Anda di halaman 1dari 5

Pada Pasal 125 ayat (2), 132 dan 133 HIR , hanya dikenal 2 eksepsi, yaitu eksepsi

kompetensi absolut dan eksepsi relatif. Namun, pada prakteknya masih banyak eksepsi yang
ada dan diakui. Eksepsi-eksepsi tersebut antara lain akan dijelaskan lebih lanjut dibawah ini.

Eksepsi Kewenangan Absolut (Exceptio Declinatoir atau Absolute Competency)

Eksepsi Kewenangan Absolut didasarkan oleh kesalahan penggugat dalam menentukan


Badan Peradilan apa yang berwenang terhadap perkaranya.

Tergugat dapat dan mempunyai hak untuk  mengajukan eksepsi ini di setiap proses
pemeriksaan mulai dari sidang tingkat pertama sampai sebelum dijatuhkan putusan.
Pengajuan eksepsi ini biasanya dilakukan secara bersamaan dengan pengajuan jawaban
setelah pembacaan gugatan dan harus diputus sebeum putusan pokok perkara.

Namun, jika eksepsi ini tidak dilakukan tergugat. Hakim secara ex-officio dalam Pasal 132
Rv punya kewajiban untuk menyatakan dirinya tidak berwenang menangani perkara tersebut.
Berikut bunyi pasalnya :
“Dalam hal ini hakim tidak berwenang karena jenis pokok perkaranya, maka ia meskipun
tidak diajukan tangkisan tentang ketidakwenangannya, karena jabatannya wajib menyatakan
dirinya tidak berwenang”

Eksepsi Kompetensi Relatif (Relative Competentie)

Eksepsi Kompetensi Relatif dapat diajukan saat Surat Jawaban/Eksepsi ini diserahkan. Untuk
bentuk pengajuan eksepsi ini menurut Pasal 125 dan Pasal 133 HIR dapat dilakukan secara
tertulis ataupun lisan. Tentang wilayah hukum di ajukannya gugatan (Domisili Tergugat)

A. Jenis Eksepsi Formil (formile exceptie)

1. Eksepsi Prosesual (Processuele Exceptie)

Eksepsi Prosesual adalah eksepsi yang berkaitan dengan syarat formil dari suatu gugatan.
Jika suatu gugatan mengandung cacat formil, maka terhadap gugatan yang diajukan tersebut
menjadi tidak sah dan oleh karena itu dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Onvantkelijke
verklaard).
Dalam Prakteknya, Eksepsi prosesuil yang ada diluar eksepsi kompetensi dibagi dalam
beberapa jenis yang antara lain :

2. Ekseptio Res Judicata / Exceptie van gewijsde zaak / Nebis In Idem

Eksepsi ini dapat diajukan jika terhadap kasus perkara yang diperkarakan tersebut,
sebelumnya sudah pernah diperkarakan (diajukan) ke pengadilan dan telah dijatuhkan
putusan. Atau dapat juga dikatakan bahwa perkara tersebut telah mendapat putusan yang
telah berkekuatan hukum tetap sehingga tidak bisa untuk diajukan gugatan lagi untuk
diperkarakan kembali.

3. Eksepsi Surat Kuasa Khusus Tidak Sah

Eksepsi jenis ini dapat diajukan dengan berbagai bentuk eksepsi, misalnya karena surat kuasa
yang digunakan bersifat umum. Sebagaimana diketahui, dalam berperkara di pengadilan
diharuskan kuasa hukum untuk menggunakan surat kuasa khusus yang mana terkait aturan ini
telah diatur dalam pasal 123 HIR.

Selain itu, bisa juga diajukan eksepsi karena surat kuasa yang digunakan, dibuat oleh orang
yang tidak berwenang untuk itu. Contohnya, dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang perseroan
telah diatur bahwa yang mempunyai kewenangan untuk mewakili perseroan baik didalam
maupun diluar pengadilan ialah Direksi. Namun, ternyata surat kuasa yang ada tersebut
diberikan oleh Komisaris Perseroan. Sehingga terhadap surat kuasa ini dapat diajukan eksepsi
surat kuasa khusus tidak sah.

B. Eksepsi Materiil (Materiele Exceptie)

Salah tujuan dilakukan Eksepsi Materiil ialah agar pemeriksaan hakim pada perkara yang
sedang berlangsung ini tidak lagi dilanjutkan karena dalil gugatan bertentangan dengan
hukum perdata.Eksepsi Materiil terbagi dalam beberapa kelompok berdasarkan dasar dari
pengajuannya, antara lain:

1. Exceptio Peremtoria

Eksepsi ini dapat dilakukan ketika apa yang sebenarnya digugat merupakan hal yang tidak
bisa diperkarakan karena telah tersingkir.

Misalnya, jika itu gugatan terkait suatu perjanjian yang terhadap perjanjian itu telah hapus
karena telah dibayar atau dilakukan pelunasannya serta hal-hal lain yang diatur dalam Pasal
1381 KUHPerdata.

2. Exceptio Dilatoria / Dilatoria Exceptie

Eksepsi ini dapat diajukan ketika, gugatan penggugat dianggar prematur sehingga tidak dapat
diperiksa. Hal ini biasanya terjadi akibat dari penangguhan.

Misalnya, ketika gugatan yang diajukan tersebut ternyata belum sampai pada batas waktu
yang telah disepakati para pihak atau adanya penundaan pembayaran yang dibuat oleh
kreditur. Contoh lain, ketika tergugat menagih utang yang belum jatuh tempo pada tergugat.
3. Exceptio Tempotis / Exceptio Temporia (Eksepsi Daluarsa)

Eksepsi ini dapat dilakukan jika perjanjian yang digugat tersebut telah daluarsa atau lewat
waktu. Pada prakteknya, eksepsi ini dapat diajukan pada setiap tahap di persidangan dan baru
akan diperiksa dan diputus bersamaan dengan pokok perkara di dalam putusan akhir.

4. Exceptio Metus

Eksepsi ini diajukan karena tergugat menganggap bahwa perjanjian yang dilakukan dengan
penggugat mengandung paksaan (dwang) atau compulsion (duress). Dasar dari eksepsi ini
ialah pasal 1323 KUHPer (Paksaan mengakibatkan perjanjian batal) dan pasal 1324 KUHper
(terjadinya paksaan).

5. Exceptio Doli Mali / Exceptio doli presentis

Eksepsi ini dapat diajukan oleh tergugat jika tergugat merasa penggugat telah melakukan tipu
daya saat membuat perjanjian. Eksepsi ini erat kaitannya dengan pasal 1328 KUHper
(Penipuan merupakan alasan untuk membatalkan perjanjian).

6. Exceptio Non Pecuniae Numeratae

Eksepsi ini merupakan eksepsi dengan sangkalan tergugat bahwa tergugat tidak pernah
menerima uang pembayaran yang seharusnya sebagaimana telah diperjanjikan. Sehingga
diterima atau tidaknya eksepsi ini bergantung dari kemampuan tergugat untuk dapat
membuktikannya.

7. Exceptio Non Adimpleti Contractus

Eksepsi ini bisa dilakukan pada gugatan yang sumbernya berasal dari perjanjian timbal balik.
Sebagaimana diketahui bahwa perjajian timbal balik mengharuskan antara kedua belah pihak
melakukan sesuatu sebagaimana yang telah diperjanjikan. Sehingga jika penggugat belum
melakukan suatu hal yang menjadi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan, maka dia
tidak dapat melakukan gugatan karena pada keadaan ini belum terjadi Wanprestasi.

8. Exceptio Litis Pendentis / Eksepsi Sub-judice

Eksepsi ini dilakukan dengan isi berupa bantahan dari tergugat pada penggugat, bahwa
perkara yang digugat tersebut sama dengan perkara yang saat ini sedang berlangsung atau
masih jalan pemeriksaannya di pengadilan.
9. Exceptio Domini

Eksepsi ini diajukan sebagai bantahan atau tangkisan terhadap gugatan karena objek barang
yang digugat tersebut bukan milik penggugat, melainkan milik tergugat atau orang lain.

10. Eksepsi Error in Persona

Eksepsi ini dapat diajukan oleh tergugat jika diketahui terhadap gugatan yang diajukan
tersebut mengandung cacar error in persona atau dapat juga disebut dengan exceptio in
person.
Jenis eksepsi ini dibagi dalam beberapa bentuk peristiwa, antara lain:

a. Eksepsi Diskualifikasi (gemis aanhoedanigheid)

Eksepsi ini dapat diajukan dengan alasan karena penggugat bukanlah orang yang berhak atau
mempunyai hak serta kapasitas untuk melakukan gugatan atau dapat juga dikatakan bahwa
penggugat bukanlah pihak yang memiliki persona standi in judicio di Pengadilan.
Hal ini juga berlaku sebaliknya terhadap tergugat, jika pihak yang dijadikan tergugat tidak
tepat.

b. Exceptio Plurium Litis Consortium

Eksepsi ini dapat diajukan karena pihak yang ditarik sebagai tergugat, tidak lengkap.
Maksudnya ialah, masih adanya pihak yang seharusnya ditarik sebagai penggugat atau
tergugat, karena tanpa ditariknya pihak tersebut sengketa yang digugat tidak dapat
diselesaikan secara menyeluruh dan tuntas.

11. Eksepsi Gugatan Kabur (Exceptio Obscuur Libel)

Eksepsi ini dapat dilakukan jika gugatan formulasinya tidak jelas atau isi gugatan tidak
terang. Sebab suatu gugatan harus memenuhi syarat formil, yaitu gugatan harus terang dan
jelas.

Eksepsi gugatan kabur terdiri dari beberapa bentuk, antara lain :

a. Dasar hukum gugatan, Fundamentum Petendi (Posita) tidak dapat menjelaskan


dasar hukum (rechtsground) dan peristiwa atau kejadian yang menjadi dasar
gugatan itu. Selain itu, dapat juga dasar hukumnya jelas, namun dasar fakta (fatelijke
gound) nya yang tidak dijelaskan.
b. Objek Sengketa tidak jelas atau kabur. Pada prakteknya objek gugatan tanah sering
menjadi dasar dari eksepsi gugatan kabur. Hal ini terjadi karena dalam gugatan tanah
tersebut seringkali disebutkan tidak sesuai dengan fakta di lapangan, misalnya ada
perbedaan luas tanah dalam gugatan dengan pemeriksaan setempat, tidak sama antara
luas dan batas tanah yang dikuasai, letak tanah yang jadi objek gugatan tidak
disebutkan, tidak disebutkan batas-batas dari objek tanah yang disengketakan.
c. Isi Petitum gugatan tidak jelas dan atau rinci. Sebagai contoh misalnya dalam isi
petitum gugatan ditulis ” menetapkan hak penggugat atas tanah”. Isi Petitum yang
demikian tentu belum jelas maknanya, karena hak yang diminta oleh penggugat tersebut
tidak secara jelas dikatakan, apakah penggugat meminta hak milik atau hak sebagai
pemegang jaminan.
d. Adanya Kontradiksi antara Posita dengan Petitum dalam gugatan. Sebagaimana
diketahui bahwa antara Posita dengan Petitum seharusnya saling mendukung dan tidak
bertentangan. Maksudnya ialah apa yang telah dijelaskan dalam Posita, akan menjadi
alasan dari apa yang akan diminta di Petitum. Jika antara keduanya malah bertentangan,
tentu membuat gugatan menjadi kabur.
e. Mencampur adukan Posita Wanprestasi dengan Perbuatan Melawan Hukum
secara tidak tepat. ada beberapa poin penting yang perlu untuk diperhatikan ketika
merumuskan keduanya dalam dalil gugatan. Seperti, jika masalah yang timbul ialah
Wanprestasi, tentu tidak tepat menggunakan dalil Perbuatan Melawan Hukum dalam
gugatan. Begitu juga jika peristiwa yang terjadi secara objektif adalah Perbuatan
Melawan Hukum, tentu tidak tepat menggunakan gugatan Wanprestasi. Meski demikian
keduanya dimungkinkan untuk digabungkan dalam satu gugatan dengan catatan harus
ada pemisahan yang tegas diantaranya.

Anda mungkin juga menyukai