Pemeriksaan perkara di muka sidang pengadilan dilakukan oleh satu tim yang berbentuk
majelis hakim yang terdiri dari 3 (tiga) orang hakim, seorang bertindak sebagai hakim ketua
dan lainnya sebagai hakim anggota. (Pasal 11 ayat 1 UU No. 48/2009).
Sidang majelis hakim dibantu oleh Panitera atau Panitera Pengganti (seseorang yang
ditugaskan melakukan pekerjaan panitera). Panitera/Panitera Pengganti bertugas mengikuti
semua sidang dan musyawarah majelis hakim serta mencatat semua hal yang dibicarakan
dalam sidang.
Menurut HIR dan RBg, Hakim aktif memimpin acara dari awal hingga akhir sidang. Dalam
bentuk majelis ketua majelis hakim bertanggung jawab atas tata tertib dan keamanan
sidang. Untuk kepentingan tersebut. Segala perintahnya harus diindahkan dan dilaksanakan
secara ketat. Bila perlu, ketua berhak mengusir setiap orang yang tidak setiap orang tidak
mematuhi tatib sidang dan tidak sopan santun agar segera meninggalkan ruang sidang
karena mengganggu kelancaran, ketenangan dan ketertiban sidang yang berlangsung.
Setelah ketua menyatakan sidang dibuka dan terbuka untuk umum, majelis hakim segera
mulai memeriksa pihak-pihak yang berperkara. Terlebih dahulu ketua akan menanyakan
identitas pihak-pihak, misalnya nama, umur, pekerjaan, tempat tinggal dan seterusnya.
Kemudian ketua menanyakan kepada tergugat apakah sudah mengerti mengapa dipanggil
dan sudah menerima surat gugatan yang diajukan kepadanya.
Ketua membacakan surat gugatan penggugat terhadap gugatan. Setelah itu, ketua
menjelaskan kepada pihak-pihak tentang persoalan perkara guna menawarkan perdamaian.
Apabila usaha perdamaian tidak tercapai, pemeriksaan perkara diteruskan dan ketua mulai
menanyakan mengenai pokok perkara. Majelis hakim memberi kesempatan kepada kedua
belah pihak untuk mengemukakan segala yang dianggap perlu agar diketahui oleh majelis
hakim.
JAWABAN
Tidak ada ketentuan dalam HIR dan RBg yang mewajibkan tergugat memberikan jawaban.
Namun jawaban ini sangat penting bagi tergugat, karena apabila tergugat tidak memberi
jawaban, tergugat harus menyadari ia harus memikul akibat dari sikapnya. Dalam
jawabanlah tergugat dapat mengemukakan argumentasi yang menguntungkan posisinya.
Jawaban tergugat dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis.
Jawaban adalah bantahan atau pengakuan mengenai dalil-dalil gugatan yang diajukan oleh
penggugat. Oleh karena itu, jawaban hendaknya disusun berdasarkan pada dalil-dalil
gugatan penggugat agar mudah dipahami. Agar jawaban mudah dipahami, cukup dilakukan
dengan mengikuti poin-poin gugatan penggugat. Jawaban terdiri dari 3 (tiga) macam, yaitu :
1. Eksepsi
Yaitu tangkisan atau bantahan yang ditujukan yang membahas tentang syarat-syarat atau
formalitas Gugatan, yaitu bantahan bahwa gugatan yang diajukan mengandung cacat atau
pelanggaran formil dan tidak berkaitan dengan pokok perkara (verweer ten principale). Yang
mengakibatkan gugatan tidak sah sehingga harus dinyatakan bahwa gugatan tidak dapat
diterima (inadmissible).
Eksepsi jawaban Tergugat dalam bentuk bantahan terhadap Gugatan Penggugat. Yang
bertujuan agar pengadilan mengakhiri pemeriksaan tanpa melanjutkan memeriksa materi
pokok perkara.
1
Tangkisan (Eksepsi Tergugat) dapat dibagi 2 kelompok besar, yaitu Eksepsi Prosesuil dan
Eksepsi Materil.
2
- Eksepsi non adimpleti contractus
yaitu Tangkisan yang menyatakan bahwa penggugat juga tidak melaksanakan isi
pesetujuan, maka tergugat juga tidak mau memenuhi persetujuan. Keadaan ini dapat terjadi
dalam hal persetujuan timbal balik.
- Eksepsi obscur libel
Yaitu tangkisan agar hakim memutus bahwa gugatan penggugat tidak dapat diterima karena
gugatan yang diajukan itu tidak jelas permasalahannya (kabur). Dalam pasal 125 ayat (1)
HIR dan Pasal 149 ayat (1) RBg dikemukakan bahwa gugatan yang kabur adalah gugatan
yang melawan hak dan tidak beralasan. Misalnya dalam gugatan tidak dicantumkan dengan
jelas dan rinci objek yang menjadi sengketa, kalau tanah yang menjadi sengketa tidak
disebutkan berapa luasnya dan batas-batasnya.
- Posita dan petitum berbeda
Yaitu eksepsi berupa permintaan kepada majelis hakim agar menghentikan pemeriksaan
perkara karena gugatan yang diajukan oleh tergugat itu tidak didukung oleh posita.
- Gugatan yang kadaluwarsa
bertujuan agar majelis hakim memutus bahwa gugatan penggugat dinyatakan tidak diterima
karena persoalan yang diajukan itu telah lampau waktu.
- Kerugian tidak dirinci
Yaitu eksepsi yang diajukan oleh tergugat dengan meminta kepada majelis hakim agar
dihentikan pemeriksaan gugatan penggugat karena gugatan tersebut tidak dirinci dengan
jelas berapa besar kerugian yang harus dibayar oleh tergugat, dan berapa besar kerugian
yang diderita oleh penggugat.
3
Sasaran bantahan ditujukan kepada 2 hal, yaitu :
- Kebenaran dalil gugatan. Menurut hukum, bantahan terhadap kebenaran dalil gugatan
hanya dapat dilumpuhkan dengan pembuktian berdasarkan alat bukti yang dibenarkan UU.
- Bantahan ditujukan ke arah kejadian atau fakta. Untuk dapat melumpuhkan dalil gugatan,
bantahan yang ditujukan ke arah kejadian harus menopang dasar hubungan hukum yang
didalilkan dalam gugatan. Dengan mengingkari kejadian yang didalilkan harus berdasakan
alasan rasional dan objektif, sehingga tergugat dapat meruntuhkan eksistensi kebenaran
hubungan hukum yang didalilkan dalam gugatan.
3. Rekonvensi
Pasal 132 a ayat (1) HIR, bahwa rekonvensi adalah gugatan yang diajukan tergugat sebagai
gugatan balasan terhadap gugatan yang diajukan penggugat kepadanya dan gugagatan
rekonvensi tersebut diajukan Tergugat pada saat berlangsungnya proses pemeriksaan
gugatan yang diajukan Penggugat.
a). Syarat gugatan rekonvensi
- Gugatan Rekonvensi harus diformulasikan secara tegas.
- Gugatan rekonvensi pada dasarnya sama dengan gugatan konvensi pada umumnya, yaitu
harus memuat adanya identitas, posita dan petitum secara jelas dan tegas. Sehingga jika
ada cacat formil, maka majelis hakim berwenang untuk menyatakan bahwa gugatan
rekonvensi “tidak dapat diterima” atau N.O.
- Pihak yang boleh digugat balik hanya Penggugat.
- Gugat Balik harus diajukan bersama-sama dengan Jawaban. Gugatan Rekonvensi yang
diajukan setelah memasuki tahap Pembuktian, maka dinyatakan “tidak dapat diterima”. Hal
ini untuk menghindari adanya iktikad tidak baik dari pihak Tergugat yang ingin mengulur
jalannya persidangan.
- Adanya Koneksitas.
Pasal 132 a dan 132 b HIR maupun pasal 157 dan 158 R.Bg tidak menjelaskan apakah
gugatan rekonvensi harus memiliki hubungan erat dengan gugatan konvensi atau tidak,
Namun dalam buku Pedoman Pelaksanaan Tugas Peradilan bahwa Gugatan Rekonvensi
hanya dapat diterima jika memiliki keterkaitan erat dengan Gugatan Konvensi.
4. Replik
Setelah tergugat menyampaikan jawabannya, Penggugat diberi kesempatan untuk
menanggapinya (Replik Penggugat). Replik adalah jawaban penggugat baik tertulis maupun
lisan terhadap jawaban tergugat atas gugatannya. Replik diajukan oleh penggugat untuk
4
meneguhkan gugatannya tersebut, dengan cara mematahkan berbagai alasan dalam
jawaban Tergugat.
Replik harus disesuaikan dengan kualitas dan kuantitas dalam jawaban tergugat. Replik
Penggugat ini bisa berisi pembenaran terhadap sjawaban Tergugat atau juga boleh jadi
penggugat menambahkan keterangan dengan maksud untuk memperjelas dalil yang
diajukan penggugat di dalam gugatannya.
5. Duplik
Setelah Penggugat menyampaikan Repliknya, Tergugat diberi kesempatan untuk
menanggapi balik (Duplik). Duplik ialah Jawaban Tergugat terhadap Replik yang telah
diajukan oleh Penggugat, Duplik bisa dalam bentuk tertulis maupun lisan.
Duplik diajukan Tergugat untuk meneguhkan jawabannya yang pada lazimnya berisi suatu
penolakan terhadap suatu gugatan pihak penggugat.
Apabila dalam acara jawab-menjawab diantara pihak penggugat dan pihak tergugat sudah
dinyatakan cukup, dimana dalam duduk perkara perdata yang telah diperiksa sudah jelas
keseluruhannya, tahapan pemeriksaan berikutnya ialah tahapan pembuktian.