Oleh
Yenny Fitri.Z,SH.MH
Diawali dengan :
1
pengadilan tempat/lokasi/domisili si B, dengan tetap menarik C sebagai
pihak yang digugat karena belum melunasi hutangnya.
4) Gugatan diajukan di salah satu pengadilan yang
dipilih/disepakati. Sebagai contoh, A dan B membuat perjanjian yang
dimana memilih Arbitrase sebagai jenis pengadilan yang akan
menyelesaikan permasalahannya dikemudian hari apabila timbul
sengketa hukum. Akhirnya B melanggar perjanjian yang disepakati,
akhirnya A mengajukan gugatan ke Pengadilan Umum, Namun hal
tersebut tidaklah benar, sebab B hanya bisa digugat di Arbitrase
dikarenakan telah diperjanjian sejak awal.
2
A. Sidang Pertama
1. Pengunjung disuruh berdiri oleh jurusita, majelis hakim diiringi panitera masuk
ruang sidang, lalu Ketua membuka sidang dengan ketukan palu sebanyak 3x.
2. Hakim ketua memerintahkan jurusita untuk memanggil tergugat dan penggugat,
selanjutnya hakim menanyakan identitas masing-masing untuk disesuaikan
dengan surat gugatan
3. Hakim ketua menanyakan masing-masing pihak apakah diwakili kuasa hukum,
kalau iya maka diminta surat kuasa mereka untuk diteliti apakah memenuhi
syarat-syarat sebagaimana Surat Kuasa Khusus atau tidak. Dalam hukum acara
perdata, surat kuasa sangat menentukan. Surat kuasa yang kurang cermat
membuka peluang lawan melakukan eksepsi, dan bisa berujung majelis hakim
tidak menerima gugatan.
Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan yang berisikan pemberian
kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu
atas nama orang yang memberikan kuasa. Kuasa itu bisa diberikan secara
tertulis atau lisan. Dalam praktiknya, ada beberapa jenis surat kuasa yakni
surat kuasa umum, khusus, dan substitusi.
a. Kuasa umum, menurut Pasal 1795 KUH Perdata bertujuan memberi
kuasa kepada seseorang untuk mengurus kepentingan pemberi kuasa
(lastgever) berupa mengurus harta kekayaan pemberi kuasa dan segala
sesuatu yang berkaitan dengan harta kekayaan itu. Titik berat kuasa
umum adalah pengurusan (beherder) kepentingan pemberi kuasa.
b. Pasal yang sama memungkinkan diberikan kuasa yang bersifat khusus,
yaitu kuasa untuk mengurus kepentingan tertentu saja. Bisa satu, dua
atau beberapa kepentingan sekaligus. Di depan pengadilan, kuasa
khusus inilah yang dipraktekkan. Penggugat prinsipal atau penerima
kuasa harus bisa menunjukkan surat kuasa yang bersifat khusus. Hakim
selalu memeriksanya.
c. Dalam praktek dikenal pula surat kuasa substitusi. Ada hak yang dapat
dimasukkan dalam pemberian kuasa yaitu hak substitusi, sebagaimana
diatur daam Pasal 1803 KUH Perdata. Intinya, hak substitusi
3
memberikan hak bagi penerima kuasa untuk menunjuk pihak lain
untuk bertindak sebagai penggantinya.
B. Sidang Kedua
1. Sidang dibuka, para pihak dipersilahkan duduk pada tempatnya.
2. Hakim ketua menanyakan apakah jawaban/bantahan tergugat sudah siap?
Kalau sudah di perintahkan untuk dibacakan. Isi dari jawaban tergugat tidak
hanya berisi bantahan terhadap pokok perkara, namun Tergugat juga boleh dan
dibenarkan memberi jawaban yang berisi pengakuan (confession), terhadap
sebagian atau seluruh dalil gugatan Penggugat. Selain itu, jawaban yang
disampaikan oleh Tergugat dapat sekaligus memuat eksepsi dan bantahan
terhadap pokok perkara. Jika jawaban sudah memuat eksepsi dan bantahan
terhadap pokok perkara, Tergugat harus menjawab secara sistematis agar lebih
mudah dibaca dan dipahami oleh Majelis Hakim yang memeriksa perkara
tersebut. Cara yang dianggap sesuai dengan tuntutan teknis peradilan, dalam
hal jawaban sekaligus berisi eksepsi dan bantahan terhadap pokok perkara,
yaitu:
a. Mendahulukan eksepsi pada bagian depan. Dalam jawaban dibuat suatu
judul “Dalam Eksepsi” yang ditempatkan pada bagian depan mendahului
uraian bantahan pokok perkara.
4
b. Menyusul kemudian, uraian bantahan pokok perkara dengan judul “Dalam
Pokok Perkara”.
c. Bagian terakhir, berupa kesimpulan yang berisi pernyataan singkat eksepsi
dan bantahan pokok perkara.
5
“Jika perselisihan itu adalah suatu perkara yang tidak masuk kuasa
pengadilan negeri, maka pada sebarang waktu dalam pemeriksaan
perkara itu, boleh diminta supaya hakim mengaku dirinya tidak
berkuasa dan hakim itupun wajib pula mengaku karena jabatannya
bahwa ia tidak berkuasa”.
6
1. Eksepsi Surat Kuasa Khusus tidak sah adalah eksepsi yang diajukan oleh
Tergugat dalam hal surat kuasa bersifat umum; surat kuasa dibuat orang yang
tidak berwenang atau surat kuasa yang diajukan oleh kuasa Penggugat tidak sah
karena tidak memenuhi syarat formil yang diatur dalam Pasal 123 ayat (1) HIR
dan SEMA No. 1 Tahun 1971 jo. SEMA No. 6 Tahun 1994, yaitu:
a. Tidak menyatakan secara spesifik kehendak untuk berperkara di PN
tertentu sesuai dengan kompetensi relatif;
b. Tidak menjelaskan identitas para pihak yang berperkara;
c. Tidak menyebutkan secara ringkas dan konkret pokok perkara dan objek
yang diperkarakan; serta
d. Tidak mencantumkan tanggal serta tanda tangan pemberi kuasa.
2. Eksepsi error in persona adalah eksepsi yang dilakukan oleh Tergugat dalam
hal Penggugat tidak memiliki kapasitas atau hak untuk mengajukan perkara
tersebut, atau pihak yang digugat adalah tidak memiliki urusan dengan perkara
tersebut, atau pihak yang digugat tidak lengkap.
3. Eksepsi ne bis in idem adalah eksepsi yang diajukan oleh Tergugat dalam hal
perkara yang digugat oleh Penggugat sudah pernah diajukan dan sudah
dijatuhkan putusan yang berkekuatan hukum tetap.
4. Eksepsi Obscuur Libel, yaitu eksepsi yang diajukan oleh Tergugat dalam hal
gugatan Penggugat tidak terang atau isinya tidak jelas, contohnya tidak jelas
dasar hukumnya, tidak jelas obyek sengketanya, petitum tidak rinci dijabarkan
dan permasalahan antara posita wanprestasi atau perbuatan melawan hukum.
Dan yang terakhir adalah Eksepsi Hukum Materil. Eksepsi hukum materil dibagi
dalam 2 jenis, yaitu exceptio dilatoria dan exceptio peremptoria:
1. Exceptio dilatoria yaitu eksepsi yang dilakukan oleh Tergugat dalam hal
gugatan penggugat belum dapat diterima untuk diperiksa sengketanya di
pengadilan, karena masih prematur, dalam arti gugatan yang diajukan masih
terlampau dini. Contohnya belum sampai batas waktu untuk menggugat
karena telah dibuat penundaan pembayaran oleh kreditur atau berdasarkan
kesepakatan antara kreditur dengan debitur.
7
2. Exceptio peremptoria adalah eksepsi yang diajukan oleh Tergugat kepada
Penggugat yang dapat menyingkirkan gugatan karena masalah yang digugat
tidak dapat diperkarakan. Contohnya perkara yang diajukan sudah lewat
waktu atau daluarsa untuk digugat (exceptio temporis), perjanjian yang
dilakukan mengandung unsur penipuan (exceptio doli mali), perjanjian yang
dilakukan mengandung unsur paksaan atau dwang (exceptio metus), si
penggugat sendiri tidak melakukan prestasinya (exceptio non adimpleti
contractus) dan sengketa yang digugat sedang proses pemeriksaan juga di
pengadilan dengan nomor perkara yang berbeda (exceptio litis pendentis).
Jadi, banyak sekali hal-hal yang dapat diajukan eksepsi, yaitu hal-hal yang
hanya menyinggung soal formalitas gugatan dan sama sekali tidak menyinggung
mengenai pokok perkara.
8
Selanjutnya adalah membantah dalil gugatan atau dapat disebut bantahan
terhadap pokok perkara (verweer ten principale). Tergugat dapat melumpuhkan dalil
gugatan dengan cara pembuktian berdasarkan alat-alat bukti yang dibenarkan dalam
undang-undang. Atau Tergugat dapat menampik dan mengingkari kejadian yang
didalilkan berdasarkan alasan rasional dan objektif. Dan yang terakhir adalah
Tergugat tidak memberi pengakuan maupun bantahan. Jawaban hanya berisi
pernyataan, menyerahkan sepenuhnya kebenaran gugatan kepada hakim (referte
aan het oordel des rechters).
3. Sidang diundur untuk penggungat menyiapkan replik