Anda di halaman 1dari 4

Materi Kuliah On line Hukum Acara Peradilan Agama.

Smester : VI Mitra
Dosen MK : Indi Nuroini, SH.,SHI.,MH.
15 April 2020

Putusan Pengadilan Agama


Suatu putusan hakim memiliki beberapa bagian, di antaranya bagian pertimbangan hukum
atau dikenal dengan konsideran dan bagian amar putusan. Hal yang perlu diperhatikan adalah
bagian pertimbangan hukum yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan
perkara, juga amar putusan yang berisi putusan hakim. terdapat beberapa jenis putusan hakim
di pengadilan agama, yaitu :
1. Putusan Berdasarkan Waktu Penjatuhannya.
Ada dua macam putusan berdasarkan waktu penjatuhannya, yaitu putusan sela dan putusan
akhir.
Putusan sela yang dikenal juga dengan putusan provisional yaitu putusan yang dijatuhkan
sebelum putusan akhir dimana dimaksudkan untuk memungkinkan atau mempermudah
kelanjutan pemeriksaan perkara.
Putusan sela ada bermacam-macam, yaitu putusan preparatoir, putusan insidentil, dan
putusan provisional. Putusan preparatoir dipergunakan untuk mempersiapkan perkara,
demikian pula putusan insidentil, sedangkan putusan provisional adalah putusan yang
dijatuhkan sehubungan dengan tuntutan dalam pokok perkara, sementara diadakan tindakan-
tindakan pendahuluan untuk kefaedahan salah satu pihak.
Putusan sela banyak dipergunakan dalam acara singkat dan dijatuhkan karena harus segera
diambil tindakan. Misalnya penggugat, yaitu penyewa rumah mengajukan gugatan perdata
terhadap tergugat yang telah merusakkan atap rumah sewaan, sedangkan waktu itu adalah
musim hujan. Oleh karena itu, hakim diminta segera menjatuhkan putusan sela agar tergugat
dihukum untuk segera memperbaiki atap rumah yang rusak.
Selain putusan sela yaitu Putusan Akhir, adalah putusan yang bertujuan mengakhiri dan
menyelesaikan suatu perkara  yang sedang berlangsung  pada satu tingkat peradilan tertentu,
yakni pengadilan tingkat pertama, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung.

2. Menurut sifatnya, ada tiga macam Putusan akhir, yaitu sebagai berikut:
a. Putusan Declaratoir
Putusan ini bersifat menerangkan dan menegaskan suatu keadaan hukum. Misalnya si A si B
merupakan suami istri yang telah meninggal, dari pernikahannya lahir 3 orang anak yaitu C,
D dan E. Ketiga anak tersebut kemudian mengajukan permohonan penetapan ahli waris ke
pengadilan agama. Putusan majelis hakim menyatakan bahwa ahli waris dari pasangan suami
istri A dan B yang telah meninggal adalah C,D dan E.
b. Putusan Consistutif
Putusan ini meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan hukum baru.
misalnya yaitu dalam perkara gugatan cerai antara si A dan si B yang telah terikat secara
hukum sebagai suami istri. Setelah mengajukan gugatan cerai ke pengadilan dan diputuskan
oleh majelis hakim untuk dikabulkan gugatannya, maka hubungan hukum perkawinan diatara
keduanya menjadi hilang dan timbul suatu keadaan hubungan hukum baru yaitu bukan lagi
sebagai suami istri, maka diantara keduanya sudah tidak memiliki hak dan kewajiban sebagai
suami istri.
c. Putusan condemnatoir
Putusan yang berisi penghukuman. Misalnya Tergugat dihukum untuk menyerahkan atau
membayar sejumlah uang kepada Penggugat.

3. Putusan Berdasarkan Kehadiran Para Pihak.  


Kategori putusan ini juga dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut:
a. Putusan Gugatan Gugur
Yaitu putusan yang dijatuhkan karena pihak penggugat tidak menghadiri sidang pada hari
yang telah ditentukan setelah dipanggil dengan layak oleh juru sita pengadilan. Dalam
putusan ini hakim dapat menyatakan bahwa gugatan penggugat gugur dan penggugat tersebut
dihukum membayar biaya perkara. Namun penggugat masih berhak untuk mengajukan
gugatannya sekali lagi, setelah terlebih dahulu ia membayar biaya perkara tersebut sekali
lagi.
Apabila terdapat lebih dari satu orang penggugat atau lebih dari satu orang tergugat, maka
gugatan dapat digugurkan apabila seluruh pihak penggugat dan tergugat tidak ada yang
hadir. Akan tetapi jika dalam persidangan masih ada salah seorang baik dari pihak peng-
gugat atau salah seorang dari pihak tergugat, maka persidangan dapat dilanjutkan dan
gugatannya tidak dapat digugurkan dan akan diputus menurut acara biasa.
b. Putusan Verstek,
Apabila pada hari sidang yang telah ditetapkan, tergugat tidak datang dan tidak pula
mengirimkan wakilnya menghadap diper sidangan, sekalipun sudah dipanggil secara patut
oleh jurusita maka majelis hakimyang memeriksa perkara tersebut dapat menjatuhkan
putusan Verstek. Kalau tergugat tidak hadir dipersidangan setelah dipanggil secara patut,
maka gugatan dikabulkan dengan putusan diluar hadir atau verstek kecuali kalau gugatan itu
melawan hak atau tidak beralasan.
Tentang kapan dijatuhkan putusan verstek, ada yang berpendaat bahwa putusan verstek
dijatuhkan pada saat sidang pertama hal ini mendasarkan pada kata-kata “ ten dage d iend e”
dapat pula diartikan “ ten dage dat de zaak” yang berarti tidak hanya hari sidang pertama
saja. Pasal 126 HIR dan pasal 150 Rbg memberi kelonggaran untuk dipang gil sekali lagi.
Kata verstek sendiri berarti tergugat tidak hadir pada saat sidang pertama. Namun
adakalanya tergugat tidak hadir tetapi mengirimkan jawabannya yang berisi tangkisan
(eksepsi) pengadilan agama tidak berkuasa memeriksa perkaranya. Dalam hal ini sekalipun
ia atau wakilnya tidak datang, hakim wajib memutuskan tentang eksepsi itu setelah
penggugat didengar. Bila hakim menganggap dirinya berwenang untuk memeriksa perkara
yang bersangkutan, maka eksepsi tersebut ditolak dan dijatuhkan putusan tentang pokok
perkara. Eksepsi tidak berwenang seperti yang tercantum dalam pasal 133 HIR sesuai den
gan pasal 159 Rbg itu mengenai kompetensi relatif dan harus diajukan pada permulaan
sidang sebelum diajukan jawabannya.
Apabila gugatan penggugat dikabulkan dan diputus secara verstek maka putusannya akan
diberitahukan kepada pihak tergugat serta dijelaskan bahwa tergugat berhak mengajukan
perlawanan (verzet ) terhadap putusan verstek tersebut kepada hakim yang memeriksa
perkara itu juga.
Perlawanan dari pihak tergugat dapat diajukan selama 14 hari sejak perkara tersebut diputus.
Apabila pemberitahuan itu tidak disampaikan kepada tergugat pribadi, maka perlawanan
dapat diajukan sampai hari ke-8 setelah teguran untuk melaksanakan putusan verstek itu atau
apabila tergugat tidak datang menghadap untuk ditegur, perlawanan tergugat dapat diajukan
sampai hari ke-8 sesudah putusan verstek itu dijalankan.
c. Putusan Kontradiktoir atau Contradictoir vonnis, 
Yaitu putusan atas dasar kehadiran para pihak pada saat pembacaan putusan akhir. Oleh
karena itu ada dua jenis putusan contradictoir, Pada saat pembacaan putusan diucapkan para
pihak hadir dan Pada saat pembacaan putusan diucapkan salah satu pihak tidak hadir.

Jika diperhatikan secara keseluruhan suatu putusan pengadilan agama maka ada enam
bagian yang tersusun secara kronologis dan saling kait mengkait satu sama lain yaitu;
1. Kepala Putusan Yang berisikan nomor perkara, dan kalimat Bismillahirrah
maanirohiim serta kalimat Demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa.
2. Nama pengadilan agama yang memutus dan jenis perkara. Kalimatnya seperti “
Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang memeriksa, mengadili perkara perdata pada
tingkat pertama dan telah menjatuhkan putusan dalam perkara permohonan izin ik
rar talak yang diajukan oleh ”
3. Identitas para pihak. Dijelaskan siapa penggugat dan siapa tergugat. Pemisahan
kedua pihak tersebut ditulis dalam baris sendiri dengan kalimat ber bunyi : ” Lawan”
4. Duduk perkaranya. (bagian posita). Pada bagian ini biasanya dikutip dari gugatan
penggugat, jawaban, replik, duplik dan alat bukti lainnya yang diajukan oleh para
pihak.
5. Tentang Pertimbangan hukumnya. Bagian ini menggambarkan tentang alasan
memutus (pertim bangan) hukum terhadap perkara yang disidangkan yang biasanya
dimulai dengan kata “ menimbang” dan dari dasar memutus biasanya dimulai
dengan kata “ mengingat” .
6. Diktum/amar putusan Diktum atau amar putusan adalah kesimpulan akhir yang
diperoleh oleh hakim atas perkara yang diperiksanya untuk mengakhir sengketa
antara penggugat/pemohon dengan ter gugat/termohon. Bagian ini diawali dengan
kata “ mengadili” yang diletakan ditengah-tengah dalam baris sendiri yang se
muanya ditulis dengan huruf kapital.

Isi diktum atau amar putusan dapat berupa:


1. Tidak menerima gugatan penggugat.
Isi amar putusan dapat berbunyi demikian jika persyaratan formal suatu gugatan tidak
terpenuhi, akan tetapi jika amar putusan berbunyi “ gugatan penggugat tidak diterima”
maka pokok perkara tidak perlu diperiksa/belum diadili.
2. Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya.
Amar putusan berbunyi seperti ini jika dalil gugat dibenarkan dan terbukti.
3. Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian kemudian dirinci satu persatu yang
dikabulkan dan dilanjutkan dengan menolak/tidak menerima untuk selebihnya, jika
hanya satu point yang ditolak biasanya disebutkan dengan tegas.
4. Menolak gugatan penggugat seluruhnya.
Amar putusan berbunyi demikian apabila dalil gugatan tidak terbukti.

Anda mungkin juga menyukai