Anda di halaman 1dari 3

Nama: Feby Andrianto

Prodi/semester: HES/ 5

No: 087765401766

Resume Tentang Eksepsi

A. Pengertian Eksepsi
Eksepsi adalah salah satu istilah yang digunakan dalam proses hukum dan peradilan yang berarti
penolakan/keberatan yang disampaikan oleh seorang terdakwa disertai dengan alasan-alasannya bahwa
dakwaan yang diberikan kepadanya dibuat tidak dengan cara yang benar dan tidak menyangkut hal tentang
benar atau tidak benarnya sebuah tindak pidana yang didakwakan. Eksepsi dan bantahan terhadap pokok
perkara di dalam konteks hukum acara memiliki makna yang sama yaitu sebuah tangkisan atau bantahan
(objection).

Berdasarkan Pasal 156 ayat (1) pengajuan keberatan adalah hak dari terdakwa dengan
memperhatikan bahwa eksepsi harus diajukan pada sidang pertama yaitu setelah Jaksa
Penuntut Umum membacakan surat dakwaan.
Kemudian eksepsi yang dapat diajukan di luar tenggang waktu tersebut merupakan
eksepsi mengenai kewenangan mengadili sebagaimana disebut dalam Pasal 156 ayat
(7) KUHAP.
B. Pembagian Eksepsi
eksepsi sendiri dibagi menjadi tiga jenis yaitu, Eksepsi Prosesual, Eksepsi Prosesual di Luar Eksepsi
Kompetensi dan Eksepsi Hukum MaterilMateril:

1. Eksepsi Prosesual adalah jenis eksepsi yang berkenaan dengan syarat formil gugatan/dakwaan.
Apabila gugatan/dakwaan mengandung cacat formil maka gugatan/dakwaan yang diajukan tidak
sah, dengan demikian harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet onvantkelijke verklaard).
Contohnya adalah eksepsi kewenangan absolut dan eksepsi kewenangan relatif. Misalnya dalam
kasus mengenai sengketa pembagian warisan orang yang beragama Islam yang diajukan ke
pengadilan negeri (peradilan umum). Tergugat mengajukan eksepsi bahwa pengadilan negeri tidak
berwenang mengadili perkara warisan bagi yang beragama Islam sebab itu berada dalam
yurisdiksi pengadilan agama.
2. Eksepsi Prosesual di Luar Eksepsi Kompetensi terdiri dari beberapa jenis, di antaranya :
a. Eksepsi obscuur libel : eksepsi yang menyatakan gugatan penggugat kabur. Hal ini
terjadi karena :
-Posita tidak jelas/kabur, sebab dasar hukum yang menjadi dasar gugatan tidak jelas/tidak
ada atau salah satu dari dasar hukum yang dijadikan dasar gugatan tidak jelas.
-Objek sengketa di dalam gugatan tidak jelas.
-Penggabungan dua atau lebih gugatan yang masing-masing tidak ada kaitan atau pada
hakekatnya berdiri sendiri-sendiri.
-Pertentangan antara posita dengan petitum.
b. Eksepsi rei judicatie : eksepsi yang menyatakan bahwa perkara sudah pernah diputus
dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap (nebis in idem). Nebis in idem terjadi apabila
-Pokok perkara baru yang dituntut sama dengan pokok perkara lama yang sudah diputus,
-Alasan atau dasar yang didalam gugatan sama dengan perkara yang lama
-Diajukan oleh pihak-pihak yang sama terhadap pihak yang sama pula
-Hubungan hukum di antara para pihak sama dengan hukum para pihak pada perkara
lama.
c. Eksepsi declinatoir : eksepsi yang menyatakan gugatan merupakan perkara yang
sama dan masih dalam proses di pengadilan serta belum ada putusan yang mempunyai
kekuatan hukum tetap.
d. Eksepsi diskualifikasi.
e.Eksepsi error in persona. : eksepsi yang menyatakan bahwa yang seharusnya digugat
adalah orang lain bukan Tergugat.
f. Eksepsi plurium litis consortium : eksepsi yang menyatakan bahwa gugatan kurang
pihak.
g. Eksepsi koneksitas.
3. Eksepsi Hukum Materil.
a. Eksepsi dilatoir : eksepsi yang menyatakan bahwa gugatan yang diajukan masih prematur,
misalnya benar bahwa tergugat mempunyai utang kepada penggugat tetapi belum jatuh
tempo.
b. Eksepsi premptoir : eksepsi yang mengakui kebenaran dalil gugatan, tetapi
mengemukakan tambahan yang prinsip sehingga gugatan tidak dapat diterima, misalnya
dengan mengemukakan bahwa tergugat tidak pernah berutang kepada penggugat atau
utang tersebut telah dibayar lunas oleh tergugat kepada penggugat.
Setelah memahami pemaparan mengenai berbagai jenis eksepsi di atas, perlu dipahami bahwa
dalam Pasal 136 HIR, hakim diperintahkan untuk memeriksa dan memutus terlebih dahulu
pengajuan eksepsi kompetensi tersebut sebelum memeriksa pokok perkara. Penolakan atas
eksepsi kompetensi dituangkan dalam bentuk putusan sela (Interlocutory), sedangkan
pengabulan eksepsi kompetensi, dituangkan dalam bentuk bentuk putusan akhir (Eind
Vonnis).

C. Tujuan Eksepsi

•Agar pengadilan mengakhiri proses pemeriksaan tanpa terlebih

dahulu memeriksa materi pokok perkara.

• Pengakhiran yang diminta melalui eksepsi bertujuan agar

pengadilan:

-menjatuhkan putusan negatif, yang menyatakan gugatan tidak

dapat diterima (niet ontvankelijk);

-berdasarkan putusan negatif itu, pemeriksaan perkara diakhiri

tanpa menyinggung penyelesaian materi pokok perkara.

Misal, tergugat mengajukan eksepsi, gugatan tidak jelas (obscuur

libel). Apabila eksepsi itu diterima dan dibenarkan PN, proses

perkara diakhiri dengan putusan negatif yang menyatakan gugatan

tidak dapat diterima.

Pasal 156 ayat (1) KUHAP, ada 3 (tiga) hal dapat diajukannya eksepsi atau keberatan oleh
terdakwa atau penasehat hukumnya, yaitu:

1. Eksepsi atau Keberatan tidak berwenang mengadili.


Eksepsi atau Keberatan ini dapat berupaketidak wenangan mengadili, baik absolut
(kompetensi absolut) maupun
2. relative (kompetensi relative).Eksepsi atau Keberatan dakwaan tidak dapat diterima.
3. Eksepsi atau Keberatan Surat dakwaan harus dibatalkan.
Eksepsi atau keberatan ini apabila surat dakwaan yang dibuat oleh Penuntut Umum
tidak memenuhi syarat materiil sebagaimana ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b
KUHAP yang berbunyi: Penuntut umum membuat surat Dakwaan yang diberi
tanggal dan ditandatangani serta berisi: uraian secara cermat, jelas dan lengkap
mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat
tindak pidana itu di lakukan.

Kemudian Tahap penyelesaian Eksepsi:

Penyelesaian eksepsi kompetensi, yaitu cara penyelesaian yang harus dilakukan hakim
terhadap eksepsi kompetensi yang diajukan tergugat serta sekaligus dibicarakan mengenai
upaya hukum yang dapat diajukan terhadap putusan yang diambil pengadilan terhadapnya,
dengan ketentuan:

a. diperiksa dan diputus sebelum memeriksa pokok perkara, artinya apabila tergugat
mengajukan eksepsi yang menyatakan bahwa PN tidak berwenang mengadili
perkara baik secara absolut maupun relatif maka hakim dapat menunda
pemeriksaan pokok perkara kemudian memeriksa dan memutus eksepsi lebih
dahulu (hal ini bersifat imperatif).
b. penolakan eksepsi kompetensi dituangkan dalam putusan sela, apabila hakim
berpendapat bahwa ia berwenang memeriksa dan mengadili perkara dengan alasan
(baik relatif maupun absolut).
c. Pengabulan eksepsi kompetensi, dituangkan dalam bentuk putusan akhir (end vonis,
final judgement).

Apabila eksepsi beralasan dan dapat dibenarkan hakim, maka PN harus mengabulkan
eksepsi yang berbarengan dengan itu:

• menjatuhkan putusan;

• putusan berbentuk putusan akhir dengan amar:

a. mengabulkan eksepsi tergugat;

b. menyatakan PN tidak berwenang mengadili perkara yang

bersangkutan.

Pasal 9 ayat (2) UU No. 20 Tahun 1974 berbunyi:

“Putusan dalam mana PN menganggap dirinya tidak berhak untuk memeriksa perkaranya,
dianggap sebagai putusan penghabisan.

Anda mungkin juga menyukai