Ganda
5. Konsisten Dalam Menggunakan Istilah
6. Sinkron
7. Menggunakan Kalimat Yang Bermakna Hubungan Sebab-Akibat
8. Menyusun Posita Dengan Menggunakan Kronologi
H. Petitum Gugatan
1. Kesesuaian
2. Tidak Kontradiksi
3. Orang Yang Ditetapkan Dalam Petitum Harus Sebagai Pihak Dalam Perkara
4. Petitum Harus Jelas dan Tegas
5. Petitum Tidak Boleh Bersifat Negatif
6. Petitum Harus Runtut
I. Jenis-Jenis Petitum Gugatan
1. Petitum Declaratoir
2. Petitum Constitutif
3. Petitum Condemnatoir
4. Petitum Provisionil
5. Petitum Alternatif
J. Syarat-Syarat Gugatan
1. Gugatan Harus Jelas
2. Gugatan Harus Lengkap
3. Gugatan Harus Sempurna
K. Penggabungan Gugatan
1. Harus Ada Hubungan
2. Tidak Bertentangan Dengan Asas “Cepat dan Murah”
3. Tidak Berbeda Ketentuan
L. Perubahan Dan Pencabutan Gugatan
1. Perubahan Terhadap Surat Gugatan Yang Belum Dikirimkan Kepada Pihak Lawan
2. Perubahan Terhadap Surat Gugatan Yang Sudah Dikirimkan Kepada Pihak Lawan
3. Perubahan Terhadap Surat Gugatan Yang Sudah Dalam Tingkat Persidangan
M. Penutup Gugatan
Cara Membuat Surat Gugatan Perdata
Syarat dalam Membuat Surat Gugatan
Menjawab pertanyaan Anda tentang cara membuat surat gugatan perdata, maka perlu diperhatikan dua syarat penting yaitu syarat materiil dan
syarat formil.

Syarat materiil gugatan adalah syarat yang berkaitan dengan isi atau materi yang harus dimuat dalam surat gugatan.[1] Dalam arti lain, syarat
materiil merupakan substansi pokok dalam membuat surat gugatan.

Sedangkan syarat formil suatu gugatan adalah syarat untuk memenuhi ketentuan tata tertib beracara yang ditentukan oleh peraturan perundang-
undangan. Jika syarat formil tidak terpenuhi, maka gugatan akan dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard) atau pengadilan
tidak berwenang mengadili.[2]

Syarat Materiil Membuat Surat Gugatan


Apa saja isi surat gugatan? Isi surat gugatan atau syarat materiil surat gugatan mengacu pada Pasal 8 ayat (3) Rv yang pada pokoknya harus
memuat:[3]

1. Identitas para pihak


Ciri-ciri dan keterangan yang lengkap dari para pihak yang berperkara yaitu, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, agama dan
tempat tinggal. Kalau perlu agama, umur, status, kewarganegaraan.

Pihak-pihak yang ada sangkut pautnya dengan persoalan harus disebutkan dengan jelas mengenai kapasitas dan kedudukannya apakah
sebagai penggugat atau tergugat.  
2. Dasar Gugatan atau Fundamentum Petendi atau Posita 
Dasar gugatan atau posita berisi dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar-dasar dan alasan-alasan dari
gugatan.

Posita terdiri dari dua bagian, yaitu:

a. Bagian yang menguraikan kejadian atau peristiwanya (feitelijke gronden);


b. Bagian yang menguraikan tentang dasar hukumnya (rechts gronden) sebagai uraian tentang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi
dasar yuridis gugatan;

3. Petitum atau Tuntutan


Petitum berisi apa yang diminta atau tuntutan supaya diputuskan oleh pengadilan. Petitum akan dijawab dalam dictum atau amar putusan.

Dalam praktiknya, selain mengajukan tuntutan pokok atau tuntutan primer, juga disertai dengan tuntutan tambahan/pelengkap (accessoir)
dan tuntutan pengganti (subsidair) yang dijelaskan sebagai berikut:[4]

a. Tuntutan pokok atau tuntutan primer adalah tuntutan utama yang diminta oleh penggugat untuk diputuskan oleh pengadilan  yang berkaitan
langsung dengan pokok perkara atau posita.

Contohnya, apabila tergugat punya utang kepada penggugat maka tuntutan utama penggugat adalah melunasi utang yang belum
dibayar tergugat.

b. Tuntutan tambahan (accessoir) adalah tuntutan yang sifatnya melengkapi atau sebagai tambahan dari tuntutan pokok. Tuntutan tambahan ini
tergantung pada tuntutan pokoknya. Jika tuntutan pokok tidak ada maka tuntutan tambahan juga tidak ada.

Terdapat lima contoh tuntutan tambahan yaitu:

1. Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar biaya perkara;


2. Tuntutan agar putusan dapat dilaksanakan lebih dulu meskipun ada perlawanan, banding dan kasasi (uitvoerbaar bij
voorraad); 
3. Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar bunga (moratoir) apabila tuntutan yang dimintakan oleh penggugat berupa
sejumlah uang tertentu;
4. Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar uang paksa (dwangsom/astreinte), apabila hukuman itu tidak berupa
pembayaran sejumlah uang selama ia tidak memenuhi isi putusan;
5. Tuntutan atas nafkah bagi istri atau pembagian harta bersama dalam gugatan perceraian.

c. Tuntutan pengganti (subsidair) adalah tuntutan yang berfungsi untuk menggantikan tuntutan pokok apabila tuntutan pokok
ditolak pengadilan. Tuntutan ini digunakan sebagai tuntutan alternatif agar kemungkinan dikabulkan oleh hakim lebih besar.

Biasanya tuntutan ini berupa permohonan kepada hakim agar dijatuhkan putusan yang bijaksana dan seadil-adilnya (ex aequo et
bono).

Menurut Ridwan Halim, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat surat gugatan khususnya terkait isi gugatan meliputi:[5]

1. Isi gugatan haruslah berdasarkan alasan-alasan dan fakta-fakta yang sebenarnya. Artinya gugatan dapat dibuktikan kebenarannya dan
sesuai dengan alat bukti yang diajukan.
2. Menyebutkan, memaparkan, dan menggambarkan uraian yang benar mengenai fakta-fakta kejadian yang sebenarnya, dari awal hingga
kesimpulan.
3. Pengajuan gugatan dilandasi dengan akal sehat atau logika kewajaran yang patut berdasarkan kerugian yang diderita oleh penggugat dan
terbukti bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tergugat.

Syarat Formil Membuat Surat Gugatan


Adapun syarat formil yang harus terpenuhi dalam surat gugatan adalah:[6]

1. Tidak melanggar kompetensi/kewenangan mengadili, baik kompetensi absolut maupun relatif.


2. Gugatan tidak mengandung error in persona.
3. Gugatan harus jelas dan tegas. Jika gugatan tidak jelas dan tidak tegas (obscuur libel) dapat mengakibatkan gugatan dinyatakan tidak diterima.
Misalnya posita bertentangan dengan petitum.
4. Tidak melanggar asas ne bis in idem. Artinya gugatan tidak boleh diajukan kedua kalinya apabila subjek, objek dan pokok perkaranya sama, di mana
perkara pertama sudah ada putusan inkracht yang bersifat positif yaitu menolak atau mengabulkan perkara.
5. Gugatan tidak prematur atau belum saatnya menggugat sudah menggugat.
6. Tidak menggugat hal-hal yang telah dikesampingkan, misalnya gugatan kedaluwarsa.
7. Apa yang digugat sekarang masih dalam proses peradilan (aanhanging geding/rei judicata deductae). Misalnya ketika perkara yang digugat sudah
pernah diajukan dan sedang proses banding atau kasasi.
Seluk Beluk Gugatan Sederhana
Gugatan sederhana atau small claim court adalah tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materil
paling banyak Rp500 juta yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktiannya sederhana.[1]

Jadi, yang jelas membedakan gugatan sederhana dengan gugatan pada umumnya adalah nilai kerugian materiil yang lebih khusus ditentukan
pada gugatan sederhana, yakni maksimal Rp 500 juta. Sedangkan pada gugatan pada perkara perdata biasa, nilai kerugian materiil tidak
dibatasi besarnya.

Di samping itu, gugatan sederhana ini diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal dalam lingkup kewenangan peradilan umum.[2]

Urgensi Terbitnya Perma tentang Gugatan Sederhana

Ketua Mahkamah Agung (“MA”) Hatta Ali dalam Urgensi Terbitnya PERMA Small Claim Court menjelaskan bahwa Perma ini terbit
untuk mempercepat proses penyelesaian perkara sesuai asas peradilan sederhana, cepat, biaya ringan. Terbitnya Perma ini juga salah satu cara
mengurangi volume perkara di MA dan diadopsi dari sistem peradilan small claim court yang salah satunya diterapkan di London, Inggris. 

Lingkup Gugatan Sederhana

Gugatan sederhana diajukan terhadap perkara dengan nilai gugatan materil paling banyak Rp500 juta, yaitu:[3]

1. cidera janji (wanprestasi); dan/atau


2. perbuatan melawan hukum.

Sedangkan yang tidak termasuk dalam gugatan sederhana adalah:[4]


1. perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-
undangan; atau
2. sengketa hak atas tanah.

Masih seputar syarat gugatan sederhana, Pasal 4 Perma 4/2019 mengatur sebagai berikut:

(1)  Para pihak dalam gugatan sederhana terdiri dari penggugat dan tergugat yang masing-masing tidak boleh lebih dari satu,
kecuali memiliki kepentingan hukum yang sama.

(2)  Terhadap tergugat yang tidak diketahui tempat tinggalnya, tidak dapat diajukan gugatan sederhana.

(3)  Penggugat dan tergugat dalam gugatan sederhana berdomisili di daerah hukum Pengadilan yang sama.

(3a)  Dalam hal penggugat berada di luar wilayah hukum tempat tinggal atau domisili tergugat, penggugat dalam mengajukan
gugatan menunjuk kuasa, kuasa insidentil, atau wakil yang beralamat di wilayah hukum atau domisili tergugat dengan surat tugas
dari institusi penggugat.

(4)   Penggugat dan tergugat wajib menghadiri secara langsung setiap persidangan dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa,
kuasa insidentil atau wakil dengan surat tugas dari institusi penggugat.

Soal pendampingan kuasa hukum, Gugatan Sederhana Boleh Tanpa Jasa Advokat menerangkan gugatan sederhana ini juga tidak wajib diwakili kuasa
hukum atau memakai jasa advokat seperti halnya dalam perkara gugatan perdata biasa. Namun, para pihak (penggugat dan tergugat) dengan atau tanpa kuasa
hukum wajib hadir langsung ke persidangan.

Masih dari sumber yang sama, Koordinator Tim Asistensi Pembaruan MA Aria Suyudi menjelaskan Perma Gugatan Sederhana tidak
melarang menggunakan jasa advokat.

Pasal 4 ayat (4) Perma 4/2019 sebagaimana kami sebutkan di atas telah ditegaskan “dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum”. Jadi,
para pihak boleh pakai jasa advokat atau tidak.
Tetapi Aria menambahkan, kalau penggugat/tergugatnya pakai jasa advokat bisa rugi karena dikhawatirkan nilai gugatannya tidak sebanding
dengan biaya jasa advokat yang dikeluarkan.

Hukum Acara dan Tahapan Penyelesaian Gugatan Sederhana

Berikut adalah tahapan penyelesaian gugatan sederhana:[5]

1. Gugatan sederhana diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan.
2. Tahapan penyelesaian gugatan sederhana meliputi:
a. pendaftaran;
b. pemeriksaan kelengkapan gugatan sederhana;
c. penetapan hakim dan penunjukan panitera pengganti;
d. pemeriksaan pendahuluan;
e. penetapan hari sidang dan pemanggilan para pihak;
f. pemeriksaan sidang dan perdamaian;
g. pembuktian; dan
h. putusan.
3. Penyelesaian gugatan sederhana paling lama 25 hari sejak hari sidang pertama.

Merujuk tahapan di atas, pemeriksaan pendahuluan jadi tahapan paling krusial karena hakim berwenang menilai dan kemudian menentukan
apakah perkara ini adalah gugatan sederhana.

Apabila dalam pemeriksaan hakim berpendapat bahwa gugatan tidak termasuk dalam gugatan sederhana, maka hakim
mengeluarkan penetapan yang menyatakan bahwa gugatan bukan gugatan sederhana, mencoret dari register perkara dan memerintahkan
pengembalian sisa biaya perkara ke penggugat.[6]
Terkait putusan akhir gugatan sederhana, para pihak dapat mengajukan keberatan paling lambat 7 hari setelah putusan diucapkan atau setelah
pemberitahuan putusan. Keberatan ini diputus majelis hakim sebagai putusan akhir, sehingga tidak tersedia upaya hukum banding, kasasi, atau
peninjauan kembali.

Hal Menarik dalam Gugatan Sederhana

Disarikan dari MA Tetapkan Kriteria Perkara  Small Claim Court, satu hal yang menarik dalam gugatan sederhana adalah kewajiban hakim
untuk berperan aktif dalam:[8]

1. memberikan penjelasan mengenai acara gugatan sederhana secara berimbang kepada para pihak;
2. mengupayakan penyelesaian perkara secara damai termasuk menyarankan kepada para pihak untuk melakukan perdamaian di luar
persidangan;
3. menuntun para pihak dalam pembuktian; dan
4. menjelaskan upaya hukum yang dapat ditempuh para pihak. 

Contoh Kasus

Untuk kasus penolakan gugatan sederhana, kami contohkan Penetapan Pengadilan Negeri Parigi Nomor: 24/Pdt.G.S/2019/PN Prg yang
menyatakan gugatan Penggugat bukan gugatan sederhana, memerintahkan panitera untuk mencoret perkara No. 24/Pdt.G.S/2019/PN Prg dalam
register perkara, memerintahkan pengembalian sisa panjar biaya perkara ke Penggugat (hal. 2 - 3).

Kemudian contoh kasus pengabulan gugatan sederhana dapat dilihat Putusan Pengadilan Negeri Blora Nomor 25/Pdt.G.S/2019/PN
Bla menyatakan Tergugat telah dipanggil secara sah dan patut tetapi tidak hadir di persidangan, mengabulkan gugatan Penggugat sebagian
dengan verstek serta menyatakan Tergugat melakukan wanprestasi/ingkar janji (hal. 10).

Hakim menghukum Tergugat untuk membayar utangnya ke Penggugat sebesar Rp56 juta dan membayar biaya perkara sejumlah Rp272 ribu (hal.
10).
Dasar Hukum:

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana sebagaimana diubah dengan Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Penyelesaian Gugatan Sederhana.

Anda mungkin juga menyukai