Anda di halaman 1dari 11

EKSEPSI

DAN PENYELESAIAN KASUS KRUSIAL DI DALAMNYA

I. PENDAHULUAN

Orang atau badan hukum yang digugat secara perdata, maka diberi hak untuk mengajukan
jawaban / tangkisan, dan salah satunya adalah mengajukan eksepsi, baik eksepsi
kompetensi, eksepsi prosessual maupun eksepsi hukum materil.

Dalam proses berperkara tidak jarang dalam praktek di pengadilan, ditemui hambatan-
hambatan, baik yang dialami para pihak maupun oleh hakim sendiri.

Kesulitan-kesulitan bagi pihak di antaranya dalam menentukan termasuk dalam jenis


eksepsi yang mana, sehingga akan menyulitkan dimana eksepsi tersebut harus diletakkan,
sehingga sering ditemui eksepsi terhadap hukum materil diletakkan dalam eksepsi, lalu
eksepsi yang sama diulang kembali dalam pokok perkara.

Kesulitan yang sama dialami juga oleh sebagian hakim, sehingga akan timbul masalah pada
saat menjawab eksepsi, Karenatidak semua eksepsi harus dijawab pada saat sebelum pokok
perkara diperiksa lebih lanjut seperti eksepsi terhadap kompetensi. Persoalannya apakah
jenis eksepsi yang selainnyanya harus dijawab tersendiri sebelum memeriksa pokok perkara,
atau diperiksa bersama-sama dengan pokok perkara.Kemudian timbul masalah lagi, apakah
dijawab pada saat jawab menjawab, ataukah pada saat setelah selesai pembuktian.

Masalah lain adalah adanya perbedaan pemahaman dalamm menangani eksepsi, seperti
pada saat adanya eksepsi kewenangan terhadap lembaga arbitrase.

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka narasi ini akan membahas hal-hal yang berkaitan
dengan masalah eksepsi.

A. Sub Tema:

1. Pengertian eksepsi, jenis-jenis / macam-macam eksepsi

2. Prosedur dan mekanisme mengajuan eksepsi

3. Waktu bagi Hakim untuk menjawab permohonan eksepsi

4. Analisa kritis terhadap kasus yang ada eksepsinya atau yang potensial ada eksepsi

B. Target

1. Peserta dapat menjelaskan pengertian eksepsi, jenis-jenis eksepsi / macam-macam


eksepsi;

2. Peserta dapat memahami prosedur dan mekanisme pengajuan eksepsi;

3. Peserta dapat memahami kapan hakim harus menjawab berbagai jenis dan
macam-macam eksepsi;
1
4. Peserta mampu mengkritisi perkara yang ada eksepsinya atau yang potensial ada
eksepsi.

C. Tujuan Modul Mata Pelatihan

Untuk dipedomani oleh fasilitator/trainer dalam menyampaikan satuan matapelatihan


pada Diklat Cakim materi mengenai “Eksepsi dan hal- hal krussial di dalamnya”, kepada
peserta, dan untuk memudahkan pesertadalam menguasai bahan pelatihan tersebut
sehingga tujuan dari pembelajaranmata pelatihan tersebut dapat dicapai. Selain itu,
peserta pun mempunyaikemampuan dan kompetensi pada mata pelatihan dimaksud.

D. Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti pembelajaran peserta dapat menyebutkan, menjelaskan memerinci


mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah eksepsi sehingga mampu
menerapkannya dalam menghadapi perkara yang ada eksepsinya.

E. Bahan Bacaan

a. UU Nomor 1 Tahun 1974

b. PP Nomor 9 Tahun 1975

c. UU Nomor 7 Tahun 1989

d. UU Nomor 3 Tahun 2006

e. HIR

f. KUHPerdata (BW)

g. RV

h. Buku-buku/Tulisan Mengenai Hukum Acara Perdata

II. EKSEPSI

A. Pengertian eksepsi

Menurut bahasa:

Exeptie menurut bahasa Belanda atau Exception menurut bahasa Inggris secara
pengertian umum berarti pengecualian.

Menurut istilah:

Sedangkan pengeratian Excepti menurut istilah atau dalam konteks hukum


acara, bermakna “tangkisan” atau “bantahan (objection)”.Bisa juga berarti

2
“pembelaan (plea)” yang diajukan Tergugat terhadap materi pokok gugatan
Penggugat. (Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata hal. 418),

B. Jenis-jenis / macam-macam Eksepsi

1. Eksepsi Kompetensi / Eksepsi Prosessual:

Eksepsi Kompetenasi adalah tangkisan atau bantahan terhadap kewenangan


Pengadilan mengadili perkara, baik antar pengadilan yang berbeda maupun antar
Pengadilan yang sama namun berbeda kekuasaan yurisdiksinya. Dengan demikian
eksepsi kompetensi ini terdiri dari dua macam, yaitu eksepsi terhadap:

a. Tidak berwenang secara Absolut (Exseptio Declinatoir / Incompetency) Eksepsi


terhadap kewenangan absolut adalah eksepsi terhadap kewenangan yang
berbeda antara Peradilan (seperti, kewenangan antara Peradilan Agama
Peradilan Umum, Peradilan Militer dan tatausaha Negara)

b. Tidak berwenang secara Relatif (Exseptio Declinatoir / Incompetency)

Eksepsi terhadap kewenangan Relatif dapat diajukan berdasarkan sengketa


kewenangan antara lembaga peradilan yang sama namun berbeda dari segi
yurisdiksinya / berbeda wilayahnya, seperti antara Pengadilan Agama Bandung
dan Pengadilan Agama Cimahi).

2. Eksepsi Syarat Formil

Eksepsi Syarat Formil adalah Eksepsi di luar Eksepsi Kompetensi (Absolut dan atau
Relatif), yang meliputi beberapa macam atau bentuk eksepsi:

a. Surat kuasa khusus tidak sah, seperti:

1) Tidak menyebutkan secara spesifik kehendak untuk berperkara di


Pengadilan tertentu sesuai kewenangan relative.

2) Tidak menjelaskan identitas para pihak berperkara.

3) Tidak menjelaskan secara singkat pokok perkara dan obyek yang


diperkarakan.

4) Tidak mencantumkan tanggal dan tandatangan pemberi kuasa.

b. Error in Persona

Eksepsi dalam hal Penggugat tidak mempunyai kapasitas atau hak untuk
mengajukan perkara atau yang digugat tidak mempunyai urusan dalam perkara
atau pihak Tergugat tidak lengkap.

3
c. Nebis In Idem (Exeptio Res Judicata)

Perkara yang diajukan sudah pernah diajukan dan sudah berkekuatan hukum
yang tetap serta putusan bersifat litis, seperti menolak atau mengabulkan.

d. Obscuur Libel

Gugatan tidak terang, isi gugatannya tidak jelas, seperti:

1) Tidak jelas hukum yang menjadi dasar gugatan,

2) ketidakjelasan mengenai objek gugatan, misalnya dalam hal tanahtidak


disebutkan luas atau letak atau batas dari tanah tersebut.

3) petitum yang tidak jelas, atau

4) terdapat kontradiksi antara posita dan petitum

5) Eksepsi Hukum Materiil (Materiele Exseptie)

3. Exeptio Dilatoria / Dilatoria Exeptie

Eksepsi mengenai gugatan Penggugat tidak dapat diterima untuk diperiksa


Pengadilan karena masih premature, atau terlalu dini belum sampai waktunya
untuk digugat, seperti debitur melakukan wan prestasi, baru dinilai
wanprestasiapabila sudah melampaui batas waktu pemenuhan prestasi, akan
tetapi Kreditur sudah menggugat dengan alasan wanprestasi.

4. Exceptie Peremptoria / Exseptio dilatoris

Exceptie Peremptoria adalah berisi sangkalan yang menyingkirkan (set aside)


gugatan karena yang digugat tidak dapat diperkarakan.

Ada beberapa bentuk Exceptie Peremptoria, yaitu:

1) Exceptio Temporis (eksepsi daluarsa)

Daluarsa atau lewat waktu bisa menjadi sebagai landasan untuk memperoleh
sesuatu atau membebaskan seseorang dari suatu perikatan.

Misalnya: sebidang tanah milik A dikuasai / ditempati oleh B dalam waktu


lebih 30 tahun tanpa ada tuntutan dari A untuk mengembalikan tanah
tersebut.

2) Exceptio non pecuniae numeratae

Eksepsi berisi sangkalan bahwa pembayaran yang dijanjikan tidak pernah


diterima.

4
3) Exceptio doli mali

Eksepsi mengenai adanya penipuan dalam pembuatan perjanjian, yaitu


Tergugat melakukan tipudaya dalam pembuatan perjanjian.

4) Exceptio metus

Eksepsi terhadap gugatan yang bersumber dari perjanjian yang mengandung


paksaan (dwang).

Eksepsi ini berkaitan dengan ketentuan Pasal 1323 KUHPerdata. Paksaan atau
ancaman yang mengakibatkan ketakutan baik teradap orangnyamaupun
harta kekayaannya.

5) Exceptio non adimpleti cotractus

Eksepsi terhadap hal yang masing-masing pihak dibebani kewajiban untuk


memenuhi prestasi timbal balik, apabila seseorang memiliki hak kepada
seseorang akan tetapi belum melaksanakan kewajibannya, maka tidak dapat
mengajukan gugatan.

6) Exceptio dominii

Eksepsi terhadap obyek barang yang bukan milik Penggugat tetapi milik orang
lain atau Tergugat.

7) Exceptio litis pendentis

Eksepsi terhadap perkara yang sama yang sedang diperiksa pengadilan, atau
masih tergantung karena sedang diperiksa oleh pengadilan (aanhaanging).
Kasus ini bisa perkara yang sedang proses banding atau kasasi, bisa juga
sedang diadili ditingkat pertama baik lingkungan perdailan yang sama
maupun peradilan yang berbeda.

5. Eksepsi Terhadap Pokok Perkara

Eksepsi terhadap pokok perkara adalah merupakan jawaban terhadap gugatan,


dapat berupa pengakuan murni, berklausul berklassipikasi atau bantahan.
Tergugat diberi kesempatan untuk mengajukan jawaban dengan maksud
memberikan kesempatan yang sama kepada Tergugat untuk membela
kepentingannya. Bermacam-macam jawaban yang bisa dilakukan Tergugat,
bentuknya sendiri bisa berbentuk:

1) Pengakuan (bekentenis)

a) Pengakuan murni

5
Tergugat memberikan jawaban yang membenarkan seluruh dalil- dalil
gugatan, menurut ketentuan Pasal 164 HIR dan Pasal 1866 KUHPerdata
“pengakuan merupakan bukti yang sempurna”, “pengakuan tidak dapat
dicabut kembali” (Pasal 174 HIR dan Pasal 1925KUHPerdata).

b) Pengakuan berklausul atau bersyarat

Dalam hal pengakuan berklausul hakim tidak boleh memisah- misahkan


antara pengakuan dengan klausulnya, (baca Pasal 176 HIR dan Pasal 1924
KUHPerdata).

2) Membantah dalil gugatan (verweer ten prinsipale)

Tergugat berhak membantah dalil-dalil baik keseluruhan atau sebagian

Kebenaran dalil-dalil hanya dapat dilumpuhkan dengan alat bukti yang


dibenarkan undang-undang, oleh karena demikian, maka Tergugat harus
memberi bukti-bukti bantahannya. Demikian sebaliknya apabila Penggugat
hendak melumpuhkan bantahan Tergugat, ia harus mengingkari bantahan
tersebut.

3) Tidak memberi pengakuan maupun bantahan

Sikap Tergugat tidak mengakui ataupun membantah dan menyerahkan


sepenuhnya kepada hakim ((referte aan het oordel des rechters), jadi
menyerahkan sepenuhnya penilaian kebenaran dalil gugatan kepada hakim
(Supmomo hlm. 48)

Pernyataan seperti itu tidak dapat dianggap sebagai pengakuan, sehingga


hakim tidak dapat menilai bahwa sikap Tegrugat seperti itu sebagai
pengakuan yang dijadikan sebagai bukti menguatkan dalil gugatan.

C. Cara-cara dan Waktu Pengajuan Eksepsi

Pengajuan eksepsi diatur dalam Pasal 125 ayat (2), Pasal 133, Pasal 134, dan Pasal 136
HIR.

1. Cara Pengajuan Eksepsi Kewenangan Absolut (Exseptio Declinatoir), diatur dalam


Pasal 134 HIR dan Pasal 132 Rv.

Ciri-ciri Eksepsi Kewenangan Absolut (Exseptio Declinatoir):

a. Dapat diajukan setiap saat (Pasal 134 HIR dan Pasal 132 Rv). Artinya selama
proses persidangan setiap saat sebelum perkara diputus, eksepsi atas
kewenangan absolut dapat dilakukan.

b. Secara Ex-Officio Hakim harus menyatakan tidak berwenang (Pasal 132 Rv)
6
Artinya hakim karena jabatannya tanpa adanya permohonan eksepsi dari
Tergugat / Termohon, dan diketahui bahwa perkara a- quo tidak termasuk
kepada kewenangan Pengadilan Agama, harus menyatakan tidak berwenang
mengadili perkara a-quo.

c. Dapat diajukan pada Tingkat Banding dan Kasasi

Apabila terbanding baru mengetahui bahwa perkara yang dibanding / kasasi


tidak termasuk dalam kewenangan absolut pengadilana-quo, maka pihak
terbanding atau Tergugat dalam Kasasi dapat mengajukan eksepsi absolut
kepada hakim ditingkat Banding/Kasasi.

Demikian pula Hakim ditingkat Banding / Kasasi, apabila mengetahui bahwa


perkara yang ditanganinya tidak termasuk dalam kewenangan absolut
Pengadilan a-quo, Ex-Officio karena jabatannya harus menyatakan tidak
berwenang mengadili perkaranya.

Catatan:

(1) Apabila perkara berklausul arbitrase yang merupakan kewenanganabsolut


lembaga arbitrase, sehingga Tergugat/Terbanding/Termohon Kasasi, dapat
mengajukan eksepsi secara absolut tidak berwenang mengadili disetiap
kesemoatan. Demikian pula hakim tingkat pertama, tingkat banding atau
kasasi,Ex-Officio karena jabatannya harusmenyatakan tidak berwenang
mengadili atau bisa juga menyatakan prematur.

(2) Untuk Pengajuan Eksepsi di Pengadilan Tingkat Pertama, dapat diajukan


lisan ataupun tertulis.

2. Cara Pengajuan Eksepsi Kewenangan Relatif (Relative Competentie) Bentuk dan


waktu pengajuan eksepsi kompetensi kewenangan relative diatur dalam Pasal 125
ayat (2) dan Pasal 133 HIR.

a. Bentuk Pengajuan Eksepsi Kewenangan Relatif (Relative Comperentie):

1) Pengajuan Eksepsi Secara Lisan (Oral) diatur dalam Pasal 133 HIR

Pengajuan eksepsi secara lisan dibenarkan, dan harus ditulis secara lengkap
dalam Berita Cara Sidang.

2) Pengajuan Eksepsi Secara Tertulis (In writing)

Pengajuan Eksepsi secara tertulis dapat dilakukan secara tertulis (vide Pasal
125 ayat (2) HIR Jo. Pasal 121 HIR.

7
Pasal 121 HIR menyatakan: “dalam surat jawaban, Tergugat dapat
mengajukan eksepsi kompetensi relative yang menyatakan perkara yang
disengketakan tidak termasuk kewenangan relativePengadilan Negeri (dalam
hal ini harus dibaca Pengadilan Agama) a-quo.”

Dengan demikian pengajuan eksepsi kompetensi relative harus diajukan


bersama-sama dengan jawaban terhadap pokok perkara.

Waktu Pengajuan Eksepsi Kewenangan Relatif (Relative Competentie):

Menurut ketentuan Pasal 125 ayat (2) HIR, pengajuan Eksepsi Kewenangan
Relatif (Relative Competentie) harus diajukan pada sidang pertama, artinya
tidak dibenarkan mengajukan eksepsi terhadap kewenangan relative setelah
terjadi jawab menjawab dan seterusnya, dan kalaupun ada ekspesi a-quo,
maka hakim tidak perlu menjawabnya.

3. Cara dan Waktu Pengajuan Eksepsi yang Lainnya

Eksepsiterhadap selain kewenangan absolut dan relatif,waktu diajukannya sama


seperti pengajuan eksepsi terhadap kewenangan relatif, maka harus diajukan
bersamaan dengan jawaban, yang membedakannya adalah dalam hal hakim
memberikan jawaban, kalau eksepsi relative harusdijawab terlebih dahulu
sebelumpokok perkara, sedangkan eksepsi yang selebihnya dijawab bersamaan
dengan pokok perkara dalam putusan akhir, tidak dibuat tersendiri dalam putusan
sela.

4. Format Perumusan Eksepsi Bersama Jawaban / Bantahan

Ketika Tergugat mengajukan eksepsi dan jawaban / bantahan, maka bentuknya


adalah:

• Mendahulukan Eksepsi sebelum jawaban / bantahan

• Uraian jawaban / bantahan

• Kesimpulan, yang berisi pernyataan singkat eksepsi dan sikap terhadap poko
perkara

5. Contoh Bentuk Amar Putusan

a. Amar putusan terhadap eksepsi kompetensi absolut dan relative

Sesuai pembahasan di atas, bahwa eksepsi terhadap kewenangan absolut bias


diajukan setiap saat, sampai akhir pemeriksaan sedangkan terhadap eksepsi
kewenagan relative harus diajukan pada awal ketika pengajuan jawaban, maka
sebelum pemeriksaan pokok perkara dilanjutkan harus dijawab terlebih dahulu

8
eksepsi a-quo, apabila eksepsi dikabulkanputusan menjadi putusan akhir,
sedangkan apabila ditolak menjadi putusan sela.

1). Apabila dikabulkan amar putusannya:

• Mengabulkan eksepsi Tergugat;

• Menyatakan Pengadilan Agama .... Tidak berwenang mengadili perkara


perkara ..........;

• Membebankan kepada Penggugat untuk membayar biaya perkara


sejumlah ........

2). Apabila eksepsi ditolak amar putusannya:

• Menolak eksepsi Tergugat;

• Menyatakan Pengadilan Agama ....... berwenang mengadili perkara ini /


nomor ......

• Memerintahkan kepada Penggugat dan Tergugat untukmelanjutkan


perkara.....;

• Menangguhkan biaya perkara sampai putusan akhir.

b. Amar putusan terhadap selain eksepsi kompetensi

Sebagaimana dijekaskan di atas, jawaban eksepsi bersama-sama


dipertimbangkan dan dijawab dalam putusan akhir, baik pertimbangan maupun
amar harus diberi judul: Dalam Eksepsi, Dalam Pokok Perkara, Dalam Konvensi
Dan Rekonvensi.

1). Eksepsi dikabulkan, amar putusannya:

Dalam Eksepsi:

➢ Mengabulkan Eksepsi Tergugat

Dalam Pokok Perkara:

➢ Menyatakan Gugatan Penggugat tidak dapat diterima;

➢ Membebankan kepada Penggugat Untuk membayar biaya perkara


sejumlah ....

2). Eksepsi ditolak pokok perkara dikabulkan / ditolak/ tidak diterima: Dalam
Eksepsi:

➢ Menolak Eksepsi Tergugat;


9
➢ Mengabulkan/Menolak/Menyatakan Gugatan Penggugat tidak dapat
diterima;

➢ Membebankan biaya perkara kepada Penggugat/Tergugat sejumlah .......

III. HAL-HAL KRUSSIAL DALAM EKSEPSI

Banyak kasus dimana Tergugat mengajukan eksepsi dengan berbagai bentuk eksepsi
atau sebagiannya (eksepsi kewenangan absolut atau relatif, eksepsi prosessual maupun
terhadap pokok perkara) sepertikerancuan dalam menyusun eksepsi yang berbeda-beda
tersebut, misalnya dalam eksepsi sendiri sudah diajukan, lalu dalam pokok perkara
ternyata eksepsi yang sama diulang kembali. Dalam hal ini menyulitan sebagian hakim
untuk menempatkan waktu kapan harus menjawab eksepsi a-quo,sulit membedakan
terutama mengenai eksepsi prosessual dan pokok perkara, ada pula kasus dimana
hakim tidak menyadari bahwa sebenarnya dalam kasus yang ditanganinya ada
mengandung sengketa kewenangan absolut, sehingga perkara tetap diperiksa dan
bahkan sampaidiputus, padahal seharusnya apabila ada sengketa kewenangan absolut,
maka hakim Ex-Officio karena jabatannya, harus menyatakan tidak berwenang
mengadili perkara tersebut.

Dalam kasus lain Tergugat mengajukan jawaban dan sekaligus mengajukan eksepsi,
namun hakim tetap melanjutkan pemeriksaan terhadap pokok perkara dan sampai
diputus dan ternyata dalam jawaban ada eksepsi mengenai kewenangan relative,
(mungkin eksepsi tersebut tidak terbaca terlupakan oleh hakim), kalau sudah seperti ini
akhirnya menjadi masalah, mau menjawab eksepsi kewenangan relative sudah tidak
mungkin karena pemeriksaan sudah ke pokok perkara, jawab menjawab, pembuktian
dan bahkan mungkin sudah kesimpulan, dan bukan hal yang tidak mungkin sudah
diputus tanpa menjawab eksepsi.

Agar peserta tidak mengalami hal-hal krusial seperti itu,, maka di bawah akan diberikan
beberapa pelatihan yang harus peserta pecahkan.

IV. TUGAS PEMECAHAN MASALAH

Beberapa contoh kasus yang pernah terjadi dan dialami oleh hakim dalam menangani
perkara dan harus didiskusikan oleh para peserta mengenai bagaimana hakim dalam
menyikapi dan menyelesaikan kasus yang dihadapinya:

A. Penggugat mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dan atau


wanprestasi atas perjanjian yang dilakukan olehnya selaku debitur dengan bank
selaku kreditur, dimana dalam perjanjian yang telah dibuat, salah satu klausulnya
menyatakan bahwa apabila terjadi wan prestasi, akan diselesaikan di lembaga
arbitrase. Akan tetapi Tergugat tidak mengajukan eksepsi.

Sebagai panduan dibawah ini dibuat pertanyaan-pertanyaan:


10
1. Bagaimana sikap saudara pada saat menghadapi kasus seperti ini?

2. Apabila Tergugat mengajukan eksepsi apa yang akan saudara lakukan?

3. Apabila Tergugat tidak mengajukan eksepsi dan hakim tetap


melakukanpemeriksaan pokok perkara sampai perkara diputus, pertimbangan
apa yang akan saudara buat?

B. Gugatan waris sudah diajukan ke Pengadilan Negeri (pada saat setelah berlakunya
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan sebelum
lahirnya Undang-undang Nomor 3 tahun 2006), dimana saat itu Para pihak yang
beragama Islam untuk menyelesaikan sengketa waris masih memiliki hak opsi akan
diselesaikan di Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri (lihat penjelasan UU
Nomor 7 Tahun 1989). Perkara sudah diputus dan sudah berkekuatan hukum tetap
(inkrcht Van Gewisde). Setelah lahir Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006,
Penggugat mengajukan gugatan waris ke Pengadilan Agama, atas gugatan tersebut,
Tergugat mengajukan jawaban atas dalil-dalil gugatan Penggugat sekaligus
mengajukan eksepsi bahwa perkara a-quo tidak termasuk dalam kewenangan
Pengadilan Agama tetapi masuk dalam yurisdiksi / kewenangan Pengadilan Negeri
karena ada pihak ketiga yang sudah membeli tanah dan bangunan tersengketa dan
dijadikan sebagai Tergugat, selain itu Tergugat juga mengajukan eksepsi bahwa
perkara sudah nebis in idem.

Sebagai panduan dibawah ini dibuat pertanyaan-pertanyaan:

1. Bagaimana sikap saudara dalam menangani perkara seperti ini ?

2. Apakah perkara ini sebagai sengketa kewenangan?

3. Siapakah yang berwenang mengadili perkara ini, Pengadilan Agama atau


Pengadilan Negeri?

4. Kalau saudara mengabulkan eksepsi apa alasan saudara? (boleh lebih dari satu
alasan eksepsi)

5. Kalau saudara menolak eksepsi apa alasan saudara?

Catatan:

Kedua kasus di atas sebagai tugas untuk didiskusikan dalam class room oleh
masing-maing kelompok A dan B, hasilnya (KKP V pok A dan B) diemail kepada
dosen pengampu paling lambat hari Kamis tanggal 20 Nopember 2020I).

11

Anda mungkin juga menyukai